Anda di halaman 1dari 8

“MASA BERBURU DAN MENGUMPULKAN

MAKANAN TINGKAT LANJUT”

Isnaeni_A31122069
Kelas C

Abstrak
Masa ini disebut juga masa Mesolitikum. Berkembangnya pemikiran manusia menyebabkan peningkatan
penggunaan pikiran dab meningkatnya kebutuhan manusia dalam mempertahankan hidupnya. Peningkatan
jumlah anggota kelompok dan perpindahan tempat akan menyebabkan permasalahan baru. Perpindahan tempat (
nomaden) dalam rangka berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering) dianggap sudah tidak memadai
lagi maka manusia purba mulai membuat tempat tinggal tetap untuk sementara (semi sedenter). Kegiatan
berburu dan mengumpulkan makanan tetap berlangsung, namun kegiatan mengolah lahan tingkat sederhana dan
berternak tingkat awal sudah dimulai. Peninggalan budaya dari masa ini adalah budaya kjokkenmodding yang
ditemukan di pantai timur Sumatra dari Langsa (NAD) sampai Medan berupa bukit kerang setinggi 7 meter, dan
abris sous roche yang ditemukan di gua di darah Sampung  Ponorogo Jawa Timur dan Lamoncong Sulawesi
Selatan Hasil kebudayaan: Peable (Kapak Sumatra), hachecourte, pipisan batu, flakes, tulang dan tanduk.
Kata kunci : masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
Abstract
This period is also known as the Mesolithic period. The development of human thought led to an increase
in the use of the mind and an increase in human needs to sustain life. Increasing the number of group members
and moving places will cause new problems. Moving places (nomads) in the context of hunting and gathering
food (food gathering) is considered no longer adequate, so early humans began to make permanent residences
for a while (semi sedentary). Hunting and food gathering activities are still ongoing, but the simple level land
cultivation and early livestock raising activities have already started. Cultural relics from this period are the
kjokkenmodding culture found on the east coast of Sumatra from Langsa (NAD) to Medan in the form of a 7-
meter-high clam hill, and sous roche abris found in caves in the blood of Sampung, Ponorogo, East Java and
Lamoncong, South Sulawesi. (Sumatra ax), hachecourte, stone pipisan, flakes, bones and horns.
Keywords: advanced hunting and gathering period
PENDAHULUAN

Latar belakang
Di museum itu dapat ditemukan benda-benda peninggalan dari orang-orang zaman dahulu. Benda-benda
tersebut ada yang berupa fosil, yaitu sisa-sisa tulang belulang manusia, hewan, dan tumbuhan yang sudah
membatu. Ada yang berupa artefak, yaitu alat-alat kehidupan seperti senjata, alat pertanian dan alat rumah
tangga. Ada pula yang berupa tulisan seperti prasasti dan naskah kuno. Melalui benda-benda tersebut, dapat
mengetahui kehidupan orang-orang pada zaman dahulu, khususnya di Indonesia.
Masa praaksara merupakan salah satu periode dalam kehidupan manusia ketika manusia yang belum
mengenal tulisan. Praaksara berasal dari gabungan kata, yaitu pra dan aksara. Pra artinya sebelum dan aksara
berarti tulisan. Dengan demikian, yang dimaksud masa praaksara adalah masa sebelum manusia mengenal
tulisan. Masa praaksara disebut juga dengan masa nirleka (nir artinya tidak ada, dan leka artinya tulisan), yaitu
masa tidak ada tulisan. Masa praaksara dikenal pula dengan masa prasejarah.
Aksara atau tulisan adalah hasil kebudayaan manusia. Fungsi utama dari aksara ini adalah untuk
berkomunikasi dan membaca tentang sesuatu. Sekelompok manusia yang telah mengenal tulisan, biasanya
meninggalkan catatan-catatan tertulis kepada generasi berikutnya. Catatan itu dapat berupa batu bertulis
(prasasti) dan naskah-naskah kuno. Dari catatan tertulis tersebut, kita dapat mengetahui kehidupan orang-orang
zaman dahulu. Dengan demikian penemuan aksara merupakan faktor penting untuk mengetahui suatu
peradaban.
Ketika manusia prasejarah sudah mulai mengenal teknik bercocok tanam serta sudah mulai hidup menetap
lebih lama lagi di suatu tempat, bahkan telah menetap untuk selamanya maka lahirlah pola kehidupan yang baru,
yakni sebagaimana yang biasa disebut dengan nama masa bercocok tanam atau bertani. Pada masa ini
diperkirakan daerah-daerah yang di tempati oleh manusia sudah semakin meluas, di samping itu dalam bidang
ekonomi mereka benar-benar sudah mampu menghasilkan makanannya sendiri. Atau dengan kata lain cara
kehidupan ekonominya sudah beralih dari hunting and food gathering ke cara hidup food producing.
PEMBAHASAN

Masa Berburu dan Mengumpul Makanan Tingkat Lanjut


Seperti telah dijelaskan di muka, budaya pada Masa Berburu dan Mengumpul Makanan Tingkat Lanjut,
dikenal dengan budaya tradisi mesolitik. Pada tingkatan budaya tradisi mesolitik, manusia telah hidup setengah
menetap di gua-gua payung tepi-tepi danau serta tepi-tepi laut dangkal berarus tenang. Berdasarkan temuan
budaya tradisi mesolitik di Sampung, Ponorogo, Jawa Timur yang kemudian dikenal dengan Kebudayaan
Sampung atau Sampungian, manusia pada tingkatan ini telah mengenal tata cara penguburan mayat, penguburan
mayat pola terlipat. Pola terlipat ini antara lain dimaksudkan agar si mati dapat lahir kembali ke alam setelah
kehidupan yaitu alam kematian. Untuk menghantarkan si mati ke alam kematian, si mati diberi bekal kubur
berupa manik-manik dari kerang dan dikubur dalam liang kubur serta mayat ditutup dengan batu lempeng. Ada
kemungkinan maksud ditutupnya mayat batu lempeng yaitu agar roh si mati tidak lagi mengganggu kerabatnya
yang masih hidup (Callenfels 1932: 16 - 29). Di tempat lain, yakni di daerah Sulawesi Selatan juga ditemukan
kebudayaan tradisi mesolitik dikenal dengan kebudayaan Toala atau Toalean (Heekeren 1952:22-36) dan
kelompok pendukung kebudayaan ini telah mengenal tradisi seni lukis dinding gua. Warna yang digunakan
dalam lukisan dinding gua yaitu merah, hitam dan putih. Salah satu ragam jenis lukisan dinding gua yaitu
berupa lukisan adegan penggambaran "muka hewan" yaitu babi rusa. Lukisan ini ditemukan di Leang
Garunggung, Pangkep, Sulawesi Selatan (Suprapta, 1996:118-120). Lukisan dinding gua berupa lukisan "muka
hewan" tersebut dilukiskan pada langit-langit gua yang susah dijangkau dan merupakan salah satu lukisan yang
kemungkinan berkaitan upacara perburuan. Lukisan serupa juga ditemukan di gua Leang-leang daerah Maros
yakni lukisan seekor babi rusa yang sedang melompat dan di bagian punggungnya tertancap sebuah tombak,
sehingga adegan lukisan binatang ini dimasukkan sebagai lukisan adegan upacara perburuan. Perkiraan
pertanggalan tradisi budaya Toala atau Toalean dalam kaitannya dengan lukisan didning gua, menurut van
Heekeren (1952:33) adalah sekitar 4.000 tahun yang lalu. Hal ini didasarkan atas perbandingan dengan industri
budaya Bondalan. Jenis lukisan dinding gua tentang penggambaran muka manusia ditemukan di daerah Papua
Barat (New Guinea) yakni di Pulau Kei Kecil dalam lingkup Kepulauan Ceram. Lukisan-lukisan dinding gua
yang dimaksud terdiri atas lukisan penggambaran muka manusia, matahari, lukisan cap telapak tangan, lukisan
cap telapak kaki, lukisan binatang beserta penggambaran muka manusia. Semua jenis-jenis lukisan tersebut
tersebar luas di gua-gua payung Pulau Ceram, Kepulauan Kei dan Papua Barat (New Guinea). Berdasarkan
laporan Röder, lukisan-lukisan itu diperkirakan merupakan transformasi penanda simbol-simbol yang
berhubungan dengan totemisme serta mitologi akan kepahlawanan dalam lingkup kehidupan mesolitik
(Heekeren 1972:127-132).

Kehidupan sosial ekonomi


Kehidupan manusia pada masa ini masih dipengaruhi oleh cara hidup di masa sebelumnya. Bercocok Tanam:
Ciri-ciri dan Kehidupannya Mereka masih berburu, menangkap ikan, mencari kerang, dan mengumpulkan
makanan dari lingkungan di sekitarnya. Walau begitu, kehidupan manusia mengalami perubahan yang besar, di
mana mereka mulai secara berkelompok hidup menetap, dengan gua sebagai tempat tinggalnya. Biasanya yang
dipilih adalah gua di lereng bukit dan dekat dengan mata air. Mereka juga sudah mulai bercocok tanam untuk
menghasilkan makanan sendiri, dan menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yang tidak menentu. Kala itu,
manusia juga menanam padi, umbi-umbian, dan kacang-kacangan. Mereka juga mulai mencoba beternak
dengan menjinakkan hewan. Meski begitu, tradisi berpindah serta mengumpulkan makanan masih dominan, dan
menjadi aktivitas keseharian mereka.
Ciri-cirinya serta Kehidupan di Berbagai Bidang Kehidupan budaya Selama tinggal di gua, manusia zaman
itu, melukis di dinding gua yang menggambarkan suatu pengalaman, perjuangan, dan harapan hidup. Lukisan
tersebut dibuat dengan menggores dinding atau memberi warna merah, hitam, dan putih. Bentuknya ada yang
berupa gambar tangan, binatang, atau lainnya. Lukisan dinding gua menandakan berkembangnya kepercayaan
manusia saat itu. Pada masa ini, kebudayaan masyarakat makin berkembang ke arah yang lebih maju. Hal
tersebut dapat dilihat dari peralatan yang dihasilkan, di mana kemampuan manusia dalam membuat alat atau
perkakas berkembang pesat. Alat batu yang dibuat bentuknya lebih halus daripada masa sebelumnya. Alat-alat
tersebut, antara lain:
Kapak Sumatera Adalah batu kerakal yang dibelah tengah sehingga satu sisinya cembung halus, dan sisi lainnya
kasar. Alat tulang sampung Adalah alat yang terbuat dari tulang dan tanduk, digunakan sebagai penggali umbi-
umbian.
Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut diperkirakan terjadi pada zaman Mesolitikum,
ditandai dengan munculnya kebudayaan kjokkenmoddinger dan abris sous roche: Kjokkenmoddinger Berasal
dari kata kjokken, berarti dapur dan modding artinya sampah. Kjokkenmoddinger artinya sampah dapur.
Sampah ini dapat ditemukan di sepanjang pantai Sumatera Utara, antara lain Langsa (Aceh) hingga Medan.
Kjokkenmoddinger berupa bukit atau tumpukan tinggi dan memanjang dari kerang dan siput yang telah menjadi
fosil, Sampah itu menunjukkan adanya penduduk pantai yang tinggal dalam rumah bertonggak. Makanannya
berupa siput dan kerang. Siput itu dipatahkan ujungnya, kemudian diisap isinya. Sementara kulit siput dan
kerang dibuang selama bertahun-tahun, mungkin ratusan atau ribuan tahun.
Manusia Masa Praaksara di Indonesia Karena terus terjadi, sampah itu akhirnya menumpuk menjadi bukit
kerang setinggi beberapa meter. Bukit itulah yang dinamakan kjokkenmoddinger. Jadi, kjokkenmoddinger
adalah timbunan kulit kerang serta siput yang menggunung dan sudah menjadi fosil. Pada tempat tersebut juga
ditemukan kapak sumatera atau pebble, sejenis kapak pendek, dan sejenis batu pipisan. Abris sous roche Hasil
penemuan kedua dari kebudayaan masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, adalah abris sous
roche. Merupakan sebuah gua yang digunakan sebagai tempat tinggal manusia prasejarah. Gua itu sebenarnya
lebih menyerupai ceruk dalam batu karang, yang cukup untuk memberi perlindungan dari hujan dan panas.
Manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut sudah mengenal cara bercocok
tanam dengan sistem berladang. Caranya, yaitu menebang hutan, kemudian membersihkan dan menanaminya.
Beberapa kali tanah ladang itu dipergunakan, dan setelah dirasakan kesuburannya berkurang, maka pindah ke
tempat lain. Selain berladang, mereka juga memelihara dan mengembangbiakkan binatang.
a) Kehidupan Sosial Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut
Kehidupan manusia pada masa ini masih dipengaruhi oleh cara hidup pada masa sebelumnya. Mereka
masih melakukan perburuan hewan, menangkap ikan, mencari kerang dan mengumpulkan makanan dari
lingkungan di sekitarnya. Meskipun demikian, kehidupan manusia mengalami perubahan yang besar. Manusia
secara berkelompok mulai hidup menetap dengan memilih gua sebagai tempat tinggalnya. Biasanya gua yang
dipilih adalah gua yang letaknya cukup tinggi, yaitu di lereng bukit dan dekat dengan mata air.
b) Kehidupan Budaya Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut
Selama bertempat tinggal di gua, mereka melukiskan sesuatu di dinding gua yang menggambarkan suatu
pengalaman, perjuangan, dan harapan hidup. Lukisan-lukisan ini dibuat dengan cara menggores pada dinding
atau dengan memberi warna merah, hitam, dan putih. Bentuknya ada berupa gambar tangan, binatang, atau
bentuk lainnya. Lukisan dinding gua menandakan berkembangnya kepercayaan manusia pada masa itu.
Misalnya lukisan cap tangan dengan latar belakang warna merah mengandung arti kekuatan pelindung untuk
mencegah roh jahat, dan cap-cap tangan yang jari-jarinya tidak lengkap dianggap sebagai tanda berkabung.
Pada masa ini, kemampuan manusia membuat alat-alat atau perkakas mengalami kemajuan. Alat-alat-alat
batu yang dibuat bentuknya lebih halus daripada masa sebelumnya. Alat-alat tersebut antara lain adalah sebagai
berikut.
 Kapak Sumatra, yaitu batu kerakal yang dibelah tengah sehingga satu sisinya cembung halus dan sisi
lainnya kasar.
 Alat tulang sampung, yaitu alat yang terbuat dari tulang dan tanduk digunakan sebagai penggali umbi-
umbian.

Ciri masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut


Berburu dan meramu tingkat lanjut merupakan kelanjutan dari masa berburu dan meramu tingkat awal atau
sederhana.
Ciri-ciri kehidupan masyarakatnya setingkat lebih tinggi dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama
dalam hal manusia pendukung, teknik pembuatan alat, tempattinggal, ataupun kesenian dan kepercayaannya.,
ciri-ciri masyarakatmasa berburu dan meramu tingkat lanjut diuraikan berikut ini.
1. Manusia Pendukung Pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut, masyarakat purba memasuki masa
Holosen. Manusia pendukung kebudayaan masa ini adalah kelanjutan dari manusia purba jenis Homosapiens ,
yaitu ras Mongoloid dan Austromelanesoid. Ras Mongoloid mempunyai ciriciri, antara lain tubuh lebih kecil,
muka lebar dan datar, tengkorak sedang dan bundar, besar hidung besar, dan reduksi alat pengunyah sudah
terlihat. Ciri-ciri ras Austromelanesoid, yaitu tubuh agak besar, tengkorak kecil, muka sedang, hidung lebar,
bagian rahangnya ke depan, alat pengunyahnya kuat, dan geraham belum mengalami reduksi. Kedua ras
tersebut tersebar di wilayah Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, dan Sulawesi. Di Indonesia juga dihuni ras Papua
Melanesoid. Keturunan ras ini,antara lain suku Sakai (Siak) dan suku Irian.
2. Kehidupan Ekonomi Kehidupan perekonomian pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut sudah
mengalami perkembangan meskipun dalam pemenuhan kebutuhannya masih bergantung pada alam. Berikut ini
beberapa ciri kehidupan ekonomi masyarakat purba masa berburu dan meramu tingkat lanjut.
a. Cara memperoleh makanan masih bersifat food gathering masih sangat bergantung pada alam, yaitu iklim,
cuaca, kesuburan tanah, dan kondisi bintang.
b. Kehidupan berburu berkembang seiring dengan kemajuan dalam pembuatan alat berburu.
c. Selain berburu hewan di dekat, mereka juga makan hewan-hewan laut, misalnya kerang yang kulitnya
dibuang menjadi sampah bukit kerang (kjokkenmoddinger).
d. Mulai melakukan bercocok tanam sederhana dengan berpindah-pindah tempatsesuai dengan kesuburan tanah.
Tanaman yang ditanam sebatas umbi-umbian, karena belum mengenal padi.
e. Masa ini belum mengenal perdagangan barter, yaitu tukar-menukar barang, karena makanan yang mereka
peroleh hanya sekadar untuk mempertahankan hidup.
3. Kehidupan Sosial Secara umum, pola kehidupan sosial masyarakat purba masa berburu dan meramu tingkat
lanjut diuraikan berikut ini.
a. Manusia pada masa ini sudah mulai hidup semisedenter, yaitu kadang menetap di gua-gua alam dan
berpindah lagi mencari gua lain yang di sekitarnya banyak tersedia bahan makanan.
b. Pembagian kerja; laki-laki berburu, dan perempuan mengmpulkan makanan dan mengurus anak
c. Munculnya gua-gua alam yang dinamakan abris sous roche yang merupakan tempat tinggal sementara.

4. Hasil Kebudayaan Pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut, masyarakat praaksara sudah menghasilkan
berbagai budaya meskipun belum berkembang pesat. Salah satu hasil budaya pada masa berburu dan meramu
tingkat lanjut adalah digunakannya peralatan dari batu yang disebut chooper (kapak perimbas/pebble/kapak
sumatra), chooping tool (kapak penetak), anak panah, dan alat dari tulang atau tanduk rusa (bone culture). Selain
itu, ditemukan beberapa kesenian berupa lukisan-lukisan. Berikut beberapa bentuk lukisan tersebut.
a. Lukisan pada kapak berupa garis sejajar dan lukisan mata. Makna lukisan tersebut belum diketahui secara
pasti.
b. Lukisan di dinding-dinding gua, seperti yang terdapat di Gua Leang-Leang, Sulawesi Selatan. Lukisan
tersebut berupa gambar babi hutan sedang berlari. Di Gua Leang-Leang juga ditemukan lukisan cap tangan
berwarna merah. Heekeren mengatakan bahwa gambar tersebut dimungkinkan telah berumur lebih dari 4.000
tahun, atau pada zaman peralihan dari Mesolitikum ke Neolitikum. Alat-alat kebudayaan Teknik pembuatan alat
pada masa ini melanjutkan tekik pembuatan pada masa sebelumnya. Namu dalah hal bentuk yang lebih maju
dalam berbagai corak untuk beragam kegunaan.Ada beberapa jenis alat baru dan modifikasi alat yang di
gunakan pada masa sebelumnya.Pada masa berburu dan mengumpulkan tingkat lanjut ini . di antaranya :
A.serpih billah Serpih bilah merupakan batu yang terlepas dari batu induknya dalam bentuk pecahan yang lebih
kecil. Pecahan tersebut di modifikasi sesuai dengan kegunaan dengan cara di asah alat inilah yang di sebut serpi
billah. Di indonesia serpih bilah di temukan di gua-gua daerah sulawesi selatan. gambar: alat serpih B.kapak
Genggam Kapak genggam merupakan alat yang di gunakan untuk memukul hewan buruan,Alat ini aslinya
berasal dari hoabin (daerah di vietnam) Kemudian di bawa oleh iigrasi masarakat dataran asia ke daerah sumatra
dan jawa. Hal ini di asumsikan berdasarkan temuan arkeologi yang terdapat di sumatra dan jawa.
KESIMPULAN
Masa berburu dan mengumpulkan makanan tahap lanjut adalah sama dengan masa batu tengah
mesolitikum, yang identik dengan tinggal di gua, berburu binatang di darat dan di air, sudah mengenal api,
mengenal kapak tulang, dan menggunakan pakaian dari kulit hewan.
Seiring berjalannya waktu dan makin meningkatnya kebutuhan, manusia berkembang dalam menggunakan
akalnya. Berbagai kegiatan dan peralatan makin banyak ragamnya. Oleh karena itu, teknologi dan kebudayaan
yang dihasilkan masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, lebih berkembang
dibanding masa sebelumnya. Walau demikian, alam tetap menjadi sumber utama kehidupan mereka. Pada masa
itu, manusia mulai hidup menetap, meski hanya sementara mereka juga mulai mengenal bercocok tanam
sederhana meski sebagaian dari mereka bergantung pada faktor alam.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber : 1992. "Complementary Notes on Prehistoric Bronze Culture in Bali" dalam 50 tahun Lembaga
Purbakala dan Peninggalan Nasional. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Sumber : 1984. "Jaman Prasejarah di Indonesia" dalam Sejarah Nasional Indonesia Jilid I. Jakarta: Balai
Pustaka
https://www.kompas.com/skola/read/2022/09/21/110000869/masa-berburu-dan-mengumpulkan-makanan-
tingkat-lanjut?page=all.
Sumber:http://www.artikelsiana.com/2014/09/kehidupan-masyarakat-prasejarah.html
http://www.sridianti.com/kehidupan-masyarakat-berburu-dan-meramu.html
http://blogzulkifly.blogspot.co.id/2013/08/masa-berburu-dan-mengumpulkan-makanan.html
http://ipspa.blogspot.co.id/2015/05/masa-berburu-dan-meramu-tingkat-lanjut. Buku LKS Sejarah kelas X

Anda mungkin juga menyukai