DISUSUN OLEH:
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas Critical Book Report ini tepat pada waktunya.
Tulisan ini berisikan review buku bahan ajar Mata Kuliah Filsafat Pendidikan.
Adapun tulisan ini dimuat untuk memenuhi tugas Critical Book Report Mata Kuliah
Filsafat Pendidikan. Saya mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang
telah membantu saya dalam menyelesaikan tugas ini, dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.
Saya berharap Critical Book Report ini menjadi salah satu referensi bagi pembaca ketika
hendak membandingkan isi tentang buku Filsafat Pendidikan. Saya menyadari bahwa banyak
kelemahan dan kekurangan dari tugas Critical Book Report ini, baik dari materi maupun
teknik penyajiannya seperti kesalahan pengetikan dan lain-lain. Saya mohon maaf dan saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun, agar Critical Book Report ini lebih baik
dari segi susunan dan bentuk penyajiannya.
Akhir kata saya berharap Critical Book Report ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca. Terima kasih.
DAFTAR ISI
COVER....................................................................................................................................
1
KATA
PENGANTAR.................................................................................................................1
DAFTAR
ISI..............................................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN..........................................................................................................3
1.1 Rasionalisasi Pentingnya CBR...........................................................................................3
1.2 Tujuan Penulisan CBR.......................................................................................................3
1.3 Manfaat Penulisan CBR.....................................................................................................3
1.4 Identitas Buku....................................................................................................................3
BAB II ISI RINGKAS
BUKU..................................................................................................5
BAB III PEMBAHASAN.......................................................................................................
15
3.1 Analisis Perbandingan kedua buku………………………………………………..……15
3.2 Kelebihan dan Kekurangan Buku...................................... .............................................16
BAB IV PENUTUP................................................................................................................
17
4.1 Kesimpulan.......................................................................................................................17
4.2 Saran................................................................................................................................17
DAFTAR
PUSTAKA..............................................................................................................18
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Buku utama
3
1. Judul : Filsafat Pendidikan
2. Edisi :3
3. Penulis : Prof. Dr. H. Jalaluddin & Prof. Dr. H. Abdullah Idi, M.Ed.
4. Penerbit : Rajawali pers
5. Kota Terbit : Depok
6. Tahun Terbit : 2020
7. ISBN : 979-979-769-372-5
B. Buku Pembanding
4
BAB II
ISI RINGKAS BUKU
5
Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai
medianya unuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan, mengharmoniskan, dan
menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, terdapat kesatuan yang utuh
antara filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman manusia. Filsafat menetapkan ide-ide dan
idealisme, dan pendidikan merupakan usaha dalam merealisasikan ide-ide tersebut menjadi
kenyataan, tindakan, tingkah laku, bahkan membina kepribadian manusia.
Bab III Aliran Filsafat Pendidikan Modern Ditinjau dari Ontologi, Epistemologi, dan
Aksiologi
A. Pengertian Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
6
Ontologi berarti ilmu hakikat yang menyelidiki alam nyata dan bagaimana keadaan yang
sebenarnya, apakah hakikat di balik alam nyata ini. Ontologi menyelidiki hakikat dari segala
sesuatu dari alam nyata yang sangat terbatas bagi pancaindra kita. Bagaimana realita yang
ada ini, apakah materi saja, apakah wujud sesuatu ini bersifat tetap, kekal tanpa perubahan,
apakah realita berbentuk satu unsur (monoisme), dua unsur (dualisme), ataukah terdiri dari
unsur yang banyak (pluralisme).
Epistemologi adalah pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti
apakah penge tahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis
pengetahuan. Menurut epis temologi, setiap pengetahuan manusia merupakan hasil dari
pemeriksaan dan penyelidikan benda hingga akhirnya diketahui manusia (Salam, 1988: 19).
Epistemologi mem bahas sumber, proses, syarat, batas fasilitas dan hakikat pengetahuan yang
memberikan kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada
murid muridnya (Muhammad Noor Syam, 1986: 32).
Sedangkan aksiologi menyangkut nilai-nilai yang berupa pertanyaan apakah yang baik atau
bagus itu. Dalam definisi lain, aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji dan
mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia. Untuk selanjutnya, nilai-
nilai tersebut ditanamkan dalam kepribadian anak (Muhammad Noor Syam, 1986: 95).
B. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan Modern
Ada beberapa aliran filsafat modern yang ditinjau dari Ontologi, Epistemologi, dan
Aksiologi yaitu:
A. Aliran Progresivisme
Dalam pandangan ontologis, menurut aliran progresivisme, kenyataan alam semesta
merupakan kenyataan kehidupan manusia. Sementara secara epistemologis,
pengetahuan adalah informasi, fakta, hukum prinsip, proses, kebiasaan yang
terakumulasi dalam pribadi sebagai hasil proses interaksi dan pengalaman. Dan secara
aksiologi, menurut aliran ini, nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa, dan
dari sinilah adanya pergaulan. Masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai-nilai.
Filsafat progresivisme menuntut kepada para penganutnya untuk selalu maju
(progress): bertindak secara konstruktif, inovatif, reformatif, aktif dan dinamis. Sebab
naluri manusia selalu menginginkan perubahan perubahan. Manusia tidak mau hanya
menerima satu macam keadaan saja, tetapi juga ingin hidupnya tidak sama dengan
masa sebelumnya.
B. Aliran Esensialisme
Aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul
pada zaman Renaissance dengan ciri-cirinya yang berbeda dengan progresivisme.
Dasar pijakan aliran pendidikan ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan,
toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang
bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan
lama, yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata nilai
yang jelas (Zuhairini, 1991: 21).
Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia
ini dikuasai oleh tata nilai yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada cela
pula. Dengan kata lain, bagaimana bentuk, sifat, kehendak, dan cita-cita manusia
7
haruslah disesuaikan dengan tata alam yang ada. Teori kepribadian manusia sebagai
refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistemologi esensialisme. Sebab, jika
manusia mampu menyadari bahwa realita sebagai mikrokosmos dan makrokosmos,
maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat atau kualitas apa rasionya mampu
memikirkan kesemestiannya. Berdasarkan kualitas inilah manusia memproduksi
pengetahuannya secara tepat dalam benda-benda, ilmu alam, biologi, sosial, dan
agama. Esensialisme terbina oleh kedua syarat tersebut.
1) Teori nilai menurut idealisme. Penganut idealisme berpendapat bahwa hukum
hukum etika adalah hukum kosmos, karena itu seseorang dikatakan baik jika interaktif
dan melaksanakan hukum hukum itu. Menurut idealisme, sikap, tingkah laku, dan
ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk. Orang
yang berpakaian serba formal seperti dalam upacara atau peristiwa lain yang
membutuhkan suasana tenang, haruslah bersikap formal dan teratur. Untuk ini,
ekspresi perasaan yang mencer minkan adanya serba kesungguhan dan kesenangan
terhadap pakaian resmi yang dikenakan dapat menunjukkan keindahan, baik pakaian
dan kesungguhan tersebut.
2) Teori nilai-nilai menurut realisme. Prinsip sederhana realisme tentang etika ialah
melalui asas ontologi, bahwa sumber semua pengetahuan manusia terletak pada
keteraturan lingkungan hidup. Dalam masalah baik buruk khususnya dan keadaan
manusia pada umumnya, realisme bersandarkan pada keturunan dan lingkungan.
Perbuatan seseorang adalah hasil perpaduan yang timbul sebagai akibat adanya saling
hubungan antara pembawa-pembawa fisiologis dan pengaruh-pengaruh dari
lingkungan.
C. Aliran Perenialisme
Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles, kemudian didukung dan
dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas yang menjadi pembaru utama di abad ke-13
(Hamdani Ali, 1993: 154). Aristoteles dan Thomas Aquinas meletakkan dasar bagi
filsafat ini, hingga pada pokoknya ajaran filsafat ini tidak berubah semenjak abad
pertengahan. Kendati banyak bermunculan dan berjatuhan rival-rival aliran filsafat
ini, namun dia tetap berlanjut dari generasi ke generasi, dari tahun ke tahun, bahkan
ratusan tahun, dan tetap tumbuh dan berkembang.
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses
mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang
berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendi dikan zaman
sekarang (Muhammad Noor Syam, 1986: 296). Dari pendapat ini, diketahui bahwa
perenialisme merupakan hasil pemikiran yang memberikan kemung kinan bagi
seseorang untuk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah, perenialisme berpendapat
bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama
dari filsafat, khususnya filsafat pendidikan.
Ontologi perenialisme terdiri dari pengertian pengertian seperti benda individual,
esensi, aksiden, dan substansi. Secara ontologis, perenialisme membedakan suatu
realita dalam aspek-aspek perwujudannya. Benda individual di sini adalah benda
sebagaimana yang tampak di hadapan manusia dan yang ditangkap dengan panca
indra seperti batu, lembu, rumput, orang dalam bentuk, ukuran, warna, dan aktivitas
8
tertentu. Esensi dari suatu kualitas menjadikan benda itu lebih intrinsik daripada
fisiknya, seperti manusia yang ditinjau dari esensinya adalah makhluk berpikir.
Sedangkan aksiden adalah keadaan-keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan
sifatnya kurang penting dibandingkan dengan yang esensial. Misalnya, orang suka
bermain sepatu roda, atau suka berpakaian bagus. Sedangkan substansi adalah
kesatuan dari tiap-tiap individu, misalnya partikular dan universal, materiil dan
spiritual (Imam Barnadib, 1990: 64-65).
Secara epistemologis, manusia harus memiliki pengetahuan tentang pengertian
dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran
yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga pada logika melalui metode
diskusi. Metode deduksi merupakan metode filsafat yang menghasilkan kebenaran
hakiki, dan tujuan dari epistemologi perenialisme dalam premis mayor dan metode
induktifnya sesuai dengan ontologi tentang realita khusus.
Secara Aksiologi, Masalah nilai merupakan hal yang utama dalam perenialisme,
karena ia berdasarkan pada asas-asas supernatural yaitu menerima universal yang
abadi, khususnya tingkah laku manusia. Jadi, hakikat manusia itu yang pertama-tama
adalah pada jiwanya. Oleh karena itu, hakikat manusia itu juga menentukan hakikat
perbuatan perbuatannya, dan persoalan nilai adalah persoalan spiritual. Dalam
aksiologi, prinsip pikiran demikian bertahan dan tetap berlaku. Secara etika, tindakan
itulah yang bersesuaian dengan sifat rasional manusia, karena manusia itu secara
alamiah condong pada kebaikan.
D. Aliran Rekonstruksionisme
Kata rekonstruksionisme berasal dari bahasa Inggris rekonstruct, yang berarti
menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme
merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dengan
membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran
rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu
berawal dari krisis kebudayaan modern. Menurut Muhammad Noor Syam (1985:
340). Kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman
yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan
kesimpangsiuran. Menurut Imam Barnadib (1992: 69), aliran rekon struksionisme
memandang masalah nilai berdasarkan asas-asas supernatural, yaitu menerima nilai
natural universal, yang gabadi, berdasarkan prinsip nilai teologis. Hakikat manusia
adalah emanasi potensial yang berasal dari Tuhan. Atas dasar pandangan inilah
tinjauan tentang kebenaran dan keburukan dapat diketahui.
9
12). Aktivitas berpikir merupakan manifestasi berdialog dengan diri sendiri,
mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis, menunjukkan alasan-alasan, membuktikan
sesuatu, menggolong-golongkan, membanding-banding kan, menarik kesimpulan, meneliti
suatu jalan pikiran, mencari kausalitasnya, membahas secara realitas dan lain lain (Salam,
1988: 1). Sebagai upaya untuk memahami semua yang timbul dalam keseluruhan lingkup
penga laman manusia, maka berfilsafat memerlukan suatu ilmu dalam mewujudkan
pemahaman tersebut. Berbicara ilmu, maka kita tidak bisa lepas dengan eksistensi
pendidikan, eksistensi pendidikan dari yang sifatnya umum sampai ke yang khusus.
Hubungan filsafat dan ilmu pendidikan ini tidak hanya insidental, tetapi juga suatu keharusan.
John Dewey, filsuf Amerika, mengatakan bahwa filsafat itu merupakan teori umum dari
pendidikan atau landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan. Lebih dari itu, filsafat
memang mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor realita dan
pengalaman yang banyak terdapat di lapangan pendidikan.
Ontologi sering diidentikkan dengan metafisika, yang juga disebut sebagai proto-filsafat
atau filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan yang bahasanya adalah hakikat sesuatu,
keesaan, persekutuan, sebab dan akibat, realita, prima atau Tuhan dengan segala sifatnya,
malaikat, relasi atau segala sesuatu yang ada di bumi dengan tenaga-tenaga yang di langit,
wahyu, akhirat, dosa, neraka, pahala, dan surga.
Epistemologi adalah studi tentang pengetahuan, bagaimana kita mengetahui benda-benda.
Untuk lebih jelasnya, ada beberapa contoh pertanyaan yang meng gunakan kata "tahu" dan
mengandung pengertian yang berbeda-beda, baik sumbernya maupun validitasnya.
a. Tentu saja saya tahu ia sakit, karena saya melihatnya.
b. Percayalah, saya tahu apa yang saya bicarakan.
c. Kami tahu mobilnya baru, karena baru kemarin kami menaikinya (Hamdani Ali, 1993:50).
B. Pandangan Filsafat tentang Hakikat Manusia
Ilmu yang mempelajari tentang hakikat manusia disebut antropologi filsafat. Dalam hal ini,
ada empat aliran yang akan dibahas. Pertama, aliran serba zat. Aliran ini mengatakan yang
sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi. Alam ini adalah zat atau materi dan
manusia adalah unsur dari alam. Maka dari itu, manusia adalah zat atau materi (Muhammad
Noor Syam, 1991). Kedua, aliran serba roh. Aliran ini berpendapat bahwa segala hakikat
sesuatu yang ada di dunia ini ialah roh. Hakikat manusia juga adalah roh. Sementara zat
adalah manifestasi dari roh. Menurut Fiche, segala sesuatu yang ada (selain roh) dan hidup itu
hanyalah perumpamaan, perubahan atau penjelmaan dari roh (Sidi Gazalba, 1992: 288).
Dasar pikiran aliran ini ialah bahwa roh itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya daripada
materi. Dalam kehidupan sehari-hari, misalnya betapapun kita mencintai seseorang, jika
rohnya pisah dari badannya, maka materi/ jasadnya tidak ada artinya lagi. Dengan demikian,
aliran ini menganggap roh itu ialah hakikat, sedangkan badan ialah penjelmaan atau
bayangan.
Ketiga, aliran dualisme. Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri
dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani. Kedua substansi ini masing masing merupakan
unsur asal, yang adanya tidak tergantung satu sama lain. Jadi, badan tidak berasal dari roh
dan roh tidak berasal dari badan. Perwujudannya manusia tidak serba dua, jasad dan roh.
Antara badan dan roh terjadi sebab akibat keduanya saling memengaruhi.
10
Keempat, aliran eksistensialisme. Aliran filsafat modern berpandangan bahwa hakikat
manusia merupakan eksistensi dari manusia. Hakikat manusia adalah apa yang menguasai
manusia secara menyeluruh. Di sini, manusia dipandang tidak dari sudut serba zat atau serba
roh atau dualisme, tetapi dari segi eksistensi manusia di dunia ini.
Filsafat berpandangan bahwa hakikat manusia itu berkaitan antara badan dan roh. Islam
secara tegas mengatakan bahwa badan dan roh adalah substansi alam, sedangkan alam adalah
makhluk dan keduanya diciptakan oleh Allah. Dalam hal ini, dijelaskan bahwa proses
perkembangan dan pertumbuhan manusia menurut hukum alam materiil. Menurut Islam,
manusia terdiri dari substansi materi dari bumi dan roh yang berasal dari Tuhan. Oleh karena
itu, hakikat manusia adalah roh sedangkan jasadnya hanyalah alat yang dipergunakan oleh
roh semata. Tanpa kedua substansi tersebut tidak dapat dikatakan manusia.
11
tentang hal-hal yang dipikirkannya itu tidak mengenal kompromi. Jadi, filsafat di sini sebagai
suatu bentuk pemikiran yang konsekuen tanpa kenal kompromi tentang hal-hal yang harus
diungkap secara menyeluruh dan bulat.
12
Peningkatan kualitas sumber daya manusia tentunya berbeda dari zaman ke zaman. Sifat,
bentuk, dan arahannya tergantung dari kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat
masing-masing. Dalam komunitas nelayan misalnya, peningkatan kualitas sumber daya
diarahkan pada upaya untuk membentuk seseorang menjadi nelayan yang terampil.
Peningkatan kualitas sumber daya terlihat dari mereka yang semula awam terhadap masalah
yang menyangkut kehidupan nelayan menjadi nelayan profesional, mencakup ketepatan
menentukan manusia ikan, menggunakan berbagai perangkat alat penangkap ikan, pembuatan
perahu serta peralatannya. Peningkatan kualitas ini setidaknya telah mampu mengangkat
status orang yang semula hanya pemegang atau nelayan gurem itu menjadi nelayan
profesional. Demikian pula halnya pada lingkungan kehidupan masyarakat tani, pedagang,
dan lainnya.
13
keempat aspek tersebut, terlihat bagai mana hubungan antara pendidikan dan pembentukan
kepribadian, dan hubungannya dengan filsafat pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai
budaya sebagai pandangan hidup suatu bangsa.
14
pada prinsipnya, relevan dengan tujuan pembangunan dan tujuan pendidikan nasional, yakni
berupaya dalam pembinaan karakter anak didik dan generasi muda yang memiliki tugas dan
amanah untuk menjaga dan melestarikan identitas bangsa dan penentu kemajuan peradaban
bangsa kemudian hari.
BAB III
PEMBAHASAN
15
yang terbagi atas pendidikan (makna pendidikan, pendidikan sebagai proses
transformasi nilai, tujuan pendidikan, alat pendidikan, pendidikan berlangsung
sepanjang hayat, dan pendidikan hayat untuk manusia), pengertian filsafat pendidikan,
kebutuhan akan filsafat pendidikan, peranan filsafat pendidikan yang terdiri dari
metafisika dan pendidikan, epistemologi dan pendidikan, aksiologi dan pendidikan,
logika dan pendidikan, serta apakah yang menentukan filsafat pendidikan seseorang.
D. Bab IV kedua buku
Pada bab 4 buku utama, memaparkan tentang hubungan antara filsafat manusia dan
pendidikan yang terdiri dari teori kebenaran menurut pandangan filsafat dalam bidang
ontologi, epistemologi, dan aksiologi, pandangan filsafat tentang hakikat manusia,
sistem nilai dalam kehidupan manusia, dan pandangan filsafat tentang pendidikan.
Sedangkan pada bab 4 buku pembanding memaparkan tentang mazhab-mazhab
filsafat pendidikan yang terdiri dari filsafat pendidikan idealisme, realisme,
materialisme, pragmatisme, eksistensialisme, progresivisme, perenialisme,
esensialisme, dan rekonstruksionisme.
E. Bab V kedua buku
Pada bab 5 buku utama, memaparkan tentang filsafat pendidikan Pancasila yang
terdiri dari Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa, Pancasila sebagai filsafat
pendidikan nasional, hubungan Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari
filsafat pendidikan, filsafat pendidikan Pancasila dalam tinjauan ontologi,
epistemologi, dan aksiologi. Sedangkan pada buku pembanding bab ke 5 memaparkan
tentang orientasi psikologis yang mempengaruhi filsafat pendidikan yang terdiri dari
psikologi humanistik, havioristik, dan konstruktivistik.
F. Bab VI kedua buku
Pada bab ke 6 buku utama, memaparkan tentang filsafat pendidikan peningkatan
sumber daya manusia yang terdiri dari filsafat pendidikan dan kepribadian, filsafat
pendidikan dan sumber daya manusia. Sedangkan pada buku pembanding bab ke-6
memaparkan tentang falsafah pendidikan Pancasila yang terdiri dari kajian filsafat
tentang Pancasila (kajian metafisik, kajian epistemologi, dan kajian aksiologi),
implikasi filsafat pancasila bagi pendidikan nasional (dasar dan tujuan pendidikan,
Kurikulum).
G. Bab VII Buku utama
Pada bab 7 buku utama, memaparkan tentang pendidikan nasional dan pembinaan
karakter yang terdiri dari urgensi pendidikan karakter dan proses pembentukan
karakter.
16
sedangkan pada buku utama penggunaan tata bahasa sangat baku, sehingga saat membaca
buku tersebut pembaca harus lebih teliti lagi untuk memahami setiap tulisan yang terdapat
pada buku.
Dari segi tampilan dilihat dari ukurannya buku utama lebih menarik karena ukurannya
yang lebih kecil dan mudah dibawa kemana pun serta dapat dibaca dimana pun, dibandingkan
dengan buku pembanding yang ukurannya lebih besar yang akan sulit untuk dibawa kemana
saja.
Dari segi edisi, buku pembanding memiliki kelebihan yaitu buku ini termasuk edisi
pertama berbeda dengan buku utama, dimana buku ini merupakan buku edisi yang kedua
yang pastinya sudah ada perubahan dari buku edisi pertama.
Dari segi isi, buku utama lebih menarik karena buku utama membahas tentang filsafat
pendidikan dari sejarah adanya filsafat pendidikan sampai kepada filsafat pendidikan modern
yang dipaparkan dengan sangat jelas, dibandingkan dengan buku pembanding, dimana buku
ini lebih membahas pengantar pengantar filsafat pendidikan nya saja dan tidak
menjabarkannya secara lengkap.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Maka dapat disimpulkan dari kedua buku bahwa filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno,
yaitu dari kata Philos artinya cinta atau hikmah, dan Shopia yang artinya kearifan atau
kebijakan. Jadi arti filsafat secara harfiah adalah mencintai hikmah dan berusaha
mendapatkannya, memusatkan perhatian kepadanya, dan menciptakan sifat positif
kepadanya. Pada kedua buku memaparkan pengertian filsafat pendidikan oleh Al-Syaibani
yaitu aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur,
menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan artinya filsafat pendidikan dapat
menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk pengalaman
kemanusiaan yang merupakan faktor integral.
4.2 Saran
Untuk menyempurnakan buku maka diharapkan setiap kekurangan yang telah dipaparkan
dari kedua buku dapat diperbaiki di buku buku selanjutnya sehingga akan mempermudah
pembaca untuk memahami isi buku. Kemudian, diharapkan juga dengan membaca kedua
buku ini pemahaman mengenai perkembangan peserta didik dapat semakin dimengerti
dengan baik.
17
Daftar Pustaka
18