Disusun Oleh :
Oleh :
Pembimbing
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana faktor asupan makanan pada pasien dengan penyakit kusta ?
2. Bagaimana hubungan riwayat gizi dengan kejadian kusta di kabupaten Mojokerto ?
Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui faktor asupan makanan pada pasien dengan penyakit kusta
b. Untuk mengetahui bagaimana hubungan riwayat gizi dengan kejadian kusta di
kabupaten Mojokerto
Manfaat Praktis
Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan masyarakat dapat melakukan pencegahan
terhadap penyakit kusta.
2
dengan kejadian
kusta dengan nilai p
( 0.000; a = < 0.05 )
dan terakhir terdapat
hubungan bermakna
antara riwayat gizi
dengan kejadian
kusta dengan nilai p
( 0.000; a = < 0.05).
CRISTINO ROSA STUDI KASUS Jenis Penulisan ini Masalah
“ASUHAN adalah kualitatif, keperawatan
KEPERAWATAN dengan pendekatan didapatkan pada Nn.
PADA NN M. T. studi kasus, M. T. adalah Nyeri
DENGAN KUSTA sedangkan akut, kerusakan
DI PUSKESMAS rancangan integritas kulit,
PENFUI KOTA penelitiannya adalah gangguan citra
KUPANG” rancangan deskriptif tubuh, kurang
Studi kasus asuhan pengetahuan dan
keperawatan pada resiko penularan.,
Nn. M. T. Dengan yang dirawat selama
Kusta di Puskesmas 3 hari dengan
Penfui, Kota melakukan teknik
Kupang. relakasasi untuk
mengatasi masalah
nyeri, rawat luka
untuk mengatasi
kerusakan integritas
kulit dan belum
teratasi.
Hairil Akbar FAKTOR RISIKO Jenis Hasil penelitian ini
KEJADIAN penelitian sejalan dengan Nisa
KUSTA DI observasional dan Lilis (2016) di
WILAYAH KERJA analitik dengan Kabupaten Pasuruan
PUSKESMAS pendekatan case bahwa higiene
JUNTINYUAT control. perorangan anak
yang meliputi
kebersihan badan
dan rambut anak
serta kebersihan
handuk anak
berhubungan dengan
kejadian kusta anak
di Kabupaten
Pasuruan
Yulia Cicilia ASUPAN Jenis penelitian yang Hasil penelitian ini
MAKANAN DAN digunakan adalah menunjukkan bahwa
STATUS GIZI penelitian deskriptif. dari 30 responden,
PENDERITA tidak ada responden
KUSTA RFT yang memiliki
(RELEASE FROM asupan energi,
3
TREATMENT) DI karbohidrat, dan
RT.2 RW.2 lemak yang cukup.
KELURAHAN Asupan protein
TAMALANREA responden yang
JAYA MAKASSAR memiliki asupan
protein cukup
sebanyak 8 orang
(26,7%) dan yang
kurang sebanyak 22
orang (73,3%).
Sedangkan status
gizi responden
terdapat yang
berstatus gizi normal
sebanyak 14 (53,3%)
dan tidak normal
(kurus) sebanyak 16
orang (46,7%).
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1) Penularan terjadi dari penderita kusta yang tidak diobati ke orang lain dengan
kontak lama melalui pernafasan.
2) Kontak langsung yang lama dan erat melalui kulit.
3) Tidak semua orang dapat tertular penyakit kusta, hanya sebagian kecil saja
(sekitar 5%) yang tertular kusta.
4) Jadi dapat dikatakan bahwa penyakit kusta adalah penyakit menular yang sulit
menular.
5) Kemungkinan anggota keluarga dapat tertular kalau penderita tidak berobat
oleh karena itu seluruh anggota keluarga harus diperiksa (Widoyono, 2008).
5
2.4 Faktor Asupan Makanan Kusta
Menurut The American Heritage Dictionary, Perilaku asupan makanan sama
dengan “kebiasaan makan” yaitu tindakan manusia terhadap makanan yang
dipengaruhi oleh pengetahuan, perasaan dan persepsi tentang hal itu (Khumaidi,
1994 dalam Nurmi Rahmita 2002). Konsumsi makanan adalah jumlah total dari
makanan yang tersedia untuk dikonsumsi (Hadju,1997).
Perilaku itu sendiri dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi
manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
perilaku dibedakan menjadi dua, yaitu faktor intern dan faktor ekstern
(Notoatmodjo, 1993).
Intake makanan adalah semua makanan dan minuman dimakan dan diminum
(Masuk kedalam tubuh) seseorang dalam jangka waktu tertentu, biasanya 24 jam.
(Soeharjo,dkk,1986).
Asupan makanan merupakan faktor yang secara langsung berpengaruh
terhadap status gizi, rendahnya konsumsi atau tidak seimbangnya makanan bergizi
yang dikonsumsi mengakibatkan kurang gizi, pertumbuhan terhambat dan dapat
menimbulkan berbagai penyakit. Kualitas makanan yang rendah dapat
mempengaruhi risiko kusta yang lebih tinggi karena rendahnya asupan
antioksidan yang mengganggu imunitas tubuh melawan M. Leprae.
2.5 Faktor Gizi
Kusta merupakan penyakit yang melibatkan sistem imun, dimana kerja sistem
imun dipengaruhi oleh asupan gizi dan nutrisi, hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan menurut Departemen Kesehatan RI (2006) bahwa pada prinsipnya
ada hubungan yang sinergis antara status gizi dengan kejadian infeksi suatu
penyakit. Infeksi dapat menyebabkan status gizi seseorang menjadi buruk, sedang
nutrisi yang buruk dapat meraperberat kejadian suatu penyakit. Salah satu faktor
yang mempengaruhi status gizi adalah asupan makanan, pada orang yang
terinfeksi tubuhnya akan mengalami defisiensi gizi hal ini diakibatkan oleh
asupan gizi yang tidak mencukupi sehingga tubuh akan melakukan katabolisme
besar-besaran sehingga memperburuk kerja dari tubuh untuk mengatasi infeksi.
Pada penularan infeksi penyakit kusta diketahui faktor nutrisi memiliki peran
yang sangat penting. Secara umum diterima baliwa gizi merupakan salah satu
determinan penting respons imunitas. Penelitian epidemiologis dan klinis
menunjukkan bahwa kekurangan gizi menghambat respons imunitas dan
meningkatkan risiko penyakit infeksi. Sanitasi dan higiene perorangan yang
buruk, kepadatan penduduk yang tinggi, kontaminasi pangan dan air, dan
pengetahuan gizi yang tidak memadai berkontribusi terhadap kerentanan terhadap
penyakit infeksi. Berbagai penelitian yang dilakukan selama kurun waktu 35
tahun yang lalu membuktikan bahwa gangguan imunitas adalah suatu faktor
antara (intermediate factor) kaitan gizi dengan penyakit infeksi sebagai contoh.
kekurangan energi protein (KEP) berkaitan dengan gangguan imunitas
berperantara sel (celUmediatedimmunity), fungsi fagosit, sistem komplemen,
sekresi antibodi imunoglobulin A, dan produksi sitokin (cytokines). Kekurangan
zat gizi lunggal, seperti seng, selenium, besi, tembaga, vitamin A, vitamin C,
6
vitamin E, vitamin B6, dan asam folat juga dapat memperburuk respons imunitas.
Selain itu, kelebihan zat gizi atau obesitas juga menurunkan imunitas (Chandra,
1997) pada umumnya dampak kekurangan gizi pada penyakit infeksi dikaitkan
dengan menurunnya fungsi imunitas tubuh. Kekurangan energi-protein, misalnya,
antara Iain, menyebabkan penurunan pada proliferasi limfosit, produksi sitokin,
dan respons antibodi terhadap vaksin (Lesourd, 1997).
7
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
A. Dasar Variabel Yang Diteliti
Pada masa sulit seperti ini, tingkat kesehatan sangat penting. Terutama bagi masyarakat pada
umumnya, karena masyarakat merupakan sumber daya manusia menjadi tumpuan harapan bagi
kelangsungan hidup bangsa kita. Begitupula bagi kelompok para penderita kusta ini, mereka perlu
mendapat perhatian yang serius karena berhubungan denga status gizi mereka yang pada akhirnya
berdampak pada kondisi kesehatan mereka sendiri.
1. Konsumsi Makanan
a. Konsumsi Energi
Energi merupakan kapasitas untuk melakukan pekerjaan atau kegiatan. Adanya kebiasaan
makan dan mengkonsumsi energi yang kurang atau yang lebih banyak dari kebutuhan akan
mempengaruhi kapasitas kita untuk melakukan kegiatan.
b. Konsumsi Karbohidrat
Karbohidrat merupakan zat gizi utama sebagai sumber energi bagi tubuh, terpenuhunya
kebutuhan tubuh akan menentukan jumlah energi yang tersedia bagi tubuh setiap hari (Suyatmi M
dalam Ika Dwi Sartika, 2006). Karbohidrat dalam tubuh terutama berfungsi dalam bentuknya sebagai
glukosa, walaupun ada beberapa diantaranya berpeerang sebagai zat pembangun. Karbohidrat adalah
sumber energy utama, setiap gramnya menghasilkan 4 kkal (Hadju, 2001).
c. Konsumsi Protein
Protein adalah zat gizi yang didalam tubuh berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur.
Fungsi utama protein adalah untuk pertunbuhan, akan tetapi bila tubuh kekeurangan zat energi, fungsi
protein adalah untuk menghasilkan energi atau untuk membentuk glukosa akan didahulukan.
d. Konsumsi Lemak
Lemak merupakan zat gizi yang padat kalori, dimana setiap gram lemah mengandung energi
sebesar 9 kkal/gram. Lemak yang terdapat dalam makanan berguna untuk meningkatkan jumlah
energy membantu penyerapak vitamin A, D, E, K serta menambah lezatnya hidangan (Hadju, dalam
Nursiah Khalik, 2003).
B. Pola Fikir Variabel yang Diteliti
Berdasarkan dasar pemikiran variable yang telah diuraikan sebelumnya, maka pola pikir
variabel yang diteliti sebagai berikut :
Konsumsi makanan :
8
Keterangan :
: Variabel independen
: Variabel dependen
9
BAB IV
METODE PENELITIAN
Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan Data
10
4.6 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Cara Pengukuran Variabel
4.6.1 Variabel Bebas
Variabel bebas atau variabel independent adalah variabel yang mempengaruhi hasil
penelitian. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor asupan makanan.
4.6.2 Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dapat dipengaruhi variabel lain. Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah kejadian kusta di kabupaten Mojokerto.
4.6.3 Definisi Operasional
1. Konsumsi makanan adalah semua makanan dan diminum yang dikonsumsi oleh
responden dengan metode recall 24 jam dan food frequency.
a. Konsumsi energi adalah jumlah energi yang dikonsumsi masyarakat berdasarkan
kecukupan gizi yang dianjurkan.
b. Konsumsi karbohidrat adalah jumlah karbohidrat yang dikonsumsi oleh masyarakat
berdasarkan kecukupan gizi yang dianjurkan (WHO, 1990).
c. Konsumsi protein adalah jumlah protein yang dikonsumsi oleh masyarakat
berdasarkan kecukupan gizi yang dianjurkan.
d. Konsumsi lemak adalah jumlah lemak yang dikonsumsi masyarakat berdasarkan
angka kecukupan gizi.
4.7 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dengan populasi adalah 10 responden di kampung baru
(desa Sumberglagah) kecamatan Pacet kabupaten Mojokerto, dan besar sampel ditarik secara
purposive sampling dengan kriteria sampel adalah adalah penderita kusta yang bertempat
tinggal di lokasi penelitian dan bersedia diwawancarai. Pengumpulan data dengan
menggunakan instrumen berupa lembar recall makanan 24 jam.
4.8 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputerisasi Program SPSS
(Statistic Package For Social Science) versi 21 jenis program analisis deskriptif dan analisis
cross table. Analisis deskriptif adalah suatu analisis yang ditujukan untuk menghasilkan tabel
frekuensi dari variable independent dan variable dependent atau disebut juga analisis
bivariate. Adapun langkah-langkah pengolahan data dilakukan sebagai berikut :
1. Editing
Pada tahap ini dilakukan dengan tujuan agar data yang diperoleh merupakan
informasi yang benar. Pada tahap ini dilakukan dengan memperhatikan kelengkapan
data primer yang diperoleh dari hasil data primer serta didukung oleh data sekunder.
2. Tabulasi
11
Pada tahap ini data yang sudah diolah dengan komputer program SPSS versi 21
jenis program analisis deskriptif dan analisis cross table dan disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi yang disertai dengan narasi dan pembahasan.
12