NIM : 208720500221
Populasi merupakan jumlah keseluruhan dari objek penelitian. Bisa juga didefinisikan
sebagai jumlah keseluruhan dari satuan-satuan atau individu-individu yang
karakteristiknya hendak diteliti.
Sampel secara sederhana bisa diartikan sebagai sebagian kecil dari objek penelitian yang
dipilih oleh peneliti.
Sehingga dari keseluruhan objek penelitian yang disebut dengan istilah “populasi”
kemudian diambil beberapa saja, objek yang diambil ini disebut “sampel”.
SUMBER DATA
Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Apabila
penelitian menggunakan kuisioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka
sumber data disebut responden, yaitu orang yang meresponatau menjawab pertanyaan
peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan. Apabila peneliti menggunakan teknik
observasi, maka sumber datanya bisa berupa benda, gerak atau proses tertentu.
Contohnya penelitian yang mengamati tumbuhnya jagung, sumber datanya adalah
jagung, sedangkan objek penelitiannya adalah pertumbuhan jagung.
METODE PENGUMPULAN SUMBER DATA: Observasi, Wawancara, Angket
(kuesioner)
Perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa berate membentuk keluarga
dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Berasal dari kata an-
nikah yang menurut bahasa berarti mengumpulkan, saling memasukkan, dan wathi atau
bersetubuh. Sedangkan menurut Sayid Sabiq, perkawinan merupakan “satu sunatullah yang
berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik manusia, hewan maupun tumbuhan”. Abdul
Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat (2003 :.10)
Pernikahan adalah suatu perjanjian yang suci antara seorang laki-laki dengan seorang
wanita untuk membentuk keluarga bahagia. Jadi pernikahan itu adalah suatu aqad
(perjanjian) yang suci untuk hidup sebagai suami istri yang sah, membentuk keluarga
bahagia dan kekal, yang unsur utamanya adalah: a. Perjanjian yang suci antara seorang pria
dengan seorang wanita. b. Membentuk keluarga bahagia dan sejahtera (ma’ruf, sakinah,
mawaddah dan rahmah). c. Kebahagian yang kekal abadi penuh kesempurnaan baik moral
material maupun spiritual.Idris Ramulyo, ( 1995 : 45)
Nikah Siri adalah pernikahan yang dilakukan menurut hukum syariat, tetapi tidak
dilakukan di hadapan Petugas Pencatat Nikah (PPN) sebagai aparat resmi pemerintah dan
atau tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama, sehingga tidak memperoleh akte nikah
sebagai satu-satunya bukti legal formal. Sedangkan Ma‟ruf Amin mengatakan bahwa nikah
sirri adalah pernikahan yang terpenuhi semua rukun dan syarat yang ditetapkan dalam fikih
(hukum Islam). Namun, nikah ini tanpa pencatatan resmi di instansi berwenang sebagaimana
diatur dalam perundang-undangan.
(https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol15651/pencatatan-nikah-akan memperjelas-
status-hukum.)
dihalalkan atau diperbolehkan jika syarat dan rukun nikahnya terpenuhi pada saat nikah
sirri digelar. Pada prinsipnya, selama nikah sirri itu memenuhi rukun dan syarat nikah yang
disepakati ulama, maka dapat dipastikan hukum nikah itu sudah sah. Berikut ini beberapa
pendapat para ulama Islam tentang Nikah Siri.
(https://fandyisrawan.wordpress.com/2014/02/26/makalah-nikah-siri.)
Saat ini banyak sekali praktik Pernikahan Siri yang dilakukan oleh masyarakat
khusunya di desa sembulung padahal pernikahan siri ini dinilai merugikan pihak
perempuan karena tidak diakui oleh Negara dan hanya diakui secara agama saja.
Adanya Praktik Pernikahan Siri ini cukup menimbulkan perpektif yang beragam bagi
masyarakat desa Sembulung salah satunya Pro dan Kontra. Beberapa Masyarakat Desa
Sembulung mengatakan sepakat dengan adanya Pernikahan Siri dengan tujuan agar
terhindar dari perbuatan zina dan menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti
hamil diluar nikah. Tetapi Banyak Masyarkat Desa Sembulung yang tidak setuju dengan
diadakan pernikahan siri dengan alasan Nikah Siri adalah nikah yang tidak di catatkan di
Kantor Urusan Agama (KUA) walaupun secara agama sah.
Jika dilihat dari dampaknya yang terjadi di desa sembulung perkawinan siri banyak
menimbulkan dampak buruk bagi kelangsungan rumah tangga akibat hukumnya bagi
perkawinan yang tidak memiliki akte nikah dan pengakuan hokum Negara. Secara yuridis
suami/istri serta anak yang dilahirkan tidak dapat melakukan tindakan hukum keperdataan
berkaitan dengan rumah tangganya. Anak-anaknya hanya akan diakui oleh negara sebagai
anak diluar nikah yang hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga
ibunya. Istri dan anak yang ditelantarkan oleh suami dan ayah biologisnya tidak dapat
melakukan tuntutan hukum baik pemenuhan hak ekonomi maupun harta kekayaan milik
bersama.
Berdasarkan pemaparan di atas penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai
Pandangan Masyarakat Desa Sembulung Mengenai Pernikahan Siri yang marak terjadi saat
ini.
C) Rumusan Masalah :
Dari latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah yang akan diteliti yaitu:
1. Apa Dampak yag ditimbulkan mengenai praktik pernikahan siri di Desa Sembulung ?
2. Bagaimana Praktik Pernikahan Siri di Desa Sembulung saat ini ?
Pernikahan adalah suatu perjanjian yang suci antara seorang laki-laki dengan seorang
wanita untuk membentuk keluarga bahagia. Jadi pernikahan itu adalah suatu aqad (perjanjian)
yang suci untuk hidup sebagai suami istri yang sah, membentuk keluarga bahagia dan kekal,
yang unsur utamanya adalah: a. Perjanjian yang suci antara seorang pria dengan seorang wanita.
b. Membentuk keluarga bahagia dan sejahtera (ma’ruf, sakinah, mawaddah dan rahmah). c.
Kebahagian yang kekal abadi penuh kesempurnaan baik moral material maupun spiritual. Idris
Ramulyo,( 1995 : 45.)
a. bahwa negara menjamin hak warga negara untuk membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, menjamin hak anak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa perkawinan pada usia anak menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh
kembang anak dan akan menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak seperti hak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil anak, hak kesehatan, hak
pendidikan, dan hak sosial anak;
Istilah nikah siri atau nikah yang dirahasiakan memang sudah dikenal kalangan para
Ulama. Hanya saja nikah siri yang dikenal pada masa dahulu berbeda pengertiannya dengan
nikah siri pada saat ini. Dahulu yang dimaksud dengan nikah siri yaitu penikahan sesuai dengan
rukun-rukun perkawinan dan syaratnya menurut syari’at, hanya saja saksi diminta tidak
memberitahukan terjadinya pernikahan tersebut kepada khalayak ramai, kepada msyarakat, dan
dengan sendirinya tidak ada walimatul-‘ursy.
(http://www.kompasiana.com/sangatgampangdiingat/nikah-sirri-tidak-sama-dengannikah-
di-bawah-tangan.)
Nikah siri tidak pernah diajarkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Dengan
demikian, tidak ada ajaran nikah siri dalam islam. Jika melihat dari pendapat ulama, hukum
nikah siri masih menuai kontroversi. Jumhur ulama menolak adanya pernikahan siri dan
menganggap nikah siri tidak sah secara agama. Namun ada juga yang membolehkannya.
Pada pelaksanaan perkawinan, calon mempelai harus memenuhi rukun dan syarat
perkawinan. Rukun perkawinan adalah hakekat dari perkawinan itu sendiri, jadi tanpa adanya
salah satu rukun, perkawinan tidak mungkin dilaksanakan, sedangkan yang dimaksud dengan
syarat perkawinan adalah sesuatu yang harus ada dalam perkawinan tetapi tidak termasuk
hakekat perkawinan. Jika salah satu syarat-syarat perkawinan tidak terpenuhi maka perkawinan
itu tidak sah. Terkait dengan sahnya suatu perkawinan, pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang perkawinan menyebutkan : Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku pernyataan seperti tersebut diatas juga dijelaskan
kembali pada bagian penjelasan pasal 2 Undang-Undang perkawinan yaitu “ dengan perumusan
pasal 2 ayat (1), tidak ada perkawinan diluar hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945”.
Pihak-pihak yang melaksanakan akad nikah, yaitu mempelai pria dan wanita.
- Wali
- saksi
- Akad nikah
Menurut Jumhur Ulama rukun perkawinan ada lima dan masing-masing rukun memiliki syarat-
syarat tertentu, sebagai berikut :
Rukun dan syarat perakawinan wajib dipenuhi, jika tidak maka tidak sah. Dalam kitab al-
figh ‘ala al mazhib al-araba’ah disebutkan bahwa nikah fasid yaitu nikah yang tidak memenuhi
syarat-syaratnya, sedangkan nikah batil adalah nikah yang tidak memenuhi rukunnya dan hukum
nikah fasid dan nikah batil adalah sama yaitu tidak sah. (Ahmad Rafiq, 1998 :71)
Berikut ini akan diuraikan beberapa hal sebagai dampak dilakukannya pernikahan sirri,
baik dari sisi positif maupun sisi negatif bagi perempuan (istri) dan anak-anak secara hukum.
Dampak positif pernikahan sirri terhadap perempuan (istri) dan anak-anak dapat diperinci
sebagai berikut:
Menurut Abdul Manan, sebagaimana dikutip oleh Harpani Matnuh bahwa dampak
pernikahan yang tidak dicatatkan atau yang disebut dengan istilah nikah sirri antara lain.
a. Suami istri tersebut tidak mempunyai akta nikah sebagai bukti mereka telah menikah
secara sah menurut agama dan Negara
b. Anak-anak tidak dapat memperoleh akta kelahiran dari istri yang berwenang karena
untuk mendapatkan akta kelahiran diperlukan akta nikah dari orang tuanya
c. Anak-anak tidak dapat mewarisi harta orang tuanya karena tidak ada bukti autentik yang
menyatakan mereka sebagai ahli waris orang tuanya
d. Tidak memperoleh hak-hak lainnya dalam pelaksanaan administrasi Negara yang mesti
harus dipenuhi sebagai bukti diri. (Harpani Matnuh( 2016 : 903-904)
Selanjutnya dampak negatif terhadap istri secara hukum adalah sebagai berikut: Pertama,
tidak diakui sebagai istri, karena pernikahan dianggap tidak sah. Oleh karena perempuan yang
nikah sirri tidak mempunyai bukti berupa surat nikah, maka akibatnya bila suami tidak
bertanggungjawab, ia tidak dianggap sebagai istri, meski pernikahan dilakukan menurut agama
dan kepercayaan, namun dimata negara nikah sirri dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh
KUA atau Kantor Catatan Sipil.
Kedua, terabaikannya hak dan kewajiban. Seorang suami yang melakukan nikah sirri
mudah mengabaikan hak dan kewajibannya baik secara lahir maupun batin. Ketiga, tidak berhak
atas nafkah, warisan dan pembagian harta bersama (harta gono-gini). Akibat lebih jauh dari
nikah sirri adalah istri tidak berhak menuntut nafkah jika suaminya masih hidup dan tidak
bertanggungjawab, tidak dapat menuntut warisan dari suaminya jika meninggal dunia, karena
pernikahannya tidak pernah dianggap ada menurut hukum Indonesia, dan tidak dapat menuntut
pembagian harta bersama jika terjadi perceraian.
Keempat, tidak dapat memberikan kepastian hukum, misal ketika terjadi sengketa hukum
(misal mau melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti jual beli tanah atau rumah,
mengajukan kredit ke bank, dan sebagainya) karena tidak adanya bukti authentik, sehingga
pernikahannya tidak pernah dianggap ada menurut hukum Indonesia, selain itu nikah sirri rentan
terhadap masalah kekerasan dalam rumah tangga, karena jika suami tidak bertanggung jawab
suami bisa berlaku sewenang-wenang.
Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat di
gambarkan sebagai berikut:
PERSPEKTIF MASYARAKAT
DAMPAK DAMPAK
PERNIKAHAN SIRI
NEGATIF POSITIF
UNDANG UNDANG
NOMER 16 TAHUN 2019
METODELOGI PENELITIAN
3.1 PENDEKATAN PENNELITIAN
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode pendekatan
yuridis empiris yaitu suatu pendekatan yang mengacu pada peraturan-peraturan tertulis atau
bahan-bahan hukum lainnya yang bersifat sekunder untuk melihat bagaimana
pelaksanaannya melalui suatu penelitian lapangan yang dilakukan dengan sosiologis dan
wawancara, sehingga diperoleh tentang kejelasan yang diteliti.
Pada penelitian empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder,
sebagaimana di atas untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di
lapangan atau terhadap masyarakat atau para pihak yang terlibat dalam konflik. Dikatakan
sebagai data primer karena yang hendak diteliti adalah Masyarakat Desa Sembulung yang
pernah melakukan Perkawinan Siri.
Maria S.W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Sebuah Panduan Dasar,
(Jakarta : Gramedia Pustaka Umum, 1997), hal. 27
Pada Penelitian ini, penulis mengggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif yang
dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai Tinjauan mengenai perkawinan siri di
desa Sembulung.
Bab I :Pendahuluan Berisi uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian.
Bab II :Kajian Pustaka berisi tinjaun umum tenntang tanah tentang pengertian tanah,
UUPA No. 16 Tahun 2019 tentang “Pernikahan”. Pandangan Masyarakat Desa
Tamanagung Mengenai Perkawinan Siri. Uraian tentang Pengertian Perkawinan,
Pengertian Perkawinan Menurut Hukum Islam, Pengertian Tujuan Perkawinan,
Rukun dan Syarat Sah Pernikahan, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 dan
Pengertian Pernikahan Siri, Pandangan Islam Pernikahan siri. Berisi tentang
penelitian yang relevan, dan Kerangka berfikir
Bab III :Metode penelitian berisi mengenai Jenis dan Pendekatan Penelitian, berisi Subjek
Penelitian, berisi Tempat dan Waktu Penelitian, berisi Metode dan Alat
Pengumpulan Data yang terdiri atas Observasi, Wawancara, Dokumentasi, berisi
Tahapan Penelitian terdiri atas Tahap Perencanaan dan Pelaksanaan Penelitian
yang terdiri atas Analisis Data, Laporan Penelitian, dan berisi Teknik Analisis
Data.