Anda di halaman 1dari 27

JOURNAL READING

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RUAM POPOK


PADA BAYI BARU LAHIR
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Asuhan Kebidanan Fisiologi Holistik Pada
Neonatus, Bayi, Balita dan anak Pra Sekolah

Oleh:

JULIANA SAGALA
NIM: P07524722014

PEMBIMBING INSTITUSI
Arihta Sembiring, SST, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES
KEMENKES MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Journal Reading
dalam Asuhan Kebidanan pada Bayi dengan Diaper Rush (Ruam popok) ini dengan
baik. Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dosen pengampu Ibu Arihta Sembiring, SST, M.Kes yang
telah membimbing selama ini.
Penulis juga mengakui bahwa dalam proses penulisan Journal Reading ini,
masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki.
Dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka
menerima masukan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dan
penyempurnaan makalah ini dikemudian hari.
Akhirnya penulis berharap, makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca. Dan dapat memberikan kontribusi yang positif serta bermakna dalam
proses perkuliahan Profesi Kebidanan.

Medan, N o v 2022

Juliana Sagala

i
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan .......................................................................................
Daftar Isi..........................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
A. Judul ( Jurnal yang dilaporkan).........................................................1
B. Abstrak................................................................................................1
C. Latar Belakang....................................................................................2
D. Metodologi..........................................................................................2
E. Hasil dan pembahasan penelitian........................................................3
F. Kesimpulan dan Saran........................................................................4
BAB II Telaah Jurnal
A. Judul Jurnal.........................................................................................5
B. Abstrak................................................................................................5
C. Latar Belakang....................................................................................5
D. Metodologi..........................................................................................5
E. Hasil dan Pembahasan/Diskusi...........................................................5
F. Kesimpulan.........................................................................................6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi...............................................................................................7
B. Etiologi...............................................................................................7
C. Patofisiologi........................................................................................9
D. Tanda dan Gejala..............................................................................10
E. Penatalaksanaan................................................................................10
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................13
B. Saran.................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Judul
Judul artikel yang saya telaah ditulis oleh Anik Rustiyaningsih, Yeni Rustina,
Tuti Nuraini mengenai “Faktor Yang Berhubungan Dengan Ruam Popok Pada
Bayi Baru Lahir”.
B. Abstrak
Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian ruam popok pada bayi baru lahir di
ruang perinatal sebuah rumah sakit rujukan di Jakarta, Indonesia. Metode:
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan metode survey.
Sampel (n=95) dipilih menggunakan teknik consecutive sampling. Kejadian
ruam popok diobservasi menggunakan instrumen DDSIS (Diaper Dermatitis
Severity Index Score). Instrumen dijamin validitas isinya dengan konsultasi ahli.
Uji validitas konstruk dengan statistik korelasi Pearson Product Moment. Nilai
korelasi antar item tiap sub skala DDSIS yaitu eritema/kemerahan (r=0,767),
papula/pustula (r=0,733) dan erosi (r=0,711) lebih besar dari r tabel (r=0,2017).
Uji reliabilitas didapatkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,77. Nilai Kappa
untuk uji inter-rater reliability oleh dua orang observer yaitu 0,95. Analisis
multivariat yang digunakan adalah regresi logistik ganda. Hasil: Ada dua faktor
yang berhubungan dengan kejadian ruam popok yaitu infeksi mikroorganisme
(p- value=0,015; OR=7,6) dan lama hari rawat (p-value=0,012; OR=3,9). Faktor
yang paling dominan adalah infeksi mikroorganisme. Diskusi: Bayi baru lahir
dengan diagnosis penyakit infeksi dan dirawat delapan hari atau lebih memiliki
risiko yang lebih tinggi terhadap kejadian ruam popok. Kesimpulan: Hasil
penelitian ini mengindikasikan perlunya evaluasi kembali pelaksanaan Universal
Standard Precaution di rumah sakit.
Kata kunci: ruam popok, DDSIS (Diaper Dermatitis Severity Index Score), bayi
baru lahir, rumah sakit, faktor risiko

1
C. Latar Belakang

Bayi baru lahir adalah bayi usia 0–28 hari. Lapisan penghalang (barrier) pada
kulit bayi belum terbentuk sempurna sampai usia satu tahun, yang berarti
menyebabkan perlunya perlindungan dalam hal distribusi dan pengangkutan air
melalui permukaan kulit. Apabila terkena gesekan, urin, atau feses akan
menyebabkan kulit bayi lebih mudah lecet dan secara umum berkontribusi terhadap
kejadian ruam popok (Jackson, 2008).
Ruam popok (diaper rash, napkin dermatitis, nappy rash) atau diaper
dermatitis secara umum digunakan untuk mendiskripsikan beberapa kerusakan dan
peradangan kulit pada daerah sekitar popok (diaper). Laporan mengenai insidensi
dan umur terjadinya serangan sangat bervariasi,
berhubungandenganperbedaanpenggunaan diaper, toilet training, kebersihan, dan usia
anak. Prevalensi ruam popok pada bayi berkisar antara 7–35% dan dapat terjadi pada
awal usia satu minggu (Horii & Prossick, 2012). Insiden meningkat tiga kali lipat
pada kejadian diare (Mersch & Shiel, 2012). Di Indonesia laporan mengenai angka
kejadian ruam popok khususnya pada bayi baru lahir yang akurat belum tersedia.
Terdapat banyak faktor yang berisiko terhadap kejadian ruam popok. Visscher
(2009) menyebutkan faktor-faktor tersebut diantaranya adalah meningkatnya hidrasi
kulit, kontak dengan iritan kulit (urin, feses, enzimdalamfeses, garam empedu),
gesekan mekanik (kulit dengan kulit, popok dengan kulit), pH kulit, status gizi dan
diet (komposisi fekal), usia kehamilan, penggunaan terapi antibiotik, adanya diare
dan kondisi medis.
Ruam popok sering membuat bayi tidak nyaman. Rasa gatal, perih, risih dan
kadang terasa sakit menyebabkan bayi gelisah dan rewel. Pengetahuan tentang
faktor-faktor risiko ruam popok diperlukan untuk dapat meminimalkan atau
menangani masalah ruam popok.

D. Metodologi

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan desain cross-
sectional. Penelitian ini mengikutsertakan 95 responden bayi baru lahir yang
menggunakan popokdan dirawatlebihdaritigaharidiruang perinatologi sebuah rumah
sakit rujukan di Jakarta, Indonesia. Data didapatkan dari rekam medis dan
observasi. Data yang diperoleh dari rekam medis berupa data demografi danfaktor-
faktor risiko ruam popok (usia gestasi, diet bayi, frekuensi Buang Air Besar (BAB),
jenis popok, frekuensi mandi, frekuensi penggantian popok, waktu bebas popok,
penggunaan antibiotik, penggunaan krim popok, penggunaan alat pembersih popok,
riwayat alergi, lama hari rawat, dan infeksi kuman/mikroorganisme). Data yang
diperoleh dari observasi adalah data ruam popok. Observasi dilakukan oleh dua
orang

2
observer termasuk peneliti yang sudah dilakukan penyamaan persepsi dan inter-
rater reliability.
DDSIS (Diaper Dermatitis Severity Index Score) digunakan untuk menilai
derajat keparahan ruam popok (skor 0-8). Derajat ruam ini dibedakan menjadi tidak
ada ruam (skor 0), ruam ringan (skor 1-2), ruam sedang (skor 3-4) dan ruam berat
(skor 5-8) (Mantoya, 2008). Uji validitas instrumen penelitian dilakukan melalui
expert judgment untuk validitas isi, dan Pearson Product Moment untuk validitas
konstruk yang menunjukkan nilai koefisien korelasi eritema/kemerahan (r=0,767),
papula/pustula (r=0,733) dan erosi (r=0,711). Ketiga nilai r tersebut berada di atas
nilai r tabel (r=0,2017) untuk n=95 (uji terpakai). Uji reliabilitas DDSIS
menunjukkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,77. Diperkuat dengan nilai Kappa
untuk uji inter-rater reliability yang dilakukan oleh dua orang rater yaitu 0,95. Hasil
ini menunjukkan DDSIS valid dan reliabel untuk mengukur ruam popok dan
derajatnya. Penelitian ini mendapatkan Ethical Clearance dari Komite Etik
Penelitian Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia No. 73/H2.F12.D/
HKP.02.04/2013.

E. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini dijelaskan pada tabel 1 sampai dengan tabel 5. Tabel 1
menunjukkan sebaran karakteristik responden. Sebagian besar responden berjenis
kelamin laki- laki, BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), terdiagnosis NKB-SMK
(Neonatus Kurang Bulan-Sesuai Masa Kehamilan) dan penyakit infeksius.
Tabel 2 menunjukkan angka kejadian ruam popok yaitu sebesar 26,3%, terdiri
dari ruam popok ringan (10,5%) yang paling banyak, disusul oleh ruam popok berat
(9,5%) dan ruam popok sedang (6,3%). Tabel 3 menunjukkan sebaran kriteria dalam
instrumen DDSIS (eritema, papula/pustula, dan erosi). Responden dengan ruam
popok paling banyak memiliki eritema ringan (10,5%), papula/pustula sedikit (7,4%),
dan tidak ada erosi (91,6%).
Tabel 4 menunjukkan hasil analisis regresi logistik sederhana untuk menyeleksi
kandidat variabel yang akan dimasukkan dalam uji regresi logistik ganda (p value<
0,25). Variabel yang terseleksi adalah frekuensi BAB, frekuensi mandi, waktu bebas
popok, lama hari rawat, dan infeksi kuman/ mikroorganisme.
Tabel 5 menunjukkan hasil analisis multivariat regresi logistik ganda. Hasil
ini menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan bermakna dengan kejadian
ruam popok adalah lama hari rawat dan infeksi kuman/mikroorganisme. Odds
Ratio (OR) dari variabel infeksi kuman/ mikroorganisme adalah 7,.6 artinya bayi
baru lahir yang terinfeksi kuman/mikroorganisme akan berpeluang terjadi ruam
popok sebesar 8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi baru lahir yang tidak
terinfeksi kuman/ mikroorganisme setelah dikontrol faktor lama hari rawat,
frekuensi mandi dan waktu bebas popok. OR dari variabel lama hari rawat adalah
3,9 artinya bayi
3
baru lahir yang dirawat lebih dari atau sama dengan 8 hari akan berpeluang terjadi
ruam popok sebesar 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi baru lahir yang
dirawat kurang dari 8 hari setelah dikontrol faktor infeksi kuman/mikroorganisme,
frekuensi mandi dan waktu bebas popok. Variabel frekuensi BAB dikeluarkan dari
persamaan regresi karena variabel ini setelah dikeluarkan tidak merubah nilai OR
lebih dari 10%.

F. Kesimpulan dan Saran

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah masih tingginya angka
kejadian ruam popok pada bayi baru lahir yang dirawat di rumah sakit (26,3%) dan
sebagian besar responden terdiagnosis penyakit infeksi (76,8%). Selain itu juga
diketahui adanya hubungan yang bermakna (signifikan) antara infeksi
kuman/mikroorganisme dan lama hari rawat terhadap kejadian ruam popok pada bayi
baru lahir. Faktor yang paling dominan adalah infeksi kuman/mikroorganisme. Hasil
penelitian mengindikasikan pentingnya evaluasi kembali pelaksanaan Universal
Standard Precaution terutama cuci tangan yang telah ditetapkan di ruang rawat
perinatal. Faktor-faktor yang lain seperti usia gestasi, diet bayi, frekuensi BAB
frekuensi mandi, frekuensi ganti popok, waktu bebas popok, penggunaan antibiotik,
penggunaan krim popok diketahui tidak hubungan dengan kejadian ruam popok pada
bayi baru lahir. Adanya perbedaan dengan studi pustaka lain memberikan peluang
untuk dilakukannya penelitian yang sama dengan jumlah responden yang lebih
besar.

4
BAB II
TELAAH JURNAL

A. Judul
Judul artikel yang saya telaah ditulis oleh Anik Rustiyaningsih, Yeni Rustina,
Tuti Nuraini mengenai “Faktor Yang Berhubungan Dengan Ruam Popok Pada
Bayi Baru Lahir” Judul artikel ini penulis mengambil tentang bagaimana Faktor
Yang Berhubungan Dengan Ruam Popok Pada Bayi Baru Lahir
B. Abstrak
Pada abstrak jurnal Anik Rustiyaningsih, Yeni Rustina, Tuti Nuraini
mengenai “Faktor Yang Berhubungan Dengan Ruam Popok Pada Bayi Baru
Lahir” sudah mengikuti langkah-langkah pembuatan abstrak dimana harus
terdapat konteks, tujuan penelitian, desain, analisis statistik, hasil, kesimpulan dan
kata kunci. Peneliti juga menjelaskan dengan baik isi dari abstrak yang dibuat
untuk merangkum semua hasil penelitian yang peneliti lakukan
C. Pendahuluan
Pada pendahuluan jurnal Anik Rustiyaningsih, Yeni Rustina, Tuti Nuraini
mengenai “Faktor Yang Berhubungan Dengan Ruam Popok Pada Bayi Baru
Lahir”, tercantum data yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian. Selain itu
peneliti membahas teori-teori pendukung dari beberapa sumber untuk mendukung
penelitian tersebut dan peneliti juga mengetahui apa permasalahan/isu yang akan
dikaji oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Namun pada pendahuluan data
yang digunakan masih tahun rendah yaitu tahun 2008.
D. Metodologi
Metode yang digunakan penulis adalah analitik cross sectional dimana
peneliti menggunakan lembar kuesioner dalam pengambilan data.
E. Hasil Penelitian
Hasil penelitian dalam jurnal ini ditulis secara rinci. Peneliti menyertakan
tabel dalam memaparkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang

5
memudahkan pembaca untuk memahaminya. Peneliti juga Peneliti juga
menjelaskan teori-teori berdasarkan penelitian orang lain untuk mendukung
hasil dari penelitian tersebut

F. Kesimpulan dan Saran


Pada jurnal yang direview berisi pembahasan yang sudah sesuai dengan teori
kemudian tujuan penelitian,hasil penelitian, dan kesimpulan dipaparkan dengan
ringkas,jelas, dan padat tentang bagaimana Faktor- Faktor yang berhubungan
dengan Ruam Popok pada Bayi Baru Lahir seperti frekuensi BAB,
frekuensimandi, waktu bebas popok, lama hari rawat, dan infeksi kuman/
mikroorganisme.

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Diaper Rash (Ruam Popok)


Diaper dermatitis/ruam popok adalah gangguan kulit yang bisa timbul pada bayi
berupa ruam kulit, bercak kemerahan meradang, di sertai kulit yang bersisik,
berbintil, bahkan melepuh gatal dan perih pada kulit bayi ( Wafi, 2010). Salah satu
penyebab diaper rush ini adalah perawatan bayi yang kurang tepat, misanya ibu
jarang mengganti popok, padahal popok yang di pakai sudah penuh dengan kotoran,
jarang memandikan bayi, dan masih banyak hal kecil lainnya yang dapat menjadi
sumber penyakit (Sitiatava, 2012).
Ruam merupakan bentuk dari adaptasi kulit bayi dengan lingkungannya yang
baru.Gejala ruam biasanya ditandai dengan timbulnya rasa gatal, kemerahan, bentol,
mengelupas, bersisik, atau iritasi yang terjadi pada kulit.

B. Etiologi Diaper Rash (Ruam Popok)


Menurut Maryunani (2010), penyebab diaper dermatitis di sebabkan oleh
berbagai macam faktor, seperti faktor fisik, kimiawi, enzimatik dan biogenic (kuman
dalam urine dan feses), tetapi penyebab diaper rash/ eksim popok terutama di
sebabkan oleh iritasi terhadap kulit yang tertutup oleh popok karena penggunaan
popok yang tidak benar, seperti:
1. Penggunaan popok yang terlau lama
Penggunaan popok yang terlau lama dapat beresiko terjadinya ruam popok, apabila
ditambah dengan pemilihan popok yang salah, maka dapat mempercepat terjadinya
ruam popok, perlu diketahui bahwa jenis popok bayi ada dua macam:
 Popok yang disposable (sekai pakai buang, atau sering juga di sebut pampers
bayi. Bahan yang di gunakan pada popok ini bukan bahan tenunan tetapi
bahan yang dilapisi dengan lembaran yang tahan air dan lapisan dengan
bahan

7
penyerap, berbentuk popok kertas maupun plastic.
 Popok yang digunakan secara berulang (seperti popok yang terbuat dari
katun).Diaper rash banyak di temui pada bayi yang sering memakai popok
disposable (kertas atau plastic) dari pada popok yang terbuat dari bahan
katun karena konta yang terus menerus anatara popok kertas dengan kulit
bayi serta dengan urine dan feses, kontak bahan kimia yang terdapat dalam
kandungan bahan popok itu sendiri, di udara panas, bakteri dan jamur
mudah berkembang biak pada bahan plastic/ kertas dari pada bahan katun.
2. Tidak segera mengganti popok setelah bayi buang air besar dapat menyebabkan
pembentukan amonia. Feses yang tidak segera di buang, bila bercampur dengan
urine akan membentuk ammonia. Ammonia ini aan meningkatkan keasaman (PH)
kulit sehingga aktivitas enzim yang ada pada feses akan meningkat dan akhirnya
menyebabkan iritasi pada kulit.
3. InfeksiInfeksi kuman / mikroorganisme menunjukkan hubungan yang paling
penting terhadap kejadian ruam popok pada bayi baru lahir dibandingkan dengan
variabel independen lainnya karena memiliki OR yang paling besar. Humphrey,
Bergman, & Au (2006) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa mikroorganisme
utama yang berhubungan dengan kasus ruam popok yang parah adalah Candida
albicans. Penelitian ini memberikan informasi bahwaterdapat korelasi positif
antara keparahan klinis diaper dermatitis dengan adanya tingkat Candida albicans
pada popok, mulut, dan anus bayi. Adanya pustula satelit merupakan karakteristik
ruam popok Candida, dan memungkinkan ruam popok karena jamur ini bisa
dibedakan dengan jenis ruam popok lain. Pemeriksaan KOH (Potassium
Hydroxide) dan kultur sensitifitas adalah pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan untuk memastikan diagnosa ruam popok Candida (Mersch & Stoppler,
2009). Sumber utama infeksi Candida adalah flora normal dalam tubuh pada
pasien dengan sistem imun menurun.Dapat juga berasal dari luar tubuh, contohnya
pada bayi baru lahir mendapat Candida dari vagina ibunya (pada waktu lahir atau
masa hamil) atau dari

8
staf rumah sakit, dimana angka terbawanya sampai 58%.Transmisi Candida antara
staf rumah sakit dengan pasien, pasien dengan pasien biasanya muncul pada unit
khusus misalnya unit neonatus.Hal ini dapat terjadi karena adanya salah satu faktor
predisposisi endogen yaitu umur (bayi lebih mudah terkena infeksi nosokomial
karena status imunnya belum sempurna) (Simatupang, 2009).Penelitian Kartono
(2009) menunjukkan bahwa lama hari rawat berhubungan dengan kejadian infeksi
nosokomial.Candida yang menjadi salah satu infeksi nosokomial yang paling
penting di seluruh dunia (Simatupang, 2009), juga merupakan infeksi yang sering
dikaitkan dengan kasus ruam popok (Humphrey, Bergman, & Au, 2006). Semakin
lama hari rawat maka akan semakin terpapar terhadap agen patogen dari rumah
sakit sehingga infeksi nosokomial pun akan semakin tinggi (Kartono, 2009).
Waktu bebas popok berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa bayi baru
lahir selama 24 jam menggunakan diapers, sehingga waktu bebas popok hanya
didapat ketika bayi-bayi ini digantipopok dan dimandikan.Hasil ini sesuai dengan
pernyataan yang dipaparkan oleh Humphrey, Bergman, & Au (2006) bahwa
penggunaan popok yang terus-menerus menjadi akar permasalahan ruam
popok.Memaksimalkan waktu bebas popok merupakan strategi pencegahan yang
banyak direkomendasikan, tetapi sangat tidak praktis.Seringnya penggantian
popok dinilai penting untuk menjaga kekeringan dan menjaga terpisahnya urin dan
feses.
C. Patofisiologi
Urin menyebabkan over hidrasi pada kulit, membuat permukaan kulit lebih rapuh
dan merusak integritas kulit area diaper.Overhidrasi juga meningkatkan permeabilitas
kulit oleh iritan dan meningkatkan koefisien gesekan pada kulit yang dapat
mengakibatkan kerusakan mekanik pada lapisan stratum korneum. Pertemuan urin
dan feses akan meningkatkan pH kulit yang akan memicu enzim feses (protease dan
lipase) lebih aktif dan akan menghancurkan lipid dan protein kulit, sehingga kulit
menjadi iritasi. Pemakaian produk-produk pembersih dengan antiseptik, seperti
tisu basah antiseptik, juga dapat menghancurkan flora normal kulit dan menyebabkan
iritasi pada
9
kulit. Kulit yang basah dan rapuh, serta peningkatan pH yang mengganggu flora
normal kulit akan lebih mudah dimasuki mikroorganisme, terutama.

D. Tanda Dan Gejala


Menurut Maryunani (2010) gejala diaper dermatitis bervariasi mulai dari yang ringan
sampai dengan yang berat. Secara klinis dapat dilihat sebagai berikut:

a. Gejala gejala biasanya di temukan pada disper rash oleh kontak dengan iritasi
yaitu kemerahan yang meluas, berkilat, kadang mirip luka bakar, timbul bintil
bintil merah, lecet atau luka bersisik, kadang basah dan bengka pada daerah yang
paing lama konta dengan popok, seperti pada paha bagaian dalam atau lipatan
paha.
b. Gejala yang terjadi aibat gesekan yang berulang pada tepi popok, yaitu bercak
kemerahan yang membentuk garis di tepi batas popok pada paha dan perut.
c. Gejala diaper rash oleh Karena jamur candida albicans di tandai dengan bercak
atau bintil kemerahan berwarna merah terang, basah dengan lecet lecet pada
selaput lendir anus dan kulit sekitar anus, lesi berbatas tegas dan terdapat lesi
lainnya di sekitarnya.

E. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya pengobatan ruam popok bergantung pada penyebabnya.Ruam
popok di sebabkan iritasi dan miliaria tidak memerlukan obat khusus tetapi dengan
menjaga popok tetap kering dan menjaga hygiene. Pada ruam popok yang di
sebabkan oelh infeksi mikro organisme atau iritasi dan miliaria yang luas obat obatan
yang lazim di gunaan anatara lain:
a. Bedak salisil dan bedak yang mengandung anti histamin, hanya di gunakan
pada iritasi (intettigo) dan miliaria atas anjuran dokter.Pastikan bedak tidak
berhamburan agar tidak menggangu si kecil. Anti jamur di gunakan pada
ruam popok karena terinfeksi jamur (candical Diaper Dermatitis) pilih anti
amaur yang berbaentu bedak (merek dagang misal: Dekrim Powder dan
Mycorine
1
Powder), di berikan selama 3-4 minggu
b. Anti infeksi topical (salep atau krim) di gunakan pada ruam popok yang di
sebakan oleh infeksi ringan misalnya: bacitracin saep.Adapun unutk infeksi
yang lebih berat dapat di gunaan anti infeksi oral. Misalnya: kombinasi
amoksisilin dengan asam kalvulanat dan di berikan pada anti infeksi topical.
c. Steroid di gunakan pada ruam popok yang di sebabkan infeksi aergi,
dioleskan 2X sehari sehingga sembuh atau selama 2 minggu.
Walaupun ruam popok bukanlah penyakit yang serius jika dalam 2-3 hari tidak
kunjung sembuh, maa langkah terbaik adalah konsultasi ke dokter.Penggunaan anti
jamur anti infeksi dan steroid hendaknya atas rekomendari dokter (Cakmoki, 2010).
Yang dapat kita lakukan sebagai seorang bidan adalah memberikan edukasi
kepada orang tua tentang perianal hygiene dan strategi pencegahan diaper dermatitis
dengan Air, Barrier, Cleansing, Diapering,dan Education. Cara Melakukan Perianal
Hygine
a. Bayi menggunakan diaper setiap saat untuk menampung urin dan feses. Bila
area ini tidak terjaga kebersihannya, maka bayi akan mudah mengalami
infeksi dan dermatitis. Pembersihan dan perawatan area diaper memerlukan
pertimbangan khusus untuk menjaga fungsi penghalang kulit yang ada.
Tujuan membersihkan area diaper adalah membersihkan area tanpa
menyebabkan iritasi pada kulit. Lebih khusus lagi, tujuan membersihkan area
diaper adalah untuk menghilangkan kontaminan kulit; mengembalikan pH
kulit fisiologis yang diangkat oleh oklusi dan dipengaruhi oleh mikroba; dan
membantu perbaikan penghalang kulit.(Couglin, C.C., et.al.,2014).

1
b. Tujuan dari perianal hygiene adalah untuk meminimalkan kejadian diaper
dermatitis. Menjaga kebersihan pada bayi, memberikan rasa nyaman pada
bayi, dan mencegah terjadinya diaper dermatitis pada bayi.
c. Bahan Pembersih
Bahan pembersih dalam melakukan perianal hygienedengan bahan yang non-
toksik,non-abrasif, dan pH netral.Bahan pembersih bervariasi dari air, sabun
dan tisu basah.
 Tisu Basah Tisu pembersih berbeda satu sama lain dalam komponen lotion
pembersih (emolien, pembersih, pengawet) dan strukturnya. Tisu dibuat dengan
lembut dan diproduksi dari kain penyerap substrat,pH- buffered asam yang
berfungsi untuk menetralkan urine yang bersifat alkali dan mengembalikan pH
kulit kembali normal, serta kandungan pengawet dan repository.unimus.ac.id
pewangi dihilangkan atau dipertahankan minimum (Atherton, D.J., 2016).
 Air berfungsi sebagai pembersih dan kapas sebagai pengelap kotoran.Kelebihan
air sebagai pembersih alami karena tidak mengandung bahanbahan kimia.Air
hangat yang digunakan sebagai pembersih juga dapat membantu melarutkan
kotoran lemak dan melancarkan peredaran darah, sehingga bayi terasa nyaman.

1
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jurnal yang direview sudah bagus untuk penelitian yang dilakukan oleh oleh
Anik Rustiyaningsih, Yeni Rustina, Tuti Nuraini mengenai “Faktor Yang
Berhubungan Dengan Ruam Popok Pada Bayi Baru Lahir”. dimana telah
mengikuti langkah-langkah yang seharusnya Penulisan jurnal menggunakan
analisis kritis yang berdasarkan literatur yang ada dengan membandingkan
temuan- temuan pada penelitian sebelumnya dengan yang didapat oleh peneliti.
Selain itu dikarenakan menggunakan tata bahasa yang baik sehingga cukup
mudah dipahami dan memudahkan para pembaca untuk mengerti bagaimana
penelitian tersebut dilaksanakn dan apa hasil yang diperoleh.
B. Saran
Bagi peneliti selanjutnya untuk lebih menyempurnakan dalam pembuatan
jurnal dan juga sebagai masukan dalam membuat jurnal yang baik dan benar dan
tambahkan saran bagi peneliti selanjutnya agar penelitian dapat menjadi lebih
baik

1
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah,Siti.2015.Hubungan Pemakaian Diapers dengan Kejadian Ruam Popok pada


Bayi Usia 6-12 Bulan. Program Studi Diploma III Kebidanan Universitas
Islam Lamongan

Azizah,Febrianti Nur.2016.Asuhan Kebidanan Komprehensif Pada Ny.R dan Bayi


dengan Diaper Rush di Desa Cihaur Kecamatan Cibeber Kabupaten
Cianjur.Poltekkes Bandung

Jelita M.V,dkk. 2014.Pengaruh Pemberian Minya Zaitun (Olive Oil) terhadap


Derajat Ruam Popok pada Anak Diare Pengguna Diapers Usia 0-36 Bulan di
RSUD Ungara Semarang.Ilmu Keperawatan dan Kebidanan

1
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RUAM
POPOK PADA BAYI BARU LAHIR
Anik Rustiyaningsih1,*, Yeni Rustina2, Tuti Nuraini2
1
Staf Akademik Departemen Keperawatan Anak dan Maternitas Fakultas Kedokteran, Kesehatan
Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Jl. Farmako, Sekip Utara, Yogyakarta, 55281, Indonesia
2
Staf Akademik Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia,
Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat -16424, Indonesia
*) E-mail: anik.rustiyaningsih@ugm.ac.id

Diterima: Mei 2018, diterbitkan: Agustus 2018

ABSTRAK
Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
ruam popok pada bayi baru lahir di ruang perinatal sebuah rumah sakit rujukan di Jakarta, Indonesia. Metode: Penelitian
ini menggunakan desain cross-sectional dengan metode survey. Sampel (n=95) dipilih menggunakan teknik consecutive
sampling. Kejadian ruam popok diobservasi menggunakan instrumen DDSIS (Diaper Dermatitis Severity Index Score).
Instrumen dijamin validitas isinya dengan konsultasi ahli. Uji validitas konstruk dengan statistik korelasi Pearson
Product Moment. Nilai korelasi antar item tiap sub skala DDSIS yaitu eritema/kemerahan (r=0,767), papula/pustula
(r=0,733) dan erosi (r=0,711) lebih besar dari r tabel (r=0,2017). Uji reliabilitas didapatkan nilai Cronbach’s Alpha
sebesar 0,77. Nilai Kappa untuk uji inter-rater reliability oleh dua orang observer yaitu 0,95. Analisis multivariat yang
digunakan adalah regresi logistik ganda. Hasil: Ada dua faktor yang berhubungan dengan kejadian ruam popok yaitu
infeksi mikroorganisme (p-value=0,015; OR=7,6) dan lama hari rawat (p-value=0,012; OR=3,9). Faktor yang paling
dominan adalah infeksi mikroorganisme. Diskusi: Bayi baru lahir dengan diagnosis penyakit infeksi dan dirawat
delapan hari atau lebih memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap kejadian ruam popok. Kesimpulan: Hasil penelitian
ini mengindikasikan perlunya evaluasi kembali pelaksanaan Universal Standard Precaution di rumah sakit.
Kata kunci: ruam popok, DDSIS (Diaper Dermatitis Severity Index Score), bayi baru lahir, rumah sakit, faktor risiko

FACTORS ASSOCIATED WITH NEWBORNS’ DIAPER RASH


ABSTRACT
Objective: The purpose of this study was to determine factors associated with newborns’ diaper rash in a referral
hospital in Jakarta, Indonesia. Method: This study used a cross-sectional design survey. The samples (n=95) were
selected using consecutive sampling technique. The prevalence of diaper rash was observed using a DDSIS (Diaper
Dermatitis Severity Index Score). The content validity of the instrument was tested using expert judgment. The construct
validity values of DDSIS subscales were: erythema/redness (r=0.767), papules/pustules (r=0.733) and erosion
(r=0.711). All the values were greater than r table (r=0.2017). The reliability was showed by Cronbach’s Alpha value
(α=0.77). Kappa value for inter-rater reliability test by two observers was 0.95. The multivariate analysis was
conducted using multiple logistic regression. Results: There are two factors related to newborns’ diaper rash. These
factors are microorganism infection (p-value=0.015; OR=7.6) and length of stay (p-value=0.012; OR=3.9). The most
dominant factor is microorganism infection. Discussion: Newborns diagnosed with an infectious disease and
hospitalized eight days or more have a higher risk for diaper rash. Conclusion: The results of this study indicate the
need to re-evaluate the implementation of Universal Standard Precaution in hospital.
Keywords: diaper rash, DDSIS (Diaper Dermatitis Severity Index Score), newborns, hospitals, risk factors.
Faktor yang Berhubungan dengan Ruam Popok

LATAR BELAKANG meminimalkan atau menangani masalah ruam


Bayi baru lahir adalah bayi usia 0–28 hari. popok.
Lapisan penghalang (barrier) pada kulit bayi
belum terbentuk sempurna sampai usia satu METODE
tahun, yang berarti menyebabkan perlunya Metode penelitian yang digunakan adalah
perlindungan dalam hal distribusi dan metode survey dengan desain cross- sectional.
pengangkutan air melalui permukaan kulit. Penelitian ini mengikutsertakan 95 responden
Apabila terkena gesekan, urin, atau feses akan bayi baru lahir yang menggunakan popok dan
menyebabkan kulit bayi lebih mudah lecet dan dirawat lebih dari tiga hari di ruang perinatologi
secara umum berkontribusi terhadap kejadian sebuah rumah sakit rujukan di Jakarta,
ruam popok (Jackson, 2008). Indonesia. Data didapatkan dari rekam medis
Ruam popok (diaper rash, napkin dan observasi. Data yang diperoleh dari rekam
dermatitis, nappy rash) atau diaper medis berupa data demografi dan faktor-faktor
dermatitis secara umum digunakan untuk risiko ruam popok (usia gestasi, diet bayi,
mendiskripsikan beberapa kerusakan dan frekuensi Buang Air Besar (BAB), jenis popok,
peradangan kulit pada daerah sekitar popok frekuensi mandi, frekuensi penggantian popok,
(diaper). Laporan mengenai insidensi dan umur waktu bebas popok, penggunaan antibiotik,
terjadinya serangan sangat bervariasi, penggunaan krim popok, penggunaan alat
berhubungan dengan perbedaan penggunaan pembersih popok, riwayat alergi, lama hari
diaper, toilet training, kebersihan, dan usia anak. rawat, dan infeksi kuman/mikroorganisme).
Prevalensi ruam popok pada bayi berkisar antara Data yang diperoleh dari observasi adalah data
7–35% dan dapat terjadi pada awal usia satu ruam popok. Observasi dilakukan oleh dua
minggu (Horii & Prossick, 2012). Insiden orang observer termasuk peneliti yang sudah
meningkat tiga kali lipat pada kejadian diare dilakukan penyamaan persepsi dan inter- rater
(Mersch & Shiel, 2012). Di Indonesia laporan reliability.
mengenai angka kejadian ruam popok Instrumen DDSIS (Diaper Dermatitis
khususnya pada bayi baru lahir yang akurat Severity Index Score) digunakan untuk
belum tersedia. menilai derajat keparahan ruam popok (skor 0-
Terdapat banyak faktor yang berisiko 8). Derajat ruam ini dibedakan menjadi tidak ada
terhadap kejadian ruam popok. Visscher (2009) ruam (skor 0), ruam ringan (skor 1-2), ruam
menyebutkan faktor-faktor tersebut diantaranya sedang (skor 3-4) dan ruam berat (skor 5-8)
adalah meningkatnya hidrasi kulit, kontak (Mantoya, 2008). Uji validitas instrumen
dengan iritan kulit (urin, feses, enzim dalam penelitian dilakukan melalui expert judgment
feses, garam empedu), gesekan mekanik (kulit untuk validitas isi, dan Pearson Product
dengan kulit, popok dengan kulit), pH kulit, Moment untuk validitas konstruk yang
status gizi dan diet (komposisi fekal), usia menunjukkan nilai koefisien korelasi
kehamilan, penggunaan terapi antibiotik, adanya eritema/kemerahan (r=0,767), papula/pustula
diare dan kondisi medis. (r=0,733) dan erosi (r=0,711). Ketiga nilai r
Ruam popok sering membuat bayi tidak tersebut berada di atas nilai r tabel (r=0,2017)
nyaman. Rasa gatal, perih, risih dan kadang untuk n=95 (uji terpakai). Uji reliabilitas DDSIS
terasa sakit menyebabkan bayi gelisah dan menunjukkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar
rewel. Pengetahuan tentang faktor-faktor risiko 0,77. Diperkuat dengan nilai Kappa untuk uji
ruam popok diperlukan untuk dapat inter-rater reliability yang dilakukan oleh dua

59
JPPNI Vol.03/No.02/Agustus-November/2018

orang rater yaitu 0,95. Hasil ini menunjukkan lahir yang terinfeksi kuman/mikroorganisme
DDSIS valid dan reliabel untuk mengukur ruam akan berpeluang terjadi ruam popok sebesar
popok dan derajatnya. Penelitian ini 8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi
mendapatkan Ethical Clearance dari Komite baru lahir yang tidak terinfeksi kuman/
Etik Penelitian Fakultas Ilmu Keperawatan mikroorganisme setelah dikontrol faktor lama
Universitas Indonesia No. 73/H2.F12.D/ hari rawat, frekuensi mandi dan waktu bebas
HKP.02.04/2013. popok. OR dari variabel lama hari rawat adalah
3,9 artinya bayi baru lahir yang dirawat lebih
HASIL PENELITIAN dari atau sama dengan 8 hari akan berpeluang
Hasil penelitian ini dijelaskan pada tabel 1 terjadi ruam popok sebesar 4 kali lebih tinggi
sampai dengan tabel 5. Tabel 1 menunjukkan dibandingkan dengan bayi baru lahir yang
sebaran karakteristik responden. Sebagian besar dirawat kurang dari 8 hari setelah dikontrol
responden berjenis kelamin laki- laki, BBLR faktor infeksi kuman/mikroorganisme, frekuensi
(Berat Badan Lahir Rendah), terdiagnosis NKB- mandi dan waktu bebas popok. Variabel
SMK (Neonatus Kurang Bulan-Sesuai Masa frekuensi BAB dikeluarkan dari persamaan
Kehamilan) dan penyakit infeksius. regresi karena variabel ini setelah dikeluarkan
Tabel 2 menunjukkan angka kejadian ruam tidak merubah nilai OR lebih dari 10%.
popok yaitu sebesar 26,3%, terdiri dari ruam
popok ringan (10,5%) yang paling banyak, DISKUSI
disusul oleh ruam popok berat (9,5%) dan ruam Prevalensi ruam popok pada bayi baru lahir
popok sedang (6,3%). Tabel 3 menunjukkan dalam penelitian ini tidak jauh perbedaannya
sebaran kriteria dalam instrumen DDSIS dibandingkan dengan penelitian-penelitian
(eritema, papula/pustula, dan erosi). Responden sebelumnya yang dilakukan di beberapa negara.
dengan ruam popok paling banyak memiliki Di China penelitian yang dilakukan oleh Li,
eritema ringan (10,5%), papula/pustula sedikit Zhu, & Dai (2012) menunjukkan prevalensi
(7,4%), dan tidak ada erosi (91,6%). ruam popok sebesar 43,8%. Penelitian yang
Tabel 4 menunjukkan hasil analisis regresi dilakukan oleh Adalat, Wall, & Goodyear
logistik sederhana untuk menyeleksi kandidat (2007) di Inggris menunjukkan 16% kejadian
variabel yang akan dimasukkan dalam uji ruam popok. Beberapa studi pustaka juga
regresi logistik ganda (p value menyebutkan angka kejadian ruam popok
< 0,25). Variabel yang terseleksi adalah bervariasi antara 7-35% (Mersch & Shiel, 2011).
frekuensi BAB, frekuensi mandi, waktu bebas Infeksi kuman / mikroorganisme
popok, lama hari rawat, dan infeksi kuman/ menunjukkan hubungan yang paling penting
mikroorganisme. terhadap kejadian ruam popok pada bayi baru
Tabel 5 menunjukkan hasil analisis lahir dibandingkan dengan variabel independen
multivariat regresi logistik ganda. Hasil ini lainnya karena memiliki OR yang paling besar.
menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan Humphrey, Bergman, & Au (2006) dalam
bermakna dengan kejadian ruam popok adalah penelitiannya menunjukkan bahwa
lama hari rawat dan infeksi mikroorganisme utama yang berhubungan
kuman/mikroorganisme. Odds Ratio (OR) dengan kasus ruam popok yang parah adalah
dari variabel infeksi kuman/ mikroorganisme Candida albicans. Penelitian ini memberikan
adalah 7,6 artinya bayi baru informasi bahwa

60
Faktor yang Berhubungan dengan Ruam Popok

terdapat korelasi positif antara keparahan klinis popok dan dimandikan. Hasil ini sesuai dengan
diaper dermatitis dengan adanya tingkat pernyataan yang dipaparkan oleh Humphrey,
Candida albicans pada popok, mulut, dan anus Bergman, & Au (2006) bahwa penggunaan
bayi. Adanya pustula satelit merupakan popok yang terus-menerus menjadi akar
karakteristik ruam popok Candida, dan permasalahan ruam popok. Memaksimalkan
memungkinkan ruam popok karena jamur ini waktu bebas popok merupakan strategi
bisa dibedakan dengan jenis ruam popok lain. pencegahan yang banyak direkomendasikan,
Pemeriksaan KOH (Potassium Hydroxide) dan tetapi sangat tidak praktis. Seringnya
kultur sensitifitas adalah pemeriksaan penggantian popok dinilai penting untuk
laboratorium yang dapat dilakukan untuk menjaga kekeringan dan menjaga terpisahnya
memastikan diagnosa ruam popok Candida urin dan feses.
(Mersch & Stoppler, 2009). Penelitian ini menunjukkan tidak ada
Sumber utama infeksi Candida adalah flora hubungan yang bermakna antara frekuensi
normal dalam tubuh pada pasien dengan sistem mandi dengan kejadian ruam popok pada bayi
imun menurun. Dapat juga berasal dari luar baru lahir. Berbeda dengan hasil penelitian yang
tubuh, contohnya pada bayi baru lahir mendapat dilakukan oleh Li, Zhu, & Dai (2012) yang
Candida dari vagina ibunya (pada waktu lahir menunjukkan hubungan yang bermakna pada
atau masa hamil) atau dari staf rumah sakit, anak usia 1-24 bulan yang dimandikan kurang
dimana angka terbawanya sampai 58%. dari 3 kali/minggu, dibandingkan dengan yang
Transmisi Candida antara staf rumah sakit dimandikan lebih dari atau sama dengan 3
dengan pasien, pasien dengan pasien biasanya kali/minggu.
muncul pada unit khusus misalnya unit Frekuensi BAB menunjukkan hasil yang
neonatus. Hal ini dapat terjadi karena adanya tidak bermakna dengan kejadian ruam popok
salah satu faktor predisposisi endogen yaitu pada bayi baru lahir dan tidak ditemukan kasus
umur (bayi lebih mudah terkena infeksi diare. Penelitian yang dilakukan oleh Li, Zhu, &
nosokomial karena status imunnya belum Dai (2012) menunjukkan bahwa ada tidaknya
sempurna) (Simatupang, 2009). diare secara signifikan berhubungan dengan
Penelitian Kartono (2009) menunjukkan kejadian ruam popok pada anak usia 1-24 bulan.
bahwa lama hari rawat berhubungan dengan Penelitian yang dilakukan oleh Adalat, Wall, &
kejadian infeksi nosokomial. Candida yang Goodyear (2007) juga menunjukkan bahwa
menjadi salah satu infeksi nosokomial yang terdapat hubungan yang bermakna antara kasus
paling penting di seluruh dunia (Simatupang, diare dengan kejadian ruam popok pada anak
2009), juga merupakan infeksi yang sering yang dirawat di rumah sakit.
dikaitkan dengan kasus ruam popok (Humphrey, Usia gestasi menunjukkan tidak ada
Bergman, & Au, 2006). Semakin lama hari hubungan yang bermakna dengan kejadian ruam
rawat maka akan semakin terpapar terhadap agen popok. Menurut teori yang dipaparkan oleh
patogen dari rumah sakit sehingga infeksi Jackson (2008) bahwa usia gestasi pada saat
nosokomial pun akan semakin tinggi (Kartono, bayi dilahirkan mempengaruhi kematangan
2009). lapisan kulit. Hal ini berhubungan dengan
Waktu bebas popok berdasarkan hasil perkembangan kulit dan integritas stratum
observasi menunjukkan bahwa bayi baru lahir korneum sebagai barrier pelindung kulit.
selama 24 jam menggunakan diapers, sehingga Stratum korneum inilah yang memiliki peranan
waktu bebas popok hanya didapat ketika bayi- penting dalam kejadian ruam
bayi ini diganti

61
JPPNI Vol.03/No.02/Agustus-November/2018

popok karena salah satunya berfungsi mencegah popok harus diganti setiap basah atau kotor, atau
keracunan dari absorbsi obat- obatan dan bahan setidaknya 3-4 jam dan lebih sering pada
kimia dari tinja dan urin, dan melindungi tubuh neonatus. Penelitian yang dilakukan oleh Adalat,
dari mikroorganisme. Penelitian ini sesuai Wall, & Goodyear (2007) juga menunjukkan
dengan teori Jackson (2008) tersebut, dimana hasil yang sama bahwa terdapat hubungan yang
lebih banyak jumlah bayi prematur yang bermakna antara kejadian ruam popok dengan
menderita ruam popok (14 bayi) dibandingkan frekuensi penggantian popok antara kelompok
dengan bayi cukup bulan yang menderita ruam yang diganti setiap 3-4 jam sekali dengan
popok (11 bayi). Namun demikian, perbedaan kelompok yang diganti kurang dari itu.
hasil ini tidak bermakna secara signifikan. Penggunaan antibiotik menunjukkan hasil
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diet yang tidak bermakna dengan kejadian ruam
bayi tidak berhubungan bermakna dengan popok. Teori yang menjelaskan bahwa ruam
kejadian ruam popok pada bayi baru lahir. pada popok dapat dipicu oleh penggunaan
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian antibiotik (Visscher, 2009) dalam penelitian ini
sebelumnya yang dilakukan oleh Adalat, Wall, tidak terbukti.
& Goodyear (2007) dimana tidak ada hubungan Teori dari Humphrey, Bergman, & Au
yang bermakna antara diet bayi dengan kejadian (2006) menyatakan bahwa krim popok bisa
ruam popok. berfungsi sebagai penghalang (barrier).
Hubungan antara jenis popok dengan Penghalang ini dapat meminimalkan
kejadian ruam popok pada bayi baru lahir tidak kehilangan air transepidermal dan
bisa diketahui karena tidak adanya variasi data. menurunkan permeabilitas terhadap iritan
Penelitian yang dilakukan Adalat, Wall, & dengan membentuk lapisan lipid di atas
Goodyear (2007) menjelaskan tidak adanya permukaan kulit. Penghalang ini juga
hubungan antara tipe dan merk diapers terhadap meminimalkan gesekan pada kulit. Penelitian ini
kejadian ruam popok pada anak yang dirawat di tidak bisa membuktikan teori di atas, karena di
rumah sakit. Penelitian Li, Zhu, & Dai (2012) tempat penelitian penggunaan krim popok
menunjukkan hasil yang berbeda yaitu adanya merupakan anti Candida (jamur) tidak
hubungan yang signifikan antara penggunaan diberikan sebelum terjadi ruam popok,
jenis popok kain, diaper, campuran popok kain melainkan sebagai pengobatan setelah terjadi
dan diaper terhadap kejadian ruam popok. ruam.
Frekuensi penggantian popok dilakukan Hasil penelitian ini memberikan data tidak
rata-rata 4 kali setiap hari, atau setiap 6 jam adanya variasi pada penggunaan alat pembersih
sekali menunjukkan tidak ada hubungan yang popok dan riwayat alergi pada responden. Hal
bermakna dengan kejadian ruam popok pada tersebut menyebabkan tidak dapat diketahui
bayi baru lahir. Penelitian yang dilakukan oleh hubungannya dengan kejadian ruam popok pada
Li, Zhu, & Dai (2012) menunjukkan bahwa bayi baru lahir. Tisu basah diyakini berkontribusi
penggantian popok lebih dari atau sama dengan terhadap kejadian ruam popok (Humphrey,
6 kali/hari terbukti secara signifikan Bergman, & Au, 2006). Pembersihan sederhana
menurunkan kejadian ruam popok dari pada dengan air dan kain yang lembut cenderung
yang diganti kurang dari frekuensi tersebut. mengurangi iritasi kulit dari pada menggunakan
Pernyataan yang sama disampaikan oleh tisu sekali pakai (Mersch & Shiel, 2012). Kedua
Humphrey, Bergman, & Au (2006) bahwa pernyataan tersebut sesuai dengan hasil
penelitian

62
Faktor yang Berhubungan dengan Ruam Popok

ini bahwa semua bayi baru lahir sudah evaluasi kembali pelaksanaan Universal
menggunakan aquabides + kapas/kasa untuk Standard Precaution terutama cuci tangan
membersihkan area pemakaian popok, dan yang telah ditetapkan di ruang rawat perinatal.
bukan tisu basah (tisu sekali pakai). Mersch & Faktor-faktor yang lain seperti usia gestasi,
Shiel (2012) menjelaskan bahwa reaksi alergi diet bayi, frekuensi BAB, frekuensi mandi,
adalah salah satu penyebab dari ruam popok. frekuensi ganti popok, waktu bebas popok,
Pernyataan tersebut belum bisa dibuktikan penggunaan antibiotik, penggunaan krim popok
dalam penelitian ini. diketahui tidak hubungan dengan kejadian ruam
popok pada bayi baru lahir. Adanya perbedaan
SIMPULAN dengan studi pustaka lain memberikan peluang
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian untuk dilakukannya penelitian yang sama
ini adalah masih tingginya angka kejadian ruam dengan jumlah
popok pada bayi baru lahir yang dirawat di responden yang lebih besar.
rumah sakit (26,3%) dan sebagian besar Tidak diketahui hubungan antara jenis
responden terdiagnosis penyakit infeksi (76,8%). popok, penggunaan alat pembersih popok, dan
Selain itu juga diketahui adanya hubungan yang riwayat alergi terhadap kejadian ruam popok,
bermakna (signifikan) antara infeksi karena tidak adanya variasi data penelitian. Hal
kuman/mikroorganisme dan lama hari rawat tersebut menjadi penting dilakukan penelitian
terhadap kejadian ruam popok pada bayi baru yang sama pada responden yang menunjukkan
lahir. Faktor yang paling dominan adalah infeksi variasi pada varibel-variabel tersebut.
kuman/mikroorganisme. Hasil penelitian
mengindikasikan pentingnya

Diagnosis Medis, Mei, 2013 (n = 95)


Variabel Jumlah Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 61 64,2
Perempuan 34 35,8
Total 95 100
Berat Badan Lahir
BBLR (<2.500 gr) 71 74,7
Normal (≥2.500 gr) 24 25,3
Total 95 100
Diagnosis medis saat masuk ruang rawat
(Berdasarkan BB dan Usia Gestasi)
NKB-KMK 1 1,0
NKB-SMK 60 63,2
NCB-KMK 3 3,2
NCB-SMK 31 32,6
Total 95 100
Diagnosis medis saat masuk ruang rawat
(Berdasarkan Penyebab)
Infeksi 50 52,6
Non Infeksi 45 47,4
Total 95 100
Diagnosis medis kerja (Berdasarkan BB dan Usia
Gestasi)

63
JPPNI Vol.03/No.02/Agustus-November/2018

Variabel Jumlah Persentase (%)


NKB-KMK 1 1,0
NKB-SMK 60 63,2
NCB-KMK 3 3,2
NCB-SMK 31 32,6
Total 95 100
Diagnosis Medis Kerja (Berdasarkan Penyebab)
Infeksi 73 76,8
Non Infeksi 22 23,2
Total 95 100
Ket: BBLR=Berat Badan Lahir Rendah, BB=Berat Badan, NKB-KMK=Neonatus Kurang Bulan-
Kecil Masa Kehamilan, NKB-SMK=Neonatus Kurang Bulan-Sesuai Masa Kehamilan, NCB-
KMK=Neonatus Cukup Bulan-Kurang Masa Kehamilan, NCB-SMK=Neonatus Cukup Bulan-
Sesuai Masa Kehamilan.
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Ruam Popok Mei,
2013 (n = 95)
Variabel Jumlah Persentase (%)
Ruam Popok
Ringan 10 10,5
Sedang 6 6,3
Berat 9 9,5
Tidak Ruam Popok 70 73,7
Total 95 100
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Eritema, Papula/Pustula dan
Erosi pada Instrumen DDSIS Mei, 2013 (n = 95)
DDSIS Jumlah Persentase (%)
Eritema/Kemerahan
Tidak ada 70 73,7
Ringan (merah muda) 10 10,5
Sedang (merah) 6 6.3
Berat (merah daging/beefy red) 9 9,5
Total 95 100
Papula/Pustula
Tidak ada 78 82,1
Sedikit (1-10) 7 7,4
Multipel (11-20) 4 4,2
Banyak (21-40) 5 5,3
Banyak sekali (> 40) 1 1,0
Total 95 100
Erosi
Tidak ada 87 91,6
Ada 8 8,4
Total 95 100

64
Faktor yang Berhubungan dengan Ruam Popok

Tabel 4. Hubungan antara Kejadian Ruam Popok dengan Variabel Independen Mei, 2013
(n = 95)
Ruam Popok Regresi Logistik Sederhana
Total
Variabel Tidak Ya OR
n % n % n % p-value 95% CI
Usia Gestasi
Preterm (< 37 minggu) 46 48,4 14 14,7 60 63,2 1.506
Aterm (37-42 minggu) 24 25,3 11 11,6 35 36,8 0,389 0.593-3.822
Postterm (< 42 minggu) 0 0 0 0 0 0
Total 70 73,3 25 26,3 95 100
Diet Bayi
ASI 4 4,2 0 0 4 4,2
Formula 36 37,9 16 16,8 52 54,7
ASI dan Formula 12 12,6 7 7,4 19 20,0 0.770
Puasa 18 18,9 2 2,1 20 21,1 0,352 0.444-1.335
Total 70 73,7 25 26,3 95 100
Frekuensi BAB
< 2x/hari 26 27,4 6 6,3 32 33,7 1.871
≥ 2x/hari 44 46,3 19 20,0 63 66,3 0,237 0.663-5.284
Total 70 73,7 25 26,3 95 100
Jenis Popok
Popok Kain 0 0 0 0 0 0
Diapers 70 73,7 25 26,3 95 100 - -
Popok Kain dan Diapers 0 0 0 0 0 0
Total 70 73,7 25 26,3 95 100
Frekuensi Mandi
Tidak Mandi 18 19,0 10 10,5 28 29,5 0.519
Mandi 52 54,7 15 15,8 67 70,5 0,182 0.198-1.360
Total 70 73,7 25 26,3 95 100
Frekuensi Ganti Popok
< 4x/hari 11 11,6 5 5,3 16 16,8 0.746
≥ 4x/hari 59 62,1 20 21,0 79 83,2 0,624 0.231-2.409
Total 70 73,7 25 26,3 95 100
Waktu Bebas Popok
< 15 menit/hari 23 24,2 12 12,6 35 36,8 0.530
≥ 15 menit/hari 47 49,5 13 13,7 60 63,2 0,181 0.209-1.343
Total 70 73,7 25 26,3 95 100
Penggunaan Antibiotik
< 6 hari 35 36,8 10 10,5 45 47,4 1.500
≥ 6 hari 35 36,8 15 15,8 50 52,6 0,391 0.593-3.791
Total 70 73,7 25 26,3 95 100
Penggunaan Krim Popok
Tidak 70 73,7 17 17,9 87 91,6 6651953682.084
Ya 0 0 8 8,4 8 8,4 0,999 0.000-.
Total 70 73,7 25 26,3 95 100
Alat pembersih Popok
Tisu basah 0 0 0 0 0 0
Aquabides + kasa/kapas 70 73,7 25 26,3 95 100 - -
Total 70 73,7 25 26,3 95 100
Riwayat Alergi

65
JPPNI Vol.03/No.02/Agustus-November/2018

Ruam Popok Regresi Logistik Sederhana


Variabel Total
Tidak Ya OR
p-value
n % n % n % 95% CI
Tidak 70 73,7 25 26.3 95 100
Ya 0 0 0 0 0 0 - -
Total 70 73,7 25 26.3 95 100
Lama Hari Rawat
< 8 hari 37 39,0 7 7.4 44 46.3 2.883
≥ 8 hari 33 34,7 18 18.9 51 53.7 0,036* 1.070-7.768
Total 70 73,7 25 26.3 95 100
Infeksi Kuman/
Mikroorganisme
Tidak 20 21.1 2 2.1 22 23.2 4.600
Ya 50 52.6 23 24.2 73 76.8 0,051 0.991-1.353
Total 70 73.7 25 26.3 95 100
Ket: * = signifikan
Tabel 5. Model Akhir Regresi Logistik Ganda Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ruam Popok pada
Bayi Baru Lahir, Mei, 2013
Variabel B p-value OR 95% CI
Frekuensi mandi 0.566 0,561 0,568 0,084 -3,820
Waktu bebas popok 0.616 0,508 0,540 0,087 -3,353
Lama hari rawat 1.369 0,012* 3,930 1,346-11,480
Infeksi kuman/mikroorganisme 2.031 0,015* 7,623 1,486-39,099
Constant -3.530 0,016 0,029
Ket: * = signifikan

DAFTAR PUSTAKA nosokomial di ruang rawat anak RSUD


Adalat, S., Wall, D., & Goodyear, H. (2007). DR H Abdul Moeloek Bandar Lampung
Diaper dermatitis-frequency and (tesis). Universitas Indonesia, Jakarta,
contributory factors in hospital attending Indonesia.
children. Pediatric Dermatology, 24(5): Li, C., Zhu, Z., & Dai, Y. (2012). Diaper
483–488. dermatitis: a survey of risk factors for
Horii, K. A., & Prossick, T. A. (2012). children aged 1-24 months in china. The
Overview of diaper dermatitis in infants Journal of International Medical
and children. Retrieved from http://www. Research, 40(5): 1752-1760.
uptodate.com/contents/overview-of- Mantoya, C. (2008). Diaper dermatitis: smart
diaper-dermatitis-in-infants-and-children and effective management. The American
Humphrey, S., Bergman, J. N., & Au, S. (2006). Journal for Nurse Practitioners, 12(9):
Practical management strategies for diaper 11-20.
dermatitis. Skin Therapy Letter, 11(7): Mersch, J. & Shiel, W. C. Jr. (2012). Diaper
1-6. rash. Retrieved from http://www.
Jackson, A. (2008). Time to review newborn medicinenet.com/diaper_rash/article. htm
skincare. Journal of Neonatal Nursing, Mersch, J., & Stoppler, M. C. (2009). Yeast
electronic edition 4(5): 166-168. infection diaper rash. Retrieved from
Kartono, J. (2009). Analisis faktor-faktor risiko http://www.emedicinehealth.com/yeast_
yang mempengaruhi terjadinya infeksi

66
Faktor yang Berhubungan dengan Ruam Popok

infection_diaper_rash/article_em.htm
Simatupang, M. M. (2009). Candida albicans.
Medan: Departemen Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatra Utara.
Visscher, M. O. (2009). Update on the use of
topical agents in neonates. Newborn &
Infant Nursing Review, 9(1): 31 – 47.

67

Anda mungkin juga menyukai