Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kepuasan kerja perawat didefinisikan sebagai suatu perbedaan antara
harapan suatu profesi dengan kenyataan yang dialami oleh profesi tersebut.
Kepuasan kerja merupakan sutau indikator yang signifikan mengenai apa
yang dirasakan oleh seseorang terhadap profesinya dan bagaimana seseorang
memenuhi tugas dalam profesinya (Zahaj et al, 2016). Bekerja di lingkungan
keperawatan memberi kesempatan untuk berinteraksi dalam lingkugan yang
berbeda, berinteraksi dengan tenaga kesehatan yang berbeda-beda dan
mendapatkan upah yang adil dan sesuai. Dalam pengukuran kepuasan tenaga
kerja perawat, tidak hanya penting untuk mengetahui kinerja rumah sakit
terutama dari bidang ketenagaannya, tetapi juga untuk menentukan strategi
manajemen di masa mendatang. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya
kepuasan kerja perawat untuk kemajuan rumah sakit kedepannya.
Kepuasan kerja perawat masih menunjukkan adanya fenomena yang
signifikan pada beberapa penelitian. Survei kepuasan kerja perawat
mengidentifikasi bahwa karakteristik individu dan lingkungan kerja
berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat. Kepuasan kerja perawat
didapatkan hasil 43,3% menyatakan puas terhadap pekerjaan dan 56,7%
menyatakan tidak puas dengan pekerjaannya. Angka ketidakpuasan perawat
ini dapat dijadikan sebagai suatu indicator, jika kondisi ini diabaikan maka
diwaktu yang akan datang akan berdampak terhadap tujuan rumah sakit
(Fatikhah dan Zuhri, 2019). Sedangkan penelitian Husin, Huda dan Ranisa
(2019) menyatakan bahwa 48,3% perawat merasa tidak puas dengan
kerjanya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti gaji, keamanan
dalam bekerja, komunikasi antar rekan kerja, kondisi dalam bekerja, prestasi,
pengembangan diri, tanggung jawab, pengakuan dan supervisi. Putri, Sriatmi,
dan Fatmasari (2018) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja perawat yang
tinggi dirasakan supervisi terhadap perawat baik, sedangkan yang memiliki

1
tingkat kepuasan kerja rendah dirasakan supervisi terhadap perawat kurang
baik.
Zhang et.al. (2018) mengemukakan bahwa supervisi merupakan faktor
penting yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja perawat, maka upaya yang
harus dioptimalkan adalah dengan memperbaiki lingkungan kerja yang baik.
Hal ini juga diperkuat oleh Basri (2018), bahwa supervisi mempengaruhi atau
berhubungan dengan kepuasan kerja, sehingga supervisi harus dipertahankan
guna mempertahankan kepuasan kerja perawat sekaligus memberi rasa
nyaman bagi perawat untuk bekerja dan memberi dampak yang positif juga
bagi pelayanan keperawatan. Dengan adanya supervisi yang berkelanjutan
mereka merasa ada penambahan ilmu baru setiap hari dan selalu mendapat
bimbingan dalam bekerja serta dukungan yang positif dari kepala ruangan
sehingga mereka mulai mencintai pekerjaannya dan puas dengan
pekerjaannya. Menurut Dharma (dalam Fatikhah, 2019) supervisi memiliki
beberapa model, diantaranya adalah model psikoanalitik, model system
psikodinamik, model kadushin, model proctor, model peplau dan model
reflektif. Dari beberapa model tersebut, supervisi model reflektif dapat
memaksimalkan kekuatan dalam lingkungan kerja melalui konsep hubungan
yang sejajar dan bersifat dukungan dan kolaboratif antara supervisor dengan
perawat (Zuhri, 2019).
Supervisi model reflektif merupakan supervisi yang menekankan upaya
pemberian dukungan untuk perawat dengan meingkatkan kemampuannya
memahami praktik dan hal yang mempengaruhinya termasuk pengaruh dalam
kepribadian sehingga akan dihasilkan kesadaran dan pemahaman dalam diri
perawat yang akan berdampak pada pengembangan kemampuan praktik.
Selain itu supervisi reflektif diartikan sebagai proses refleksi yang dipimpin
oleh seorang supervisor, dimana supervisor akan menggunakan pertanyaan
pemicu dalam proses refleksi yang aktif kemudian supervisor dapat
membimbing perawat dimana perawat tersebut akan lebih memahami praktek
keperawatan yang dilakukan (Driscoll, 2017). Supervisi klinis model reflektif
menurut Lynch, Hancox, Happel, dan Parker (2008), mengatakan bahwa

2
supervisi model ini adalah supervisi yang dilakukan pengawasan ilmiah
secara mendalam dalam memberikan pelayanan keperawatan. Supervisi
model reflektif yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dalam
pendidikan keperawatan dan pengembangan keterampilan. Supervisi reflektif
secara positif memengaruhi kepuasan kerja, kinerja, pengembangan
profesionalitas kerja dan mengembangkan kepribadian positif dan
profesional. (Frosch, et. al., 2018).
Supervisi model reflektif dilakukan dengan cara mengarahkan dengan
ilmiah dari peristiwa, situasi, kondisi dan tindakan yang terjadi di klinis.
Supervisi model reflektif bertujuan agar perawat yang disupervisi dapat
memberikan input untuk meningkatkan pelayanan keperawatan lebih baik
kedepannya dan juga dapat menyelaraskan antara pendidikan keperawatan
dengan praktik keperawatan di lapangan (Basri, 2018). Alasan supervisi
reflektif penting, karena supervisi reflektif dapat menjadi salah satu bentuk
dukungan profesional dan kunci kepercayaan, stabilitas dalam hubungan,
serta perasaan aman nyaman untuk mengekspresikan baik perasaan positif
maupun negatif tentang pekerjaan (Simpson, Robinson dan Brown, 2018).
Sementara pendapat lain menyatakan supervisi reflektif dapat
mengembangkan dan memperluas dan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan klinis perawat melalui pendekatan reflektif didunia pendidikan
keperawatan (White & Winstanley, 2010). Hal ini sesuai dengan penelitian
Santoso, Sari dan Anggorowati (2017) yang menunjukkan bahwa supervisi
model reflektif memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja
perawat di kelompok eksperimen, hal ini disebabkan oleh perbedaan fungsi
dan implementasi supervisi sebelum diberikan intervensi pada kelompok
eksperimen masih belum berjalan dengan baik. Penelitian Fatikhah dan
Zukhri (2019) bahwa ada perbedaan yang bermakna antara kepuasan kerja
perawat setelah dilakukan intervensi berupa supervisi model reflektif pada
kelompok intervensi.
Hasil observasi penulis di Ruang Puntadewa Rsj Prof. Dr. Soerojo
Magelang menggambarkan bahwa kepala ruang sebagai supervisor ruangan

3
dalam melakukan supervisi dilakukan secara situasional, cenderung bersifat
pengawasan saja, minim kegiatan yang bersifat bimbingan, dan pengarahan.
Sebanyak 8 orang (45%) perawat menyatakan sangat setuju bahwa supervisi
sangat meningkatkan kepuasan kerja, sebanyak 6 orang (35%) perawat
menyatakan setuju, dan 3 orang (20%) mengatakan tidak setuju bahwa
supervisi dapat meningkatkan kepuasan kerja. Pada pelaksanaan supervisi
yang ada, belum berjalan secara optimal. Selain itu, pelaksanaan supervisi
belum dilaksanakan dengan seharusnya karena beberapa hambatan atau faktor
seperti ketidakpatuhan supervisor dalam menjalankan supervisi sesuai SOP
yang tinggi, mayoritas supervisi dilakukan dengan teknik tidak langsung yang
mana hal ini menunjukkan tingkat pemahaman supervisor masih rendah
tentang kegiatan supervisi dan uraian tugas supervisor (Harmatiwi,
Sumaryani, dan Rosa, 2017).
Hasil studi lapangan pada 3 Febuari 2021, dua perawat menyatakan
kesusahan menyelesaikan tugas selama jam kerja dikarenakan tanggung
jawab yang tinggi tetapi harus didokumentasikan melalui online sehingga
tidak sesuai dengan job description dimana mobilitas aktivitas yang tinggi.
Hal ini sesuai dengan penelitian Hikmat dan Melinda (2019) bahwa kegiatan
produktif tak langsung perawat lebih tinggi seperti administrasi pasien
daripada kegiatan produktif langsung seperti memberikan perawatan berupa
tindakan, sehingga kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil
pekerjaan diterima individu seperti yang diharapkan. Perawat supervisor atau
kepala ruang sebagai supervisor ruangan sementara ini hanya melakukan
supervisi kepada para ketua tim, sedangkan ketua tim mengawal perawat
pelaksana, dimana kepala ruang belum memperhatikan secara langsung tiap
anggotanya dalam bekerja, yang membuat perawat merasa kurang dalam
komunikasi antara kepala ruang dan perawat, sehingga kendala atau
hambatan dalam pekerjaan tidak terselesaikan, hal inilah yang membuat
tingkat kepuasan kerja pada masing – masing perawat terhadap supervisi
masih rendah. Supervisi model reflektif memberikan dampak positif terhadap
peningkatan kualitas pelayanan keperawatan, yang mana juga dapat

4
meningkatkan kepuasan kerja perawat. Supervisi model reflektif dapat
membantu perawat memahami situasi kerja, dan pada akhirnya dapat
meningkatkan fungsi perawatan sehingga dapat menjadi komponen/standar
penting dari praktek profesional untuk perawat dan profesional kesehatan
yang lain (Rowe, et.al. 2019).
Berdasarkan fenomena diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan studi
pustaka terhadap hasil penelitan terdahulu tentang Peningkatan Kepuasan
Kerja Perawat Menggunakan Supervisi Keperawatan Reflektif
1.2 Kontek dan Perbedaan (Context and Deference)
1.2.1 Analisis Kontek (Context Analysis)
Saat ini penilaian kepuasan kerja belum dilakukan dan belum
ada instrumen penilaian yang digunakan, serta kepala ruang selaku
supervisor ruangan belum pernah menilai secara langsung baik
melalui kuisioner ataupun secara reflektif mengenai kepuasan kerja
tiap individu perawat. Supervisi yang sudah ada di ruangan saat ini
yaitu supervisi dengan model grup atau tim yang mana dilakukan
kepada ketua tim dan ketua tim mengawal perawat pelaksana.
Supervisi yang dilaksanakan berisi penilaian tentang kinerja asuhan
keperawatan setiap pagi hari sesudah doa pagi. Kepala ruang
melakukan supervisi dalam bentuk pengawasan serta memberikan
pengarahan, maupun evaluasi secara langsung kepada perawat.
Permasalahan yang ditemukan dalam supervisi antara lain
kurangnya dalam penyampaian komunikasi sehingga menyebabkan
perawat merasa kurang mendapat dukungan atau kurangnya
kolaborasi antara perawat dan supervisor. Tentunya hal tersebut secara
tidak langsung mempengaruhi hubungan antara pimpinan dan perawat
yang menjadikan kepuasan kerja perawat masih kurang. Terkait
penilaian kepuasan kerja tiap perawat secara langsung belum ada
instrumen penilaian kepuasan kerja, sedangkan pelaksanaan supervisi
dilakukan hanya berdasarkan instrumen yang disediakan rumah sakit.

5
Tabel 1.1 Analisa SWOT Supervisi Reflektif
Kekuatan : Kelemahan :
Kepala Ruang mendukung Beban kerja yang tinggi sulit
jenis kegiatan supervisi untuk memberikan waktu yang
model reflektif untuk efektif dan efisien dalam
meningkatkan kualitas dan pelaksanaan supervisi reflektif
kepuasan kerja perawat.
Peluang : Ancaman :
Rumah sakit terus berupaya Belum adanya kebijakan khusus
untuk meningkatkan terkait pelaksanaan supervisi
kepuasan dan kualitas kerja reflektif sehingga belum
kepada para karyawan bisa dilakukan
melalui supervisi

1.2.2 Analisis Perbedaan ( Context Deference)

Supervisi dilakukan kepala ruang ke ketua tim dan PPJA


mengawal perawat pelaksana, dalam hal ini supervisi hanya terkait
dengan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien. Menurut
pendapat beberapa perawat, sebenarnya semakin tinggi beban kerja
perawat, maka pelaksanaan supervisi dapat memberikan bantuan
teknis dan bimbingan kepada perawat untuk lebih cepat
menyelesaikan masalah ataupun kendala dari pekerjaannya, sehingga
mampu meningkatkan kualitas kerjanya, yang mana nantinya
memberikan kepuasan kerja tersendiri terhadap masing – masing
individu perawat.
Jadi dapat ditarik kesimpulan, jika perlunya meningkatkan
peran perawat untuk terlibat dalam setiap kegiatan di ruang rawat
inap perawat akan merasa senang. Memberikan reward untuk
perawat yang telah melakukan tugas keperawatan dengan baik juga
dapat meningkatkan motivasinya. Hal ini bisa diambil berdasarkan
penilaian kepuasan kerja perawat yang sudah dicapai. Sehingga
perlunya penilaian kepuasan kerja dan supervisi reflektif dalam
memecahkan masalah beban kerja pada masing – masing perawat,
baik ketua tim maupun perawat pelaksana perlu dilakukan untuk

6
meningkatkan kepuasan kerja perawat.
1.3 Analisa Masalah (Problem Analysis)
1.3.1 Tingkat Individu (Individual Level)
Supervisi saat ini hanya dilakukan oleh kepala ruang kepada
PPJA, serta perawat pelaksana dikawal oleh PPJA, supervisi belum
pernah dilakukan kepada tiap perawat serta belum pernah ada
penilaian kepuasan kerja untuk mengukur kepuasan kerja tiap - tiap
perawat. Apabila dilakukan supervisi secara reflektif dan dilakukan
dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat seperti meningkatkan
efektivitas dan efisiensi kerja, serta makin terbinanya hubungan dan
suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan, serta
kepuasan kerja yang berkaitan dengan berkurangnya kesalahan,
sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, biaya, sarana) yang sia –
sia dapat dicegah
1.3.2 Tingkat Tim (Team Level)

Kepala ruang melakukan supervisi kepada PPJA/ketua tim,


sedangkan perawat pelaksana dikawal oleh PPJA, yang berarti hasil
supervisi oleh kepala ruang disampaikan melalui PPJA kepada
perawat pelaksana. Supervisi oleh kepala ruang juga belum pernah
menilai tentang kepuasan kerja pada tiap tim dalam bekerja. Hal ini
dikarenakan kepala ruang belum memiliki instrumen ataupun alat
untuk penilaian kepuasan kerja dan pelaksanaan supervisi dilakukan
berdasarkan instrumen yang sudah disediakan oleh pihak manajemen
berbentuk instrumen ceklist.
1.3.3 Tingkat Organisasi (Organisation Level)

Rumah sakit belum menerapkan supervisi dengan model reflektif,


karena banyaknya jumlah perawat, sehingga membutuhkan waktu
untuk menyusun SOP serta instrumen yang dapat mempermudah dan
mempersingkat waktu dalam pelaksanaan untuk penerapan supervisi
secara reflektif.

7
1.3.4 Kebutuhan dan Penilaian (Need Assesment)
Tabel 1.2 Hasil Observasi dan Hasil yang Diharapkan
Hasil Observasi Hasil yang diharapkan
Belum diterapkannya supervisi Supervisi reflektif bila
reflektif kepada perawat di rumah diterapkan dengan maksimal,
sakit dan supervisi saat ini hanya akan diperoleh banyak manfaat
supervisi yang dilakukan secara seperti makin terbinanya
tidak langsung serta dilaksanakan hubungan dan suasana kerja
secara tim atau melalui PPJA. yang lebih harmonis antara
Sedangkan kepuasan kerja atasan dan bawahan, serta
perawat yang kurang, karena kepuasan kerja berkaitan dengan
perawat belum pernah diminta bantuan dan dukungan terhadap
penilaiannya terhadap kepuasan stress beban kerja yang dialami
kerja perawat selama ini. Dalam perawat yang disupervisi.
hal ini kegiatan perawat
kepala/kepala ruang sebagai
supervisor jarang memberikan
kesempatan kepada perawat
untuk merefleksikan dan
mereview dalam hal kepuasan
kerja perawat
Apa yang dibutuhkan ?
Supervisi model reflektif untuk meningkatkan kepuasan kerja perawat

1.4 Sasaran (Target Audience)


Sasaran dalam karya ilmiah ini adalah kepala ruang instalasi rawat inap
1.5 Definisi Masalah (Problem Defenition)
Perawat yang bekerja di rumah sakit merupakan bagian yang tidak
terlepas dari sistem manajemen yang berlaku di ruangan tempat bekerja.
Terdapat banyak faktor terkait dengan fungsi manajemen kepala ruangan
yang dapat menyebabkan meningkatnya ataupun menurunnya kepuasan
kerja perawat (Basri, 2018). Kepuasan kerja yang kurang dan tidak
ditingkatkan dapat mengganggu upaya pencapaian tujuan rumah sakit dalam
pemberian pelayanan kesehatan yang paripurna dan bermutu. Ketidakpuasan
perawat ini juga dapat dijadikan sebagai suatu indikator, jika kondisi ini
diabaikan maka diwaktu yang akan datang akan berdampak terhadap tujuan

8
dari organisasi dalam hal ini rumah sakit (RSUD Tugurejo 2016 dalam
Fatikhah dan Zuhri, 2019).
Model supervisi reflektif menunjukkan hasil yang baik dalam peningkatan
kepuasan kerja perawat, karena dapat menciptakan prinsip keteraturan,
kolaborasi, saling menghormati dan adanya komunikasi terbuka yang
dibangun antara perawat kepala dan perawat staf. Selain itu, model supervisi
reflektif yang dilakukan secara individu ke individu dapat menjadi prinsip –
prinsip yang berfokus pada solusi interaksi. Supervisi reflektif apabila
dilakukan dengan produktif oleh supervisor atau kepala ruang dengan cara
melakukan diskusi secara produktif maka perawat dapat memahami respons
emosional mereka sendiri, mengeksplorasi konsep, mengembangkan
pemahaman baru dan menemukan solusi atas masalahnya, sehingga dapat
membuat setiap individu perawat puas (Rowe et al, 2019).
Penerapan supervisi reflektif sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja
perawat sebagai kegiatan dalam fungsi manajemen. Supervisi reflektif
merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi perawat dalam
bekerja, dengan demikian harus ditekankan bahwa supervisi reflektif harus
ditekankan dan dioptimalkan dalam pelaksanaannya.
Saat ini bangsal rumah sakit jarang menerapkan supervisi secara reflektif.
Supervisi yang dilakukan oleh kepala ruangan belum berjalan optimal
sepenuhnya kepada setiap perawat, serta minim kegiatan yang bersifat
memberikan umpan balik dengan baik atau secara reflektif dan belum adanya
instrumen serta penilaian kepuasan kerja perawat yang menjadikan
ketidaktahuan kepala ruangan mengenai kepuasan kerja pada tiap anggotanya.
Pelaksanaan supervisi yang tepat sangat penting, sehingga dapat dijadikan
referensi dalam melakukan intervensi keperawatan supervisi reflektif kepala
ruang dalam rangka meningkatkan kepuasan kerja perawat
1.6 Pertanyaan
Pertanyaan menggunakan PICOT dalam pencarian artikel meliputi:

Problem : Kepuasan kerja perawat

9
Intervention : Supervisi reflektif

Compare : Tidak dilakukan supervisi reflektif


Outcome : Peningkatan kepuasan kerja perawat
Time : Artikel terpublikasi 2016-2021
1.7 Tujuan
1.7.1 Tujuan Umum
Tujuan umum adalah untuk meninjau artikel penelitian dan sebagai
referensi mengenai supervisi keperawatan model reflektif untuk
meningkatkan kepuasan kerja perawat.
1.7.2 Tujuan Khusus
1. Mendeskripsikan artikel-artikel yang berkaitan dengan penerapan
supervisi keperawatan model reflektif untuk meningkatkan
kepuasa kerja perawat
2. Menganalisis artikel-artikel yang berkaitan tentang penerapan
supervisi keperawatan model reflektif untuk meningkatkan
kepuasa kerja perawat

10

Anda mungkin juga menyukai