Anda di halaman 1dari 17

KARYA ILMIAH

TUGAS AKHIR MATA PELAJARAN SEJARAH INDONESIA


TENTANG SEJARAH DAN PERKEMBANGAN
KEPANGERANAN GEBANG
KELAS X MIPA 1 TAHUN AJARAN 2022-2023

DISUSUN OLEH:
HAJATURRACHMAN

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


MADRASAH ALIYAH NEGERI 4 CIREBON
TAHUN AJARAN 2022-2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan mengucapkan rasa syukur penyusun panjatkan ke


hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat
serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, para keluarga, sahabat dan pengikutnya yang semoga kita
mendapat syafaatnya kelak. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan Karya
Ilmiah Tugas Akhir Mata Pelajaran Sejarah Indonesia yang berjudul Sejarah dan
Perkembangan Kepangeranan Gebang. penulis menyadari bahwa dalam penulisan
tugas akhir ini tidak akan pernah terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan,
semangat dan dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada
seluruh pihak yang mendukung penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.
Semoga segala kebaikannya semua mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis
berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua yang membaca
dan semua pihak pada umumnya.

Cirebon, 14 November 2022

Hajaturrachman

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................I
DAFTAR ISI...........................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian..................................................................2
BAB II ISI................................................................................................................3
A. Sejarah Berdirinya Kepangeranan Gebang...................................................3
B. Silsilah Kepangeranan Gebang.....................................................................4
C. Perkembangan Kepangeranan Gebang di Kabupaten Cirebon.....................8
BAB III PENUTUP...............................................................................................12
A. Kesimpulan.................................................................................................12
B. Saran............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Cirebon sebagai salah satu kota simpul tengah yang menghubungkan
beberapa kota besar di Pulau Jawa, dengan rentang sejarahnya menjadi salah satu
kota yang menarik perhatian banyak peneliti untuk dikaji. Hal itu disertai asumsi
yang diandaikan proses mata rantai sejarah yang panjang, dilihat dari sisi historis,
politik, ekonomi, sosial, kultural dan soal-soal lain yang menjadi bagian penting
dalam proses panjang sejarah di Cirebon.
Sebagai salah satu pusat budaya dan sastra pesisir dan pusat penyebaran
Islam di Jawa Barat, Cirebon menyimpan banyak bukti sejarah, tidak hanya fisik
seperti masjid, keraton, makam, dan pesantren tua, juga non fisik seperti beberapa
tradisi yang masih ada di wilayah Cirebon. Salah satu fokus dalam penulisan ini
adalah mengenai jejak-jejak sejarah Kepangeranan Gebang yang posisinya berada
di bagian pesisir Cirebon.
Sekurangnya pada tahun 1689 Masehi, Gebang telah menyatakan
memisahkan diri dari Cirebon dan kemungkinan daerah ini berada di bawah
kekuasaan Mataram. Informasi tersebut menunjukkan bahwa setidaknya saat
Gebang menyatakan hendak berpisah dari Cirebon , kedudukannya kemudian
berada di bawah Mataram. Hal ini dapat diartikan jika Gebang yang dipimpin
Sutajaya menyandang gelar “Kepangeranan” yang diakui oleh Mataram. Hal ini
ditunjukkan dengan ketetapan VOC pada 1708 yang menyatakan bahwa daerah-
daerah yang diserahkan Mataram kepada VOC mencakup Sumenep, Pamekasan,
Pemalang, Gebang, Cirebon, Sumedang, Indramayu, Pamanukan, Ciasem,
Tanjungpura, dan Priangan yang kepala penguasanya tetap berkuasa atas
penduduk daerah tersebut. Pada tahun yang sama VOC mengadakan perjanjian
dengan Gebang sebagai persyaratan kesetiaan Gebang kepada Kompeni.
Kedatangan VOC di Cirebon mempengaruhi segala kehidupan masyarakat
Cirebon, terlebih pula ia berusaha menjadi penguasa dengan melakukan intervensi
pada politik kerajaan atau keraton. Keikutsertaan VOC dalam urusan pemerintah
kerajaan mengakibatkan peran keraton menjadi tergeser. Akibatnya, keraton tidak
lagi menampakkan diri sebagai otoritas kekuasaan untuk mengatur kehidupan
masyarakat sehingga membuat eksistensi terhadap kekuasaan keraton semakin
meredup.
Dan salah satu dari bentuk intervensi dari penguasa kolonial adalah pada
wilayah kekuasaan Pangeran Gebang, yang mengakibatkan Kepangeranan
Gebang mengalami kemunduran dan membuat eksistensi daripada kekuasaan
Gebang yang pada saat itu dipimpin oleh Pangeran Sutajaya mengalami

1
kemunduran. Padahal pada masa Pangeran Sutajaya, Gebang menjadi sangat
terkenal hingga terus berkembang terutama ke arah bagian selatan sehingga
sampai ke wilayah Ciamis.
Pangeran Sutajaya atau dikenal pula dengan sebutan Pangeran Gebang
merupakan sosok pemimpin di wilayah Gebang. Sosok Pangeran Sutajaya tidak
dapat dipisahkan perannya di wilayah Gebang. Selain sosok penguasa, Pangeran
Sutajaya merupakan salah satu penguasa yang berkolaborasi dengan VOC pada
akhir abad-17. Yang diceritakan Ki Padma Banjaran dalam sebuah karyanya yang
berjudul Babad Sutajaya bahwa negara Gebang merupakan sebuah imbalan dari
Kanjeng Sultan Agung kepada Pangeran Sutajaya karena telah berhasil
menaklukkan negara Roban hingga kemudian Pangeran Sutajaya mendapatkan
gelar sebagai Sultan Anom yang berkuasa di negara Gebang. Penulis akhirnya
memilih babad tersebut untuk dijadikan sebagai salah satu sumber karena pada
umumnya memuat nilai-nilai sejarah yang digunakan sebagai sumber informasi
untuk membangun bukti sejarah dan fakta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, muncullah beberapa pertanyaan pokok
pada penelitian ini di antaranya:
1. Bagaimana Sejarah Berdiri Kepangeranan Gebang?
2. Bagaimana Silsilah Kepangeranan Gebang?
3. Bagaimana Perkembangan Kepangeranan Gebang di Kabupaten Cirebon?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan yang didapat penulisan uraian dari penelitian ini di antaranya:
1. Untuk Mengetahui Sejarah Berdiri Kepangeranan Gebang.
2. Untuk Mengetahui Silsilah Kepangeranan Gebang.
3. Untuk Mengetahui Perkembangan Kepangeranan Gebang di Desa Gebang
Kabupaten Cirebon.
4. Untuk Menyelesaikan Tugas Akhir Mata Pelajaran Sejarah Indonesia
Kelas 10, Tahun Ajaran 2022-2023 MAN 4 CIREBON.

2
BAB II
ISI

A. Sejarah Berdirinya Kepangeranan Gebang


Menelusuri Cirebon dan kawasan pantai utara Jawa Barat memang akan
banyak menjumpai peninggalan yang berkaitan dengan sejarah Cirebon dan
islamisasi Jawa Barat. Beberapa bangunan sudah banyak dikenal masyarakat
seperti Keraton Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan, Taman Sunyaragi, serta
kompleks makam Gunung Sembung dan Gunung Jati. Di luar peninggalan itu
masih banyak objek lain yang selama ini kurang diperhatikan masyarakat.
Keraton Gebang terdapat di Dusun Krapyak, Desa Gebang Kulon,
Kecamatan Gebang. Pada tahun 1689, wilayah Gebang ditetapkan sebagai daerah
protektorat kompeni yang meliputi daerah pantai Cirebon di utara hingga Cijulang
di selatan serta sebelah barat berbatasan dengan Kesultanan Cirebon dan sebelah
timur dengan Kesultanan Mataram. Pangeran Sutajaya diberi hak untuk
memerintah wilayah-wilayah atau suku-suku di daerah Kepangeranan Gebang.
Pangeran Wirasuta adalah putra Pangeran Pasarean, Putra mahkota
kesultanan Cirebon. Menjelang usia tua, Pangeran Wirasuta menetap di sekitar
pantai Laut Jawa bersama putranya yang gagah dan cakap bernama Suta bergelar
Pangeran Sutajaya Wira Upas.
Pangeran Sutajaya mendapat tugas dari Sultan Cirebon untuk membabad
Alas Roban, hutan yang terkenal sangat angker karena banyak dedemitnya.
Pelaksanaan tugas tersebut dibantu oleh pusakanya yaitu sebuah keris yang
bernama Setan Kober dan dibantu pawongan dari bangsa jin yang bernama si
Lorod. Konon si Lorod bukan tunduk kepada Pangeran Sutajaya, tetapi takut
kepada pusaka keris Setan Kober.
Setelah selesai melaksanakan tugas membabad Alas Roban, Pangeran
Sutajaya diberi hadiah Sultan berupa tanah. Tanah tersebut banyak ditumbuhi
pohon gebang. Sesuai dengan cita-cita ramandanya yang ingin menyebarluaskan
agama Islam di Cirebon bagian Timur, tanah itu dijadikan pedukuhan yang diberi
nama Gebang.
Cita-cita ayahandanya terlaksana, Gebang menjadi sangat terkenal ke
mana-mana dan terus berkembang terutama ke arah bagian selatan sehingga
sampai ke daerah Ciawi – Kuningan, sehingga kemudian Ciawi disebut
Ciawigebang.

3
Pada masa keemasannya, Pangeran Sutajaya dapat membuat sebuah
keraton yang keberadaannya dapat menandingi Keraton Kesultanan Cirebon yang
dibangun Pangeran Cakrabuana, bahkan pamornya lebih berwibawa. Keraton
yang diberi nama Gebang Larang tersebut akhirnya dirobohkan kembali setelah
Sultan Cirebon bertandang ke Gebang atas laporan Pangeran Kesuma putra
Pangeran Losari. Peristiwa tersebut terjadi kira-kira pada abad ke 16. Sejak saat
itulah diwilayah Cirebon dilarang membangun keraton selain Keraton Kesultanan
Cirebon. Oleh Karena itu di Gebang hanya ada kepangeranan saja bukan suatu
kesultanan. Desa-desa yang ada di daerah pantai utara Kecamatan Gebang semula
asalnya dari suatu pedukuhan Gebang.
B. Silsilah Kepangeranan Gebang
Pangeran Gebang yang pertama adalah Pangeran Wira Sutajaya, diangkat
Sunan Gunung Jati Cirebon (Tahun 1527-1580). Pada tahun 1689, wilayah
Gebang ditetapkan sebagai daerah protektorat kompeni VOC, yang meliputi
daerah pantai Cirebon di utara hingga Cijulang di selatan serta sebelah barat
berbatasan dengan Kesultanan Cirebon dan sebelah timur dengan Kesultanan
Mataram. Pangeran Sutajaya diberi hak untuk memerintah wilayah-wilayah atau
suku-suku di daerah Kepangeranan Gebang.
Adapun Pangeran Sutajaya yang merupakan trah dari Sunan Gunung Jati,
sebagai berikut silsilahnya:
1. Sunan Gunung Jati
2. Pangeran Muhammad Arifin
3. Pangeran Sedang Kemuning
4. Pangeran Wirasuta Jaya
5. Pangeran Sutajaya Seda Ing Demung
6. Pangeran Sutajaya Natamanggala
7. Pangeran Sutajaya Seda Ing Tambak
8. Pangeran Sutajaya Seda Ing Grogol
9. Pangeran Sutajaya Ing Kebon
10. Pangeran Sutajaya Ing Anom
11. Pangeran Sutajaya Upas
12. Pangeran Sutajaya kedua
13. Pangeran Alibassa
Pangeran Sutajaya merupakan salah satu tokoh penting dalam perluasan
wilayah Cirebon dan persebaran agama Islam hingga ke wilayah Galuh yang baru-
baru ini dikenal sebagai wilayah Ciamis di daerah Priangan Timur.
Pangeran Sutajaya atau dalam naskah sering kali disebut sebagai Pangeran
Gebang. Dalam hal ini dapat diartikan, untuk nama depannya “Pangeran” yang
dianggap sebagai nama keturunan laki-laki dari seorang Raja. Sedangkan nama
“Gebang” mengacu pada daerah yang terletak di Cirebon Timur yang menjadi

4
tempat kekuasaannya. Oleh karena itu, Pangeran Gebang adalah sebuah sebutan
penguasa pada daerah kekuasaan Gebang.
Meskipun memiliki wilayah dan sistem kekuasaan independen, pada
hakikatnya status dan kekuasaan Gebang pada masa-masa tertentu masih di bawah
kendali Kesultanan Cirebon. Kekuasaan tanah pada era tersebut masih mutlak
milik Kesultanan Cirebon atau tanah lungguh.
Diberikannya tanah lungguh ini menunjukkan status Pangeran Sutajaya
sebagai sosok yang terhormat yang berasal dari keluarga Keraton hal ini
dijelaskan pada salah satu bait Naskah yang berbunyi :
“Wonten Kandha/ wahu kang ginnurit kang kocappa/ wahu sultan kanjeng/
srinnarannata gerrage/ pangeran gebbang hakumpul/ kasepuhan sammia linggih/
hanenggih pangeran papak/ sedhaya hakumpul/ hanenggih kekasih ira/ sutajaya/
lawan pangeran sallingsing/ wahu kinen mariksaha”
Penggalan kalimat tersebut merupakan sebuah narasi jika Pangeran
Sutajaya dekat dengan Kanjeng Sultan bahkan duduk bersama dengan Kanjeng
Sultan. Kesempatan untuk duduk dengan penguasa pada waktu itu bukanlah hal
yang mudah dilakukan untuk kondisi pada waktu itu, terutama jika kesempatan itu
dilakukan secara sengaja atas kemauan Raja maupun statusnya sebagai keluarga.
Dalam pertemuan seperti itu biasanya raja duduk di tengah-tengah di antara para
bangsawan yang sangat berperan penting. Dalam naskahnya ditulis “Ongawa Ian
Para mentri/handen ing paseban//samana gunem cinatur// sutajaya ganti kang
kocapa// sunan aji kaliyan”, narasi tersebut menjelaskan jika pada waktu itu
Sultan Aji dan Pangeran Sutajaya duduk sejajar bersama para ksatria, penggawa
dan menteri.
Posisi duduk yang hampir setara dengan raja menunjukkan bahwa
Pangeran Sutajaya bukan orang biasa di istana Cirebon. Ini menunjukkan bahwa
Pangeran Sutajaya termasuk dalam kelompok orang yang paling dekat dengan
Raja. Melalui dua bagian narasi yang tercantum dalam Babad Sutajaya, dapat
dilihat bahwa Pangeran Sutajaya adalah tokoh besar di Cirebon.
Pangeran Sutajaya adalah sosok yang begitu fenomenal, ia merupakan
sosok yang begitu dikenal sebagai salah satu Pemimpin Gebang yang pada catatan
sejarah pernah melakukan kolaborasi juga dengan VOC untuk mengembangkan
wilayah kekuasaan Gebang. Hal tersebut menjadi sebuah kebanggaan sehingga
namanya itu dijadikan sebuah nama kehormatan bagi keturunannya yang berkuasa
di wilayah Gebang. Dalam catatan ada lima orang yang dianugerahi gelar
Sutajaya di antaranya:
1. Pangeran Wirasuta Jaya
2. Pangeran Sutajaya Seda Ing Demung
3. Pangeran Sutajaya Natamanggala

5
4. Pangeran Sutajaya Seda Ing Tambak
5. Pangeran Sutajaya Seda Ing Grogol
6. Pangeran Sutajaya Ing Kebon
7. Pangeran Sutajaya Ing Anom
8. Pangeran Sutajaya Upas
9. Pangeran Sutajaya kedua
10. Pangeran Alibassa
Sebagai sebuah daerah yang berdekatan dengan wilayah Losari, kondisi
Gebang banyak dipengaruhi oleh sosok Pangeran Angkawijaya. Pangeran
Angkawijaya merupakan anak dari Pangeran Pasarean, merupakan putra dari
Sunan Gunung Jati dari Nyai Tepasari. Pangeran Pasarean kerap menggantikan
peran Sunan Gunung Jati sebagai seorang pemimpin ketika Sunan Gunung Jati
sibuk dalam menyebarkan Agama Islam. Dengan posisinya itu, jelas bahwa
Pangeran Pasarean telah dipromosikan Sunan Gunung Jati sebagai calon
penggantinya dikemudian hari. Akan tetapi Pangeran Pasarean tidak dapat
menggantikan peran Sunan Gunung Jati karena meninggal dunia pada tahun 1546.
Pangeran Angkawijaya adalah salah satu tokoh yang berpengaruh juga
dalam Islamisasi di Cirebon setelah Pangeran Pasarean. Pangeran Angkawijaya
merupakan keturunan dari dua kerajaan, yaitu Cirebon dan Demak karena Cirebon
dan Demak mempunyai hubungan kekerabatan yang erat. Kekerabatan itu terlihat
ketika upaya penyebaran Agama Islam ke arah Barat, yaitu di sepanjang pesisir
Jawa bagian Barat. Jalur Cirebon Pangeran Angkawijaya merupakan anak dari
Pangeran Pasarean yang satu jalur dari Sunan Gunung Jati, dan dari kerajaan
Demak yaitu dari jalur ibu yang bernama Ratu Nyawa (Ratu Ayu Wulan). Ratu
Nyawa merupakan anak Sultan Demak III (Pangeran Trenggana), Ratu Nyawa
menikah dengan Pangeran Bratakelana (Pangeran Cakrabuana) setelah Pangeran
Bratakelana meninggal kemudian menikah dengan Pangeran Pasarean anak Sunan
Gunung Jati. Hasil pernikahan dari Ratu Nyawa dengan Pangeran Pasarean
mempunyai lima anak yaitu : Pangeran Angkawijaya, Pangeran Wirasuta,
Pangeran Suwarga, Pangeran Suryanegara, Pangeran Ksatrian.
Angkawijaya mahir akan pelajaran agama Islam karena ia dapatkan dari
Pangeran Pasarean (Ayah), kemudian Sunan Gunung Jati (Kakek), dan Sunan
Kalijaga (Paman). Dengan bimbingan dari keluarga yang merupakan sosok
dihormati masyarakat sehingga pengaruh Pangeran Angkawijaya sangatlah kuat
terutama di bidang kesenian maupun keagamaan, khususnya daerah Losari dan
sekitarnya termasuk Gebang yang secara geografis daerah tersebut saling
berdekatan.
Secara garis keturunan, Pangeran Angkawijaya dan Pangeran Sutajaya
merupakan satu keluarga yang berasal dari Kesultanan Cirebon. Hubungan ini
bernasab pada urutan paman dan keponakan, Pangeran Angkawijaya dengan
Pangeran Wirasuta (Ayah Pangeran Sutajaya) bernasab sama kepada Pangeran

6
Pasarean. Pangeran Pasarean merupakan anak dari Sunan Gunung Jati sehingga
keduanya merupakan trah dari Sunan Gunung jati.
Hubungan dari keduanya bisa dilihat pada sistem Kepangeranan Gebang,
di mana Gebang merupakan wilayah Cirebon bagian Timur, baik dari segi politik
maupun persebaran kebudayaan dua sosok yang mempengaruhi wilayah Gebang
di antaranya Pangeran Sutajaya dan Pangeran Angkawijaya. Pengaruh Pangeran
Sutajaya lebih condong kepada alur perjalanan politik terutama ketika mulai
masuknya VOC ke wilayah Cirebon. Sejak kedatangan VOC mulailah dibentuk
peraturan yang menetapkan Gebang untuk menyatakan sikap kesetiaan kepada
kompeni. Pengaruh kepemimpinan Pangeran Sutajaya dalam strategi politik telah
menunjukkan jika Gebang hendak berpisah dengan Cirebon, ditambah lagi dengan
kedudukan Pangeran Sutajaya sebagai menantu dari Amangkurat I semakin
diperhitungkan karena dapat memudahkan dalam hal diplomasi.
Dalam hal kebudayaan sosok yang berpengaruh yakni Pangeran
Angkawijaya, dalam hal ini Pangeran Angkawijaya mampu menyatukan unsur
kebudayaan untuk menyebarkan agama Islam. Pengaruh ini mudah tersebar ke
beberapa wilayah karena sosok Pangeran Angkawijaya sebagai penguasa Losari,
terlebih Pangeran Panggung sebagai leluhur seniman topeng yang begitu kuat
bahwa tradisi kesenian Topeng ini sebagai budaya pesisir Pantura yang
monumental pada abad 15-16. Maka dari letak Losari yang tidak berjauhan
dengan Gebang tidak menutup kemungkinan adanya pengaruh Pangeran
Angkawijaya di bidang tasawufnya. Karena pada saat itu seni Topeng menjadi
salah satu media syiar Islam untuk daerah pesisir Pantura, kemudian Pangeran
Angkawijaya/ Panembahan Losari/ Pangeran Losari yang merupakan cucu dari
Sunan Gunung Jati lebih menyempurnakan Seni Topeng Losari bukan sebagai
fungsi pertunjukan tapi lebih ke media ritual yang berhubungan antara Tuhan dan
semesta.
Seiring berjalannya waktu Gebang semakin mengalami kemunduran
ketika masa Pangeran Sutajaya Wira Upas, hal ini disebabkan oleh perbedaan
kepemimpinan. Seperti yang sudah dijelaskan pada halaman sebelumnya bahwa
kepemimpinan sebelum Pangeran Sutajaya Wira Upas, Gebang lebih memilih
untuk menyatakan sikap kesetiaan kepada kolonial. Semakin hari sikap VOC
menunjukkan keserakahan sehingga timbullah beberapa pemberontakan di
wilayah-wilayah Cirebon. Atas keadaan tersebut Pangeran Sutajaya Wira Upas
menyatakan sikap menolak seluruh kebijakan yang dikeluarkan oleh kolonial,
akibatnya Pangeran Sutajaya Wira Upas tidak memiliki kekuasaan apa pun karena
Gebang berhasil ditaklukkan oleh Kolonial dan membagi wilayah Gebang kepada
tiga keraton Cirebon.
Kemudian mengalami puncak daripada kemunduran Kepangeranan
Gebang yang dapat dilihat secara jelas ketika keturunan daripada Pangeran
Sutajaya mengalami ancaman pembunuhan agar tidak ada lagi putra mahkota

7
Gebang. Hal ini dapat dilihat ketika putra keturunan Kepangeranan Gebang yang
bernama Pangeran Alibassa harus membawa keluarganya ke wilayah Susukan,
Kuningan karena mengalami tekanan pembunuhan dari pihak kolonial. Tidak
hanya sampai di situ, putra dari Pangeran Alibassa yang merupakan putra penerus
Kepangeranan Gebang yang bernama Pangeran Sadewa Alibassa dilahirkan di
wilayah Susukan bukan di wilayah Gebang. Tidak berhentinya ancaman
pembunuhan yang dilakukan kolonial kepada para pewaris keturunan
Kepangeranan Gebang membuat Pangeran Alibassa hingga menitipkan anaknya
kepada orang lain yang bernama Ki Sastra Wadana agar tidak dibunuh oleh
kolonial.
C. Perkembangan Kepangeranan Gebang di Kabupaten Cirebon
Pangeran Sutajaya adalah putra Aria Wirasuta, cucu Pangeran Pasarean,
cicit Susuhunan Gunung Jati. Keraton Gebang didirikan oleh Pangeran Sutajaya
sebagai pusat pemerintahan Gebang dan juga difungsikan untuk gudang logistik
Kesultanan Mataram dalam rangka penyerbuan ke Batavia. Jan Pieterzoon Coen
mengetahui hal ini kemudian mengirim pasukan untuk menghancurkannya.
Setelah peristiwa itu, Pangeran Sutajaya menikahkan putrinya yang
bernama Ratu Agung dengan Pangeran Sujatmaningrat atau Pangeran Pengantin
dari Kesultanan Kanoman. Pada tahun 1860 Pangeran Sujatmaningrat mendirikan
keraton baru sebagai pengganti keraton yang dihancurkan oleh Belanda yang
hingga sekarang masih berdiri dan disebut dengan Keraton Gebang.
Dalam catatan kecil beberapa waktu yang lalu, penderitaan masyarakat
Cirebon Abad XVIII sangat mengerikan. Karena kerja rodi dan adanya Preanger
Stelsel. Bahaya kelaparan yang ada dimana-mana mengakibatkan banyaknya
perampokan yang mengakibatkan pemberontakan diarahkan kepada etnis
keturunan dan VOC juga kepada pemerintahan Raja Cirebon yang sebenarnya
dijadikan boneka oleh VOC. Pemberontakan yang dipimpin oleh Mirsa ini
berkali-kali dipadamkan oleh VOC namun selalu gagal.
Pecah lagi pemberontakan pada tahun 1796 dan pemberontakan rakyat
Gebang sampai tahun 1799 di mana VOC dibubarkan dan daerah kekuasaannya
diserahkan kepada Pemerintahan Belanda. Yang menarik dari kepangeranan
Gebang ini, adalah daerahnya selalu bergolak dan menjadi basis pertahanan
karena wilayahnya berbatasan dengan Jawa Tengah. Pengambilalihan kekuasaan
dari VOC ke Pemerintah Belanda tampaknya tidak meredakan bara
pemberontakan yang terus bergejolak.
Pemberontakan yang dipimpin oleh Sidung Arisim dan Suarsa sampai
pada puncaknya tahun 1802. Sama halnya dengan VOC, Pemerintah Belanda
tidak mampu menghentikan pemberontakan ini. Bukan Belanda kalau tidak licik,
Sidung Arisim dan Suarsa-pun akhirnya menyerah kepada Pemerintah Belanda,
karena dijanjikan rakyat Gebang akan diringankan dari segala beban.

8
Dari peristiwa inilah Pemerintah Belanda, kemudian mencopot kedudukan
Pangeran Gebang dengan tuduhan pemerasan kepada rakyat. Dan dikeluarkanlah
Reglemen Van Het Beheer Van de Cheribonsche Landen tertanggal 2 Februari
1809. Maka Keresidenan Cirebon yang terbentuk tahun 1705 itu berakhir,
selanjutnya akan dijadikan dua perfektura, satu di antaranya daerah Sultan
Cirebon dan Pangeran Gebang dan yang kedua tanah Priangan Cirebon.
Sultan Cirebon yang diperlakukan sebagai pegawai raja Belanda
kepangkatannya ada di bawah Perfektura yang harus tunduk kepada Pemerintah
Belanda. Sultan Cirebon pada akhirnya akan dipertahankan untuk memberikan
tanda-tanda atau simbol-simbol penghormatan dan kewibawaan dan kemuliaan
Sultan terhadap penduduk pribumi.
Kepada para Sultan dibagikan pula tanah serta cacahnya menurut
ketetapan dan apa yang disebut tanah Sultan dan Pangeran Gebang akan dibagi di
antara tiga Sultan ialah:
1. Kasepuhan : 4239 jung sawah dan 80635 cacah
2. Kanoman : 4304 Jung sawah dan 76622 cacah
3. Kacirebonan : 4293 Jung sawah dan 80250 cacah.
Daerah Kuningan yang semula termasuk wilayah tanah Pangeran Gebang
diperuntukkan bagi Sultan Kasepuhan ialah Kuningan, Cikaso, dan Pegunungan
Gebang (Sedong). Dicopotnya Pangeran Gebang dari kedudukannya di
Kepangeranan Gebang Kinatar adalah pemutar balikan fakta dan tuduhan bahwa
Pangeran Gebang memeras rakyat. Padahal sasaran pemberontakan adalah etnis
keturunan dan VOC. Pangeran Gebang adalah keturunan dari Pangeran Wirasuta
Upas yang diangkat sebagai Pangeran Gebang setelah terbentuk Keresidenan
Cirebon sekitar tahun 1705.
Setelah Gebang dihilangkan kekuasaannya dan keturunan Gebang
selanjutnya adalah Pangeran Alibassa yang menetap di Gebang Udik. Dalam
silsilah keturunan keluarga keturunan Gebang adalah sebagai berikut:
1. Pangeran Wirasuta Jaya
2. Pangeran Sutajaya Seda Ing Demung
3. Pangeran Sutajaya Natamanggala
4. Pangeran Sutajaya Seda Ing Tambak
5. Pangeran Sutajaya Seda Ing Grogol
6. Pangeran Sutajaya Ing Kebon
7. Pangeran Sutajaya Ing Anom
8. Pangeran Sutajaya Upas
9. Pangeran Sutajaya kedua
10. Pangeran Alibassa

9
Pangeran Alibassa yang juga dikenal dengan nama Pangeran Surya Natan
atau Pangeran Kusuma Adiningrat. Yang merupakan buyutnya dari Pangeran
Djatikusuma. Sekarang tinggal di Paseban Tri Panca Tunggal Cigugur, Kab.
Kuningan, Jawa Barat.
Kompleks Keraton Gebang berada pada lahan di sebelah utara jalan
kampung. Jalan masuk utama berada di bagian tengah sisi selatan dilengkapi
bangunan gerbang beratap genting. Jalan masuk lainnya berada di sebelah timur
jalan masuk utama. Bagian halaman depan terbagi dua, bagian timur merupakan
bagian memanjang dari depan ke belakang. Halaman depan bagian barat terbagi
lagi dalam dua bagian yaitu depan dan belakang. Halaman depan barat bagian
depan cenderung terbuka tanpa ada bangunan. Pada pembatas halaman barat
depan dan belakang terdapat bangunan panggung yang dihias dengan gunungan
dan wadasan di kanan dan kirinya. Di depan (selatan) bangunan panggung ini
terdapat patung gajah berwarna putih. Di samping kanan dan kiri bangunan
panggung terdapat jalan memasuki halaman bagian dalam. Di kanan dan kiri
masing-masing jalan masuk terdapat taman dengan motif wadasan.
Di sebelah barat bagian halaman ini terdapat halaman yang merupakan
bagian dari halaman depan sisi barat. Pada bagian ini, terdapat bangunan musala
kecil. Di sebelah barat sedikit ke utara bangunan musala terdapat bangunan
dengan atap berbentuk pelana. Bangunan ini terdiri tiga ruangan. Ruangan paling
selatan merupakan kamar mandi dengan bak mandi dari bahan keramik berbentuk
bundar. Ruang tengah difungsikan untuk menyimpan becak dan pedati kuno serta
beberapa tiang untuk panji dan bendera. Ruangan paling utara merupakan tempat
makam dua anggota keluarga. Makam tersebut berjirat persegi, agak tinggi dari
bahan batu. Nisan berbentuk pipih bergaya “Demak – Troloyo”.
Bangunan utama Keraton Gebang bergaya Indisch Empire, berdiri pada
Batur yang ditinggikan berada di tengah halaman bagian dalam. Gaya bangunan
merupakan perpaduan antara arsitektur lokal dan Eropa. Bagian keraton paling
depan merupakan serambi terbuka, terdapat pilar bergaya tuscan sebanyak 8 buah.
Pilar bagian depan berjajar sebanyak 6 buah. Pada ujung barat dan timur (sudut
barat daya dan tenggara) masing-masing terdiri satu pilar yang menyatu dengan
kolom dinding, sedang pada bagian tengah terdapat dua kelompok pilar masing-
masing terdiri dua pilar. Pada sudut barat laut dan timur laut serambi terdapat
kamar. Pada sudut tenggara kamar di sebelah barat dan sudut barat daya kamar
sebelah timur terdapat pilar bergaya tuscan.
Pintu masuk ke ruang utama terdapat pada bagian di antara dua kamar
serambi, diapit jendela. Di belakang pintu masuk terdapat rana berukir krawangan
motif relung-relungan dan pinggir awan. Pintu masuk ini menuju ruang tengah. Di
kanan dan kiri ruang tengah terdapat kamar masing-masing terdiri dua ruangan.
Ruang serambi belakang, pada ujung kanan dan kiri terdapat semacam kamar atau
gudang. Di sebelah utara kamar bagian barat terdapat sumur dan kamar mandi.

10
Berangkat dari uraian pembahasan mengenai Kepangeranan Gebang
dengan sosok Pangeran Sutajaya yang membawa Kepangeranan Gebang
mempunyai kekuasaan wilayah independen serta kedudukan Pangeran Sutajaya
yang mampu membawa Gebang sebagai wilayah yang sangat masyhur serta
dikenal oleh semua kalangan menjadi tanda kemajuan wilayah Gebang, serta
datangnya VOC yang membuat kondisi Gebang semakin terimpit. Pasang surut
Kepangeranan Gebang semakin membuat penulis tertarik untuk mencari lebih
dalam mengenai informasi yang berkaitan dengan sejarah dan kebudayaan yang
dipengaruhi oleh adanya Kepangeranan Gebang yang letaknya di tengah
permukiman penduduk pada saat ini.
Walaupun saat ini difungsikan sebagai Kepangeranan, Gebang tetap
mempunyai nilai historis dan menghasilkan sebuah kebudayaan serta adat-istiadat
dalam perjalanan kehidupan sosial masyarakat.
Kepangeranan Gebang semakin menempati posisi marginal belakangan
ini, antara lain disebabkan oleh perubahan sikap dan pandangan Kesultanan.
Begitu pun berdasarkan keterangan salah satu keluarga dari Panembahan Losari
(Angkawijaya), Pangeran Hempi Raja Kaprabon, menjelaskan jika pandangan
Kesultanan terhadap Kepangeranan Gebang sebatas bagian dari Keluarga
Panembahan Sutawijaya yang merupakan generasi Panembahan Ratu I
(Panembahan Girilaya) dan merupakan bagian dari keluarga Keraton Kanoman,
sehingga Kepangeranan Gebang hanya dianggap sebagai keluarga saja karena satu
trah keturunan dengan Sunan Gunung Jati dan tidak diberikan kedudukan
sebagai Sultan. Kepangeranan Gebang masih diperbolehkan untuk melakukan
ritual kebudayaan dengan catatan tidak menyimpang dari ajaran syariat Agama
Islam kemudian Kepangeranan Gebang untuk saat ini hanya difungsikan sebagai
tempat cagar budaya.
Sejalan dengan berlalunya waktu ketika sistem pemerintahan telah
berubah menjadi sistem Republik berdasarkan Pancasila, nilai-nilai bangunan
Kepangeranan hanya difungsikan sebagai pusat kebudayaan bagi masyarakat
setempat. Dengan masih berdiri kokohnya bangunan Kepangeranan Gebang
tersebut.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari beberapa bahasan yang telah diuraikan dalam karya ilmiah ini, maka
dapat ditarik menjadi sebuah kesimpulan terkait Kepangeranan Gebang dari mulai
sejarah berdirinya serta silsilahnya juga perkembangan pada saat ini, di antaranya:
1. Berdirinya Kepangeranan Gebang dipengaruhi oleh dua sosok Pangeran
yaitu dimulainya dari kepemimpinan Panembahan Wirasuta pada tahun
1619 atas keinginan Sinuhun Jati yang menyerahkan daerah kekuasaannya
pada para keturunannya salah satunya kepada Pangeran Wirasuta,
kemudian diteruskan oleh Pangeran Sutajaya pada tahun 1689 karena
Pangeran Sutajaya berhasil mengalahkan Alas Roban, sehingga Pangeran
Sutajaya memperoleh imbalan atas keberhasilannya dengan diberikan
kedudukan di negara Gebang sebagai Sultan Anom kemudian mendapat
julukan sebagai Pangeran Gebang atas keputusan Sultan Agung.
2. Silsilah Kepangeranan Gebang jika dilihat dari Pangeran Gebang sendiri
tidak lain merupakan cicit dari Sunan Gunung Jati. Dimulai dari Pangeran
Sutajaya putra dari Pangeran Wirasuta dan Pangeran Pasarean sendiri
adalah putra kedua Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dari istri yang
bernama Nyai Tepasari. Sehingga sangat jelas bahwa kedua Pangeran
Gebang tersebut merupakan keturunan dari Sunan Gunung Jati.
3. Kepangeranan Gebang pun mengalami perkembangan dari segi fungsinya
dari Kepangeranan atau tempat tinggal yang didiami oleh kalangan
Bangsawan yang berasal dari Keraton, untuk kepentingan dan kegiatan
yang menyangkut kepentingan masyarakat. Kini bangunan baru
Kepangeranan Gebang yang bergaya Indisch Empire tersebut memiliki
fungsi sebatas benda cagar budaya yang ditempati oleh keturunan dari
Pangeran Pengantin.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menyadari masih
banyak sekali kekurangan dari segi penyusunannya maupun dari isinya, terutama
untuk sumber-sumber terkait dengan judul tulisan ini dikatakan masih kurang.
Agar hasil penelitian ini semakin bagus maka sangat dibutuhkan sumber sekunder
maupun primer yang lebih lengkap lagi.
Oleh sebab itu, bagi penulis selanjutnya yang akan membahas terkait
dengan topik yang sama, agar dapat menemukan sumber sekunder dan primer
yang lebih lengkap untuk merekonstruksikan sejarah dan kebudayaan di Cirebon

12
khususnya tentang Kepangeranan Gebang di Desa Gebang Kulon Kec. Gebang
Kab. Cirebon.

13
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Sulendraningrat,, 1914. Babad Tanah Sunda : Babad Cirebon
Cirebon : PT. Penerbit Erlangga
Atja, 1986. Carita Purwaka Caruban Nagari
Jawa Barat : Proyek Pengembanganan Permuseuman
Padma Banjaran, 2018. Babad Sutajaya Gebang : Cirebon
Besta Besuki Kertawibawa, 2009. Syarif Hidayatullah Sebagai Pengembang
Kerajaan Cirebon. Bandung : PT. Dunia Pustaka Jaya.

Jurnal
Duryano, 2022. Sejarah Keraton Gebang
Nyai Hajah Piyah, 2022. Sesepuh Gebang: Cerita Babad Gebang Cirebon

Situs Web
http://www.sejarah-nusantara.anri.go.id
https://sultansinindonesieblog.wordpress.com/java-today/pangeran-of-gebang/
http://gunung-jati.blogspot.co.id/2013/02/keraton-gebang.html
http://padepokansutajayabantargebang.blogspot.com/
https://budayacirebon.wordpress.com/2011/05/15/sejarah-desa-gebang/
http://forumkota.blogspot.com/2010/04/kepangeranan-gebang.html
http://cakra-gebang.blogspot.com/
http://repository.syekhnurjati.ac.id

14

Anda mungkin juga menyukai