Anda di halaman 1dari 28

KEUANGAN NEGARA DAN KEUANGAN DAERAH

ERA OTONOMI DAERAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Publik

Dosen Pengampu : SELVIANI,S.Pd.,M.Pd.E

Disusun oleh Kelompok X :

SAHBUDI (NIRM : 1209.20.09081)

M. HASNADI (NIRM : 1209.20.09074)

NURUL QOLBI IKHWANA (NIRM : 1209.20.09079)

Semester/Lokal : IV/A

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH (ESY)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)

AULIAURASYIDDIN – TEMBILAHAN

T.A.2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarrakatuh..

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT,karena berkat rahmat-
Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Keuangan Negara Dan
Keuangan Daerah Era Otonomi Daerah”. Makalah ini diajukan guna
memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Publik.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan pada waktunya. Penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya
pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun
dari berbagai pihak.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan


bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan
bagi kita semua.

Tembilahan, 28 Maret 2021

Kelompok X

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH ............................................. 1


B. RUMUSAN MASALAH ............................................................... 1
C. TUJUAN PENULISAN ................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 3

1.1 KEUANGAN NEGARA .................................................................... 3

A. PENGERTIAN APBN .................................................................. 3


B. TUJUAN PENYUSUNAN APBN ................................................ 4
C. STRUKTUR APBN....................................................................... 5
D. FUNGSI APBN .............................................................................. 12
E. PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN .............................. 13

1.2 KEUANGAN DAERAH ..................................................................... 14

A. ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH(APBD) . 14


B. PENGERTIAN APBD .................................................................. 15
C. FUNGSI-FUNGSI APBD ............................................................. 16
D. TUJUAN APBD ............................................................................. 17
E. PRINSIP APBD ............................................................................. 17
F. DASAR-DASAR HUKUM APBD ............................................... 18
G. SUMBER PENERIMAN APBD .................................................. 18
H. BELANJA DAERAH .................................................................... 19

BAB III PENUTUP ................................................................................... 23

A. KESIMPULAN.............................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN ), bila kita simak
secara seksama bukanlah sekedar instrument untuk mencapai stabilitasi
suatu pemerintahan dalam jangka waktu yang relatif pendek namun pada
esensinya sebuah APBN sebagaimana fungsinya yakni :
1. Sebagai mobilisasi dana investasi yang merupakaninstrument untuk
mengatur pengeluaran dan pendapatan Negara dalam rangka
menbiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan berupa pembangunan.
2. Mencapai pertumbuhan ekonomi guna meningkatkan pendapatan
nasional.
3. Mencapai stabilitas perekonomian dan menentukanarah serta prioritas
pembangunan secara umum.
4. Dalam konteks yang lebih spesifik anggaran suatu Negara secara
sederhana biasa pula kita ibaratkan dengan anggaran rumah tangga
ataupun anggaran perusahaan yang memiliki 2(dua) sisi, yakni:
a. Sisi penerimaan/pemasukan dan pengeluaran/pemakaian.
b. Penyusunan anggaran senantiasa dihadapkan padaketidakpastian
antara kedua sisi tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penysunan makalah
ini, antara lain sebagai berikut :
1. Apa itu APBN ?
2. Apa tujuan penyusunan APBN ?
3. Bagaimana Struktr APBN ?
4. Apa fungsi APBN ?
5. Bagaimana Penyusunan dan Penetapan APBN ?

1
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun yang menjadi tujuan dalam penysunan makalah ini, antara
lain sebagai berikut :
1. Agar Mahasiswa/i mengetahui apa itu APBN
2. Agar Mahasiswa/i mengetahui apa tujuan penyusunan APBN
3. Agar Mahasiswa/i mengetahui bagaimana Struktr APBN
4. Agar Mahasiswa/i mengetahui apa fungsi APBN
5. Agar Mahasiswa/i mengetahui bagaimana penyusunan dan Penetapan
APBN

2
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 KEUANGAN NEGARA

A. PENGERTIAN APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN,
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis
dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara
selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan
APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan
Undang-Undang.
Setiap tahun pemerintah menyusun APBN. Landasan hukum serta
tata cara penyusunan APBN terdapat di dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 1,
2 dan 3. Pada pasal 23 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-
besanya kemakmuran rakyat. Pada pasal 23 ayat 2 disebutkan bahwa
Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara
diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Pada pasal 23
ayat 3 disebutkan apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan
Presiden, pemerintah menjalankan APBN tahun lalu.
Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan
APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan
perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat
mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah
harus mengajukan RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan
DPR. Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah

3
dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya.
Selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir, Presiden
menyampaikan RUU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN
kepada DPR berupa Laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan.1

B. TUJUAN PENYUSUNAN APBN


Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pengeluaran
dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam
rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya
peningkatan produksi, peningkatan kesempatan kerja, pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi serta pada akhirnya ditujukan untuk
tercapainya masyarakat adil dan makmur material maupun spiritual
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kebijakan ekonomi makro Indonesia pada dasarnya merupakan
kesinambungan dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini mengingat bahwa
konsistensi kebijakan sangat diperlukan dalam mencapai sasaran
pembangunan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh
karena itu kebijakan ekonomi makro tersebut ditujukan untuk memperkuat
fundamental ekonomi yang sudah membaik dan mengantisipasi berbagai
tantangan baru yang mungkin timbul. Tantangan dan sasaran kebijakan
ekonomi makro tersebut adalah menjaga stabilitas ekonomi dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang didasarkan atas peningkatan
kualitas dan kinerja perekonomian.
Stabilitas perekonomian merupakan prasyarat yang sangat
mendasari bagi para pelaku ekonomi. Oleh karena itu diperlukan
pertumbuhan dengan kualitas yang lebih baik. Pertumbuhan ekonomi yang
baik dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja sehingga dapat mengurangi
penduduk miskin. Sementara itu pertumbuhan ekonomi yang dicapai

1
Losina purnastuti, Ekonomi untuk kelas XI SMA/MA. (Jakarta : Idah
Mustikawati,2003)hlm.10

4
dalam tahun sebelumnya dipandang masih moderat dibandingan dengan
masa-masa sebelum krisis. Pertumbuhan tersebut masih didukung oleh
relatif tingginya kontribusi konsumsi, sedangkan dukungan sumber-
sumber ekonomi produktif seperti investasi dan ekspor masih harus
dioptimalkan.

C. STRUKTUR APBN
Mulai tahun 2005, Pemerintah telah mengusulkan penyusunan
RAPBN dengan menggunakan format baru, yakni anggaran belanja
terpadu (unified budget). Ini merupakan reformasi besar-besaran di bidang
anggaran negara dengan tujuan agar ada penghematan belanja negara dan
memberantas KKN. Selama lebih dari 32 tahun, Pemerintah melaksanakan
sistem anggaran yang dikenal dengan “dual budgeting,” dimana anggaran
belanja negara dipisahkan antara anggaran belanja rutin dan anggaran
pembangunan. Pemisahan anggaran rutin dan anggaran pembangunan
tersebut semula dimaksudkan untuk menekankan arti pentingnya
pembangunan, namun dalam pelaksanaannya telah menunjukan banyak
kelemahan (Anggito Abimanyu - 4 Juli 2005) yaitu :
1. Duplikasi antara belanja rutin dan belanja pembangunan oleh karena
kurang tegasnya pemisahan antara kegiatan operasional organisasi dan
proyek, khususnya proyek-proyek non-fisik. Dengan demikian, kinerja
sulit diukur karena alokasi dana yang ada tidak mencerminkan kondisi
yang sesungguhnya.
2. Penggunaan “dual budgeting” mendorong dualisme dalam penyusunan
daftar perkiraan mata anggaran keluaran (MAK) karena untuk satu
jenis belanja, ada MAK yang diciptakan untuk belanja rutin dan ada
MAK lain yang ditetapkan untuk belanja pembangunan.
3. Analisis belanja dan biaya program sulit dilakukan karena anggaran
belanja rutin tidak dibatasi pada pengeluaran untuk operasional dan
belanja anggaran pembangunan tidak dibatasi pada pengeluaran untuk
investasi.

5
4. Proyek yang menerima anggaran pembangunan diperlakukan sama
dengan satuan kerja, yaitu sebagai entitas akuntansi, walaupun proyek
hanya bersifat sementara. Jika proyek sudah selesai atau dihentikan
tidak ada kesinambungan dalam pertanggungjawaban terhadap asset
dan kewajiban yang dimiliki proyek tersebut. Hal ini selain
menimbulkan ketidakefisienan dalam pembiayaan kegiatan
pemerintahan, juga menyebabkan ketidakjelasan keterkaitan antara
output/outcome yang dicapai dengan penganggaran organisasi.2

Sebelum tahun 2001, prinsip APBN adalah anggaran berimbang


dinamis, dimana jumlah penerimaan negara selalu sama dengan
pengeluaran negara, dan jumlahnya diupayakan meningkat dari tahun ke
tahun. Sejak tahun 2001 hingga sekarang, prinsip anggaran yang
digunakan adalah anggaran surplus/defisit. Sejalan dengan itu, format dan
struktur APBN berubah dari T-Account menjadi I-Account. Format dan
struktur I-account yang berlaku saat ini terdiri atas :
1. Pendapatan negara dan hibah
2. Belanja Negara
3. Pembiayaan.

Pendapatan negara dan hibah menampung seluruh pendapatan negara


yang bersumber dari :
1. Penerimaan perpajakan
2. Penerimaan negara bukan pajak (PNBP)
3. Hibah.

Sedangkan belanja negara menampung seluruh pengeluaran negara,


yang terdiri dari
1. Belanja pemerintah pusat, yang meliputi pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan
2
Losina purnastuti, Ekonomi untuk kelas XI SMA/MA. (Jakarta : Idah
Mustikawati,2003)hlm.15

6
2. Belanja untuk daerah, yang meliputi dana perimbangan dan dana
otonomi khusus dan penyeimbang/penyesuaian.

Selisih antara pendapatan negara dan hibah dengan belanja negara


akan berupa surplus/defisit anggaran. Guna menutup defisit anggaran
maka diperlukan pembiayaan yang bersumber dari luar pendapatan negara
dan hibah, yang antara lain bersumber dari :
1. Pembiayaan dalam negeri
2. Pembiayaan luar negeri.3

Dalam sistem dual budgeting, pengeluaran rutin dimaksudkan sebagai


pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk membiayai
kegiatan rutin pemerintahan, yang terdiri dari:
1. Belanja pegawai
2. Belanja barang
3. Pembayaran bunga utang
4. Subsidi
5. Pengeluaran rutin lainnya.

Sementara itu, pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran


negara yang dialokasikan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan
yang dibebankan pada anggaran belanja pemerintah pusat dalam rangka
pelaksanaan sasaran pembangunan nasional, baik berupa sasaran fisik
maupun nonfisik. Dalam hal ini, pengeluaran pembangunan terdiri dari
1. Pengeluaran pembangunan dalam bentuk pembiayaan rupiah, yang
pendanaannya bersumber dari dalam negeri dan dari luar negeri dalam
bentuk pinjaman program
2. Pengeluaran pembangunan dalam bentuk pembiayaan proyek, yang
pendanaannya bersumber dari luar negeri dalam bentuk pinjaman
proyek.
3
Losina purnastuti, Ekonomi untuk kelas XI SMA/MA. (Jakarta : Idah
Mustikawati,2003)hlm.17

7
Selanjutnya, sebagaimana diamanatkan oleh UU No.17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, maka sistem penganggaran mengacu pada
praktek-praktek yang berlaku secara internasional. Menurut GFS
(Government Financial Statistics) Manual 2001, sistem penganggaran
belanja negara secara implisit menggunakan sistem unified budget
(anggaran terpadu), dimana tidak ada pemisahan antara pengeluaran rutin
dan pembangunan, sehingga klasifikasi menurut ekonomi akan berbeda
dari klasifikasi sebelumnya. Dalam hal ini, belanja negara menurut
klasifikasi ekonomi dikelompokkan ke dalam bentuk antaralain sebagai
berikut :

1. Kompensasi untuk pegawai


2. Penggunaan barang dan jasa
3. Kompensasi dari modal tetap berkaitan dengan biaya produksi yang
dilaksanakan sendiri oleh unit organisasi pemerintah
4. Bunga hutang
5. Subsidi
6. Hibah
7. Tunjangan sosial (social benefits).
8. Pengeluaran-pengeluaran lain dalam rangka transfer dalam bentuk
uang atau barang, dan pembelian barang dan jasa dari pihak ketiga
untuk dikirim kepada unit lainnya.4

Dalam melaksanakan perubahan format dan struktur belanja negara


telah dilakukan dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian, namun tetap
mengacu GFS Manual 2001 dan UU No. 17 Tahun 2003. Beberapa
catatan penting berkaitan dengan perubahan dan penyesuaian format dan
struktur belanja negara yang baru antara lain :

4
Losina purnastuti, Ekonomi untuk kelas XI SMA/MA. (Jakarta : Idah
Mustikawati,2003)hlm.20

8
1. Dalam format dan struktur I-account yang baru, belanja negara tetap
dipisahkan antara belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah,
karena pos belanja untuk daerah yang berlaku selama ini tidak dapat
diklasifikasikan ke dalam salah satu pos belanja negara sebagaimana
diatur dalam UU No.17 Tahun 2003.
2. Semua pengeluaran negara yang sifatnya bantuan/subsidi dalam
format dan struktur baru diklasifikasikan sebagai subsidi.
3. Semua pengeluaran negara yang selama ini ‘mengandung’ nama lain-
lain yang tersebar di hampir semua pos belanja negara, dalam format
dan struktur baru diklasifikasikan sebagai belanja lain-lain.
Tumpang Tindih Belanja Dengan berbagai perubahan dan penyesuaian
tersebut, belanja negara menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja) terdiri
dari (i) belanja pegawai, (ii) belanja barang, (iii) belanja modal, (iv)
pembayaran bunga utang, (v) subsidi, (vi) hibah, (vii) bantuan sosial, dan
(viii) belanja lain-lain. Sedangkan belanja untuk daerah, sebagaimana yang
berlaku selama ini terdiri dari (i) dana perimbangan, dan (ii) dana otonomi
khusus dan penyesuaian. Dengan adanya perubahan format dan struktur
belanja negara menurut jenis belanja maka secara otomatis tidak ada lagi
pemisahan antara belanja rutin dan belanja pembangunan (unified budget).
Beberapa pengertian dasar terhadap komponen-komponen penting
dalam belanja tersebut, antara lain :
Belanja pegawai menampung seluruh pengeluaran negara yang
digunakan untuk membayar gaji pegawai, termasuk berbagai tunjangan
yang menjadi haknya, dan membayar honorarium, lembur, vakasi,
tunjangan khusus dan belanja pegawai transito, serta membayar pensiun
dan asuransi kesehatan (kontribusi sosial). Dalam klasifikasi tersebut
termasuk pula belanja gaji/upah proyek yang selama ini diklasifikasikan
sebagai pengeluaran pembangunan. Dengan format ini, maka akan terlihat
pos yang tumpang tindih antara belanja pegawai yang diklasifikasikan
sebagai rutin dan pembangunan. Disinilah nantinya efisiensi akan bisa
diraih. Demikian juga dengan belanja barang yang seharusnya digunakan
untuk membiayai kegiatan operasional pemerintahan untuk pengadaan

9
barang dan jasa, dan biaya pemeliharaan aset negara. Demikian juga
sebaliknya sering diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan.
Belanja modal menampung seluruh pengeluaran negara yang
dialokasikan untuk pembelian barang-barang kebutuhan investasi (dalam
bentuk aset tetap dan aset lainnya). Pos belanja modal dirinci atas (i)
belanja modal aset tetap/fisik, dan (ii) belanja modal aset lainnya/non-
fisik. Dalam prakteknya selama ini belanja lainnya non-fisik secara
mayoritas terdiri dari belanja pegawai, bunga dan perjalanan yang tidak
terkait langsung dengan investasi untuk pembangunan.
Subsidi menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan
untuk membayar beban subsidi atas komoditas vital dan strategis tertentu
yang menguasai hajat hidup orang banyak, dalam rangka menjaga
stabilitas harga agar dapat terjangkau oleh sebagian besar golongan
masyarakat. Subsidi tersebut dialokasikan melalui perusahaan negara dan
perusahaan swasta. Sementara itu, selama ini ada jenis subsidi yang
sebetulnya tidak ada unsur subsidinya, maka belanja tersebut akan
dikelompokkan sebagai bantuan sosial. Bantuan sosial menampung
seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan sebagai transfer
uang/barang yang diberikan kepada penduduk, guna melindungi dari
kemungkinan terjadinya resiko sosial, misalnya transfer untuk pembayaran
dana kompensasi sosial.
Sementara itu, belanja untuk daerah menampung seluruh pengeluaran
pemerintah pusat yang dialokasikan ke daerah, yang pemanfaatannya
diserahkan sepenuhnya kepada daerah. Secara sederhana, maka struktur
APBN dapat ditunjukkan sebagai berikut :
Pendapatan Negara dan Hibah terdiri atas:
1. Penerimaan Dalam Negeri, terdiri atas:
Penerimaan Perpajakan, terdiri atas
a. Pajak Dalam Negeri, terdiri atas Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan
pajak lainnya.

10
b. Pajak Perdagangan Internasional, terdiri atas Bea Masuk dan Tarif
Ekspor.
c. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), terdiri atas Penerimaan
SDA (Migas dan Non Migas), Bagian Laba BUMN dan PNBP
lainnya.
2. Hibah yaitu bantuan yang berasal dari swasta, baik dalam negeri
maupun luar negeri, dan pemerintah luar negeri
a. Belanja terdiri atas dua jenis:
1) Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan
untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat,
baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah
(dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja Pemerintah
Pusat dapat dikelompokkan menjadi: Belanja Pegawai, Belanja
Barang, Belanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi
BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial
(termasuk Penanggulangan Bencana), dan Belanja Lainnya.
2) Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke
Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan
APBD daerah yang bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:
 Dana Bagi Hasil
 Dana Alokasi Umum
 Dana Alokasi Khusus
 Dana Otonomi Khusus.

b. Pembiayaan meliputi:
1. Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan,
Privatisasi, Surat Utang Negara, serta penyertaan modal
negara.
2. Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:
 Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman
Program dan Pinjaman Proyek

11
 Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas
Jatuh Tempo dan Moratorium.

D. FUNGSI APBN
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan
pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan
pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan
menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan,
alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak
dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun
anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara
dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran
berikutnya.
1. Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi
dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
2. Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat
menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada
tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan
sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk
medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan
dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan
nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan
untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan
lancar.
3. Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman
untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan
mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah

12
menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan
atau tidak.
4. Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk
mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta
meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
6. Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah
menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian.5

E. PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN


1. APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang
ditetapkan tiap tahun dengan Undang-Undang
2. APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan
pembiayaan
3. Pendapatan Negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan
bukan pajak, dan hibah
4. Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas
pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah
5. Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja
6. Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang
APBN, disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya
kepada DPR pada bulan Agustus tahun sebelumnya.
7. Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan
sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan
DPR.6

5
Losina purnastuti, Ekonomi untuk kelas XI SMA/MA. (Jakarta : Idah
Mustikawati,2003)hlm.27
6
Losina purnastuti, Ekonomi untuk kelas XI SMA/MA. (Jakarta : Idah
Mustikawati,2003)hlm.28

13
8. DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan
jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-
undang tentang APBN.
9. Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai Rancangan Undang-
undang tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
10. APBN yang disetujui DPR terinci sampai dengan unit organisasi,
fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
11. Apabila DPR tidak menyetujui Rancangan Undang-undang tentang
APBN, Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-
tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.

1.2 KEUANGAN DAERAH


A. ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan
Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari
tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. APBD terdiri
atas, Anggaran pendapatan, terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD),
yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah, dan penerimaan lain-lain
Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus. Lain-lain pendapatan
yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.Anggaran belanja, yang
digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di
daerah.
Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

14
B. PENGERTIAN APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat
APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003
pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara).
Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat
dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut
adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan
penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan
Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu
tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua
Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua
penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan
dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang
membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan
sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi
dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan
keuangan daerah.
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu
mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang
bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan
keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu
tersebut. APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem
anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output
dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah
pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang
terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber
pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran
yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang

15
dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi,
realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah
ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya
kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap
pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas
beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran
untuk membiayai pengeluaran tersebut.
APBD terdiri dari anggaran pendapatan dan pembiayaan,
pendapatan terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi
pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan
penerimaan lain-lain. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana
Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus,
kemudian pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
Pembiayaan yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

C. FUNGSI – FUNGSI APBD


Fungsi APBD jika ditinjau dari kebijakan fiskal yaitu:
1. Fungsi otorisasi yaitu bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
bersangkutan.
2. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah
menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan
pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah
menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus
diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/ mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan
efisiensi dan efektivitas perekonomian.

16
5. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah
harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah
daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan
keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

D. TUJUAN APBD
Setiap tahun pemerintah daerah menyusun APBD. Tujuan
penyusunan APBD adalah sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan
daerah agar terjadi keseimbangan yang dinamis, dalam rangka
melaksanakan kegiatan-kegiatan di daerah demi tercapainya peningkatan
produksi, peningkatan kesempatan kerja, dan pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi.
Pada akhirnya, semua itu ditujukan untuk tercapainya masyarakat
adil dan makmur, baik material maupun spiritual bedasarkan Pancasila
dan UUD 1945, serta untuk mengatur pembelanjaan daerah dan
penerimaan daerah agar tercapai kesejahteraan dan pertumbuhan
ekonomi daerah secara merata.

E. PRINSIP – PRINSIP APBD


Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan
Anggaran Daerah yang berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran
Negara / Daerah sebagaimana bunyi penjelasan dalam Undang Undang
No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :
1. Kesatuan, azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan
Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
2. Universalitas, azas ini mengharuskan agar setiap transaksi
keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.
3. Tahunan, azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk
suatu tahun tertentu.

17
4. Spesialitas, azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang
disediakan terinci secara jelas peruntukannya.
5. Akrual, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran
dibebani untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau
menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang seharusnya
diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima
pada kas.
6. Kas, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani
pada saat terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke kas daerah.

F. DASAR – DASAR HUKUM APBD


Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas
berbantuan sesuai dengan Undang-Undang Nomor32 tahun2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang disingkat APBD.

G. SUMBER PENERIMAAN APBD


Sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan
desentralisasi terdiri dari :
1. Pendapatan asli daerah (PAD) Adalah penerimaan yang diperoleh
dari pungutan-pungutan daerah berupa :
a. Pajak daerah.
b. Retribusi daerah.
c. Hasil pengolahan kekayaan daerah.
d. Keuntungan dari perusahaan-perusahaan milik daerah.
e. Lain-lain PAD.
2. Dana perimbangan Adalah dana yang dialokasikan dari APBN
untuk daerah sebagai pengeluaran pemerintah pusat untuk belanja
daerah, yang meliputi :

18
a. Dana bagi hasil, Yaitu dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah sebagai hasil dari pengelolaan
sumber daya alam didaerah oleh pemerintah pusat.
b. Dana alokasi umum, Yaitu dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah dengan tujuan sebagai wujud dari
pemerataan kemampuan keuangan antara daerah.
c. Dana alokasi khusus, Yaitu dana yang bersumber dari APBN
yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk
mendanai kegiatan khusus daerah yang disesuaikan dengan
prioritas nasional.
3. Pinjaman daerah.
4. Penerimaan lain-lain yang sah, berupa:
a. Penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro dan
pendapatan bunga.
b. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
c. Komisi, penjualan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan pengadaan barang atau jasa oleh daerah.

H. BELANJA DAERAH
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening
Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan
kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh daerah. Pasal 26 dan 27 dari Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah tidak merinci tentang klasifikasi belanja menurut urusan wajib,
urusan pilihan, dan klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program
kegiatan, serta jenis belanja. Sedangkan Permendagri Nomor 13 Tahun
2006 Pasal 31 ayat (1), memberikan secara rinci klasifikasi belanja
daerah berdasarkan urusan wajib, urusan pilihan atau klasifikasi menurut
organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis belanja.
1. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Wajib.

19
Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 32 ayat (2),
klasifikasi belanja menurut urusan wajib mencakup:
a. Pendidikan
b. Kesehatan
c. Pekerjaan Umum
d. Perumahan Rakyat
2. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pilihan
a. Pertanian
b. Kehutanan
c. Energi dan Sumber Daya Mineral
d. Pariwisata
e. Kelautan dan Perikanan
3. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pemerintahan, Organisasi,
Fungsi, Program dan Kegiatan, serta Jenis Belanja. Belanja daerah
tersebut mencakup :
a. Belanja Tidak Langsung, meliputi :
1) Belanja Pegawai.
Digunakan untuk menganggarkan belanja
penghasilan pimpinan dan anggota DPRD, gaji pokok dan
tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah serta gaji
pokok dan tunjangan pegawai negeri sipil, tambahan
penghasilan, serta honor atas pelaksanaan kegiatan.
2) Bunga.
Digunakan untuk menganggarkan pembayaran
bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang
(principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman
jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
3) Subsidi
Digunakan untuk menganggarkan subsidi kepada
masyarakat melalui lembaga tertentu yang telah diaudit,
dalam rangka mendukung kemampuan daya beli
masyarakat untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan

20
kesejahteraan masyarakat. Lembaga penerima belanja
subsidi wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
penggunaan dana subsidi kepada kepala daerah.
4) Hibah.
Untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam
bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pihak-pihak
tertentu yang tidak mengikat/tidak secara terus menerus
yang terlebih dahulu dituangkan dalam suatu naskah
perjanjian antara pemerintah daerah dengan penerima
hibah, dalam rangka peningkatan penyelenggaraan fungsi
pemerintahan di daerah, peningkatan pelayanan kepada
masyarakat, peningkatan layanan dasar umum, peningkatan
partisipasi dalam rangka penyelenggaraan pembangunan
daerah.
5) Belanja Bagi Hasil.
Untuk menganggarkan dana bagi hasil yang
bersumber dari pendapatan provinsi yang dibagi hasilkan
kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota
yang dibagihasilkan kepada pemerintahan desa sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
6) Bantuan Keuangan
Untuk menganggarkan bantuan keuangan yang
bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada
kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah
daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada
pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam
rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan
keuangan.
7) Belanja Tak Terduga.
Untuk menganggarka belanja atas kegiatan yang
sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti
penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang

21
tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian
atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya
yang telah ditutup.

b. Belanja Langsung, meliputi :


1) Belanja Pegawai.
Digunakan untuk menganggarkan belanja penghasilan
pimpinan dan anggota DPRD, gaji pokok dan tunjangan kepala
daerah dan wakil kepala daerah serta gaji pokok dan tunjangan
pegawai negeri sipil, tambahan penghasilan, serta honor atas
pelaksanaan kegiatan.
2) Belanja Barang dan Jasa.
Digunakan untuk menganggarkan belanja barang yang nilai
manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau
pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan.
3) Belanja Modal
Digunakan untuk menganggarkan belanja yang digunakan
untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud
yang mempunyai nilai manfaatnya lebih dari 12 (duabelas)
bulan. 7

7
Tony Puurwono,. PR Ekonomi untuk Kelas 2 SMA. Klaten: Intan Pariwara(2004)
hlm. 55

22
BAB III

PENTUTUP

A. KESIMPULAN
APBN adalah daftar sistematis dan terperinci yang memuat
rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran.
Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pengeluaran dan
penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam rangka
melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya peningkatan
produksi, peningkatan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi serta pada akhirnya ditujukan untuk tercapainya masyarakat
adil dan makmur material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan,
pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi
suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan
nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi
apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya
pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan
ekonomi.
APBN dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua hal yang tidak
bisa dipisahkan. Alokasi dana yang terdapat di dalam APBN digunakan
untuk pembangunan. Dengan adanya pembangunan ekonomi akan tercipta
pertumbuhan ekonomi.

APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:

1. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah adalah hak daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan dan
tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.

23
2. Belanja Daerah
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening
Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan
kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh daerah.
3. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran
berikutnya. Pembiayaan Daerah menurut Permendagri Nomor 13
Tahun 2006 Pasal 59 terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan
Pengeluaran Pembiayaan Daerah.

24
DAFTAR PUSTAKA

Purnastuti, Losina, 2003. Ekonomi untuk kelas XI SMA/MA. Jakarta : Idah


Mustikawati
Purwono, Tony, 2004. PR Ekonomi untuk Kelas 2 SMA. Klaten: Intan Pariwara
Nuswanto,A.Heru.2008.Otonomi Daerah. Semarang : Semarang University

25

Anda mungkin juga menyukai