Anda di halaman 1dari 3

asNama Ahqlika Faqilla

Jurusan Ilmu Hadis-3B


NIM 11210360000092

Knowledge and the Secred


Yang sakral pada kenyataanya adalah Tuhan. Segala yang ada pada dasarnya adalah Satu
dan Abadi. Intinya bahwa yang sakral itu hanya ada pada Tuhan.
 Pemikiran : metafisika yang agung direduksi menjadi sekedar pemikiran profan yang
remeh, kebijaksanaan yang terdalam dianggap semata pinjaman historis.
 Kosmos : kosmos baginya itu dianggap tidak sakral
 Sejarah : Rasio secular menganggap waktu sebagai ibu dari segala sesusatu
 Bahasa : Matematika dalam aspek kuantitatif yang murni dianggap sebagai bahasa alam
dan bahkan bahasa Tuhan, sedangkan aspek kualitatif simbolik dan anagogisnya
diabaikan
 Agama : dunia pemikiran dan dunia iman dipisah, dan dianggap perlu lompatan iman
agar segalanya bisa dipahami.
Secara etimologi tradisi berarti pewarisan; baik yang diwarisi itu berupa pengetahuan,
atau praktik, atau teknik, atau hukum, dll. Sedangkan secara terminologi tradisi berarti
kebenaran-kebenran atau asas-asas yang berasal-usul ilahi dan diwahyukan atau
disingkapkan kepada manusia dan senyatanya, kepada seluruh sektor alam melalui berbagai
figur yang dianggap sebagai rasul, nabi, avatar dan sang firman melalui perantara lainnya.
Baik Tradisi dan tradisi-tradisi berkaitan erat dengan kebijaksanaan abadi. Tradisi
bersifat transenden, ada ‘dalam’ sang Sakral dan Abadi, sedangkna tradisi-tradisi itu kebenaran
yang bersifat sakral yang telah diwahyukan kepada manusia.
Tradisi pada dasarnya berasal dari yang sakral (Tuhan), dan yang sakral pada dasarnya
hanya bisa dijumpai melalui tradisi. Manusia tradisional adalah manusia yang tahu akan yang
akan sakral.
Dimensi-dimensi tradisi :
 Eksoterik atau zahir : tradisi yang berupa ajaran mengenai tata cara peribadatan, atau bisa
disebut dengan istilah agama.
 Esoterik : tradisi yang berupa ajaran intelektual mengenai Sang kenyataan tertinggi dan
cara berkonsentrasi kepadanya, Esoterik lebih masuk kepada tarikat.
Penemuan kembali kesucian itu pada dasarnya kembali lagi kepada yang awal yaitu melalui
tradisi.
Scientia Sacral adalah pengetahuan mengenai keberadaan yang sacral. Maksutnya dari
Scientia Sacral itu setiap manusia pada dasarnya dan mempunyai kepercayaan masing-masing,
dimana kepercayaan nya itu yang membuat ia mengetahui keberadaan yang sacral.
Manusia pada dasaranya itu merupakan ciptaan yang Sacral. Ada manusia dan ada kosmos
dimana kedua kata tersebut semuanya itu berasal dari yang Sacral. Kita semua yang ada dibumi
itu merupakan ciptaan yang Sacral, diciptakan oleh yang sakral kedunia dan dibangkitkan oleh
yang sakral ke alam (surga/neraka). Manusia diciotakan dengan yang sacral melalui berbeda-
berbeda ras, suku dan agama nya sendiri.
Kosmos sendiri pada dasarnya merupakan ciptaan yang Sacral, maka kita (manusia) sebagai
ciptaan yang sacral harus memelihara dan menjaga kosmos kita supaya semua yang ada didunia
itu tidak rusak dan tidak hancur.
Tidak ada bukti lebih baik yang diperlukan dalam mempertemukan dimensi-dimensi
waktu dan keabadian di dalam diri manusia daripada kenyataan, bahwa manusia pada tujuaannya
itu adalah menyadarai atas kematiannya sendiri, moralitasnya sendiri. Filsafat klasik memandang
bahwa waktu sebagai suatu sungai yang mengalir, maksutnya bahwa waktu yang ada didalam
dieri kita di dunia ini tidak boleh disia-siakan. Dan segala yang abadi adalah yang sacral, dan
waktu itulah yang diciptkan oleh yang sacral.
Seni tradisional berkait erat dengan kebeneran yang termuat di dalam tradisi, yang
termasuk ekspresi formal dan artistik. Keasliannya bukan asli manusia. Seni tradisional bersifat
fungsional dalam pengertian yang mendalam, yakni dibuat untuk kegunaan khusus, apakah
sebagai penyembuhan pada tuhan dalam kegiatan liturgi, atau sebagai kegiatan makan. Seni
tradisional sangatlah dimanfaatkan dan sangatlah bermanfaat yang tujuannya untuk mengetahui
kesalehan manusia atau ma’rifatnya. Untuk memahami makna seni tradisional dalam
hubungannya dengan pengetahuan, penting untuk diketahui secara utuh signifikansi pemaknaan
bentuk, seperti digunakan pada konteks tradisional (misalnya forma, morphe, nama, surah dan
sebagainya). Dasar dari seni tradisional merupakan refleksi langsung tingkat tertinggi yakmi
spiritual dan bukan keadaan batin dan bahwa seni, meskipun berkaitan tingkat eksistensi paling
luar yang material, dihubungkan oleh bukti prinsip terbalik pada apa yang paling dalam yaitu
tradisi.
Penciptaan hubungan yang lebih dekat antara agama-agama yang diimplikasikan
ekumenisme juga lebih mempunyai perimbangan politik secara langsung atau tersamar. Seperti
yang disebutkan hanya yang mutlak adalah mutlak, tetapi setiap manifestasi yang mutlak dalam
bentuk wahyu menciptakan dunia bentuk kesucian dan makna, dimana determinasi-determinasi
tertentu, hipotase, oramg suci, atau logos kelihatan di dalam dunia yang khas itu sebagai yang
mutlak tanpa menjadi yang mutlak itu sendiri. Setiap wahyu sebenernya merupakan manifestasi
dari suatu pola dasar yang mewakili beberapa aspek sifat Illahi. Setiap agama memanifestasikan
di bumi refleksi dari suatu pola dasar yang pada pusatnya terletak Illahi nya itu sendiri.
Pengetahuan suci dilahirkan dari Yang Esa mampu menembus ke dalam berbagai dunia
keseberagamaan yang juga dilahirkan dari Yang Esa, dan untuk mendapatkannya bukanlah
negasi dari pilihannya sendiri, landasan tradisionalnya sendiri, terapi afirmasi, dari kebeneran
yang transenden, yang bersinar melalui dan menembus alam bentuk kesucian yang berbeda, yeng
telah diciptakan oleh kebeneran ini. Dengan cara ini pengetahuan suci memberikan antidote yang
paling berharga bagi dunia yang diliiputi oleh kotoran pembuangan makna suci dari semua
kehidupan dan pikiran, antinode dilahirkan dari Illahi, Yang Maha Pengasih itu sendiri.
Jadi, initi dalam buku Nasr ini lebih fokus kepada pembahasan yang sakral atau yang Maha
Kuasa, Walaupun dibuku inu ia menyinggung masalah pluralisme, eklusivisme, dan inklusivisme
tetapi ia tidak lebih fokus kepada pemahaman agama tersebut tetapi kepada yang Sakra atau
Yang Maha Kuasa atau bisa disebut Transcendent Unity Of Deligius.

Tanggapan mengenai buku ini : Buku ini sebenernya bagus apabila kita mengerti nya, banyak
didalam buku ini yang menggunakan kata-kata filsafat sehingga sulit dimerngeti untuk kita yang
awam dengan bahasa filsafat.

Anda mungkin juga menyukai