Semester/Lokal : IV/A
AULIAURASYIDDIN – TEMBILAHAN
T.A.2021/2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT,karena berkat rahmat-
Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Keuangan Negara Dan
Keuangan Daerah Era Otonomi Daerah”. Makalah ini diajukan guna
memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Publik.
Kelompok X
i
DAFTAR ISI
A. KESIMPULAN.............................................................................. 23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penysunan makalah
ini, antara lain sebagai berikut :
1. Apa itu APBN ?
2. Apa tujuan penyusunan APBN ?
3. Bagaimana Struktr APBN ?
4. Apa fungsi APBN ?
5. Bagaimana Penyusunan dan Penetapan APBN ?
1
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun yang menjadi tujuan dalam penysunan makalah ini, antara
lain sebagai berikut :
1. Agar Mahasiswa/i mengetahui apa itu APBN
2. Agar Mahasiswa/i mengetahui apa tujuan penyusunan APBN
3. Agar Mahasiswa/i mengetahui bagaimana Struktr APBN
4. Agar Mahasiswa/i mengetahui apa fungsi APBN
5. Agar Mahasiswa/i mengetahui bagaimana penyusunan dan Penetapan
APBN
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN,
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis
dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara
selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan
APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan
Undang-Undang.
Setiap tahun pemerintah menyusun APBN. Landasan hukum serta
tata cara penyusunan APBN terdapat di dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 1,
2 dan 3. Pada pasal 23 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-
besanya kemakmuran rakyat. Pada pasal 23 ayat 2 disebutkan bahwa
Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara
diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Pada pasal 23
ayat 3 disebutkan apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan
Presiden, pemerintah menjalankan APBN tahun lalu.
Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan
APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan
perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat
mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah
harus mengajukan RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan
DPR. Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah
3
dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya.
Selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir, Presiden
menyampaikan RUU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN
kepada DPR berupa Laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan.1
1
Losina purnastuti, Ekonomi untuk kelas XI SMA/MA. (Jakarta : Idah
Mustikawati,2003)hlm.10
4
dalam tahun sebelumnya dipandang masih moderat dibandingan dengan
masa-masa sebelum krisis. Pertumbuhan tersebut masih didukung oleh
relatif tingginya kontribusi konsumsi, sedangkan dukungan sumber-
sumber ekonomi produktif seperti investasi dan ekspor masih harus
dioptimalkan.
C. STRUKTUR APBN
Mulai tahun 2005, Pemerintah telah mengusulkan penyusunan
RAPBN dengan menggunakan format baru, yakni anggaran belanja
terpadu (unified budget). Ini merupakan reformasi besar-besaran di bidang
anggaran negara dengan tujuan agar ada penghematan belanja negara dan
memberantas KKN. Selama lebih dari 32 tahun, Pemerintah melaksanakan
sistem anggaran yang dikenal dengan “dual budgeting,” dimana anggaran
belanja negara dipisahkan antara anggaran belanja rutin dan anggaran
pembangunan. Pemisahan anggaran rutin dan anggaran pembangunan
tersebut semula dimaksudkan untuk menekankan arti pentingnya
pembangunan, namun dalam pelaksanaannya telah menunjukan banyak
kelemahan (Anggito Abimanyu - 4 Juli 2005) yaitu :
1. Duplikasi antara belanja rutin dan belanja pembangunan oleh karena
kurang tegasnya pemisahan antara kegiatan operasional organisasi dan
proyek, khususnya proyek-proyek non-fisik. Dengan demikian, kinerja
sulit diukur karena alokasi dana yang ada tidak mencerminkan kondisi
yang sesungguhnya.
2. Penggunaan “dual budgeting” mendorong dualisme dalam penyusunan
daftar perkiraan mata anggaran keluaran (MAK) karena untuk satu
jenis belanja, ada MAK yang diciptakan untuk belanja rutin dan ada
MAK lain yang ditetapkan untuk belanja pembangunan.
3. Analisis belanja dan biaya program sulit dilakukan karena anggaran
belanja rutin tidak dibatasi pada pengeluaran untuk operasional dan
belanja anggaran pembangunan tidak dibatasi pada pengeluaran untuk
investasi.
5
4. Proyek yang menerima anggaran pembangunan diperlakukan sama
dengan satuan kerja, yaitu sebagai entitas akuntansi, walaupun proyek
hanya bersifat sementara. Jika proyek sudah selesai atau dihentikan
tidak ada kesinambungan dalam pertanggungjawaban terhadap asset
dan kewajiban yang dimiliki proyek tersebut. Hal ini selain
menimbulkan ketidakefisienan dalam pembiayaan kegiatan
pemerintahan, juga menyebabkan ketidakjelasan keterkaitan antara
output/outcome yang dicapai dengan penganggaran organisasi.2
6
2. Belanja untuk daerah, yang meliputi dana perimbangan dan dana
otonomi khusus dan penyeimbang/penyesuaian.
7
Selanjutnya, sebagaimana diamanatkan oleh UU No.17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, maka sistem penganggaran mengacu pada
praktek-praktek yang berlaku secara internasional. Menurut GFS
(Government Financial Statistics) Manual 2001, sistem penganggaran
belanja negara secara implisit menggunakan sistem unified budget
(anggaran terpadu), dimana tidak ada pemisahan antara pengeluaran rutin
dan pembangunan, sehingga klasifikasi menurut ekonomi akan berbeda
dari klasifikasi sebelumnya. Dalam hal ini, belanja negara menurut
klasifikasi ekonomi dikelompokkan ke dalam bentuk antaralain sebagai
berikut :
4
Losina purnastuti, Ekonomi untuk kelas XI SMA/MA. (Jakarta : Idah
Mustikawati,2003)hlm.20
8
1. Dalam format dan struktur I-account yang baru, belanja negara tetap
dipisahkan antara belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah,
karena pos belanja untuk daerah yang berlaku selama ini tidak dapat
diklasifikasikan ke dalam salah satu pos belanja negara sebagaimana
diatur dalam UU No.17 Tahun 2003.
2. Semua pengeluaran negara yang sifatnya bantuan/subsidi dalam
format dan struktur baru diklasifikasikan sebagai subsidi.
3. Semua pengeluaran negara yang selama ini ‘mengandung’ nama lain-
lain yang tersebar di hampir semua pos belanja negara, dalam format
dan struktur baru diklasifikasikan sebagai belanja lain-lain.
Tumpang Tindih Belanja Dengan berbagai perubahan dan penyesuaian
tersebut, belanja negara menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja) terdiri
dari (i) belanja pegawai, (ii) belanja barang, (iii) belanja modal, (iv)
pembayaran bunga utang, (v) subsidi, (vi) hibah, (vii) bantuan sosial, dan
(viii) belanja lain-lain. Sedangkan belanja untuk daerah, sebagaimana yang
berlaku selama ini terdiri dari (i) dana perimbangan, dan (ii) dana otonomi
khusus dan penyesuaian. Dengan adanya perubahan format dan struktur
belanja negara menurut jenis belanja maka secara otomatis tidak ada lagi
pemisahan antara belanja rutin dan belanja pembangunan (unified budget).
Beberapa pengertian dasar terhadap komponen-komponen penting
dalam belanja tersebut, antara lain :
Belanja pegawai menampung seluruh pengeluaran negara yang
digunakan untuk membayar gaji pegawai, termasuk berbagai tunjangan
yang menjadi haknya, dan membayar honorarium, lembur, vakasi,
tunjangan khusus dan belanja pegawai transito, serta membayar pensiun
dan asuransi kesehatan (kontribusi sosial). Dalam klasifikasi tersebut
termasuk pula belanja gaji/upah proyek yang selama ini diklasifikasikan
sebagai pengeluaran pembangunan. Dengan format ini, maka akan terlihat
pos yang tumpang tindih antara belanja pegawai yang diklasifikasikan
sebagai rutin dan pembangunan. Disinilah nantinya efisiensi akan bisa
diraih. Demikian juga dengan belanja barang yang seharusnya digunakan
untuk membiayai kegiatan operasional pemerintahan untuk pengadaan
9
barang dan jasa, dan biaya pemeliharaan aset negara. Demikian juga
sebaliknya sering diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan.
Belanja modal menampung seluruh pengeluaran negara yang
dialokasikan untuk pembelian barang-barang kebutuhan investasi (dalam
bentuk aset tetap dan aset lainnya). Pos belanja modal dirinci atas (i)
belanja modal aset tetap/fisik, dan (ii) belanja modal aset lainnya/non-
fisik. Dalam prakteknya selama ini belanja lainnya non-fisik secara
mayoritas terdiri dari belanja pegawai, bunga dan perjalanan yang tidak
terkait langsung dengan investasi untuk pembangunan.
Subsidi menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan
untuk membayar beban subsidi atas komoditas vital dan strategis tertentu
yang menguasai hajat hidup orang banyak, dalam rangka menjaga
stabilitas harga agar dapat terjangkau oleh sebagian besar golongan
masyarakat. Subsidi tersebut dialokasikan melalui perusahaan negara dan
perusahaan swasta. Sementara itu, selama ini ada jenis subsidi yang
sebetulnya tidak ada unsur subsidinya, maka belanja tersebut akan
dikelompokkan sebagai bantuan sosial. Bantuan sosial menampung
seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan sebagai transfer
uang/barang yang diberikan kepada penduduk, guna melindungi dari
kemungkinan terjadinya resiko sosial, misalnya transfer untuk pembayaran
dana kompensasi sosial.
Sementara itu, belanja untuk daerah menampung seluruh pengeluaran
pemerintah pusat yang dialokasikan ke daerah, yang pemanfaatannya
diserahkan sepenuhnya kepada daerah. Secara sederhana, maka struktur
APBN dapat ditunjukkan sebagai berikut :
Pendapatan Negara dan Hibah terdiri atas:
1. Penerimaan Dalam Negeri, terdiri atas:
Penerimaan Perpajakan, terdiri atas
a. Pajak Dalam Negeri, terdiri atas Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan
pajak lainnya.
10
b. Pajak Perdagangan Internasional, terdiri atas Bea Masuk dan Tarif
Ekspor.
c. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), terdiri atas Penerimaan
SDA (Migas dan Non Migas), Bagian Laba BUMN dan PNBP
lainnya.
2. Hibah yaitu bantuan yang berasal dari swasta, baik dalam negeri
maupun luar negeri, dan pemerintah luar negeri
a. Belanja terdiri atas dua jenis:
1) Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan
untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat,
baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah
(dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja Pemerintah
Pusat dapat dikelompokkan menjadi: Belanja Pegawai, Belanja
Barang, Belanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi
BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial
(termasuk Penanggulangan Bencana), dan Belanja Lainnya.
2) Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke
Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan
APBD daerah yang bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:
Dana Bagi Hasil
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
Dana Otonomi Khusus.
b. Pembiayaan meliputi:
1. Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan,
Privatisasi, Surat Utang Negara, serta penyertaan modal
negara.
2. Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:
Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman
Program dan Pinjaman Proyek
11
Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas
Jatuh Tempo dan Moratorium.
D. FUNGSI APBN
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan
pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan
pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan
menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan,
alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak
dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun
anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara
dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran
berikutnya.
1. Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi
dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
2. Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat
menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada
tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan
sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk
medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan
dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan
nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan
untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan
lancar.
3. Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman
untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan
mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah
12
menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan
atau tidak.
4. Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk
mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta
meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
6. Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah
menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian.5
5
Losina purnastuti, Ekonomi untuk kelas XI SMA/MA. (Jakarta : Idah
Mustikawati,2003)hlm.27
6
Losina purnastuti, Ekonomi untuk kelas XI SMA/MA. (Jakarta : Idah
Mustikawati,2003)hlm.28
13
8. DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan
jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-
undang tentang APBN.
9. Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai Rancangan Undang-
undang tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
10. APBN yang disetujui DPR terinci sampai dengan unit organisasi,
fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
11. Apabila DPR tidak menyetujui Rancangan Undang-undang tentang
APBN, Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-
tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
14
B. PENGERTIAN APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat
APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003
pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara).
Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat
dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut
adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan
penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan
Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu
tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua
Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua
penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan
dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang
membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan
sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi
dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan
keuangan daerah.
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu
mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang
bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan
keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu
tersebut. APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem
anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output
dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah
pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang
terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber
pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran
yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang
15
dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi,
realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah
ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya
kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap
pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas
beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran
untuk membiayai pengeluaran tersebut.
APBD terdiri dari anggaran pendapatan dan pembiayaan,
pendapatan terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi
pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan
penerimaan lain-lain. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana
Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus,
kemudian pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
Pembiayaan yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
16
5. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah
harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah
daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan
keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
D. TUJUAN APBD
Setiap tahun pemerintah daerah menyusun APBD. Tujuan
penyusunan APBD adalah sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan
daerah agar terjadi keseimbangan yang dinamis, dalam rangka
melaksanakan kegiatan-kegiatan di daerah demi tercapainya peningkatan
produksi, peningkatan kesempatan kerja, dan pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi.
Pada akhirnya, semua itu ditujukan untuk tercapainya masyarakat
adil dan makmur, baik material maupun spiritual bedasarkan Pancasila
dan UUD 1945, serta untuk mengatur pembelanjaan daerah dan
penerimaan daerah agar tercapai kesejahteraan dan pertumbuhan
ekonomi daerah secara merata.
17
4. Spesialitas, azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang
disediakan terinci secara jelas peruntukannya.
5. Akrual, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran
dibebani untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau
menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang seharusnya
diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima
pada kas.
6. Kas, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani
pada saat terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke kas daerah.
18
a. Dana bagi hasil, Yaitu dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah sebagai hasil dari pengelolaan
sumber daya alam didaerah oleh pemerintah pusat.
b. Dana alokasi umum, Yaitu dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah dengan tujuan sebagai wujud dari
pemerataan kemampuan keuangan antara daerah.
c. Dana alokasi khusus, Yaitu dana yang bersumber dari APBN
yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk
mendanai kegiatan khusus daerah yang disesuaikan dengan
prioritas nasional.
3. Pinjaman daerah.
4. Penerimaan lain-lain yang sah, berupa:
a. Penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro dan
pendapatan bunga.
b. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
c. Komisi, penjualan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan pengadaan barang atau jasa oleh daerah.
H. BELANJA DAERAH
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening
Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan
kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh daerah. Pasal 26 dan 27 dari Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah tidak merinci tentang klasifikasi belanja menurut urusan wajib,
urusan pilihan, dan klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program
kegiatan, serta jenis belanja. Sedangkan Permendagri Nomor 13 Tahun
2006 Pasal 31 ayat (1), memberikan secara rinci klasifikasi belanja
daerah berdasarkan urusan wajib, urusan pilihan atau klasifikasi menurut
organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis belanja.
1. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Wajib.
19
Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 32 ayat (2),
klasifikasi belanja menurut urusan wajib mencakup:
a. Pendidikan
b. Kesehatan
c. Pekerjaan Umum
d. Perumahan Rakyat
2. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pilihan
a. Pertanian
b. Kehutanan
c. Energi dan Sumber Daya Mineral
d. Pariwisata
e. Kelautan dan Perikanan
3. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pemerintahan, Organisasi,
Fungsi, Program dan Kegiatan, serta Jenis Belanja. Belanja daerah
tersebut mencakup :
a. Belanja Tidak Langsung, meliputi :
1) Belanja Pegawai.
Digunakan untuk menganggarkan belanja
penghasilan pimpinan dan anggota DPRD, gaji pokok dan
tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah serta gaji
pokok dan tunjangan pegawai negeri sipil, tambahan
penghasilan, serta honor atas pelaksanaan kegiatan.
2) Bunga.
Digunakan untuk menganggarkan pembayaran
bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang
(principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman
jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
3) Subsidi
Digunakan untuk menganggarkan subsidi kepada
masyarakat melalui lembaga tertentu yang telah diaudit,
dalam rangka mendukung kemampuan daya beli
masyarakat untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan
20
kesejahteraan masyarakat. Lembaga penerima belanja
subsidi wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
penggunaan dana subsidi kepada kepala daerah.
4) Hibah.
Untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam
bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pihak-pihak
tertentu yang tidak mengikat/tidak secara terus menerus
yang terlebih dahulu dituangkan dalam suatu naskah
perjanjian antara pemerintah daerah dengan penerima
hibah, dalam rangka peningkatan penyelenggaraan fungsi
pemerintahan di daerah, peningkatan pelayanan kepada
masyarakat, peningkatan layanan dasar umum, peningkatan
partisipasi dalam rangka penyelenggaraan pembangunan
daerah.
5) Belanja Bagi Hasil.
Untuk menganggarkan dana bagi hasil yang
bersumber dari pendapatan provinsi yang dibagi hasilkan
kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota
yang dibagihasilkan kepada pemerintahan desa sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
6) Bantuan Keuangan
Untuk menganggarkan bantuan keuangan yang
bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada
kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah
daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada
pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam
rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan
keuangan.
7) Belanja Tak Terduga.
Untuk menganggarka belanja atas kegiatan yang
sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti
penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang
21
tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian
atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya
yang telah ditutup.
7
Tony Puurwono,. PR Ekonomi untuk Kelas 2 SMA. Klaten: Intan Pariwara(2004)
hlm. 55
22
BAB III
PENTUTUP
A. KESIMPULAN
APBN adalah daftar sistematis dan terperinci yang memuat
rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran.
Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pengeluaran dan
penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam rangka
melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya peningkatan
produksi, peningkatan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi serta pada akhirnya ditujukan untuk tercapainya masyarakat
adil dan makmur material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan,
pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi
suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan
nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi
apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya
pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan
ekonomi.
APBN dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua hal yang tidak
bisa dipisahkan. Alokasi dana yang terdapat di dalam APBN digunakan
untuk pembangunan. Dengan adanya pembangunan ekonomi akan tercipta
pertumbuhan ekonomi.
1. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah adalah hak daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan dan
tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
23
2. Belanja Daerah
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening
Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan
kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh daerah.
3. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran
berikutnya. Pembiayaan Daerah menurut Permendagri Nomor 13
Tahun 2006 Pasal 59 terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan
Pengeluaran Pembiayaan Daerah.
24
DAFTAR PUSTAKA
25