Anda di halaman 1dari 84

TUGAS INDIVIDU

KONSEP PARASITOLOGI DASAR

Uut Ananda Palabiran


1420210058

Dosen Pengampuh Mata Kuliah Agen Penyakit


Prof.Dr.Drg.H. Masriadi,SKM,S,Kg.,
S.Pd.I,M,Kes.,MH.,M.Biomed

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,

penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Konsep Parasitologi

Dasar" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Agen Penyakit. Selain

itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang penyakit dari parasit bagi

para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran

dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, Oktober 2022


DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1
Morfologi dan Daur Hidup Nemathelminthes dan Platyhelminthes
a. Definisi Nemathelminthes ........................................................................6
b. Ciri Ciri Nemathelminthes........................................................................9
c. Struktur Tubuh Nemathelminthes...........................................................13
d. Klasifikasi Nemathelminthes...................................................................18
e. Definisi Platyhelminthes.........................................................................24
f. Ciri Ciri Platyhelminthes.........................................................................26
g. Struktur Tubuh Platyhelminthes..............................................................47
h. Klasifikasi Platyhelminthes.....................................................................49

2.2 Epidemiologi Nemathelminthes dan Platyhelminthes


52

2.3 Patogenesis Nemathekminthes dan Platyhelmintes....................................63

2.4 Gejala Klinis dari Penyakit Akibat Parasit.................................................70

2.5 Faktor Resiko.................................................................................................72

2.6 Pencegahan Penyakit Akibat Nemathelminthes dan Platyhelminthes.....75

BAB III Kesimpulan

3.1 Kesimpulan...................................................................................................81
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hewan filum Nemathelminthes berasal dari kata nema=benang


dan helmis=cacing. Jadi, pengertian Nemathelminthes adalah cacing yang
berbentuk benang atau gilig. Cacing Nemathelminthes sering disebut cacing
gilig karena cacing ini tidak terbagi menjadi segmen segmen dan dengan
bentuk tubuh yang silindris.  Diantara semua hewan yang paling tersebar luas,
cacing gilig ditemukan pada sebagian besar habitat akuatik, di dalam tanah
lembab, di dalam jaringan lembab tumbuhan dan didalam cairan tubuh dan
jaringan hewan. Sekitar 90.000 spesies kelas ini telah di ketahui, dan yang
sebenarnya ada mungkin 10 kali dari jumlah tersebut. Panjang cacing gilig
berkisar 1 mm hingga lebih dari 1 m. cacing yang hidup bebas yang
jumlahnya sangat banyak ini memainkan peranan penting dalam pembusukan
dan daur ulang nutrient, tetapi hanya sedikit saja yang diketahui mengenai
sebagian besar spesies. Salah satu
spesies  Nemathelminthes tanah Caenorhabitis elegans, telah luas
dibudidayakan dan telah menjadi model riset biologi pengembangan (1)
Penyakit parasit di Indonesia masih menempati posisi penting seperti
juga penyakit infeksi lainnya. Telah banyak upaya yang dilakukan untuk
pemberantasan penyakit ini tetapi sampai sekarang belum terlihat hasil yang
memuaskan. Faktor sosial ekonomi yang masih rendah bagi kebanyakan
masyarakat Indonesia merupakan faktor terpenting. Salah satu penyakit parasit
yang paling sering di Indonesia adalah penyakit cacing usus, karena masih
banyaknya masyarakat Indonesia yang mengidap penyakit ini
Penyakit parasit baik yang disebabkan oleh cacing, protozoa, maupun
serangga parasitik pada manusia banyak terdapat di negara berkembang dan
beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor
yang menunjang untuk hidup dan berkembangnya parasit, antara lain kondisi
alam dan lingkungan, iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan
langsung dengan masyarakat yang disebabkan oleh rendahnya tingkat
pendidikan dan sosial ekonomi seperti keadaan sanitasi lingkungan yang
buruk, kepadatan penduduk, dan perilaku higiene perorangan yang kurang
baik(2)
Lebih dari 10 juta anak berusia kurang dari 5 tahun diperkirakan
meninggal setiap tahunnya, sekitar 20% meninggal karena diare. Berdasarkan
Depkes RI tahun 2011, selain diare penyakit yang membahayakan karena
perilaku yang tidak bersih dan sehat adalah kecacingan. Infeksi kecacingan
mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan
(absorbsi), metabolisme makanan dan secara kumulatif menurunkan tingkat
gizi masyarakat berupa hilangnya karbohidrat dan protein serta kehilangan
darah. Infeksi kecacingan dapat menurunkan kondisi kesehatan, kecerdasan,
daya tahan tubuh yang memudahkan terkena penyakit lainnya dan produktifitas
kerja masyarakat sehingga dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia.
1.2 Rumusan maslah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka penulis ingin
melihat bagaimana konsep parasitology dasar?

1.3 Tujuan

1. Tujuan umum
Dapat mengetahui konsep parasitology dasar
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui Morfologi dan daur hidup Nemathelminthes dan
Platyhelminthes
b. Mengetahui Epidemiologi Nemathelminthes dan Platyhelminthes
c. Mengetahui Pathogenesis Nemathelminthes dan Platyhelminthes
d. Mengetahui Gejala Klinis Nemathelminthes dan Platyhelminthes
e. Mengetahui Faktor resiko Nemathelminthes dan Platyhelminthes
f. Mengetahui Pencegahan Nemathelminthes dan Platyhelminthes

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi dan Daur Hidup Nemathelminthes dan Platyhelminthes


1. Defenisi Nemathelminthes

Nemathelminthes atau Aschelminthes adalah filum yang pernah


dipakai pada Kerajaan Hewan (Animalia). Pengelompokan ini sekarang tidak
digunakan lagi karena polifiletik. Meskipun demikian, pengelompokannya
kadang-kadang masih dipakai untuk kemudahan.Anggota-anggotanya
mencakup berbagai cacing yang dikenal sebagai cacing gilig: hewan dengan
tubuh berbentuk silinder memanjang, bahkan sangat panjang sehingga
muncullah nama 'Nemathelminthes', yang berarti "cacing berkas" (dari bahasa
Yunani).Tubuhnya tidak beruas-ruas.Nemathelminthes (dalam bahasa yunani,
nema= benang, helminthes= cacing)disebut sebagai cacing gilig karena
tubuhnya berbentuk bulat panjang atau seperti benang. Nemathelminthes sudah
memiliki rongga tubuh meskipun bukan ronggatubuh sejati.Cacing dewasa
memiliki pseudocoelom (tabung dalam tabung), sebuah ruangtertutup yang
berisi cairan berfungsi sebagai rangka hidrostatik, membantu dalam peredaran
dan penyebaran sari makanan. Oleh karena memiliki rongga tubuhsemu,
Nemathelminthes disebut sebagai hewan Pseudoselomata.Filum
Nemathelminthes terdiri dari bebrapa ratus ribu spesies, kebanyakan hidup
bebas meskipun beberapa ada yang parasit. Nematoda kurang dalam sistem
peredaran darah namun memiliki sistem pencernaan yang berkembang dengan
baik.Struktur tubuh Nemathelminthes umumnya berukuran mikroskopis,
meskipunada yang panjang nya sampai 1 meter. Individu betina berukuran
lebih besar daripada individu jantan. Tubuh berbentuk bulat panjang atau
seperti benangdengan ujung-ujung yang meruncing. Permukaan tubuh
Nemathelminthes dilapisikutikula untuk melindungi diri. Kutikula ini lebih
kuat pada cacing parasit yanghidup di inang daripada yang hidup bebas.
Kutikula berfungsi untuk melindungidari dari enzim pencernaan inang (2)

Nemathelminthes memiliki sistem percenaan yang lengkap terdiri dari


mulut,faring, usus, dan anus. Mulut terdapat pada ujung anterior, sedangkan anus
terdapat pada ujung posterior. Beberapa Nemathelminthes memiliki kait pada
mulutnya.Nemathelminthes tidak memiliki pembuluh darah. Makanan diedarkan
ke seluruh tubuh melalui cairan pada pseudoselom. Nemathelminthes tidak
memiliki sistem respirasi, pernapasan dilakukan secara difusi melalui permukaan
tubuh. Organ reproduksi jantan dan betina terpisah dalam individu berbeda.
Nemathelminthes hidup bebas atau parasit pada manusia, hewan, dan tumbuhan.
Nemathelminthes yang hidup bebas berperan sebagai pengurai sampah organik,
sedangkan yang parasit memperoleh makanan berupa sari makanan dan darah dari
tubuh inangnya. Habitat cacing ini berada di tanah becek dan di dasar perairan
tawar atau laut. Nemathelminthes parasit hidup dalam inangnya.Perkembang
biakan Nemathelminthes umumnya melakukan reproduksi secara seksual. Sistem
reproduksi bersifat gonokoris, yaitu organ kelamin jantan dan betina terpisah pada
individu yang berbeda. Fertilisasi terjadi secara internal.Telur hasil fertilisasi
dapat membentuk kista dan kista dapat bertahan hidup pada lingkungan yang tidak
menguntungkan.

Nemathelminthes (dalam bahasa yunani, Nema = benang, Helminthes =


cacing). Disebut sebagai cacing giling karana tubuhnya berbentuk bulat panjang
atau seperti benang.Berbeda dengan Platyhelminthes yang belum memiliki rongga
tubuh, Nemathelminthes sudah memiliki rongga tubuh meskipun bukan rongga
tubuh sejati.Oleh karena memiliki rongga tubuh semu, Nemathelminthes disebut
sebagai hewan Pseudoselomata (1)

Ciri umum Nemathelmintes :


1. Hidup parasit di dalam tubuh makhluk hidup lain, dan ada juga yang hidup
bebas.
2. Merupakan hewan Triploblasik Pseudoselomata.
3. Tubuhnya simetri Bilateral.
4. Tubuh dilapisi kutikula yang berfungsi untuk melindung diri.
5. Memiliki sistem pencernaan.
6. Tidak memiliki pembuluh darah dan sistem respirasi.
7. Organ reproduksi jantan dan betina terpisah dalam individu yang berbeda.
8. Reprduksi secara seksual.
9. Telurnya dapat membentuk kista.

(Nemathelminthes)
Morfologi :
Nemathelminthes pada umumnya memiliki ukuran tubuh yang
mikroskopis, namun ada juga yang mencapai panjang 1 meter. Individu betina
memiliki ukuran lebih besar daripada individu jantannya.Permukaan tubuh
Nemathelminthes dilapisi oleh Kutikula.Kutikula itu sendiri berfungsi sebagai
pelindung Nemathelminthes dalam menghadapi enzim-enzim pencernaan di
dalam tubuh inangnya.Nemathelminthes sudah memiliki alat pencernaan yang
lengkap mulai dari mulut, faring, usus, dan anus. Mulut nemathelminthes berada
di bagian depan (anterior), sedangkan anus berada di ujung belakang (posterior).
Nemathelminthes tidak memiliki sistem peredaran darah jadi sari sari makanan
diedarkan melalui cairan pada pseudoselom.Nemathelminthes tidak memiliki
sistem respirasi.Jadi dia bernafas secara difusi melalui permukaan tubuh.Organ
reproduksi jantan dan betina terpisah dalam individu yang berbeda.
1. Bentuk tubuhnya bulat (silindris) memanjang dari anterior ke posterior,  tidak
bersegmen dan meruncing pada kedua ujungnya.
2. Permukaan tubuhnya dilapisi oleh kutikula yang dihasilkan langsung oleh
hipodermis yang berada dibawahnya.
3. Organ – organ internalnya berbentuk filamen dan tergantung dalam rongga
tubuh cacing yang berisi cairan.
4. Sistem pencernaannya berupa tabung lurus panjang dengan sebuah mulut
yang dikelilingi oleh 6 bibir dan anus dibagian posterior.
5. Sistem syaraf terdiri dari cincin syaraf yang mengelilingi istmus esofagus dan
tersusun dari sejumlah ganglia dan syaraf.
6. Sistem reproduksi betina terdiri dari ovarium, oviduct, dan uterus yang
berakhir pada vagina pendek dan berujung di vulva yang terletak di daerah
1/3 bagian anterior tubuh.
7. Sistem reproduksi jantan terdiri dari sebuah testis dan vas deferens yang
berakhir di duktus ejakulator di kloaka.
8. Pada cacing jantan terdapat spikula yang homolog dengan penis dan bursa
kopulatriks yang berfungsi untuk memegang betina ketika perkawinan.
2. Ciri-Ciri Nemathelminthes

Ciri-Ciri dari filum Nemathelminthes sendiri antara lain adalah sebagai


berikut :

1. Memiliki tubuh yang berbentuk bulat panjang seperti benang dengan


ujung-ujung yang meruncing, berbentuk gilig/silindris memanjang ,
tidak beruas-ruas, tidak bersilia, dan simetris bilateral
2. Merupakan anggota dari kelompok hewan pseudoselomata ( Hewan
yang memiliki rongga tubuh (selom) yang bersifat semu )
3. Tergolong triploblastik karena tubuhnya terdiri dari 3 lapisan yaitu
ektoderm , mesoderm dan endoderm denga rongga tubuh / selom yang
masih bersifat semu
4. Nemathelminthes sudah memiliki sistem pencernaan tubuh yang
lengkap mulai dari mulut, faring, usus, dan anus
5. Alat ekskresi berupa protonefridia (Tubulus/pembuluh bercabang-
cabang yang memanjang pada bagian samping kiri dan kanan
disepanjang tubuh Sel )
6. Belum memiliki sistem peredaran darah, jantung, dan sistem
pernafasan
7. Pertukaran gas pada filum Nemathelminthes ini berlangsung di seluruh
permukaan tubuh
8. Dalam tubuhnya terdapat cairan tubuh yang mirip dengan darah
9. Habitat cacing ini berada di tanah becek dan di dasar perairan tawar
atau laut
10. Hidupnya ada yang bebas dan ada pula yang bersifat parasit pada
manusia, hewan, dan tumbuhan lain. Nemathelminthes yang hidup
secara bebas berperan sebagai pengurai sampah organik, sedangkan
yang hidup secara parasit memperoleh makanan berupa sari makanan
dan darah dari tubuh inangnya.
11. Memiliki ukuran tubuh yang bervariasi, mulai dari yang bersifat
mikroskopis hingga yang panjangnya 1 meter. Umumnya, Individu
betina berukuran lebih besar daripada individu jantan
12. Permukaan tubuh pada Nemathelminthes dilapisi oleh lapisan kutikula
yang berfungsi untuk melindungi diri dari enzim pencernaan inang

Ukuran tubuh Nemathelminthes umunya mikroskopis, meskipun ada yang


panjang nya sampai 1 meter.Individu betina berukuran lebih besar daripada
individu jantan.Tubuh berbentuk bulat panjang atau seperti benang dengan ujung-
ujung yang meruncing.
Nemathelminthes hidup bebas atau parasit pada manusia, hewan, dan
tumbuhan.Nemathelminthes yang hidup bebas berperan sebagai pengurai sampah
organik, sedangkan yang parasit memperoleh makanan berupa sari makanan dan
darah dari tubuh inangnya.Habitat cacing ini berada di tanah becek dan di dasar
perairan tawar atau laut.Nemathelminthes parasit hidup dalam inangnya.
Nemathelminthes umumnya melakukan reproduksi secara seksual.Sistem
reproduksi bersifat gonokoris, yaitu organ kelamin jantan dan betina terpisah pada
individu yang berbeda.Fertilisasi terjadi secara internal.Telur hasil fertilisasi dapat
membentuk kista dan kista dapat bertahan hidup pada lingkungan yang tidak
menguntungkan.
Nemathelminthes dibagi menjadi dua kelas, yaitu Nematoda dan
Nematophora.Pada uraian berikut akan dibahas beberapa spesies dari nematoda
yang merupakan parasit bagi manusia(2)
Nemathelminthes umumnya bereproduksi secara seksual karena sistem
reproduksinya bersifat gonokoris, yaitu alat kelamin jantan dan betinanya terpisah
pada individu yang berbeda. Fertilisasi dilakukan secara internal. Hasil fertilisasi
dapat mencapai lebih dari 100.000 telur per hari. Saat berada di lingkungan yang
tidak menguntungkan, maka telur dapat membentuk kista untuk perlindungan
dirinya. Reproduksi cacing gilig secara seksual, ovipar, dan jenis kelamin terpisah
(gonochoris).Cacing jantan berukuran lebih kecil daripada cacing betina.Hewan
ini ditemukan di habitat air, tanah lembap, jaringan tumbuhan serta pada cairan
dan jaringan hewan lainnya. Menurut Campbell (1998: 602), sekitar 80.000
spesies Nematoda telah diketahui. Nematoda yang ada, jumlahnya 10 kali lipat
dari nematoda yang telah diketahui.Fertilisasi terjadi secara internal dan betina
mampu menghasilkan telur sebanyak 100.000 butir atau lebih setiap harinya.

3. Kelas Nematoda

Kelas nematoda terdiri dari beberapa spesies tidak hanya bersifat parasitik
terhadap manusia, namun juga terhadap binatang, tumbuhan baik yang diusahakan
maupun liar.Nematoda merupakan organisme yang mempunyai struktur
sederhana.Nematoda dewasa tersusun oleh ribuan sel-sel somatik, ratusan sel
diantaranya membentuk sistem reproduksi.  Tubuh nematoda berupa tabung yang
disebut sebagai pseudocoelomate.
Nematoda merupakan anggota dari filum nemathelminthes.Mereka
mempunyai saluran usus dan rongga badan, tetapi rongga badan tersebut dilapisi
oleh selaput seluler sehingga disebut pseudosel atau pseudoseloma.Nematoda
berbentuk bulat pada potongan melintang, tidak bersegmen, dan ditutupi oleh
kutikula yang disekresi oleh lapisan sel langsung di bawahnya, hipodermis.
Nematoda adalah cacing yang umumnya berbentuk bulat (silindris)
memanjang dari anterior ke posterior dan pada anterior terdapat mulut.Tubuhnya
ditutupi oleh selapis kutikula yang tidak berwarna dan hampir transparan.Kutikula
dihasilkan oleh hipodermis yang berada dibawahnya (1)
Biasanya sistem pencernaan, ekskresi, dan reproduksi terpisah. Pada
umumnya cacing bertelur, tetapi ada juga yang vivipar dan yang berkembang biak
secara partenogenesis. Cacing dewasa tidak bertambah banyak didalam badan
manusia.Seekor cacing betina dapat mengeluarkan telur atau larva sebanyak 20
sampai 200.000 butir sehari.Telur atau larva ini dikeluarkan dari badan hospes
dengan tinja.Larva biasanya mengalami pertumbuhan dengan pergantian kulit.
Bentuk infektif dapat memasuki badan manusia dengan berbagai cara; ada yang
masuk secara aktif, ada pula yang tertelan atau dimasukkan oleh vektor melalui
gigitan. Hampir semua nematoda mempunyai daur hidup yang telah diketahui
dengan pasti.
Model pengendalian siklus infeksi toxocariasis pedet dapat dilakukan
dengan minyak atsiri rimpang temuireng (Curcuma aeruginosa RoxB).Peluang
penularan trypanosomiasis dapat terjadi jika terdapat reservoir, yaitu sapi yang
terinfeksi.Mekanisme penularan dipengaruhi oleh kemampuan terbang vektor,
kemampuan menyebar, serta daya tahan hidup T.evansi pada vektor. "Lama hidup
pada habitat probosis vektor maksimal 4 jam. Sedangkan pada habitat fore gut
maksimal 9 jam.
A. Taksonomi
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Strongylorida, rhabditorida, ascaridorida, spirurorida, camallanorida,
dorylaimorida, dioctophymatorida
Famili :Trichostrongylidae,rhabditidae, cephalobidae, strongyloididae,
ancylostomatidae, strongylidae, syngamidae, metastrongilidae,
ascarididae, filariidae
Genus : Trichostrongylus, strongyloides, ancylostoma, necator, strongylus,
haemonchus,dipetalonema, dirofilaria, dan lain-lain
4. Struktur Tubuh Nemathelminthes

Seperti yang telah disebutkan di atas, cacing Nemathelminthes sudah


memiliki sistem pencernaan sempurna, artinya telah memiliki alat pecernaan
yang lengkap mulai dari mulut, faring, usus, hingga anus dengan cairan
pseudoselom dalam membantu sirkulasi makanan. Ukuran tubuh
Nemathelminthes sendiri pada umumnya kecil dan banyak yang
mikroskopik.Akan tetapi ada pula anggota dari filum Nemathelminthes ini
yang berukuran hingga 1 meter.Tubuh bagian luar ditutupi oleh lapisan
kutikula yang berfungsi untuk melindungi diri dari enzim pencernaan inang.

Cacing ini tidak mempunyai sistem sirkulasi (pembuluh darah) dan


sistem pernapasan sehingga kegiatan respirasi dan peredaran darahnya
dilakukan secara difusi melalui permukaan tubuhnya.Sistem ekskresi pada
Nemathelminthes sendiri dilakukan melalui nefridium, yaitu tipe yang umum
dari struktur ekskresi khusus pada invertebrata.Cacing betina pada umumnya
lebih besar daripada cacing jantan.Antara jenis betina dan jantan juga dapat
dibedakan dilihat dari ekornya.Pada cacing jantan, di dekat lubang anusnya,
terdapat suatu tonjolan yang disebut dengan penial setae yang digunakan
sebagai alat kopulasi, sedangkan pada betina tidak ditemukan penial setae di
dekat lubang anusnya.Organ reproduksi jantan dan betina terpisah dalam
individu berbeda.

Ukuran tubuh Nemathelminthes beragam, mulai dari kecil sampai


besar.Kebanyakan spesies yang hidup di tanah berukuran kecil dengan kisaran
panjang 1 – 2 mm, dan lebar 1/20 mm atau kurang.Bentuk tubuh
Nemathelminthes pada ujung anterior dan posterior adalah meruncing. Pada
ujung anterior terdapat suatu cekungan yang disebut dengan Amphid dan pada
bagian posterior terdapat bentuk yang sama, dan dinamakan Phasmid. Amphid
dan Phasmid berfungsi sebagai Chemoreceptor. Bentuk dasar tubuh
Nemathelminthes ada dua macam, antara lain :

1. Fusiform, yaitu bagian tengah tubuh mempunyai diameter yang paling


besar, jadi bentuk tubuhnya seperti gelondong.

2. Filiform, yaitu diameter tubuh dari anterior – posterior sama besar, jadi
bentuk tubuhnya seperti benang.

Ada juga bentuk tubuh yang merupakan kombinasi dari kedua


bentuk tersebut.Secara morfologi, bentuk tubuh Nemathelminthes jantan
dan betina adalah longitudinal. Di daratan, cacing ini bergerak dengan
merayap seperti ular, sedangkan di air dengan cara berenang seperti belut.
Sistem Ekskresi pada Nemathelminthes berupa protonefridia yang terdiri
dari 2 saluran lateral yang bermuara di lubang bagian ventral.
Nemathelminthes dewasa tersusun oleh ribuan sel somatik, ratusan
diantaranya membentuk sistem reproduksi.Kutikula merupakan dinding
tubuh bagian luar untuk pelindung bagian bawahnya. Ciriciri morfologi
pada Nemathelminthes/Nemathelminthes antara lain adalah sebagai
berikut :

2.1. Tubuh tidak bersegmen


2.2. Bentuk silindris memanjang, kecuali pada beberapa genera yang
berjenis kelamin betina
2.3. Simetris bilateral
2.4. Binatang yang mempunyai tiga lapisan (tripoblastik) atau terdiri
dari tiga lapis blastula
2.5. Mempunyai rongga tubuh semu ( Pseudoselomata )
2.6. Tubuhnya transparan
2.7. Nemathelminthes parasit tanaman biasanya memiliki stilet
Struktur tubuh Nemathelminthes secara garis besar merupakan gambaran
dua tabung, yaitu :
1. Struktur tubuh luar merupakan dinding tubuh
2. Struktur tubuh dalam merupakan alat pencernaan
Nemathelminthes memiliki tubuh berbentuk bulat panjang seperti
benang dengan ujung-ujung yang meruncing. Cacing ini memiliki rongga
tubuh semu, sehingga disebut sebagai hewan
pseudoselomata.Nemathelminthes umumnya memiliki ukuran tubuh yang
mikroskopis, namun ada pula yang mencapai panjang 1 meter. Individu
betina berukuran lebih besar daripada individu jantan.
Permukaan tubuh Nemathelminthes dilapisi kutikula untuk
melindungi diri dari enzim pencernaan yang berasal dari inangnya.
Kutikula ini akan semakin menguat apabila cacing ini hidup parasit pada
usus inang daripada hidup bebas. Sistem pencernaan cacing ini telah
lengkap, terdiri dari mulut, faring, usus, dan anus. Mulut terdapat pada
ujung anterior, sedangkan anus terdapat pada ujung posterior. Beberapa
jenis ada yang memiliki kait pada mulutnya. Nemathelminthes tidak
memiliki pembuluh darah dan sistem respirasi. Cairan pseudoselom yang
akan mengalirkan makanan ke seluruh tubuh dan pernapasan akan
berlangsung secara difusi melalui permukaan tubuh.
Ukuran tubuh cacing Nemathelminthes pada umumnya kecil dan
banyak yang mikroskopik.Tubuh bagian luar ditutupi oleh lapisan
kutikula.Cacing ini tidak mempunyai sistem sirkulasi (pembuluh darah)
dan sistem pernapasan.Cacing betina pada umumnya lebih besar daripada
cacing jantan. Di antara hewan multiseluler, mungkin hewan ini
mempunyai jenis dan individu terbanyak setelah insekta.Cacing
Nemathelminthes dapat ditemukan di mana saja. Mungkin, tidak ada
kelompok lain yang dapat ditemukan pada semua habitat, seperti halnya
cacing ini. Kebanyakan dari cacing Nemathelminthes hidup bebas di air
dan di tanah.Cacing yang hidup di tanah kadang-kadang dapat merusak
akar tumbuhan.Sebagian jenis lainnya hidup sebagai parasit, baik pada
jaringan atau cairan tubuh manusia, hewan, dan tumbuhan.Pada tumbuhan,
cacing Nemathelminthes dapat hidup pada akar, biji gandum, getah pohon
yang luka. Pada hewan atau manusia, cacing ini dapat hidup di usus,
darah, dan organ-organ lain. Telur cacing ini berukuran mikroskopik dan
tahan terhadap lingkungan yang kurang baik.Nemathelminthes merupakan
hewan triploblastik yang mempunyai selom semu.Oleh karena itu,
digolongkan dalam hewan triploblastik pseudoselomata.cacing
Nemathelminthes sudah mempunyai pencernaan sempurna, artinya
mempunyai mulut dan anus (1)
Gambar 2.2 Bagan Ascaris jantan dan betina

Semua Nemathelminthes tidak melakukan perkembangbiakan


aseksual.Jadi, perkembangbiakannya dilakukan secara seksual.Alat kelamin jantan
dan betina terpisah (dioecius).Cacing betina umumnya berukuran lebih besar
daripada cacing jantan.Betina dan jantan juga dapat dibedakan dari ekornya.Pada
cacing jantan, bagian ekornya (posterior), di dekat lubang anus, terdapat tonjolan
yang disebut penial setae yang digunakan untuk kopulasi, sedangkan pada betina
tidak ada.Beberapa jenis Nemathelminthes yang hidup parasit pada saluran
pencernaan manusia, di antaranya Ascaris, Ankylostoma/Necator, Trichiuris, dan
Enterobius.

Contoh spesies dari phylum Nematoda, yaitu (a) Cacing kremi (Oxyuris
vermicularis) dan (b) cacing rambut (Wuchereria brancofti).

Selain itu, banyak pula yang hidup parasit pada saluran pencernaan kuda,
kambing, biri-biri, babi, anjing, dan ayam.Cacing Trichinella larvanya membuat
kista di otot babi, kuda, dan manusia.Cacing Wuchereria bancrofti hidup pada
pembuluh darah yang dapat menyebabkan penyakit kaki gajah.Berikut ini contoh
daur hidup cacing parasit Ascaris lumbricoides pada manusia.Ascaris
lumbricoides merupakan cacing yang menyebabkan penyakit ascariasis.Stadium
dewasanya ada pada usus halus manusia.Telur cacing yang telah membentuk
embrio, mula-mula keluar bersama feses, kemudian termakan oleh inang
(manusia) dan menetas di usus halus menjadi larva kecil.Larva kemudian
menembus dinding usus masuk ke peredaran darah dan sampai ke paru-paru. Dari
paru-paru, larva sampai ke trakea lalu ke faring. Dari sini larva tersebut dapat
tertelan kembali sampai ke usus halus dan menjadi dewasa di sana.

5. Klasifikasi

1. Ascaris lumbricoides (cacing perut)

Klasifikasi:
Phylum :Nematoda
Kelas :Secernentea
Ordo :Ascaridida
Family :Ascarididae
Genus :Ascaris
Species :Ascarislumbricoides

Cacing ini hidup di dalam usus halus manusia sehingga sering kali
disebut cacing perut.Ascaris lumbricoides merupakan hewan dioseus,
yaitu hewan dengan jenis kelamin berbeda, bukan hemafrodit.Ascaris
lumbricoides hanya berkembang biak secara seksual.Ascaris
lumbricoides jantan memiliki sepasang alat berbentuk kait yang
menyembul dari anus disebut spikula.Spikula berfungsi untuk membuka
pori kelamin cacing bretina dan memindahkan sperma saat
kawin.Infeksi cacing ini menyebabkan penyakit askariasis atau
cacingan, umumnya pada anak-anak.Infeksi ini terjadi pada saat
mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar telur ascaris.

2. Ancylostoma duodenale (cacing tambang)


Klasifikasi
Phylum : Nematoda
Kelas : Secernentea
Ordo: Strongylida
Family : Ancylostomatidae
Genus : Ancylostoma
Species :Ancylostomaduodenale
Cacing ini dinamakan cacing tambang karena ditemukan di
pertambangan daerah tropis.Cacing tambang dapat hidup sebagai parasit
dengan menyerap darah dan cairan tubuh pada usus halus manusia.Cacing ini
memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dari cacing perut.Cacing tambang
Ancylostoma memiliki ujung anterior melengkung membentuk kapsul mulut
dengan 1 -4 pasang kait kitin atau gigi pada sisi ventralnya.Kait kitin berfungsi
untuk menempel pada usus inangnnya.Pada ujung posterior cacing tambang
jantan terdapat bursa kopulasi.Alat ini digunakan untuk menangkap dan
memegang cacing betina saat kawin.Cacing betina memiliki vulva (organ
kelamin luar) yang terdapat didekat bagian tengah tubuhnya.

3. Oxyuris Vermicularis(cacing kremi)

Klasifikasi
Phylum : Nematoda
Kelas : Secernentea
Ordo: Strongylida
Family : Oxyuridae
Genus : Oxyuris
Species :Oxyuris Vermicularis
Cacing ini disebut cacing kremi karena ukurannya yang sangat
kecil.sekitar 10 -15 mm. Cacing kremi hidup di dalam usus besar manusia.Cacing
kremi tidak menyebabkan penyakit yang berbahaya namun cukup
mengganggu.Infeksi cacing kremi tidak yangterkontaminasi telur cacing
ini.Pengulangan daur infeksi cacing kremi secara autoinfeksi, yaitu dilakukan ole
penderita sendiri.Cacing ini bertelur pada anus penderita dan menyebabkan rasa
gatal.Jika penderita sering menggaruk pada bagian anus dan tidak menjaga
kebersihan tangan, maka infeksi cacing kremi akan terjadi Kembali (1)

Memiliki dua siklus yaitu :


1) Autoinfection: Anak menggaruk anus, Tangan yang terkontaminasi
memegang akanan kemudian telu cacing masuk lagi kedalam tubuh
2) Retroinfection : Cacing bertelur dicelana dalam kemudian cacing
masuk lagi kedalam anus
4. Wuchereria bancrofti (cacing rambut)

Cacing rambut dinamakan pula


cacing filaria.Tempat hidupnya di
dalam pembuluh limfa.Cacing ini
menyebabkan penyakit kaki gajah
( elefantiasis ),yaitu pembengkakan
tubuh.Pembengkakan terjadi karena
akumulasi cairan dalam pembuluh
limfa yang tersumbat oleh cacing
filaria dalam jumlah banyak.Cacing
filaria masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan nyamuk Culex yang banyak
terdapat di daerah tropis.

penyakit kaki gajah yang disebabkan oleh Wuchereria bancrofti


5. Trichinella spiralis

Klasifikasi
Phylum : Nematoda
Kelas : Adenophorea

Ordo : Trichinellida
Family : Trichinellidae
Genus : Trichinella
Species : Trichinellaspiralis
Trichinella spiralis hidup pada usus kecil manusia. Ukuran cacing
jantan 1,4-1,6 mm sedangkan cacing betina berukuran 2,8-3-2 mm.
Cacing ini menyebabkan trichinosis atau trichinelosis. Penyakit ini
banyak terdapat di daerah yang mengkonsumsi daging tidak masak yang
mengandung kistaTrichinella.
Trichinellosis diperoleh oleh menelan daging yang mengandung
kista (larva kista). Setelah paparan asam lambung dan pepsin, larva
dilepaskan dari kista dan menginvasi mukosa usus kecil di mana mereka
berkembang menjadi cacing dewasa (Betina 2,2 mm, laki-laki 1,2 mm;
umur panjang dalam usus kecil: 4 minggu). Setelah 1 minggu, larva
betina rilis.yang bermigrasi ke otot lurik di mana mereka encyst.
Encystment selesai dalam 4 sampai 5 minggu dan larva kista dapat
bertahan hidup selama beberapa tahun Menelan kista larva
melanggengkan siklus.Tikus dan binatang pengerat terutama
bertanggung jawab untuk menjaga endemisitas infeksi ini. Karnivora /
omnivora binatang, seperti babi atau beruang, pakan pada tikus yang
terinfeksi atau daging dari hewan lain.. host hewan yang berbeda terlibat
dalam siklus kehidupan dari spesies yang berbeda Trichinella.Manusia
sengaja terinfeksi ketika makan tidak benar daging olahan dari hewan
karnivora (atau makan makanan yang terkontaminasi dengan daging
tersebut).

6. Definisi Platyhelminthes
Platyhelminthes berasal dari Bahasa Yunani, dari kata Platy = pipih
dan helminthes = cacing. Jadi berarti cacing bertubuh pipih. Filum
Platyhelminthes terdiri dari sekitar 13,000 species, terbagi menjadi tiga kelas;
dua yang bersifat parasit dan satu hidup bebas. Planaria dan kerabatnya
dikelompokkan sebagai kelas Turbellaria. Cacing hati adalah parasit eksternal
atau internal dari Kelas Trematoda. Cacing pita adalah parasit internal dari
kelas Cestoda. Umumnya, golongan cacing pipih hidup di sungai, danau, laut,
atau sebagai parasit di dalam tubuh organisme lain. Platyhelminthes yang
hidup bebas adalah di air tawar, laut, dan tempat-tempat yang lembab,
sedangkan Platyhelminthes yang parasit hidup di dalam tubuh inangnya
(endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia.
Platyhelminthes berasal dari bahasa yunani, Platy = Pipih dan
Helminthes = cacing. Oleh sebab itulah Filum platyhelminthes sering disebut
Cacing Pipih. Platyhelminthes adalah filum ketiga dari kingdom animalia
setelah porifera dan coelenterata. Platyhelminthes adalah hewan triploblastik
yang paling sederhana. Cacing ini bisa hidup bebas dan bisa hidup parasit.
Yang merugikan adalah platyhelminthes yang hidup dengan cara parasite(2)

Cacing golongan ini sangat sensitif terhadap cahaya. Beberapa contoh


Platyhelminthes adalah Planaria yang sering ditemukan di balik batuan
(panjang 2-3 cm), Bipalium yang hidup di balik lumut lembab (panjang
mencapai 60 cm), Clonorchis sinensis, cacing hati, dan cacing pita.
Platyhelminthes adalah cacing daun yang umumnya bertubuh pipih.
Cacing ini merupakan yang paling sederhana diantara semua hewan simetris
bilateral. Platyhelminthes memiliki tubuh padat, lunak, dan epidermis bersilia.
Cacing pipih merupakan hewan tripoblastik yang tidak mempunyai rongga
tubuh (acoelomata). Sebagian besar cacing pipih, seperti cacing isap dan
cacing pita adalah parasit. Namun, banyak yang hidup bebas yang habitatnya
di air tawar dan air laut, khususnya di pantai berbatu dan terumbu.

Ciri-Ciri Umun Filum Platyhelminthes

 Bertubuh pipih, kadang-kadang seperti pita, lunak, simetri bilateral,


triploblastik, dan acoelomate,dan tidak bersegmen.
 Belum memiliki sistem peredaran darah.

 Alat pencernaan kadang-kadang agak kompleks dan tidak memiliki anus.

 Alat eksresi berupa sel-sel api dengan saluran yang berhubungan


dengannya.

 Umumnya bersifat parasit pada tubuh hewan lainnya.


 Reproduksi secara seksual dan aseksual. Secara seksual
dilakukan dengan perkawinan silang atau perkawinan sendiri, karena
bersifat hermaprodit (monoceus). Secara aseksual dengan fragmentasi
dan membentuk generasi baru (regenerasi).
 Susunan syaraf terdiri atas 2 ganglia yang berbentuk cincin membentuk
tangga tali.

 Tubuhnya terdiri atas bagian kepala (anterior), ekor (posterior),


bagian punggung (dorsal), bagian perut (ventral), dan bagian samping
(lateral).
 Belum memiliki sistem respirasi. Masuknya oksigen (O2)dan
keluarnya karbon dioksida (CO2) melalui permukaan kulit.
 Hidup bebas di air tawar maupun tempat–tempat lembab.

 Sangat sensitif terhadap cahaya.


7. Struktur Tubuh

a. Sistem Pencernaan Belum Sempurna

Sistem pencernaan platyhelmintes


terdiri atas mulut dan usus, namun
platyhelminthes sendiri belum
memiliki anus atau bagian khusus
sebagai tempat pengeluaranya.
Pltyhelmintes yang hidup bebas
contohnya adalah planaria, didalam
mulutnya juga terdapat faring yang
dapat dijulurkan keluar. Sedangkan
platyhelminthes yang hidup sebagai
parasit, dmulutnya terdapat alat
hisap.

Platyhelminthes tidak memiliki rongga tubuh (selom) sehingga


disebut hewan aselomata.Tubuh pipih dorsoventral, tidak berbuku-buku,
simetri bilateral, serta dapat dibedakan antara ujung anterior dan posterior.
Lapisan tubuh tersusun dari 3 lapis (triploblastik aselomata) yaitu ektoderm
yang akan berkembang menjadi kulit, mesoderm yang akan berkembang
menjadi otot – otot dan beberapa organ tubuh dan endoderm yang akan
berkembang menjadi alat pencernaan makanan.
b. Sistem Eksresi

Alat eksresi pada platyhelmintes ini biasa disebut el api. Disebut


sel api karena bentuk selnya seperti nyala pentol korek api. Sel-sel
api terletak dibagian dorsal dan disusun secara berderet. Sistem
eksresi platyhelminthes dilengkapi oleh saluran memanjang dan sel
api sebagai pori atau lubang keluarnya pengganti anus.

c. Sistem Saraf
Sistem saraf platyhelminthes disebut sistem saraf tangga tali. Pada
sistem saraf ini sendiri terdiri atas sepasang ganglion otak dan serabut-serabut
saraf. Ganglion otak akan memanjang mulai dari bagian anterior sampai
kebagian posterior. Serabut-serabut saraf yang keluar dari ganglion otak akan
saling berhubungan dan membentuk seperti anak tangga.

d. Sistem Respirasi &


Transparansi Belum Ada

Pada proses pertukaran


oksigen dan karbondioksida
pada Fillum platyhelminthes
dilakukan secara difusi melalui
permukaan tubuh atau kulit,
karena belum memiliki alat
respirasi yang khusus, mereka
lebih sering berespirasi
melalui kulit tubuhnya
yang lembab. Samahalnya
dengan sistem transportasi,
karena belum memiliki
alat transportasi yang
khusus, maka proses
pengangkutan zat di dalam
tubuh terjadi
Sistem respirasi Platyhelminthes melalui permukaan tubuhnya. Sistem
pencernaan terdiri dari mulut, faring, dan usus (tanpa anus), usus bercabang-
cabang ke seluruh tubuhnya. Platyhelminthes tidak memiliki sistem
peredaran darah (sirkulasi) dan alat ekskresinya berupa sel-sel api. Kelompok
Platyhelminthes tertentu memiliki sistem saraf tangga tali. Sistem saraf
tangga tali terdiri dari sepasang simpul saraf (ganglia) dengan sepasang tali
saraf yang memanjang dan bercabang-cabang melintang seperti tangga.Organ
reproduksi jantan (testis) dan organ betina (Ovarium). Cacing pipih dapat
bereproduksi secara aseksual dengan membelah diri dan secara seksual
dengan perkawinan silang, platyhelminthes terdapat dalam satu individu
sehingga disebut hewan hermafrodit (2)

e. Sistem Reproduksi

Platyhelminthes merupakan hewan yang menghasilkan 2


macam gamet. Alat penghasil gamet betina adalah ovum, saluran
ovum, dan kelenjar kuning telur. Sedangkan alat penghasil gamet
jantan adalah testis, pori genetalia dan penis.
Platyhelminthes bisa berreproduksi dengan cara aseksual dan seksual.
Secara aseksual dilakukan dengan pembelahan tubuh. Tiap-tiap hasil pembelahan
akan meregenerasi bagian tubuh yang hilang. Cara reproduksi aseksual tersebut
biasanya dilakukan oleh Tubellaria sp. Platyhelminthes juga bisa bereproduksi
secara seksual dengan cara perkawinan silang meskipun cacing pipih bersifat
hermafrodit. Zigot dan kuning telur yang terbungkus kapsul akan menempel pada
batu atau tumbuhan, kemudian menetas menjadi embrio yang mirip induknya.

Tubuh Platyhelminthes memiliki tiga lapisan embrional, yaitu


ektoderma, mesoderma, dan endoderma. Endoderm membatasi rongga
gastrovaskuler. Diantara ekstoderm dan endoderm terdapat lapisan mesoderm.
Mesoderm terdiri dari jaringan ikat yang longgar. Pada mesoderm terdapat
organ-organ misalnya organ kelamin jantan dan betina.

Cacing pipih jika diukur memiliki panjang berkisar yang berkisar dari
sekitar 1 milimeter (0,04 inci) sampai lebih dari 20 meter (66 kaki). Cacing
pipih memiliki tubuh datar karena mereka tidak memiliki coelom atau bahkan
pseudocoelom. Cacing pipih juga tidak memiliki sistem pernapasan.
Sebaliknya, sel-sel mereka melakukan pertukaran gas melalui difusi langsung
dengan lingkungan. Cacing pipih memiliki sistem pencernaan yang tidak
lengkap.Cacing pipih mencerminkan beberapa kemajuan evolusi besar dalam
invertebrata.
8. Klasifikasi

Kelas Turbelaria

Turbellaria artinya tongkat, jadi kebanyakan orang-orang lebih


sering menyebut cacing ini sendiri sebagai cacing tongkat. Golongan
cacing pada kelas ini bergerak dengan menggunakan otot dibantu dan
oleh bulu-bulu getar yang terdapat pada diseluruh permukaan tubuh.
Contoh yang paling terkenal dari kelas ini adalah Pseudobiceros
bedfordi, Pseudoceros dimidiatus, dan Planaria.
Planaria hidup dengan temperatur 18-24C dan dengan ketinggian
antara 500- 1500m dpl. Tubuh planaria juga tersusun dari beberapa
bagian cranial, trunchus dan caudal. Bagian cranial terdapat pada
bagian kepala dan sepasang eye spot yang berfungsi sebagai
fotoreseptor. Dan sepasang Aurikel yang terletak dibagian lateral
tubuh bagian cranial. Planaria juga merupakan jenis hewan
tribloblastik aselomata dengan tubuh palanaria tersusun solid tanpa
adanya coelo

coelom. Semua ruangan yang terletak diantara organ viseral


tersusun oleh mesenkim, yang sekarang dikenal dengan sebutan
parenkim. Penelitian mengenai reproduksi planaria banyak
dilakukan,tetapi organ reprosukdi planaria yang tinggal di peraian
di Gunung Slamat belum pernah di teliti sama sekali.Bentuk tubuh
Turbellaria ini pada umumnya lonjong bahkan hampir panjang,
pipih dan tidak mempunyai ruas sejati. Namun, ada kalanya pada
bagian kepala turbellaria terdapat tonjolan, berbentuk tentakel atau
pelebaran sisi kepala, cacing ini juga disebut Aurikel. Mempunyai
warna tubuh yang biasanya hitam, coklat atau kelabu, tetapi
beberapa jenis lainnya berwarna merah.

Dan ada juga beberapa pesies turbellaria tertentu yang berwarna


hijau disebabkan bersimbiosis dengan ganggang. Kelas ini biasanya
memiliki ukuran 0,5 mm-60 mm, tetapi umunya 10 mm. Sebagian
Turbellaria memilih habitat hidup didasar laut, pada pasir, lumpur,
dibawah batu karang dan ganggang. Namun ada juga spesies yang
pelagis. Spesies air tawar biasanya berada dekat substrat ; jenis
turbellaria yang besar hampir mirip lintah kecil baik bentuk maupun
warna tubuhnya, sedangkan yang mikroskiopis atau yang kecil
mempunyai bentuk, ukuran, dan tingkah laku separti Ciliata. Jenis
darat selalu terdapat ditempat lembab. Turbellaria pada umumnya,
terutama jenis Tricladida adalah fotonegatif, mereka lebih sering
bersembunyi di bawah batu atau sampah pada siang hari dan
mencari makan pada malam hari. kebanyakan dari mereka hidup di
daerah topis. Lingkungan Tubelaria air tawar biasanya terbatas,
tetapi beberapa spesies dari genus yang dapat hidup pada
lingkungan dengan kandungan oksigen yang cukup rendah (2)

a. Sistem Pencernaan
Alat pencernaan turbellaria terdiri dari mulut yang letaknya
berada dibagian perut, dilengkapi faring yang bisa dijulurkan
keluar. Dari mulut terdapat usus yang bercabang tiga, dimana tiga
cabang dari usus itu menuju ke tubuh bagian samping dan yang
satu menuju kebagian anterior.Enteron atau usus pada sisitem
pencernaan Turbellaria terdiri dari mulut, pharynx dan rongga
gastrovaskuler. Turbellaria tidak memiliki anus, dinding usus
turbellaria hanya terdiri dari satu lapisan sel yang terdiri atas
beberapa sel phagocyte dan sel kelenjar. Pada turbellaria kecil
memiliki usus berbentuk kantung sederhana, berbeda dengan jenis
acoela yang tidak memiliki rongga usus yang tetap, tetapi sel-sel
usunya membentuk massa sinsitial. Pelebaran dan percabangan
lateral dialami pada usus jenis turbellaria yang lebih besar, dimana
kegunaannya untuk memperluas permukaan dinding usus dalam hal
pencernaan dan penyerapan makanan, juga sebagai imbalan atas
ketiadaan sistem transportasi makanan(sistem pereedaran darah) (3)

b. Sistem Saraf & Alat Indera

Filum ini memilki jenis saraf yang berpariasi. Berbentuk jala


saraf seperti pada coelenterata, dan pada turbellaria air mulai tertata
menjadi beberapa pasang benang saraf. Turbellaria juga memiliki
sepasang bintik mata, namun ada juga yang memiliki dua pasang
atau lebih bintik mata. Turbellaria juga memiliki sel peraba dan sel
chemoreceptor.

c. Sistem Eksresi

Hampir semua kelas Turbellaria memiliki saluran bercabang-


cabang kecuali pada Acoela. Tubuh mereka terdiri dari sebuah sel
cekung seperti bola lampu, dan didalamnya juga terdapat cilia.
Tetapi juga membentuk beberapa saluran kapiler dengan beberapa
flame bulb. Didalam tubuh juga terdapat cairan tubuh dan sel
ameboid yang bebas. Juga terdapat rongga yang berisi cairan tubuh
dan berfungsi sebagai sistem organ yang sederhana untuk peredaran
makanan, pertukaran gas dan eksresi (3)
Kelas Trematoda

Trematoda merupakan salah satu dari beberapa kelas pada


platyhelimthes. trematoda sendiri sering disebut sebagai cacing
daun, karena memang bentuk tubuhnya hampir mirip seperti
selembar daun. Tubuh trematoda dilapisioleh sejenis kutikula
tetapitidak bercilia. Trematoda memeliki beberapa organ
pencernaan yang terdiri dari mulut, faring dan esofagus yang
bercabang dua serta memiliki saluran pencernaan yang disebut
gastrovaskuler. Pada bagian mulut trematoda biasanya dilengkapi
dengan alat penghisap dan kait yang juga berfungsi untuk
menghisap sari makanan dari usus inangnya. Terdapat dua

esofagus bercabang-cabang dan jumlahnya banyak, sehingga


menyerupai Cara bereproduksi trematoda terjadi secara seksual dan
bersifat hermaprodit. Cacing dewasa akan bertelur disaluran
empedu dan kantong empedu inangnya. Kemudian seluruh telur-
telur trematoda akan dibawa menuju ke usus halus dan usus besar
bersama cairan empedu. Setelah berada diusus besar, telur cacing
trematoda akan dikeluarkan bersama feses inangnya. Hampir
seluruh golongan trematoda hidup sebagai ekoparasit maupun
endoparasit pada hewan dan manusia. Contohnya dihati domba dan
dihati sapi bahkan hati manusia. Contoh trematoda yang terkenal
adalah Fasciola hepatica, Fasciola gigantic, Paragonimus,
Clonorchis sinensis, Schitosoma manso dan Schitosoma
japonicum.
Kelas Cestoda

Golongan Cestoda adalah golongan platyhelminthes


yang paling banyak dibicarakan, jenis cestoda yang paling
terkenal adalah Taenia sollium dan Taenia saginata.Kedua
cacing ini memiliki struktur tubuh yang hampir sama, Cuma
berbeda jenis hospesnya. Taenia sollium dan Taenia saginata
juga sering disebut cacing pita. Dikarenakan kedua cacing ini
memiliki bentuk tubuh yang mirip seperti pita, dan berwarna
putih kekuningan. Cestoda sendiri tidak memiliki sistem
pencernaan yang khusus, karena makanan yang mereka konsumsi
akan langsung diabsorbsi dari inangnya dalam bentuk sari
makanan. Cestoda memiliki bagian tubuh yang terdiri dari bagian
kepala, leher, srobila dan tubuh yang panjang. Scoleks pada
cestoda dilengkapi dengan empat sukcer yang masing-masing
berfungsi untuk menghisap makanan dari usus inangnya. Strobila
adalah bagian pada cestoda yang terletak dibawah leher,
merupakan daerah atau bagian yang berfungsi untuk
menghasilkan masakan. Dibawah strobila adalah bagian tubuh
yang panjang dan beruas-ruas. Dan pada setiap ruas disebut
proglotid. Stronila biasanya dapat membebaskan 1 atau lebih
proglotid gravid setiap harinya. Masing-masing proglotid tersebut
dilengkapi dengan alat kelamin jantan dan alat kelamin betina.
Semakin jauh dari kepala, struktur tubuh proglotid akan semakin
besar dan dewasa. Taenia sollium dan Taenia saginata
merupakan cacing parasit pada usus halus manusia. Tetapi mereka
tidak akan langsung menginfeksi usus manusia secara langsung
tanpa menggunakan perantara, sebelum menginfeksi manusia,
keduanya masuk dalam hospes(inang perantara). Taenia sollium
sebagai hospesnya adalah babi, sedangkan Taenia saginata
sebagai hospesnya adalah sapi.
Kelas Monogenea

Jenis cacing platyhelminthes dari kelas Monogenea


merupakan platyhelimnthes yang hidup ekoparasit atau parasit
yang hidup dengan cara menempel(menumpang) ditubuh bagian
luar makhluk hidup lainnya. Cacing dewasa pada kelas
monogenea berukuran 0,2 sampai 0,5 mm dan sangat mudah
dikenal dengan adanya alat penempel posterior yang disebut
opisthaptor, yang dilengkapi oleh beberapa duri, kait,
jangkar dan alat penghisap. Adakalanya disekitar mulut juga
terdapat alat penghisap. Kebanyakan monogenea hidup sebagai
ekoparasit atau menumpang pada ikan laut dan ikan air tawar,
dan beberapa ada yang berperan sebagai ekoparasit pada
amphibi, reptil, dan avertebrata lainnya. Sebagai ekoparasit,
monogenea biasanya menempel pada permukaan tubuh, sirip,
rongga mulut dan insang makhluk hidup lainnya. Umumnya
hermafrodit dan terjadi pertukaran sperma atau pembuahan
sendiri. Pada pembuahan didalam dapat menghasilkan sejenis
kapsul yang berisi ratusan embrio. Gyrodactylus berukuran 1
mm dan acapkali dapat merugikan organisme yang hidup
didalam dikolam pembenihan ikan, karena mereka berkembang
biak dengan sangat cepat. Larva yang berada didalamnya juga
sudah mengandung larva ketiga dan mungkin juga larva
keempat. Kebanyakan ini monogenea memakan lendir dan sel-
sel pada permukaan tubuh insang yang mereka temui. Contohnya
seperti Neobenedenia dan Gyrodactylus salaris. (3)

Filum Platyhelminthes terbagi menjadi tiga kelas, yaitu:


1. Turbellaria (berambut getar)
Contoh: Planaria sp
2. Trematoda (cacing hisap)
Contoh: Fasciola hepatica (cacing hati)
3. Cestoda (cacing pita)
Contoh: Taenia solium, Taenia saginata

1.    Turbellaria (cacing berambut getar)


Keberadaan: 4000+ spesies di seluruh dunia; hidup di batu dan
permukaan sedimen di air, di tanah basah, dan di bawah batang kayu. Hampir
semua Turbellaria hidup bebas (bukan parasit) dan sebagian besar adalah
hewan laut.
Kebanyakan turbellaria berwarna bening, hitam, atau abu-abu. Namun,
beberapa spesies laut, khususnya di turumbu karang, memiliki corak warna
lebih cerah. Panjang mulai kurang dari 1 mm hingga 50 cm. Spesies terbesar
bertubuh seperti kertas.

a. Planaria sp
Cacing ini dipakai sebagai contoh yang mewakili anggota kelas
Turbellaria pada umumnya. Anggota genus Dugesia, yang umumnya dikenal
sebagai Planaria, berlimpah dalam kolam dan aliran sungai yang tidak
terpolusi. Planaria mempunyai kebiasaan berlindung di tempat-tempat yang
teduh, misalnya di balik batu-batuan, di bawah daun yang jatuh ke dalam air.
Bentuk tubuh anggota ini adalah pipih dorsoventral, dengan bagian kepala
yang berbentuk seperti segitiga, sedangkan bagian ekornya berbentuk
meruncing yang panjang tubuh sekitar 5-25 mm. Planaria memangsa hewan
yang lebih kecil atau memakan hewan-hewan yang sudah mati. Planaria dan
cacing pipih lainnya tidak memiliki organ yang khusus untuk pertukaran gas
dan sirkulasi. Bentuk tubuhnya yang pipih itu menempatkan semua sel-sel
berdekatan dengan air sekitarnya, dan percabangan halus rongga
gastrovaskuler mengedarkan makanan ke seluruh hewan tersebut.

Sistem saluran pencernaan makanan terdiri dari mulut, faring,


oesofagus, dan usus. Mulut, terletak di bagian ventral dari tubuh, yaitu kira-
kira dekat dengan pertengahan agak ke arah ekor. Lubang mulut ini
dilanjutkan oleh kantung yang bentuknya silindris memanjang yang disebut
rongga mulut (Faring). Oesofagus merupakan persambungan daripada faring
yang langsung bermuara kedalam usus; ususnya bercabang tiga, yaitu menuju
ke arah anterior, sedang yang dua lagi sejajar menuju ke arah posterior.
Seperti halnya hewan tingkat rendah lainnya, Planaria juga belum
mempunyai alat pernafasan yang khusus. Pengambilan O2 maupun
pengeluaran CO2 secara osmosis langsung melalui seluruh permukaan tubuh.
Sistem ekskresi terdiri dari 2 tabung ekskresi longitudinal yang mulai
dari sel-sel nyala (flame cells) yang di bagian anteriornya berhubungan silang.
Seluruh sistem ini terbuka ke luar melalui porus ekskretorius. Flame cells atau
sel-sel api berfungsi sebagai alat ekskresi yang membuang zat-zat sampah
yang merupakan sisa-sisa metabolisme dan juga sebagai alat osmoregulasi
dalam arti ikut membantu mengeluarkan ekses-ekses penumpukan air di dalam
tubuh, sehingga nilai osmosis tubuh tetap dapat dipertahankan seperti ukuran
normal.
Sistem saraf terdiri dari 2 batang saraf yang membujur memanjang,
yang di bagian anteriornya berhubungan silang, dan 2 ganglion anterior yang
terletak dekat di bawah mata. Ganglion berfungsi sebagai otak dalam arti
bertindak sebagai pusat susunan saraf serta mengkoordinir aktivitas-aktivitas
anggota tubuh. Seonggok ganglion tersebut letaknya di bagian kepala persis di
bawah lapisan epidermis agak di sebelah bintik mata. Ganglion ini karena
terletak di bagian kepala dan berfungsi sebagai otak maka biasa disebut
ganglion kepala atau ganglion cerebral. Dari ganglin cerebral ini keluarlah
cabang-cabang urat saraf secara radier menuju ke arah lateral, anterior, dan
pasterior. Cabang anterior menuju ke bagian bintik mata, cabang lateral
menuju ke alat indera cemoreseptor, sedangkan cabang posterior ada satu
pasang kanan kiri yang saling bersejajar yang membentang di bagian ventral
tubuh yang disebut tali saraf.
Planaria sudah mempunyai alat indera yang berupa bintik mata, dan
indera aurikel, yang kedua-duanya terletak di bagian kepala. Bintik mata
merupakan titik hitam yang terletak di bagian dorsal daripada bagian kepala.
Masing-masing bintik mata terdiri dari sel-sel pigmen yang tersusun dalam
bentuk mangkok yang dilengkapi dengan sel-sel saraf sensorik yang sangat
sensitif terhadap sinar. Bintik mata itu sekedar dapat membedakan gelap dan
terang saja (3)
Planaria bersifat hermafrodit, terdapat alat kelamin jantan dan betina.
Alat kelamin jantan terdiri dari:
1. Testis, yang berjumlah ratusan, berbentuk bulat tersebar di sepanjang sisi
tubuh keduanya.
2. Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati, usus, paru-paru,
ginjal, dan pembuluh darah vertebrata. Trematoda berlindung di dalam
tubuh inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya dengan kutikula dan
permukaan tubuhnya tidak memiliki silia.
3. Trematoda tidak mempunyai rongga badan dan semua organ berada di
dalam jaringan parenkim. Tubuh biasanya pipih dorsoventral, dan
biasanya tidak bersegmen dan seperti daun. Mereka mempunyai dua alat
penghisap, satu mengelilingi mulut dan yang lain berada di dekat
pertengahan tubuh atau pada ujung posterior. Alat penghisap yang kedua
disebut asetabulum karena bentuknya mirip dengan mangkuk cuka.
4. Dinding luar atau tegumen trematoda adalah kutikula yang kadang2
mengandung duri atau sisik.
5. Sistem pencernaan makanan sangat sederhana. Terdapat mulut pada ujung
anterior, yang dikelilingi oleh sebuah alat penghisap. Makanan dari mulut
melalui farings yang berotot ke esofagus dan kemudian ke usus, yang
terbagi menjadi dua sekum yang buntu. Sekum ini kadang2 bercabang, dan
percabangan ini kadang-kadang sedikit rumit. Kebanyakan trematoda tidak
mempunyai anus, dengan demikian sisa bahan makanan harus
diregurgitasikan.
6. Sistem saraf adalah sederhana. Cincin dari serabut saraf dan ganglia
mengelilingi esofagus, dan dari sini saraf berjalan ke depan dan
belakang. Biasanya, sebatang saraf berjalan kebelakang pada setiap
sisi, dan saraf-saraf bertolak dari sini menuju ke berbagai organ.
7. Trematoda tidak mempunyai sistem peredaran darah. Sistem ekskresi
tersusun dari sebuah kandung kemih posterior. Sebuah sistem
percabangan dari tabung pengumpul yang masuk ke dalam kandung
kemih, dan sebuah sistem sel-sel ekskresi yang terbuka ke dalam
saluran pengumpul tersebut. Tidak terdapat organ ekskresi yang
terlepas, sel-sel ekskresi ditempatkan secara strategis di seluruh tubuh.
Sel ekskresi terdiri dari sebuah sitoplasma basal yang berisi inti dan
sebuah vakuola berisi seberkas silia ynag terbuka secara tetap ke dalam
saluran pengumpul.
8. Sistem reproduksinya kompleks. Sebagian besar dari trematoda adalah
hermafrodit, mempunyai organ jantan dan betina. Tetapi pembuahan
silang merupakan hal yang biasa, dan pembuahan sendiri tidak umum.
Pembuahan biasanya uterus, sperma melewati sirus dari satu cacing ke
uterus cacing lain.
Siklus Hidup Trematoda
a.    Clonorchis sp (cacing hati pada manusia)
Keterangan:
1.    Telur dilepaskan bersamaan dengan kotoran dari penderita
2.    Telur akan berkembang menjadi larva mirasidium dan masuk ke
inang perantara 1, biasanya adalah siput
3. Di tubuh siput, larva myrasidium akan bermetamorfosis menjadi
sporosit
4.    Sporosit ini mengandung banyak kantung embrio, yang akan tumbuh
menjadi Redia
5.    Redia akan tumbuh dan mengandung embrio yang akan berkembang
menjadi Sercaria
6.    Sercaria yang dihasilkan akan berpindah menempel pada tumbuhan
air membentuk kista metasercaria
7.    Tumbuhan yang mengandung kista di makan oleh domba, maka kista
akan berkembang menjadi cacing hati dewasa.
b.    Fasciola hepatica (cacing hati pada domba)
Zygot, Larva Myrasidium, Sporosit, Redia Sercaria
Metacercaria dan Cacing dewasa.
Keterangan:
1.    Telur dilepaskan bersamaan dengan kotoran dari penderita
2.    Telur akan berkembang menjadi larva mirasidium dan masuk ke
inang perantara 1, biasanya adalah siput
3.    Di tubuh siput, larva myrasidium akan bermetamorfosis menjadi
sporosit
4.    Sporosit ini mengandung banyak kantung embrio, yang akan tumbuh
menjadi Redia
5.    Redia akan tumbuh dan mengandung embrio yang akan berkembang
menjadi Sercaria
6.    Sercaria yang dihasilkan akan berpindah menempel pada tumbuhan
air membentuk kista metasercaria.
7.    Tumbuhan yang mengandung kista di makan oleh domba, maka kista
akan berkembang menjadi cacing hati dewasa

3.    Cestoda (cacing pita)


Keberadaannya: 3500 spesies di seluruh dunia; hidup sebagai parasit
dalam tubuh hewan. Contoh cacing pita adalah Taenia solium dan Taenia
saginata yang parasit pada orang. Taenia terdiri dari sebuah kepala bulat yang
disebut scolex, sejumlah ruas, yang sama disebut disebut proglotid. Pada
kepala terdapat alat hisap dan jenis Taenia solium mempunyai kait (rostellum)
yang sangat tajam yang mengunci cacing itu ke lapisan intestinal inang. Di
belakang scolex terdapat leher kecil yang selalu tumbuh yang akan
menghasilkan proglotid baru yang mula-mula kecil tumbuh menjadi besar.
Panjang tubuh cacing pita mencapai 2 m. Setiap proglotid mengandung organ
kelamin jantan (testis) dan organ kelamin betina (ovarium).Tiap proglotid
dapat terjadi fertilisasi sendiri. Proglotid yang dibuahi terdapat di bagian
posterior tubuh cacing. Proglotid dapat melepaskan diri (strobilasi) dan keluar
dari tubuh inang utama bersama dengan tinja dengan membawa ribuan telur.
Jika termakan hewan lain, telur akan berkembang dan memulai siklus hidup
barunya. Cacing pita tidak memiliki saluran pencernaan. Cacing pita
menyerap makanan yang telah dicerna terlebih dahulu oleh inang.
Cestoda bersifat parasit karena menyerap sari makan dari usus halus
inangnya. Sari makanan diserap langsung oleh seluruh permukaan tubuhnya
karena cacing ini tidak memiliki mulut dan pencernaan (usus). Manusia dapat
terinfeksi Cestoda saat memakan daging hewan yang dimasak tidak sempurna.
Inang perantara Cestoda adalah sapi pada Taenia saginata dan babi pada taenia
solium.
Cacing pita tidak mempunyai saluran pencernaan dan sitem peredaran
darah. Makanan langsung melalui dinding tubuh. Sistem ekskresi yaitu berupa
sel api.
Sistem saraf tersusun dari beberapa ganglion pada skoleks, dengan
komisura melintang diantaranya. Dan tiga batang saraf longitudinal setiap sisil
tubuh (sebuah batang besar disebelah lateral dan yang kecil disebelah ventral),
satu ganglion kecil disetiap segmen pada masing-masing dari enam batang
tersebut, dan komisura pada setiap segmen menghubungkan ganglion-ganglion
ini.
Cestoda adalah hermafrodit, yang mempunyai organ jantan dan betina.
Organ jantan terdiri dari testis (menghasilkan spermatozoa), vas deferen, seminal
vesicle, penis, dan lubang kelamin. Sedangkan organ bertina terdiri dari ovarium,
oviduk, seminal uterus, vagina, dan lubang kelamin.
Siklus Hidup Taenia sp
Larva, yang dilengkapi dengan scolex akan berkembang menjadi kista
pada jaringan tubuh inang, misal pada otot. Manusia yang memakan daging yang
terinfeksi, akan menyebabkan kista berkembang menjadi cacing pita dewasa
Cacing pita dewasa terdiri dari scolex dan proglotid.Proglotid pada bagian ujung
mengandung telur yang telah dibuahi yang siap dikeluarkan bersama feses untuk
menginfeksi kembali Di dalam telur yang telah dibuahi, embrio berkembang
menjadi larva. Sapi mungkin akan memakan telur bersama rumput dan akan
menjadi inang sementara bagi cacing pita (4)
Daur hidup cacing pipih

a. Turbellaria - Cacing Berambut Getar

Kelompok cacing Turbellaria adalah cacing yang hidup bebas dan


bergerak dengan bulu getarnya, contohnya Planaria. Cacing ini dapat digunakan
sebagai indikator biologis kemurnian air. Apabila dalam suatu perairan banyak
terdapat cacing ini, berarti air tersebut belum tercemar karena cacing ini hanya
dapat hidup di air yang jernih, sehingga apabila air tersebut tercemar maka
cacing ini akan mati. Kelas Turbellaria termasuk planaria air tawar seperti
Dugesia yang memberi makan organisme kecil atau tetap sebagai makhluk
kecil. Kepala planaria berbentuk ujung panah, dengan tambahan sisinya sebagai
pengindera makanan atau keberadaan organisme lain. Cacing pipih mempunyai
dua bintik mata yang peka cahaya, memiliki pigmen sehingga Nampak seperti
mata bersilangan. Adanya tiga lapisan otot membuatnya dapat melakukan
berbagai gerak.Sel kelenjar mengeluarkan material lendir untuk hewan ini
dapat meluncur. Memiliki sel api sebagai sistem ekskresi yang terdiri dari
serangkaian kana-kanal yang saling berhubungan di sepanjang kedua sisi
longitudinal tubuhnya.Sel api adalah sel berbentuk gelembung berisi seberkas
silia dan terdapat lubang di bagian tengah gelembung itu. Sel api ini berfungsi
baik untuk ekskresi maupun pengaturan osmosis.

 Ciri Umum :

 Merupakan cacing pipih yang dapat bergerak dengan


menggetarkan bulu gatarnya.
 Di permukaan ventral cacing ini terdapat yang dapat digetarkan,

 Sebagian besar Turbellaria adalah cacing yang hidup bebas,

 Panjang tubuh bervariasi dari 5-50 mm,

 Dengan mikroskop biasa bulu getar tak terlihat,

 Hidup di air laut,air tawar dan tanah basah,

 Jarang yang hidup sebagai parasite,

 Melakukan fragmentasi.

 Contoh :

 Planaria
Merupakan cacing pipih yang hidup di air tawar yang jernih , yang
belum mengalami pencemaran berat biasanya cacing ini berlindung dibawah
bebatuan. kepalanya nampak seperti segitiga. panjang tubuhnya dapat mencapai
2-3 cm, berwarna cokelat kehitaman. dibagian kepala terdapat dua bintik
mata, fungsinya untuk membedakan gelap dan terang. jadi cacing ini tidak
mampu melihat warna. Planaria bersifat fototropik negatif. Tubuh bersilia
untuk pergerakan hidup bebas,reproduksi aseksual: fragmentasi, tingkat
regenerasi sangat tinggi.Reproduksi seksual: membentuk sperma dan ovum,
Hermaprodit (fertilisasi silang), zigot tanpa periode larva (4)

b. Trematoda - cacing isap

Jenis cacing Trematoda hidup sebagai parasit pada hewan dan


manusia. Tubuhnya dilapisi dengan kutikula untuk menjaga agar tubuhnya
tidak tercerna oleh inangnya dan mempunyai alat pengisap dan alat kait
untuk melekatkan diri pada inangnya. Contoh anggota Trematoda adalah
Fasciola hepatica (cacing hati). Cacing ini hidup di hati ternak kambing, biri-
biri, sapi, dan kerbau. Kelas Trematoda termasuk cacing kait (flukes) baik
dalam darah, hati maupun paru-paru. Cacing kait tidak memiliki kepala,
namun memiliki mulut penghisap. Sistem pencernaan, sistem saraf dan
sistem pembuangan yang kurang tapi sistem reproduksinya berkembang baik
walau hermaphrodit.Cacing kait darah menyebabkan penyakit
schistosomiasis. Cacing ini terdiri dari jantan dan betina. Cacing betina
menumpuk/menyimpan telur-telurnya dalam pembuluh darah di sekitar usus
inang. Telur- telur ini bermigrasi ke usus lalu dikeluarkan tubuh bersama
feses. Telur menetas menjadi larva di dalam air dan berenang mencari siput
air. Larva bereproduksi secara aseksual dan akhirnya meninggalkan siput.
Ketika larva menembus kulit manusia, selanjutnya akan matang di hati lalu
menembus pembuluh darah pada usus.
 Ciri umum :

 Hidup sebagai parasit

 Tidak bersilia dan tubuhnya dilapisi oleh kutikula agar tidak


tercerna oleh tubuh inang
 Memiliki alat pengisap yang dilenkapi dengan kait-kait untuk
melekatkan diri pada inangnya
 Memiliki batil isap perut dan batil isap mulut

 Ada yang hidup ektoparasit ada juga yang hidup endoparasit.

 Contoh :

 Fasciola hepatica

Hidup sebagai parasit pada hati beberapa jenis hewan, makanya cacing
ini sering disebut cacing hati. Fasciola hepatica bentuk tubuh pipih, panjang
tubuh antara 2-5 cm, dikepala ada 2 alat isap. Fasciola hepatica bersifat
hermafrodit. Reproduksi secara seksual dengan perkawinan silang / sendiri.

 Clonorchis sinensis
Cacing hati pada manusia, reproduksinya secara seksual. Fase
metaserkaria dari cacing ini masuk ke dalam daging ikan air tawar (sebagai
hospes perantaranya). Salah satu cara untuk menghindar diri sari cacing ini
adalah tidak mengonsumsi ikan yang tidak dimasak.
 Schistosoma japonicum

Disebut juga cacing darah, hidup pada pembuluh darah balik (vena)
perut. Hidup sebagai parasit pada manusia, kucing, anjing, babi, biri-biri, sapi
dan binatang pengerat.
Cacing jantan tubuhnya panjang 9-22 mm. Cacing betina ukurannya 14-26 mm,
tubuhnya melipat melindungi tubuhnya ramping.
 Paragonimus westermani

Hidup parasit di paru-paru manusia, kucing dan babi. Larvanya


hidup pada siput dan metaserkarianya menempel pada udang ait tawar.
c. Cestoda - Cacing Pita

Cacing ini dikenal sebagai cacing pita. Seperti cacing hati, cacing
pita bersifat sebagai parasit pada hewan dan manusia, jumlahnya sekitar
1500 species. Cacing ini membentuk koloni seperti pita sehingga
panjangnya bisa mencapai 20 m atau lebih. Tubuh kita dapat dimasuki
cacing ini apabila kita memakan ikan, daging sapi, anjing, atau babi yang
tidak matang. Jenis yang terkenal adalah Taenia saginata (inangnya
hewan sapi) dan Taenia solium (inangnya hewan babi).Bagian scolex
memiliki pangait dan pengisap yang memungkinkannya menempel pada
dinding usus inang. Di bawah skolex terdapat leher yang pendek dan tali
panjang proglottid, dimana setiap proglottid berisi satu set penuh organ
kelamin jantan dan betina dan stuktur lainnya.
Seteleh terjadi pembuahan, proglottid menjadi sekantung telur masak,
lalu putus dan keluar bersama feses. Jika telur ini tertelan oleh babi atau sapi,
larvanya menjadi sistiserkus di dalam otot inang. Jika manusia memakan
daging babi atau sapi yang terinfeksi yang tidak dimasak sempurna, maka
manusia akan terinfeksi cacing ini.
 Ciri Utama:

 Bentuk tubuh pipih seperti pita

 Tidak bersilia

 Tubuh ditutupi oleh kutikula

 Memiliki saluran pencernaan makanan

 Memiliki skoleks, sucker, dan rostelum

 Memiliki dua hospes

 Hewan hermaprodite

 Mampu melakukan pembuahan sendiri

 Bentuk infektif : Systecercus

 Contoh :

 Taenia Saginata dan Taenia Solium

Daur hidupnya:Proglotid (bersama feces) - mencemari makanan babi –


dimakan babi

- usus babi (telur menetas jadi hexacan) - aliran darah - otot/daging (sistiserkus)
- manusia - usus manusia (sistiserkus pecah - skolex menempel di dinding usus)
-sampai dewasa di manusia - keluar bersama feses.
 Dyphylobothrium latum, hidup parasit pada manusia,
anjing,kucing, serigala, inang perantaranya ikan.
 Echinoccus granulosus, hidup parasit pada usus anjing /
karnivora lainnya, inang perntaranya babi, biri-biri dan manusia.
d. Monogenea

Ektoparasit pada ikan laut dan ikan air tawar, amphibi, reptil, &
averterbrata lain. Satu inang monogenea.Berukuran 0,2–0,5 mm, alat
penempel posterior – opisthaptor (4)

2.2 Epidemiologi Nemathelminthes dan Platyhelminthes


Penyakit akibat dari Nemathelminthes dan Platyhelminthes adalah
cacingan adalah penyakit cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau
sering disebut “Soil Transmitted Helminthes” (STH). Infeksi parasit usus ini
biasa disebabkan oleh cacing dan protozoa yang merupakan masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia, dan cacing tambang (Kemenkes RI,
2006). Cacingan adalah segala macam cacing yang ternyata hidup parasit
dalam lambung manusia.Mereka turut hidup parasit di dalam pencernaan
manusia (Saydam, 2011). Diperkirakan lebih dari dua miliyar orang
mengalami infeksi di seluruh dunia di antaranya sekitar 300 juta menderita
infeksi helminth yang berat dan sekitar 150.000 kematian terjadi setiap tahun
akibat infeksi STH . Nematoda Usus Pada usus dapat terjadi gangguan atau
gejala penyakit akibat parasit yang habitatnya pada usus tersebut. Gejala klinis
yang ditimbulkan dari yang paling ringan, ataupun hanya merupakan gejala
lokal pada usus sampai paling berat dengan gejala yang dapat menimbulkan
kematian pada hospesnya. Adapun gejala klinis ini tergantung pada beberapa
hal, antara lain tergantung pada parasit yang menyerang (spesies, stadium,
jumlah, zat toksik atau enzim yang dikeluarkan oleh parasit), organ yang
dikenai serta keadaan hospes (hospes yang sesuai/tidak, keadaan umum, daya
tahan tubuh dan penyakit lain yang menyertainya (5)
Nematoda usus di Indonesia lebih sering disebut dengan cacing perut.
Sebagian besar penularannya melalui tanah, maka mereka digolongkan dalam
kelompok Soil transmitted helminthes, yaitu kelompok cacing nematoda yang
membutuhkan tanah untuk pematangan dari bentuk non-infektif menjadi
bentuk infektif. Kelompok cacing ini terdiri atas beberapa spesies yaitu
Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus, Ancylostoma
duodenale, Strongyloides strecolaris serta beberapa spesies Trichostrongylus.
Nematoda usus lainnya adalah Enterobius vermicularis, Trichinella spiralis
dan Capillaria philippinensis. Spesies nematoda intestinalis yang penting
yaitu:

1. Ascaris lumbricoides
Di Indonesia dikenal sebagai cacing gelang, parasit ini tersebar di
seluruh dunia terutama daerah tropik dan erat hubungannya dengan
hygiene dan sanitasi. Di Indonesia frekuensinya tinggi berkisaran
antara 20–90% yang banyak ditemukan pada anak – anak (Safar,
2010). Hospes definitifnya hanya manusia, jadi manusia pada
infeksi cacing ini sebagai hospes obligat. Cacing dewasa hidup di
rongga usus halus. Panjang cacing betina 20–40 cm dan cacing
jantan 15–31 cm. cacing betina dapat bertelur sampai 200.000 butir
sehari, yang dapat berlangsung selama hidupnya yaitu kira – kira
satu tahun. Telur ini tidak menetas dalam tubuh manusia,
melainkan dikeluarkan bersama tinja hospes. Telur yang dibuahi
ketika keluar bersama tinja manusia tidak infektif. Di tanah pada
suhu 20oC – 30oC, dalam waktu 2–3 minggu menjadi matang
yang disebut telur infektif dan di dalam telur ini sudah terdapat
larva. Telur infektif ini dapat hidup lama dan tahan terhadap
pengaruh buruk. Penularan cacing ini dapat terjadi melalui
beberapa jalan yaitu masuknya telur infektif kedalam mulut
bersama makanan atau minuman yang tercemar, atau tertelan
melalui tangan yang kotor. Telur akan menetas pada usus halus
kemudian larva akan menembus dinding usus masuk ke dalam
kapiler darah, kemudian melalui hati, jantung kanan, paru – paru,
bronkus, trakea, laring, dan tertelan ke esofagus, rongga usus halus
dan tumbuh menjadi dewasa (5)

Ascariasis adalah infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing


Ascaris lumbricoides. Ascariasis sendiri termasuk penyakit cacing yang
paling besar prevalensinya diantara penyakit cacing lainnya yang
menginfeksi tubuh manusia. Manusia merupakan satu-satunya hospes untuk
A.lumbricoides.
Cacing A.lumbricoides merupakan golongan nematoda. Nematoda
berasal dari kata nematos yang berarti benang dan oidos yang berarti
bentuk, sehingga cacing ini sering disebut cacing gilik ataupun cacing
gelang. Nematoda itu sendiri dibagi menjadi 2 jenis yakni nematoda usus
dan nematoda jaringan. Manusia merupakan hospes untuk beberapa
nematoda usus yang dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia (Sutanto dkk, 2008). Diantara nematoda usus yang ada terdapat
beberapa spesies yang membutuhkan tanah untuk pematangannya dari
bentuk non infektif menjadi bentuk infektif yang disebut Soil Transmitted
Helminths (STH) (Natadisastra, 2012). Cacing yang termasuk golongan
STH adalah A.lumbricoides, Trichuris trichiura, Ancylostoma duodenale,
Necator americanus, Strongyloides stercoralis, dan beberapa spesies
Trichostrongylus (Sutanto dkk, 2008).

Taksonomi A. lumbricoides
Phylum : Nemathelminthes

Sub phylum : Ascaridoidea

Ordo : Ascaridida

Family : Ascaridae
Genus : Ascaris

Spesies : Ascaris lumbricoides

A. lumbricoides merupakan jenis cacing terbanyak yang menyebabkan


infeksi pada manusia. Angka kejadian infeksi A.lumbricoides ini cukup
tinggi di negara berkembang seperti Indonesia dibandingkan dengan
negara maju (Rampengan, 2005). Tingginya angka kejadian Ascariasis ini
terutama disebabkan oleh karena banyaknya telur disertai dengan daya
tahan larva cacing pada keadaan tanah kondusif. Parasit ini lebih banyak
ditemukan pada tanah liat dengan kelembaban tinggi dan suhu 25°- 30°C
sehingga sangat baik untuk menunjang perkembangan telur cacing
A.lumbricoides tersebut.
Telur A. lumbricoides mudah mati pada suhu diatas 40° C sedangkan
dalam suhu dingin tidak mempengaruhinya. Telur cacing tersebut tahan
terhadap desinfektan dan rendaman yang bersifat sementara pada berbagai
bahan kimiawi keras.
Infeksi A. lumbricoides dapat terjadi pada semua usia, namun cacing ini
terutama menyerang anak usia 5-9 tahun dengan frekuensi kejadian sama
antara laki-laki dan perempuan. Bayi yang menderita Ascariasis
kemungkinan terinfeksi telur Ascariasis dari tangan ibunya yang telah
tercemar oleh larva infektif . Prevalensi A. lumbricoides ditemukan tinggi di
beberapa pulau di Indonesia yaitu di pulau Sumatera (78%), Kalimantan
(79%), Sulawesi (88%), Nusa Tenggara Barat (92%), dan Jawa Barat
(90%).
Secara umum dapat dilihat bahwa cacing A. lumbricoides berwarna
merah berbentuk silinder. Cacing jantan lebih kecil ukurannya daripada
cacing betina. Pada stadium dewasa, cacing ini akan hidup dan berkembang
didalam rongga usus kecil (5)
Gambar Cacing A. lumbricoides betina dan jantan Dikutip :
Cacing jantan berukuran 15-25 cm x 3 mm disertai ujung
posteriornya yang melengkung ke arah ventral dan diikuti adanya
penonjolan spikula yang berukuran sekitar 2 mm. Selain itu, di bagian
ujung posterior cacing juga terdapat banyak papil-papil kecil (Soedarto,
2009). Cacing betina berukuran 25-35 cm x 4 mm dengan ujung
posteriornya yang lurus. Cacing ini memiliki 3 buah bibir, masing-masing
satu dibagian dorsal dan dua lagi dibagian ventrolateral.
Cacing dewasa hidup dalam jangka waktu ±10 – 24 bulan . Cacing
dewasa dilindungi oleh pembungkus keras yang kaya akan kolagen dan
lipid serta menghasilkan enzim protease inhibitor yang berfungsi untuk
melindungi cacing agar tidak tercerna di sistem pencernaan manusia.
Cacing ini juga memiliki sel-sel otot somatik yang besar dan memanjang
sehingga mampu mempertahankan posisinya di dalam usus kecil. Jika otot
somatik tersebut lumpuh oleh obat cacing, maka cacing akan mudah keluar
melalui anus karena gerakan peristaltic di usus (5)
Cacing betina mampu bertahan hidup selama 1- 2 tahun dan
memproduksi 26 juta telur selama hidupnya dengan 100.000 – 200.000
butir telur per hari yang terdiri dari telur yang telah dibuahi (fertilized),
yang tidak dibuahi (unfertilized), maupun telur dekortikasi (Brown dkk,
1994). Telur dekortikasi adalah telur A.lumbricoides yang telah dibuahi tapi
kehilangan lapisan albuminoid
Gambar Telur cacing A. lumbricoidesfertilized dan
unfertilized

Telur yang telah dibuahi berbentuk bulat atau oval dengan


permukaaan tidak teratur, memiliki lapisan yang tebal, dan berwarna
kuning kecoklatan dengan ukuran 60 - 45µm. Pada telur ini, terdapat
lapisan tebal albumin dan lapisan dalamnya yang terdapat selubung vitelin
tipis namun cukup kuat. Kedua lapisan tersebut berfungsi sebagai
pelindung terhadap situasi lingkungan yang tidak sesuai sehingga telur
dapat bertahan hidup di tanah sampai dengan berbulan- bulan bahkan
bertahun-tahun.
Telur yang telah dibuahi ini berisikan embrio regular yang tidak
bersegmen. Dalam lingkungan yang sesuai yakni di tanah liat, dengan
kelembaban tinggi, dan suhu yang sesuai, dapat terjadi pematangan telur
atau larva dari bentuk yang tidak infektif menjadi infektif. Kedua kutub
pada telur ini juga terdapat rongga yang tampak sebagai daerah yang terang
berbentuk bulan sabit.
Telur yang tidak dibuahi adalah telur yang dihasilkan oleh cacing
betina yang tidak subur ataupun terlalu cepat dikeluarkan oleh cacing betina
yang subur, telur tersebut berbentuk memanjang, terkadang segitiga dengan
lapisan yang tipis dan berwarna coklat, lalu berukuran 90–40 πm. Telur
yang berwarna kecoklatan ini akibat pengaruh dari pigmen empedu di
saluran cerna dan tidak terdapatnya rongga udara
Siklus hidup A. lumbricoides terjadi dalam 3 stadium yaitu stadium
telur, larva, dan dewasa. Siklus ini biasanya membutuhkan fase di luar
tubuh manusia (hospes) dengan atau tanpa tuan rumah perantara.
Telur cacing yang telah dibuahi dan keluar bersama tinja penderita
akan berkembang menjadi infektif jika terdapat di tanah yang lembab dan
suhu yang optimal dalam waktu kurang lebih 3 bulan. Seseorang akan
terinfeksi A.lumbricoides apabila masuknya telur A. lumbricoides yang
infektif kedalam mulut bersamaan dengan makanan atau minuman yang
terkontaminasi tanah yang mengandung tinja penderita Ascariasis.

Gambar Siklus hidup A. lumbricoides

Telur infektif yang tertelan oleh manusia akan melewati lambung


tanpa terjadi kerusakan oleh asam lambung akibat proteksi yang tebal
pada lapisan telur tersebut dan akan menetas di dalam usus halus.
Kemudian larvanya akan secara aktif menembus dinding usus halus
menuju vena porta hati dan pembuluh limfe. Bersama dengan aliran vena,
larva A. Lumbricoides akan beredar menuju jantung kanan dan berhenti di
paru. Saat di dalam paru-paru larva yang berdiameter 0,02 mm akan
masuk kedalam kapiler paru yang hanya berukuran 0,01 mm maka kapiler
tersebut akan pecah dan larva akan masuk ke alveolus kemudian larva
berganti kulit. Larva tersebut akan ke alveoli lalu naik ke trakea melalui
bronkiolus dan bronkus setelah dari kapiler paru. Selanjutnya mengarah
ke faring dan terjadi refleks batuk hingga tertelan untuk kedua kalinya
sampai ke usus halus. Masa migrasi ini berlangsung selama 10 – 15 hari.
Cacing akan berkembang menjadi dewasa, kawin, dan bertelur di usus
halus dalam waktu 6 – 10 minggu.
Cara penularan Ascariasis terjadi melalui beberapa jalan yakni telur
infektif A.lumbricoides yang masuk ke dalam mulut bersamaan dengan
makanan dan minuman yang terkontaminasi, melalui tangan yang kotor
tercemar terutama pada anak, atau telur infektif yang terhirup udara
bersamaan dengan debu. Pada keadaan telur infektif yang terhirup oleh
pernapasan, telur tersebut akan menetas di mukosa alat pernapasan bagian
atas dan larva akan segera menembus pembuluh darah dan beredar
bersama aliran darah. Cara penularan Ascariasis juga dapat terjadi melalui
sayuran dan buah karena tinja yang dijadikan pupuk untuk tanaman sayur-
mayur maupun buah-buahan (6)
Gejala klinis yang timbul dari Ascariasis tergantung dari beratnya
infeksi, keadaan umum penderita, daya tahan, dan kerentanan penderita
terhadap infeksi cacing ini. Penderita Ascariasis tidak akan merasakan
gejala dari infeksi ini (asimptomatik) apabila jumlah cacing sekitar 10-20
ekor didalam tubuh manusia sehingga baru dapat diketahui jika ada
pemeriksaan tinja rutin ataupun keluarnya cacing dewasa bersama dengan
tinja. Gejala klinis yang timbul bervariasi, bisa dimulai dari gejala yang
ringan seperti batuk sampai dengan yang berat seperti sesak nafas dan
perdarahan. Gejala yang timbul pada penderita Ascariasis berdasarkan
migrasi larva dan perkembangbiakan cacing dewasa, yaitu:

1. Gejala akibat migrasi larva A. lumbricoides

Selama fase migrasi, larva A. lumbricoides di paru


penderita akan membuat perdarahan kecil di dinding alveolus dan
timbul gangguan batuk dan demam. Pada foto thorak penderita
Ascariasis akan tampak infiltrat yaitu tanda terjadi pneumonia dan
eosinophilia di daerah perifer yang disebut sebagai sindrom
Loeffler. Gambaran tersebut akan menghilang dalam waktu 3
minggu
2. Gejala akibat cacing dewasa

Selama fase didalam saluran pencernaan, gejala utamanya


berasal dari dalam usus atau migrasi ke dalam lumen usus yang lain
atau perforasi ke dalam peritoneum (Rampengan, 2008). Cacing
dewasa yang tinggal dilipatan mukosa usus halus dapat menyebabkan
iritasi dengan gejala mual, muntah, dan sakit perut. Perforasi cacing
dewasa A. lumbricoides ke dalam peritoneum biasanya menuju ke
umbilikus pada anak sedangkan pada dewasa mengarah ke inguinal.
Cacing dewasa A. lumbricoides juga dapat menyebabkan obstruksi
diberbagai tempat termasuk didaerah apendiks (terjadi apendisitis), di
ampula vateri (terjadi pancreatitis haemoragis), dan di duktus
choleduchus terjadi cholesistiti. Anak yang menderita Ascariasis akan
mengalami gangguan gizi akibat malabsorpsi yang disebabkan oleh
cacing dewasa. A. lumbricoides perhari dapat menyerap 2,8 gram
karbohidrat dan 0,7 gram protein, sehingga pada anak- anak dapat
memperlihatkan gejala berupa perut buncit, pucat, lesu, dan rambut
yang jarang (6)
Penderita Ascariasis juga dapat mengalami alergi yang
berhubungan dengan pelepasan antigen oleh A. lumbricoides dalam
darah dan kemudian merangsang sistem imunologis tubuh sebagai
defence mechanism dengan gejala berupa asma bronkial, urtikaria,
hipereosinofilia, dan sindrom Loeffler.
Cara menegakkan diagnosis Ascariasis biasanya melalui
pemeriksaan laboratorium karena gejala klinis dari penyakit ini tidak
spesifik. Secara garis besar Ascariasis dapat ditegakkan berdasarkan
kriteria sebagai berikut:
1. Ditemukannya telur A. lumbricoides fertilized, unfertilized, maupun
dekortikasi di dalam tinja seseorang.
2. Ditemukannya larva A. lumbricoides di dalam sputum seseorang.

3. Ditemukannya cacing dewasa keluar melalui anus ataupun bersama


dengan muntahan
Jika terjadi Ascariasis oleh cacing jantan, di tinja tidak
ditemukan telur sehingga dapat ditegakkan dengan pemeriksaan foto
thorak. Kriteria tingkat infeksi penderita Ascariasis menurut WHO 2012
adalah:
Cacing Tingkat Infeksi Jumlah telur/ Gram tinja
Ringan 1-4999
Ascaris limbricoides Sedang 5000-49.999
Berat ≥50.000

2. Trichuris trichiura
Trichuris trichiura termasuk nematoda usus yang biasa
dinamakan cacing cemeti atau cambuk, karena tubuhnya
menyerupai cemeti dengan bagian depan yang tipis dan bagian
belakangnya yang jauh lebih tebal. Cacing ini pada umumnya
hidup di sekum manusia, sebagai penyebab Trichuriasis dan
tersebar secara cosmopolitan. Trichuris trichiura adalah cacing
yang relatif sering ditemukan pada manusia, tapi umumnya tidak
begitu berbahaya.
Hospes definitif yaitu manusia dan menyebabkan penyakit
yang disebut trichuriasis, trichocephaliasis atau infeksi cacing
cambuk. Cacing ini pernah ditemukan pada babi dan kera. Cacing
dewasa berhabitat di usus besar seperti Colon dan Caecum (Safar,
2010). Cacing betina berukuran 3,5–5,0 cm dan jantan berukuran
3,0–4,5 cm. Seekor cacing betina dalam satu hari dapat bertelur
3000–4000 butir. Telur cacing ini berbentuk tempayan dengan
semacam tutup yang jernih dan menonjol pada kedua kutub,
besarnya 50 mikron. Telur ini ditanah dengan suhu optimum dalam
waktu 3–6 minggu menjadi matang (infektif) (6)
3. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus
Cacing ini terdapat hampir di seluruh daerah khatulistiwa,
terutama di daerah pertambangan. Frekuensi cacing ini di
Indonesia masih tinggi kira – kira 60–70%, terutama di daerah
pertanian dan pinggir pantai. Cacing ini berhabitat di usus halus
manusia (Safar, 2010) Ancylostoma duodenale ukurannya lebih
besar dari Necator americanus.Cacing betina berukuran 10–13 mm
x 0,6 mm, cacing jantan 8–11 mm x 0,5 mm, bentuknya
menyerupai huruf C. Necator americanus berbentuk huruf S
dimana cacing betina berukuran 9–11 mm x 0,4 mm, cacing jantan
7–9 mm x 0,3 mm. Ancylostoma duodenale betina dalam satu hari
bertelur 10.000 butir sedangkan Necator americanus 9.000 butir.
Telur dari kedua spesies ini tidak dapat dibedakan, ukurannya 40–
60 mikron, bentuk lonjong dengan dinding tipis dan jernih. Telur
ini di tanah pada suhu 0oC dapat hidup dalam waktu 7 hari, pada
suhu 45oC dapat hidup dalam beberapa hari sedangkan pada suhu
optimum 23oC–30oC dalam waktu 24–48 jam telur akan menetas
dan keluar larva rhabditiform yang memakan bahan sisa organik
yang ada di sekitarnya. Karena kedua spesies cacing menghisap
darah hospes, maka infeksi berat yang menahun dapat
menimbulkan anemia. Infeksi ringan tanpa gejala, bila sudah
menahun akan menurunkan daya/presisi kerja.
4. Strongyloides strecolaris
Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini dinamakan
strongiloidasis atau diare kokhin Cina. Strongyloides strecolaris
adalah parasite yang umumnya terdapat di daerah panas. Ciri
khusus cacing ini adalah adanya stadium yang hidup bebas untuk
kelangsungan hidupnya serta memerlukan suhu rata – rata 15oC
(Irianto, 2009). Dalam siklus hidupnya ada dua macam kehidupan
cacing, yaitu (1) hidup bebas di tanah dan (2) hidup sebagai
parasit. Hospesnya adalah manusia dan berhabitat di mukosa epitel
usus halus bagian proksimal. Telur cacing menetas pada usus,
sehingga dalam tinja ditemukan larva rhabditiform dan ditanah
tumbuh menjadi larva filariform. Gejala yang ditimbulkan seperti
rasa terbakar dan menusuk – nusuk di daerah duodenum, dimana
cacing betina bersarang. Pada infeksi berat atau kronis dapat
menimbulkan kematian (6)

2.3 Patogenesis Nemathelminthes dan Platyhelminthes

Parasit adalah organisme yang hidupnya menumpang (mengambil


makanan dan kebutuhan lainnya) dari makhluk hidup lain. Organisme yang
ditumpangi atau mendukung parasit disebut host atau inang atau tuan rumah.
Parasitisme adalah hubungan timbal balik antara satu organisme dengan
organisme lain untuk kelangsungan hidupnya, dimana salah satu organisme
dirugikan oleh organisme lainnya. Parasitologi medis adalah ilmu yang
mempelajari tentang semua organisme parasit pada manusia. Parasit yang
termasuk dalam parasitologi medis ialah protozoa, cacing, dan beberapa
arthropoda. Menurut tempat hidupnya di tubuh manusia, parasit dibedakan
menjadi endoparasit dan ektoparasit.
1. Endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh manusia,
misalnya: di dalam darah, otot dan usus, contohnya Plasmodium sp.
2. Ektoparasit adalah parasit yang hidup menempel pada bagian luar kulit
dan kadang- kadang masuk ke dalam jaringan di bawah kulit, misalnya
Sarcoptes scabei.

Sedangkan menurut (7) tingkat ketergantungannya, parasit dibedakan


menjadi obligat parasit dan fakultatif parasit.
1. Obligat parasit adalah parasit yang tidak bisa hidup bila tidak
menumpang pada host, misalnya Plasmodium spp.
2. Fakultatif parasit adalah parasit yang dalam keadaan tertentu dapat
hidup sendiri di alam, tidak menumpang pada host, misalnya
Strongyloides stercoralis.
3. Parasit tidak permanen adalah parasit yang hidupnya berpindah-
pindah dalam satu tuan rumah ke tuan rumah yang lain. Contoh:
nyamuk, kutu busuk.

Menurut derajad parasitisme, parasit dibagi menjadi:


1. Komensalisme adalah hubungan dimana suatu organisme mendapat
keuntungan dari jasad lain akan tetapi organisme tersebut tidak
dirugikan.
2. Mutualisme adalah hubungan dua jenis organisme yang keduanya
mendapat keuntungan.

3. Simbiosis adalah hubungan permanen antara dua organisme dan


tidak dapat hidup terpisah.
4. Pemangsa (predator) adalah parasit yang membunuh terlebih dahulu
mangsanya dan kemudian memakannya
Sebagian besar parasit yang hidup pada tubuh host tidak menyebabkan
penyakit (parasit non-patogen), namun dalam parasitologi medis kita akan
fokus pada parasit (patogen) yang menyebabkan penyakit pada manusia. Host
(inang) adalah tempat hidup parasit. Ada beberapa macam host, antara lain:
1. Host definitif yaitu host tempat parasit hidup tumbuh menjadi dewasa
dan berkembang biak secara seksual.
2. Host perantara adalah tempat parasit tumbuh menjadi bentuk infektif
yang siap ditukarkan kepada host (manusia).
3. Host reservoir adalah hewan yang mengandung parasit yang menjadi
sumber infeksi bagi manusia.
4. Host paratenik adalah hewan yang mengandung stadium infektif
parasit, dan stadium infektif ini dapat ditularkan menjadi dewasa pada
host definitif.

Hubungan parasit dengan host dan menimbulkan gejala penyakit


disebut infeksi. Penyakit yang disebabkan oleh parasit disebut parasitosis.
Vektor adalah spesies (umumnya serangga) yang dapat menularkan parasit
pada manusia dan hewan (7)
Setelah dijelaskan tentang berbagai jenis hubungan antara host dan
parasit, berikut ini akan diperlihatkan efek yang dibawa parasit ke host dan
reaksi yang berkembang pada tubuh host karena invasi parasit.

1. Pengaruh Parasit pada Host


Kerusakan yang dihasilkan parasit patogenik dalam jaringan host dapat
dijelaskan dalam dua cara berikut, yaitu:
a. Efek langsung parasit terhadap host
cedera mekanik, dapat ditimbulkan oleh tekanan parasit akibat
pertumbuhan yang lebih besar, misalnya: kista hidatidosa menyebabkan
penyumbatan saluran.

efek merusak dari zat beracun pada Plasmodium falciparum,


menghasilkan zat beracun yang dapat menyebabkan kerasnya dan gejala
lainnya.
pengambilan nutrisi, cairan, dan metabolit oleh parasit dapat
menghasilkan penyakit melalui persaingan dengan host untuk mendapatkan
nutrisi.

b. Efek tidak langsung parasit pada host


Reaksi imunologis, kerusakan jaringan dapat disebabkan oleh respons
imunologi host, misalnya: sindrom nefritis setelah infeksi Plasmodium.
Proliferasi berlebihan dari jaringan tertentu karena invasi oleh beberapa
parasit dapat juga menyebabkan kerusakan jaringan pada manusia, misalnya
fibrosis hati setelah pengendapan ovum dari Schistosoma.
Setelah dijelaskan tentang berbagai efek yang dibawa parasit pada
tubuh host karena invasi parasit, berikut ini dijelaskan tentang parasit dalam
kesehatan pada bahasan konsep dasar parasitologi.

2. Penularan Parasit
Penularan parasit tergantung pada sumber atau reservoir infeksi, dan cara
penularannya.
a. Sumber infeksi
1) Manusia
2) Manusia merupakan sumber atau perantara terbesar infeksi parasitik
(contohnya taeniasis, amoebiasis, dan lain-lain). Suatu kondisi
dimana infeksi ditularkan dari satu orang ke orang lain disebut
antroponisis.
3) Hewan
4) Dalam banyak penyakit parasit, hewan berperan sebagai sumber
infeksi. Suatu keadaan dimana infeksi ditularkan dari hewan ke
manusia disebut zoonosis (misalnya, hidatidiasis) (7)

b. Cara Penularan
Penularan parasit dari satu host ke host yang lain, disebabkan oleh
bentuk parasit tertentu dikenal sebagai stadium infeksi. Stadium infeksi pada
berbagai parasit ditularkan dari satu host ke host yang lain dalam beberapa
cara berikut:
1) Rute oral. Konsumsi makanan, air, sayuran atau tempat yang
terkontaminasi oleh stadium infeksi parasit. Cara penularan ini pada
beberapa parasit dikenal sebagai rute fecal oral (misalnya kista Giardia
intestinalis dan Entamoeba histolytica, telur Ascaris lumbricoides, dan
Trichuris trichura.
a) Mengkonsumsi daging mentah atau setengah matang. Infeksi dapat
ditularkan secara oral bila konsumsi daging mentah atau setengah
matang yang mengandung parasit infektif (misalnya: daging babi
mengandung selulosa cysticercus, tahap larva Taenia solium).
b) Mengkonsumsi ikan dan kepiting yang kurang matang atau mentah.
Infeksi juga dapat ditularkan dengan konsumsi ikan dan kepiting
mentah atau setengah matang yang mengandung stadium infektif
parasit (misalnya: kepiting mengandung stadium parasit infektif,
kepiting atau udang air tawar mengandung metasercaria
Paragonimus westermani, ikan mengandung metaserkaria
Clonorchis sinensis, dan lain lain).
c) Mengkonsumsi air mentah atau belum matang. Infeksi dapat
ditularkan lewat makanan mentah atau air belum masak yang
menyembunyikan bentuk parasit infektif (misalnya: air kacang
dada, dll mengandung metaserkaria pada Fasciolopsis buski dan
Fasciola hepatica) (8)

2) Penetrasi kulit dan membran mukosa Infeksi ditransmisikan dengan:


a) Penetrasi kulit oleh larva filaria (filariformy larva) pada
cacing tambang,
Strongyloides stercoralis yang kontak dengan tanah tercemar feces.

b) Tusukan kulit oleh serkaria pada Schistosoma japonicum, S.


Mansoni, dan S. haematobium yang kontak dengan air yang
terinfeksi. Bagian kulit yang dipenetrasi adalah bagian kulit yang
tipis, misalnya: di daerah jari jemari, kulit perianal, dan kulit
perineum.

3) Inokulasi vektor arthropoda


Infeksi juga dapat ditularkan dengan inokulasi ke dalam darah melalui
nyamuk, seperti pada penyakit malaria dan filariasis.

4) Kontak seksual
Trichomoniais dapat ditularkan melalui kontak seksual. Entamoebiasis
dapat ditularkan melalui kontak seksual anal oral, seperti pada kalangan
homoseksual.

3. Parasitologi Medis
Dalam konsep parasitologi medis, setiap parasit penting dibahas tentang
morfologi, distribusi geografis, cara infeksi, siklus hidup, hubungan host/
parasit, patologi dan manifestasi klinis infeksi, diagnosis laboratorium,
pengobatan dan pencegahan/tindakan pengendalian parasit. Berikut ini
disajikan beberapa kriteria tersebut (8)

a. Morfologi
Morfologi meliputi ukuran, bentuk, warna dan posisi organel yang
berbeda dalam parasit pada berbagai tahap perkembangannya. Hal ini penting
dalam diagnosis laboratorium yang membantu untuk mengidentifikasi
berbagai tahap pengembangan dan membedakan antara patogen dan
organisme komensal. Contoh: Entamoeba histolytica dan Entamoeba coli.

b. Distribusi geografis
Beberapa dari parasit banyak ditemukan di daerah tropis. Distribusi
parasit tergantung
pada:
1) Spesifisitas host, misalnya: Ancylostoma duodenale membutuhkan
manusia sebagai host, sementara Ancylostoma caninum membutuhkan
anjing sebagai host.
2) Kebiasaan makan, misalnya konsumsi daging mentah atau kurang
matang atau sayuran predisposisi Taeniasis.
3) Kemudahan parasit melarikan diri dari host, parasit yang dilepaskan
dari tubuh bersama dengan feses dan urin lebih cepat terdistribusi
dibandingkan parasit memerlukan vektor atau kontak cairan tubuh
langsung untuk transmisi.
4) Kondisi lingkungan yang mendukung kelangsungan hidup di luar tubuh
host, yaitu suhu, keberadaan air, kelembaban, dan sebagainya.
5) Adanya host yang sesuai, parasit yang tidak memerlukan host perantara
(vektor) untuk penularan lebih luas didistribusikan daripada parasit
yang membutuhkan vektor.

c. Siklus hidup parasit


Siklus hidup adalah rute yang dilalui oleh parasit dari saat masuk ke
host di dalam host sampai ke luar dari host dan masuk kembali. Suatu parasit
dapat melibatkan satu host atau lebih, melibatkan satu atau lebih sebagai
perantara (intermediate host). Siklus hidup parasit terdiri dari dua fase utama,
fase di dalam tubuh dan fase di luar tubuh manusia. Siklus hidup parasit di
dalam tubuh memberikan informasi tentang gejala dan kelainan akibat infeksi
parasit, serta metode diagnosis dan pemilihan obat yang tepat. Siklus parasit
di luar tubuh, memberikan informasi penting yang berkaitan dengan
epidemiologi, pencegahan, dan pengendalian.

d. Hubungan host-parasit
Infeksi parasit adalah masuknya dan perkembangan suatu parasit
dalam tubuh. Setelah parasit penyebab infeksi masuk ke dalam tubuh host,
parasit bereaksi dengan cara yang berbeda dan bisa mengakibatkan, antara
lain:
1) status carrier-hubungan host-parasit yang sempurna di mana kerusakan
jaringan oleh parasit diseimbangkan dengan perbaikan jaringan host.
Pada titik ini parasit dan host hidup harmonis, yaitu mereka pada
kesetimbangan, host sebagai pembawa parasit.
2) Keadaan penyakit-penyakit terjadi akibat resistensi host yang rendah
atau patogenisitas parasit yang tinggi.
3) Penghancuran parasit-terjadi ketika resistensi host yang tinggi.

e. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium parasitologi dilaksanakan untuk penegakan
diagnosis. Spesimen yang dipilih untuk diagnosis laboratorium antara lain
dapat berupa darah (hapusan darah), feses, urin, sputum, biopsi, cairan
urethra atau vagina tergantung pada parasit penyebab.

f. Pencegahan (preventif)
Beberapa tindakan preventif dapat diambil untuk melawan setiap
parasit penginfeksi manusia. Tindakan ini dirancang untuk memutus rantai
siklus penularan dan merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan
pemberantasan penyakit oleh parasit. Langkah- langkah tersebut meliputi:
1) pengurangan sumber infeksi. Diagnosis dan pengobatan penyakit
parasit
merupakan komponen penting dalam pencegahan terhadap penyebaran
agen penginfeksi.
2) kontrol sanitasi air minuman dan makanan.
3) pembuangan limbah yang tepat.
4) penggunaan insektisida dan bahan kimia lain yang digunakan untuk
mengendalikan populasi vektor.
5) pakaian pelindung yang mencegah vektor hinggap di permukaan
tubuh dan memasukkan patogen selama menghisap darah.
6) kebersihan pribadi yang baik.
7) menghindari praktek seksual yang tidak ama (8)
2.4 Gejala Klinis

Gejala klinis yang timbul dari Parasit Nemathelminthes dan


Platelminthes adalah tergantung dari beratnya infeksi, keadaan umum
penderita, daya tahan, dan kerentanan penderita terhadap infeksi cacing
ini.Penderita Ascariasis tidak akan merasakan gejala dari infeksi ini
(asimptomatik) apabila jumlah cacing sekitar 10-20 ekor didalam tubuh
manusia sehingga baru dapat diketahui jika ada pemeriksaan tinja rutin
ataupun keluarnya cacing dewasa bersama dengan tinja. Gejala klinis yang
timbul bervariasi, bisa dimulai dari gejala yang ringan seperti batuk sampai
dengan yang berat seperti sesak nafas dan perdarahan. Gejala yang timbul
pada penderita Ascariasis berdasarkan migrasi larva dan
perkembangbiakan cacing dewasa, yaitu:
1. Gejala akibat migrasi larva A. lumbricoides

Selama fase migrasi, larva A. lumbricoides di paru penderita akan


membuat perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan batuk
dan demam. Pada foto thorak penderita Ascariasis akan tampak infiltrat
yaitu tanda terjadi pneumonia dan eosinophilia di daerah perifer yang
disebut sebagai sindrom Loeffler. Gambaran tersebut akan menghilang
dalam waktu 3 minggu
2. Gejala akibat cacing dewasa

Selama fase didalam saluran pencernaan, gejala utamanya berasal


dari dalam usus atau migrasi ke dalam lumen usus yang lain atau perforasi
ke dalam peritoneum. Cacing dewasa yang tinggal dilipatan mukosa usus
halus dapat menyebabkan iritasi dengan gejala mual, muntah, dan sakit
perut.

Perforasi cacing dewasa A. lumbricoides ke dalam peritoneum


biasanya menuju ke umbilikus pada anak sedangkan pada dewasa
mengarah ke inguinal. Cacing dewasa A. lumbricoides juga dapat
menyebabkan obstruksi diberbagai tempat termasuk didaerah apendiks
(terjadi apendisitis), di ampula vateri (terjadi pancreatitis haemoragis), dan
di duktus choleduchus terjadi cholesistitis (Zapata dkk, 2007). Anak yang
menderita Ascariasis akan mengalami gangguan gizi akibat malabsorpsi
yang disebabkan oleh cacing dewasa. A. lumbricoides perhari dapat
menyerap 2,8 gram karbohidrat dan 0,7 gram protein, sehingga pada anak-
anak dapat memperlihatkan gejala berupa perut buncit, pucat, lesu, dan
rambut yang jarang.
Penderita Ascariasis juga dapat mengalami alergi yang
berhubungan dengan pelepasan antigen oleh A. lumbricoides dalam darah
dan kemudian merangsang sistem imunologis tubuh sebagai defence
mechanism dengan gejala berupa asma bronkial, urtikaria,
hipereosinofilia, dan sindrom Loeffler. (9)

2.5 Faktor resiko yang Timbul

Berbagai faktor yang mempengaruhi tingginya angka infeksi


cacing di indonesia adalah :
a. Tidak memotong kuku

masih banyak yang membiarkan kukunya panjang sehingga


kotoran masih masih banyak yang menempel yang bisa
mengakibatkan terinfeksi parasit, untuk itu memotong kuku
merupakan kegiatan dalam upaya pencegahan penularan cacing dari
tangan ke mulut.
b. Tidak mencuci tangan

Masih banyak yang kadang-kadang tidak pernah mencuci tangan


dalam kehidupan sehari-harinya padahal hal ini dapat mengi feksi
cacing pada anak,hal ini terjadi apabila anak tidak mencuci tangan
dengan baik maka tangan yang kotor atau yang terkontaminasi dapat
memindahkan bibit penyakit kedalam tubuh.

c. Tidak menggunakan alas kaki

Sering terjadi pada anaka-anak yang bermain di rimah tidak


menggunakan alas kaki hal ini juga dapat mengakibatkan terjadinya infeksi
parasite menyatakan bahwa penularan cacingan melalui tanah sebetulnya
bisa saja terjadi karena cacing yang hidupnya didalam tanah dapat
menembus kulit dan akan mengikuti aliran darah dan masuk ke paru-paru
dan kedalam usus dan akan menjadi cacing dewasa.
d. Faktor lingkungan

Sanitasi lingkungan di tunjukkan dengan banyakknya responden


yang memiliki kebiasaan kadang-kadang dan bahkan tidak melakukan
sanitasi lingkungan dengan baik, sesuai) mengenai penyebaran cacingan
yang paling banyak yang di temukan didaerah dengan kelembapan tinggi.
e. Faktor sanitasi makanan

Bahwa perilaku makan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat


menularkan infeksi cacing misalnya, mengkonsumsi makanan secara
mentah atau setengah matang berupa ikan, daging, sayuran.Serta
penyajian makanan makanan harus memnuhi syarat sanitasi yaitu bebes
dari kontaminasi
f. Faktor sumber air

Air sumur dalam kehidupan sehati-hari sanagat mempengaruhi faktor


terjadinya infeksi cacing,bahwa ada yang membuang tinjanya sembarang
tempat.

g. Sanitasi Lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan salah satu disiplin ilmu
kesehatan masyarakat dan merupakan perluasan dari prinsip-prinsip
hygiene dan sanitasi. Kesehatan lingkungan adalah hubungan timbal balik
antara manusia dengan lingkungannya yang berakibat atau mempengaruhi
derajat kesehatannya, WHO mendefinikan bahwa kesehatan lingkungan
adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan
lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia, keadaan
sehat mencakup manusia seutuhnya dan tidak hanya sehat fisik saja tetapi
juga sehat mental dan hubungan sosial yang optimal di dalam
lingkungannya. Faktor lingkungan yang mempengaruhi status kesehatan
seseorang itu dapat berasal dari lingkungan pemukiman, lingkungan sosial,
lingkungan rekreasi, lingkungan kerja.
Lingkungan Rumah Rumah yang sehat dan layak huni tdak harus
berwujud rumah mewah dan besar namun rumah yang sederhana dapat
juga menjadi rumah yang sehat dan layak dihuni. Rumah sehat adalah
kondisi fisik, kimia, biologi didalam rumah dan perumahan sehingga
memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan
yang optimal. Sanitasi adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang
meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan
mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan
serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia. Sementara itu
sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk
menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang
menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang
memengaruhi derajat kesehatan manusia. Upaya sanitasi dasar meliputi
penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan
sampah (tempat sampah) dan saluran pembuangan air limbah (SPAL).
h. Lingkungan Sekolah
Disamping lingkungan rumah tempat tinggal, anak Sekolah Dasar
juga membutuhkan lingkungan sekolah tempat belajar yang sehat dan baik
untuk perkembangan fisik, mental dan spiritualnya. Sebagian besar waktu
anak sekolah dasar dihabiskan dengan bermain baik di rumah maupun di
sekolah sehingga anak sekolah dasar mempunyai potensi untuk terjangkit
penyakit infeksi kecacingan.
i. Hygiene Perorangan
Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan yang dilakukan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis. Tujuan dari personal hygiene adalah untuk
meningkatkan derajat kesehatan seseorang, memelihara kebersihan diri,
memperbaiki personal higiene yang kurang, mencegah penyakit,
meningkatkan percaya diri dan menciptakan keindahan.
Pada prakteknya upaya hygiene antara lain meminum air yang
sudah direbus sampai mendidih dengan suhu 1000C selama 5 menit,
mandi dua kali sehari agar badan selalu bersih dan segar, mencuci tangan
dengan sabun sebelum memegang makanan, mengambil makanan dengan
memakai alat seperti sendok atau penjepit dan menjaga kebersihan kuku
serta memotongnya apabila panjang. Kuku yang terawat dan bersih juga
merupakan cerminan kepribadian seseorang, kuku yang panjang dan tidak
terawat akan menjadi tempat melekatnya berbagai kotoran yang
mengandung berbagai bahan dan mikroorganisme diantaranya bakteri dan
telur cacing. Penularan kecacingan diantaranya melalui tangan yang kotor,
kuku yang kotor yang kemungkinan terselip telur cacing akan tertelan
ketika dimakan, hal ini diperparah lagi apabila tidak terbiasa mencuci
tangan memakai sabun sebelum makan.
j. Perilaku
Perilaku dapat diukur dengan cara mengukur unsur-unsur perilaku
dimana salah satu adalah pengetahuan, dengan cara memperoleh data atau
informasi tentang indikator-indikator pengetahuan tersebut. Untuk dapat
menentukan tingkat pengetahuan terhadap sanitasi lingkungan dilakukan
melalui wawancara (9)

2.6 Pencegahan terhadap Penyakit dari Nemathelminthes dan


Platyhelminthes
Penularan dari Nemathelminthes dan Platyhelminthes dapat
terjadi secara oral, maka sebagai pencegahannya menghindarkan tangan
dalam keadaan kotor, karena kemungkinkan adanya kontaminasi dari
telur-telur Nematoda usus, dan membiasakan mencuci tangan sebelum
makan. Menghidarkan sayuran yang mentah yang tidak dimasak terlebih
dahulu dan jangan membiarkan makanan terbuka begitu saja, sehingga
debu-debu yang beterbangan dapat mengkontaminasi makanan tersebut
ataupun dihinggapi serangga di mana terbawa telur-telur tersebut. Untuk
menekan volume dan lokasi dari aliran telur-telur melalui jalan ke
penduduk, maka pencegahannya dengan mengadakan penyaluran
pembuangan feses yang teratur dan sesuai dengan syarat pembuangan
kotoran yang memenuhi aturan kesehatan dan tidak boleh mengotori air
permukaan, untuk mencegah agar tanah tidak terkontaminasi telur-telur
Ascaris lumbricoides. Mengingat prevalensi yang tinggi pada golongan
anak-anak maka perlu diadakan pendidikan di sekolah-sekolah mengenai
cacing Ascaris lumbricoides. Dan dianjurkan untuk membiasakan
mencuci tangan sebelum makan, mencuci makanan dan memasaknya
dengan baik, memakai alas kaki terutama di luar rumah (10)
Ada baiknya di desa-desa diberi pendidikan dengan cara peragaan
secara audio visual, sehingga dengan cara ini mudah dapat dimengerti oleh
mereka. Untuk melengkapi hal di atas perlu ditambah dangan penyediaan
sarana air minum dan jamban keluarga, sehingga sebagaimana telah
menjadi program nasional, rehabilitasi sarana perumahan juga merupakan
salah satu perbaikan keadaan sosial-ekonomi yang menjurus kepada
perbaikan hygine dan sanitasi. Cara-cara perbaikan tersebut adalah sebagai
berikut : Buang air selalu di jamban dan menggunakan air untuk
membersihkannya. Memakan makanan yang sudah dicuci dan dipanaskan
serta menggunakan sendok garpu dalam waktu makan dapat mencegah
infeksi oleh telur cacing. Anak-anak dianjurkan tidak bermain di tanah
yang lembap dan kotor. Halaman rumah selalu dibersihkan (10)
Pencegahan penularan trikuriasis dilakukan melalui pengobatan
penderita atau pengobatan massal untuk terapi pencegahan terhadap
terjadinya reinfeksi di daerah endemis. Memperbaiki hiegine sanitasi
perorangan dan lingkungan, agar tidak terjadi pencemaran lingkungan
oleh tinja penderita, misalnya membuat WC atau jamban yang baik di
setiap rumah. Memasak makanan dan minuman dengan baik dapat
membunuh telur infektif cacing.

Karena kebanyakan platyhelminthes hidup sebagai parasit, pada


umunya filum ini akan merugikan manusia, selain manusia, ada pula
cacing pita inag domba dan anjing, dulu amat banyak orang-orang cina,
jepang dan korea yang menderita karena penyakit parasit, clonorchis,
disamping belum berkembang ilmu kesehatan, maka mereka juga
suka makan ikan mentah atau setengah matang (11)
Usaha-usaha untuk mencegah infeksi cacing pita pada manusia
dan pada inag lain biasanya dengan memutuskan daur cacing pita, baik
dengan cara mencegah jangan sampai inang perantara terkena infeksi
maupun dengan jalan mencegah jangan sampai inag sendiri terkjena
infeksi, selain itu juga pembuangan tinja manusia perlu diatur menurut
syarat-syarat kesehatan sehingga tidak memungkinkan heksakan yang
keluar bersama tinja-tinja itu sampai tertelan babi, sementara itu semua
daging babi, sapid an ikan yang mungkin mengandung sisteserkus harus
dimask sebaik-baiknya oleh manusia.
Di daerah endemis Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus penduduk sering mengalami feinfeksi. Infesi baru maupun
reinfeksi dapat dicegah dengan memberikan obat cacing kepada penderita
dan sebaiknya juga dilakukan pengobatan masal pada seluruh pendudukdi
daerah endemis. Pendidikan kesehatan diberikan pada penduduk untuk
membuat jamban pembuangan tinja (WC) yang baik untuk mencegah
pencemaran tanah, dan jika berjalan di tanah selalu menggunakan alas
kaki untuk mencegah terjadinya infeksi pada kulit oleh larva filariform
cacing tambang (11)
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003
tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran,
penjamah makanan adalah orang yang secara langsung mengelola
makanan. Budaya praktek higiene perorangan sangat besar peranannya
dalam menentukan tingkat pencemaran mikroba dalam makanan. Suatu
contoh kebiasaan baik yang jarang dimiliki oleh anggota keluarga adalah
kebiasaan sering mencuci tangan apalagi dengan sabun dan desinfektan.
Kebersihan tangan yang dicuci dengan baik menekan jumlah kontaminasi
kuman dan mikroba lain. Masalah kebersihan memang erat dengan
kondisi ekonomi. Terlalu banyak cuci tangan, “banyak buang air dan
sabun”. Yang sering merupakan komoditi langka di beberapa daerah
kumuh dan miskin.
Bahan pangan yang mengalami kontak atau bersentuhan dengan
tangan manusia baik selama dipanen, disimpan, disiapkan maupun
dihidangkan, sangat perlu diperhatikan bahwa para karyawan yang
menangani bahan-bahan pangan tersebut bebas dari kuman-kuman
penyakit. Karena dengan demikian karyawankaryawan tersebut akan
menjadi sumber penularan ke dalam bahan pangan, sehingga akan
menyebarkan penyakit kepada orang yang mengkonsumsi makanan
tersebut. Menurut Kepmenkes RI Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2011,
Hygiene Sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor
risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal dari
bahan makanan, orang, tempat dan peralatan agar aman dikonsumsi.
Dalam mengembangkan kuliner Indonesia yang masih harus mula- mula
dilakukan adalah penambahan kebiasaan dan praktek sanitasi dan higiene.
Sanitasi higiene pangan banyak kaitannya dengan kebersihan dalam tahap
produksi, persiapan dan penyimpanan serta penyajian makanan dan air.
Secara khusus perlu ditekankan pada tahap dari persiapan. Beberapa
pokok yang memerlukan perhatian khusus untuk benar-benar menjamin
agar makanan dikonsumsi adalah penyediaan air yang bersih dan aman,
pemilihan bahan- bahan yang mentah bermutu tinggi, cara-cara
penanganan yang higienis untuk menghindari masuknya mikroba
pembusuk dan mikroba patogen baik selama tahap persiapan maupun pada
tahap penyajian. Di samping itu, seluruh peralatan yang akan digunakan
dan bersentuhan dengan bahan pangan harus dijaga agar dalam keadaan
yang sangat bersih. Lingkungan tempat kerja harus bersih dengan ventilasi
yang baik. Di samping harus tersedia cara yang baik serta aman bagi
pembuangan sampah dan sisa-sisa bahan pangan lainnya (12)
Masalah utama yang perlu mendapat perhatian adalah masalah
higienis dan sanitasi serta daya tahan dan kurang praktisnya dalam
persiapan. Untuk meningkatkan derajat makanan tradisional yang perlu
mendapat perhatian bukan saja rasa tetapi juga keamanan bagi konsumen.
Kontaminasi dan terjadinya kasus keracunan makanan yang disajikan
kepada wisatawan akan merusak citra seluruh program pariwisata
Indonesia. Proses sanitasi pangan banyak kaitannya dengan
kebersihan/higiene dari bahan mentah, pada tahap pengolahan,
penyimpanan dan penyajian hidangan. Dalam hal ini yang perlu mendapat
perhatian adalah suplai air bersih, pemilihan bahan yang baik, serta
prektek higiene yang tertib dalam pengolahan. Secara idealnya, seluruh
peralatan dan bahan kemas yang akan bersentuhan dengan bahan pangan
harus selalu dijaga sebersih mungkin. Tetapi dengan kondisi lingkungan
serta keterbatasan air bersih, hal itu nampaknya masih sulit diterapkan.
Berbagai peralatan yang biasanya tinggi potensinya sebagai kontaminan
mikroba pembusuk adalah alatalat pengaduk, blender, talenan di mana
berbagai mikroba tersangkut di selasela permukaan peralatan tersebut (12)
Air merupakan komoditi yang sangat penting untuk persiapan
bahan pangan. Air juga digunakan untuk mencuci bahan pangan sebelum
dimasak, dan bahkan sering digunakan sebagai medium untuk memasak,
dan bahkan sering digunakan sebagai medium untuk memasak. Di
samping itu air juga diperlukan untuk membersihkan alat sebelum dan
sesudah persiapan dan pengolahan. Pencemaran makanan dapat terjadi
bila air yang digunakan untuk pencucian dan pembersihan bukan air
bersih atau air minum, tanah yang melekat pada bahan pangan tidak secara
sempurna dihilangkan, baik wadah atau alat pemasak baik untuk
menyimpan maupun mengolah tidak bersih, karyawan-karyawan yang
menangani bahan pangan mempunyai kebiasaan yang higienis, dan
karyawan yang menangani bahan pangan, menderita penyakit menular.
Lingkungan yang tercemar, kurangnya persediaan air bersih yang aman
dan sanitasi yang buruk memperbesar kemungkinan terjadinya
kontaminasi makanan. Jika kondisi lingkungan tercemar dan makanan
kemungkinan juga terkontaminasi, maka pendidikan bagi konsumen dan
penjamah makanan agar mereka dapat mengambil langkah-langkah
khusus untuk mempertahankan keamanan makanan (termasuk air minum)
menjadi semakin penting. Menurut Departemen Pertanian RI, prosedur
pencucian sayuran adalah dicuci dengan air mengalir yang bersih lalu
direndam pada larutan sanitizer selama kurang lebih 4 menit lalu dibilas
dan ditiriskan. Selain cara pencucian, hal yang perlu diperhatikan dalam
menangani sayuran adalah higiene sanitasi penjamah makanan dan
lingkungan. Kontaminasi silang dapat terjadi apabila penjamah makanan
tidak menjaga kebersihan (12)
BAB III

KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan

Kata parasitologi berasal dari kata parasitos yang berarti jasad yang


mengambil makanan, dan logos yang berarti ilmu. Berdasarkan
istilah, parasitologi adalah ilmu yang mempelajari organisme yang hidup
untuk sementara ataupun tetap di dalam atau pada permukaan organisme lain
untuk mengambil makanan sebagian atau seluruhnya dari organisme tersebut.

Protozoologi adalah ilmu yang berisi kajian tentang hewan bersel satu
yang hidup sebagai parasit pada manusia. Sedangkan protozoa adalah hewan
bersel satu yang dapat hidup secara mandiri atau berkelompok.
Helmintologi kedokteran adalah ilmu yang berisi kajian tentang parasit
yang hidup pada manusia yang berupa cacing. Berdasrkan taksonomi, parasit
cacing yang hidup pada manusia dibagi menjadi dua
yaitu nemathelmintes dan Platyhelminthes.

3.2  Saran

Terhadap akibat dari gangguan parasit terhadap kesejahteraan manusia,


maka perlu dilakukan usaha pencegahan dan pengendalian penyakitnya. Maka
dari itu, sangat diperlukan suatu pengetahuan tentang kehidupan organisme
parasit yang bersangkutan selengkapnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Darusman HS. Konsep dasar Parasitologi dan Mikrobiologi. Kebijak J Ilmu


Adm. 2020;11(1).

2. Shanan S, Abd H, Bayoumi M, Saeed A, Sandström G. Prevalence of


protozoa species in drinking and environmental water sources in Sudan.
Biomed Res Int. 2015;2015.

3. Tombariri K, Minahasa K, Luis R, Tuda JSB, Sorisi A. Kecacingan usus


pada anak sekolah dasar di Tanawangko. J e-Biomedik. 2016;4(2):2–5.

4. Hajissa K, Islam MA, Sanyang AM, Mohamed Z. Prevalence of intestinal


protozoan parasites among school children in africa: A systematic review
and meta-analysis. PLoS Negl Trop Dis [Internet]. 2022;16(2):1–20.
Available from: http://dx.doi.org/10.1371/journal.pntd.0009971

5. Harmah, Darsiani, Arbit IS. Prevalensi Endoparasit Pada Lambung Dan


Usus Ikan Gabus (Channa striata). J Ilm Samudra Akuatika. 2018;2(2):1–8.

6. Yani Suryani. Mikrobiology of earth. 2021;3(2):6.

7. Taupiqurrahman Opik SY. Mikrobiologi Dasar [Internet]. Universitas


Kanjuruan Malang. 2016. 115 p. Available from:
repository.unikama.ac.id/656/1/BUKU AJAR MIKROBIOLOGI.pdf

8. Agustina D. Dasar Biomedik 3. Fak Kesehat Masy Univ Islam Negeri


Sumatera Utara. 2020;5–48.

9. Sri Maya N. Zoologi Invertebrata. Vol. 53, Widina Bhakti Persada


Bandung. 2020. 1689–1699 p.

10. Prasetyo HN, Prasetyo H. Prevalence of Intestinal Helminthiasis in


Children At North Keputran Surabaya At 2017. J Vocat Heal Stud
[Internet]. 2018;1(3):117. Available from:
file:///C:/Users/User/Downloads/jvhs,
+Journal+of+VHS+Vol+1+No+3+Maret+2018_Koreksi+5_2_6.pdf

11. Winerungan CC, Sorisi AMH, Wahongan GJP. Infeksi Parasit Usus pada
Penduduk di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sumompo Kota Manado. J
Biomedik Jbm. 2020;12(1):61–7.

12. Poulin R. The rise of ecological parasitology: twelve landmark advances


that changed its history. Int J Parasitol [Internet]. 2021;51(13–14):1073–84.
Available from: https://doi.org/10.1016/j.ijpara.2021.07.001

Anda mungkin juga menyukai