Anda di halaman 1dari 69

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH

DAN DANA ALOKASI UMUM SERTA DANA BAGI HASIL


TERHADAP BELANJA MODAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PROPOSAL TESIS

Oleh:

FITRIA ROMADLONA
NIM : 2001018033

PROGRAM MAGISTER ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
SAMARINDA
2022

ii
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH
DAN DANA ALOKASI UMUM SERTA DANA BAGI HASIL
TERHADAP BELANJA MODAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PROPOSAL TESIS

Oleh:

FITRIA ROMADLONA
NIM : 2001018033

PROGRAM MAGISTER ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
SAMARINDA
2022

ii
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH
DAN DANA ALOKASI UMUM SERTA DANA BAGI HASIL
TERHADAP BELANJA MODAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Diajukan oleh:

FITRIA ROMADLONA
NIM: 2001018033

Telah disetujui oleh:

HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Adi Wijaya, S.E., M.Si Dr. Rahcmad Budi Suharto, SE.,SH., M. Si
NIP. 19600606 198803 1 001 NIP. 19801108 200501 1 001

Mengetahui,
Ketua Program
Magister Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Mulawarman

Dr. Diana Lestari, S.E., M.Si


NIP. 19820801 200501 2 003

ii
KATA PENGANTAR

Saya panjatkan puji dan rasa syukur saya atas kehadirat Allah
Subhanahu Wa Ta’ala yang maha pengasih lagi maha penyayang karena
atas segala limpahan berkat, rahmat, ridha dan karunia-Nya proposal
penelitian dengan judul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum serta Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal dan Dampaknya
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Kutai Kartanegara” yang
bertujuan untuk menyempurnakan studi akhir magister ekonomi dapat
terselesaikan sesuai dengan rencana waktu yang ditentukan.
Dalam menyelesaikan Proposal Tesis ini, saya mendapat bimbingan
dan arahan bantuan dari berbagai pihak, oleh karenanya penulis
mengharapkan saran dan masukan yang membangun untuk
menyempurnakan proposal tesis ini. Semoga proposal tesis ini dapat
diterima guna diambil manfaatnya dan diterapkan ilmunya untuk kita
semua. Akhir kata dalam kesempatan ini dengan kerendahan dan ketulusan
hati saya ucapkan terimakasih atas kerjasamanya yang baik kepada :
1. Kepada Bapak Prof. Dr. H. Masjaya, M.Si selaku Rektor Universitas
Mulawarman
2. Kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Mustofa Agung Sardjono selaku Wakil
Rektor Bidang Akademik Universitas Mulawarman.
3. Kepada Ibu Prof. Dr. Syarifah Hudayah, M.Si selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman.
4. Kepada Ibu Felisitas Defung, SE., MA., Ph.D selaku Wakil Dekan I
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman.
5. Kepada Bapak Dr. H. Irwansyah, SE,, MM selaku Wakil Dekan II
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman.
6. Kepada Bapak Dr. Zainal Abidin, SE., MM selaku Wakil Dekan III
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman.
7. Kepada Bapak Dr. H. Adi Wijaya, SE., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu
Ekonomi dan Selaku Pembimbing I yang telah bersedia membimbing
penulis memberikan arahan dan informasi sehingga proposal tesis ini

ii
selesai dengan baik, semoga selalu dalam lindungan-Nya diberikan
Kesehatan dan kelancaran atas semua aktivitas yang dijalankan.
8. Kepada Ibu Dr. Diana Lestari, SE., M.Si selaku Koordinator Prodi S2
Ilmu Ekonomi.
9. Kepada Bapak Dr. Rahcmad Budi Suharto, SE.,SH., M. Si selaku
Pembimbing II yang telah bersedia untuk membenahi penulisan
proposal tesis ini selesai dengan baik, semoga selalu dalam lindungan-
Nya diberikan Kesehatan dan kelancaran atas semua aktivitas yang
dijalankan.
10. Kepada Seluruh staff Tata Usaha dan Akademuk Fakultas Ekonomi
Magister Ilmu Ekonomi yang telah memberikan bantuan jasa layanan
terbaiknya dari masa perkuliahan hingga penyusunan proposal tesis ini
terselesaikan.
11. Kepada kedua orang tua dan Suami yang tiada hentinya untuk memberi
dukungan moril serta materil, kasih sayang, kesabaran, serta perhatian
dari proses studi ini.
12. Segenap sahabat seperjuangan yang saling membantu khususnya di
program S2 Magister Ilmu Ekonomi Angkatan 34 Universitas
Mulawarman.
13. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu jalannya proses pembuatan proposal ini.
Penulis sangat menyadari adanya kekurangan dan kelemahan dari
penulisan proposal tesis ini, penulis berharap adanya masukan baik berupa
kritik maupun saran untuk penyempurnaan tulisan ini ke depan. Apapun
masukan itu akan sangat berguna untuk perbaikan tulisan ini, diharapkan
tulisan ini menjadi karya yang bermanfaat khususnya bagi diri penulis dan
umumnya bagi para pembaca.

ii
Samarinda, April 2022
Penyusun

Fitria Romadlona

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................. 4
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 5
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 8
2.1. Penelitian Terdahulu .............................................................................................. 8
2.2. Landasan Teori ..................................................................................................... 14
2.2.1. Pertumbuhan Ekonomi .............................................................................. 14
2.2.2. Belanja Modal ............................................................................................ 20
2.2.3. Pendapatan Asli Daerah ............................................................................ 22
2.2.4. Dana Alokasi Umum ................................................................................. 26
2.2.5. Dana Bagi Hasil ......................................................................................... 29
2.3. Hubungan Antar Variabel Penelitian .................................................................. 31
2.3.1. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal ................. 31
2.3.2. Pengaruh Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Modal ...................... 32
2.3.3. Pengaruh Dana Bagi Hasil Terhadap Belanja Modal.............................. 33
2.3.4. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 34
2.3.5. Pengaruh Dana Alokasi Umum Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ........ 35
2.3.6. Pengaruh Dana Bagi Hasil Terhadap Pertumbuhan Ekonomi................ 36
2.3.7. Pengaruh Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi................... 37
2.4. Kerangka Konsep Penelitian ............................................................................... 37
2.5. Perumusan Hipotesis ........................................................................................... 38
BAB III METODE PENELITIAN....................................................................... 40
3.1. Rancangan Penelitian .......................................................................................... 40

ii
3.2. Definisi Operasional Variabel ............................................................................. 40
3.3. Jangkauan Penelitian ........................................................................................... 41
3.4. Sumber Data ......................................................................................................... 42
3.5. Rincian Data yang Diperlukan ............................................................................ 42
3.6. Teknik Pengumpulan Data .................................................................................. 43
3.7. Metode Analisis Data .......................................................................................... 43
3.8. Uji Kesesuaian ..................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 57

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu.................................................................................. 8


Tabel 3.1. Dekomposisi Pengaruh Kausalitas Antar Variabel ............................... 55

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangaka Konseptual ........................................................................ 38


Gambar 3.1. Diagram Jalur Lengkap ....................................................................... 46
Gambar 3.2. Model Jalur Sub Struktur 1 ................................................................. 47
Gambar 3.3. Model Jalur Sub Struktur 2 ................................................................. 48

ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator

penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode

tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Produk

Domestik Regional Bruto pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang

dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan

jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada

suatu daerah.

Pertumbuhan ekonomi daerah dapat dikalkulasi serta diprediksikan

melalui besaran angka yang tercantum dalam tabel Produk Domestik Regional

Bruto. Produk Domestik Regional Bruto diartikan sebagai totalitas dari akumulasi

barang dan jasa yang dihasilkan daerah pada siklus perekonomiannya. (Kartika

dan Dwirandra, 2014). Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan

dijadikan acuan dalam mengkalkulasi angka pertumbuhan ekonomi dengan

memaksimalkan pemberdayaan segenap sumber daya potensial yang ada, serta

membuka peluang kerja sama pada masyarakat (sebagai investor atau pekerja

guna memperluas kesempatan kerja. (Nuryanti Dewi, Sri Budhi 2015).

Kutai Kartanegara merupakan sebuah kabupaten yang berada di provinsi

Kalimantan Timur, Indonesia. Ibu kota Kutai Kartanegara berada di kecamatan

Tenggarong, yang berbatasan dengan Kota Samarinda. Kabupaten Kutai

Kartanegara memiliki luas wilayah 27.263,10 km² dan luas perairan sekitar 4.097
2

km² yang dibagi dalam 18 wilayah kecamatan dan 225 desa/kelurahan.

Berdasarkan data yang bersumber dari Badan Pusat Statistik dari tahun 2011-2020

Perekonomian Kabupaten Kutai Kartanegara mengalami fluktuatif naik dan turun.

Pada Perkonomian Kabupaten Kutai Kartanegara mencatat bahwa sektor

pertambangan masih didominasi di Kalimantan Timur di masa pandemi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Kutai Kartanegara

menurut besaran produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

2020 mengalami kontraksi 4,4% menjadi Rp 120 triliun pada 2020 dibanding

sebelum terjadi pandemi Covid-19. Sebagai informasi, perekonomian Kutai

Kartanegara ditopang oleh sektor pertambangan dengan kontribusi sebesar Rp

89,15 triliun atau sekitar 59,81% dari PDRB pada 2020 dan perekonomian pada

calon Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara pada tahun 2020 ditopang oleh Sektor

pertambangan. Berdasarkan data tersebut Kabupaten Kutai Kartanegara masih

didominasi oleh sector pertambangan karena Kabupaten Kutai Kartanegara

merupakan daerah penghasil tambang khususnya batubara. Pertumbuhan ekonomi

juga dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu penentu selanjutnya adalah belanja

modal dan sumber dana yang mendukung tersedianya sarana dan prasarana

perekonomian. Belanja modal pemerintah dapat mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi suatu daerah. Dalam PMK Nomor 214/PMK.05/2013 tentang Bagan

Akun Standar, disebutkan bahwa belanja modal merupakan pengeluaran anggaran

dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan/atau aset lainnya yang

memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi (12 bulan) serta melebihi

batasan nilai minimum kapitalisasi dan Sumber dana bagi daerah otonomi
3

diantaranya yaitu pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lainya

pendapatan yang sah. Dana perimbangan atau dana transfer terdiri dari dana

alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil.

Menurut peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2005 tentang Dana

Perimbangan menyebutkan Dana Bagi Hasil ialah dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka

persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan

Desentralisasi. Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak meliputi penerimaan Pajak

Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB), Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi

Dalam Negeri (WPOPDN) serta Pajak Penghasilan Pasal 21 dan sumberdaya alam

Kehutanan, Mineral dan Batu Bara, Minyak Bumi dan Gas Bumi, Pengusahaan

Panas Bumi dan Perikanan. Sedangkan dalam peraturan Undang-Undang No 23

Tahun 2014 disebutkan untuk pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah,

pemerintah pusat mentransfer dana berupa dana alokasi umum dan dana bagi hasil

pemerintah pusat mengharapkan pemerintah daerah menggunakan dana transfer

secara efektif dan efisien untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan

public di daerah yang disertai dengan pertanggung jawaban penggunaan dana dan

mendorong pertumbuhan ekonomi. Pendapatan asli daerah yang dikumpulkan

daerah, dan dana alokasi umum beserta dana bagi hasil yang di transfer

pemerintah pusat seharusnya dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di

daerah melalui belanja modal.


4

Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN

yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan

keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka

pelaksanaan desentralisasi. DAU tersebut dialokasikan dalam bentuk block grant,

yaitu penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas membuat peneliti sangat tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul : “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah,

Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal dan

Dampaknya terhadaap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Kutai Kartanegara”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang apa yang telah diuraikan diatas, maka rumusan

masalah penelitian ini sebagai berikut :

1. Apakah Pendapatan Asli Daerah secara langsung berpengaruh terhadap

Belanja Modal pada Kabupaten Kutai Kartanegara?

2. Apakah Dana Alokasi Umum secara langsung berpengaruh terhadap

Belanja Modal pada Kabupaten Kutai Kartanegara ?

3. Apakah Dana Bagi Hasil secara langsung berpengaruh terhadap Belanja

Modal pada Kabupaten Kutai Kartanegara?

4. Apakah Pendapatan Asli Daerah secara langsung berpengaruh terhadap

Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten Kutai Kartanegara?

5. Apakah Dana Alokasi Umum secara langsung berpengaruh terhadap

Pertumbuhan Ekonom Kabupaten Kutai Kartanegara?


5

6. Apakah Dana Bagi Hasil secara langsung berpengaruh terhadap

Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten Kutai Kartanegara?

7. Apakah Belanja Modal secara langsung berpengaruh terhadap

Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten Kutai Kartanegara?

8. Apakah Pendapatan Asli Daerah secara tidak langsung berpengaruh

terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Belanja Modal pada Kabupaten

Kutai Kartanegara?

9. Apakah Dana Alokasi Umum secara tidak langsung berpengaruh

terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada melalui Belanja Modal Kabupaten

Kutai Kartanegara?

10. Apakah Dana Bagi Hasil secara tidak langsung berpengaruh terhadap

Pertumbuhan Ekonomi melalui Belanja Modal pada Kabupaten Kutai

Kartanegara?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari

penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui dan menganalisis secara langsung pengaruh Pendapatan Asli

Daerah terhadap Belanja Modal pada Kabupaten Kutai Kartanegara

2. Mengetahui dan menganalisis secara langsung pengaruh Dana Alokasi

Umum terhadap Belanja Modal pada Kabupaten Kutai Kartanegara

3. Mengetahui dan menganalisis secara langsung pengaruh Dana Bagi Hasil

terhadap Belanja Modal pada Kabupaten Kutai Kartanegara.


6

4. Mengetahui dan menganalisis secara langsung pengaruh Pendapatan Asli

Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten Kutai

Kartanegara.

5. Mengetahui dan menganalisis secara langsung pengaruh Dana Bagi Hasil

terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten Kutai Kartanegara.

6. Mengetahui dan menganalisis secara langsung pengaruh Dana Alokasi

Umum terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten Kutai

Kartanegara.

7. Mengetahui dan menganalisis secara langsung pengaruh Belanja Modal

terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten Kutai Kartanegara.

8. Mengetahui dan menganalisis secara tidak langsung pengaruh Pendapatan

Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Belanja Modal pada

Kabupaten Kutai Kartanegara.

9. Mengetahui dan menganalisis secara tidak langsung pengaruh Dana

Alokasi Umum terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada melalui Belanja

Modal Kabupaten Kutai Kartanegara.

10. Mengetahui dan menganalisis secara tidak langsung pengaruh Dana Bagi

Hasil terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Belanja Modal pada

Kabupaten Kutai Kartanegara.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dengan adanya kajian

penelitian ini adalah sebagai berikut :


7

1. Bahan masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Kutai Kartanegara

dalam rangka menetapkan kebijakan belanja daerah dan meningkatkan

Pertumbuhan Ekonomi.

2. Sumber informasi bagi kajian empiris peneliti lain yang ingin

mengembangkan penelitian lebih lanjut yang relevan dengan penelitian

ini.

3. Menambah pengetahuan bagi peneliti dalam rangka pengembangan


ilmu.
8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang relevan dan menjadi bahan

masukan dan perbandingan dalam penyusunan tesis ini baik secara langsung

maupun tidak langsung. Beberapa diantara penelitian terdahulu terangkum dalam

table yang tertera dibawah ini:

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Nama Judul Variabel Alat Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian Penelitian Analsisis
1. Rahmah AR Pengaruh PAD, Variabel Analisis -Variabel PAD, DAU,
dan Basri DAU dan DBH Independen: Regresi dan DBH secara bersama-
Zein (2016) terhadap PAD (x1), Linier sama (simultan)
pertumbuhan DAU (x2), Berganda berpengaruh terhadap
ekonomi Di DBH (x3) pertumbuhan ekonomi di
Provinsi Aceh Variabel Aceh
Dependen: -Variabel PAD, DAU,
Pertumbuhan dan DBH secara masing-
ekonomi (y1) masing (parsial)
berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi di
Aceh
-Variabel PAD
berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan
ekonomi di Aceh
-Variabel DAU
berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan
ekonomi di Aceh
- Variabel DBH
berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan
ekonomi di Aceh

2. Dessyana Pengaruh Variabel Analisis secara parsial variabel


Lourine Pendapatan Asli Independen: Regresi PAD memberikan
Talluta, Rossy Daerah, Dana PAD (x1), Berganda pengaruh yang signifikan
9

Lambelanova, Perimbangan, Dana terhadap belanja modal,


Ella dan SILPA Perimbangan DAU memberikan
Wargadinata terhadap (x2), SILPA pengaruh yang signifikan
(2018) Belanja Modal (x3) terhadap belanja modal,
dan Dampaknya Variabel DBH tidak berpengaruh
kepada Dependen: signifikan terhadap
Pertumbuhan Belanja Belanja Modal, DAK
Ekonomi Modal (y1) tidak berpengaruh
Pemerintah Pertumbuhan signifikan terhadap
Daerah Kota ekonomi (y2) Belanja Modal, SILPA
Kupang tidak berpengaruh
Provinsi Nusa signifikan terhadap
Tenggara Timur Belanja Modal, SILPA
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
Belanja Modal dan
Belanja Modal
memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi

3. Nadiah Dwi Pengaruh PAD, PAD, DAU, Analisis PAD, DAK dan daerah
Ratno dan DAU, DAK, DAK, DBH, Regresi berpengaruh positif dan
Jacobus DBH, Luas Luas Wilayah, Berganda signifikan terhadap
Widiatmoko Wilayah Belanja Modal signifikan terhadap
(2019) terhadap dan Pengeluaran Modal, DAU
Belanja Modal Pertumbuhan dan DBH tidak
dan Dampaknya Ekonomi berpengaruh terhadap
pada Pengeluaran Modal,
Pertumbuhan Pengeluaran Modal
Ekonomi memiliki pengaruh
negatif yang signifikan
terhadap Pertumbuhan
Ekonomi. Pengujian
variabel kontrol
menunjukkan bahwa
hubungan antara Indeks
Pembangunan Manusia
tidak berpengaruh pada
Pertumbuhan Ekonomi,
sedangkan Investasi
Asing Langsung memiliki
pengaruh positif dan
signifikan terhadap yang
PAD, DAK dan daerah
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
signifikan terhadap
10

Pengeluaran Modal, DAU


dan DBH tidak
berpengaruh terhadap
Pengeluaran Modal,
Pengeluaran Modal
memiliki pengaruh
negatif yang signifikan
terhadap Pertumbuhan
Ekonomi. Pengujian
variabel kontrol
menunjukkan bahwa
hubungan antara Indeks
Pembangunan Manusia
tidak berpengaruh pada
Pertumbuhan Ekonomi,
sedangkan Investasi
Asing Langsung memiliki
pengaruh positif dan
signifikan terhadap yang
signifikan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi

4. Muz’an Pengaruh Pendpatan Path secara parsial untuk


Sulaiman Pendapatan Asli Asli Daerah analysis model sub-struktur
(2020) Daerah dan (PAD), Dana pertamabahwa PAD
Dana Alokasi Alikasi Umum berpengaruh signifikan
Umum (DAU), terhadap Belanja Modal
Terhadap Pertumbuhan dengan nilaisignifikansi
Belanja Modal Ekonomi, sebesar 0,000 < 0,05.
Serta Belanja Modal DAU berpengaruh
Dampaknya signifikan terhadap
Terhadap Belanja Modal dengan
Pertumbuhan nilai signifikansisebesar
Ekonomi 0,000 < 0,05. Secara
Kabupaten/Kota parsial untuk modelsub-
di Provinsi struktur kedua Belanja
Kalimantan Modal berpengaruh
Barat signifikan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
dengan nilai signifikansi
0,000 < 0,05
5. Metta Maheni Pengaruh PAD, Pendpatan Path PAD, DAK dan daerah
dan Maryono DAU, DAK Asli Daerah analysis berpengaruh positif dan
(2021) terhadap (PAD), Dana signifikan terhadap
Pertumbuhan Alikasi Umum signifikan terhadap
Ekonomi (DAU), Dana Pengeluaran Modal, DAU
dengan Belanja Alokasi dan DBH tidak
Modal sebagai Khusus berpengaruh terhadap
11

Variabel (DAK), Pengeluaran Modal,


Intervening Pertumbuhan Pengeluaran Modal
Ekonomi, memiliki pengaruh
Belanja Modal negatif yang signifikan
terhadap Pertumbuhan
Ekonomi. Pengujian
variabel kontrol
menunjukkan bahwa
hubungan antara Indeks
Pembangunan Manusia
tidak berpengaruh pada
Pertumbuhan Ekonomi,
sedangkan Investasi
Asing Langsung memiliki
pengaruh positif dan
signifikan terhadap yang
signifikan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi

Penjelasan penelitian terdahulu :

1. Rahman AR dan Basri Zein (2016) melakukan penelitian dengan judul

“Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Bagi Hasil

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Aceh”. Penelitian ini bertujaun

untuk menguji dan memperoleh bukti empiris dari pengaruh pendapatan asli

daerah, dana alokasi umum dan dana bagi hasil terhadap pertumbuhan

ekonomi. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan

dana bagi hasil berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

2. Talluta, dkk (2018) melakukan penelitian berjudul “ Pengaruh Pendapatan Asli

Daerah, Dana Perimbangan, dan SILPA terhadap Belanja Modal dan

Dampaknya kepada Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Daerah Kota Kupang

Provinsi Nusa Tenggara Timur”. Berdasarkan hasil analisis data dapat

disimpulkan bahwa melalui uji t, secara parsial variabel PAD memberikan


12

pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal, hal ini ditunjukkan dengan

pengaruh yang signifikan sebesar 0,001 < 0,05 nilai probabilitas. DAU

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal, hal ini

ditunjukkan dengan pengaruh yang signifikan sebesar 0,021 < 0,05 nilai

probabilitas. Sedangkan DBH tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja

Modal dengan nilai signifikansi 0,381 > nilai probabilitas 0,05. DAK tidak

berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal dengan nilai signifikansi 0,219

> nilai probabilitas 0,05. SILPA tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja

Modal dengan nilai sig 0,305 > nilai probabilitas 0,05. Sedangkan melalui Uji

F PAD, DBH, DAU, DAK, dan SILPA secara simultan memberikan pengaruh

yang signifikan terhadap belanja modal dengan nilai sig 0,000 < nilai

probabilitas 0,05. Selanjutnya melalui Uji t Belanja Modal memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi kota Kupang dengan

nilai signifikansi 0,010 < nilai probabilitas 0,05.

3. Nadiah Dwi Ratno dan Jacobus Widiatmoko (2019) melakukan penelitian

berjudul “ Pengaruh PAD, DAU, DAK, DBH, Luas Wilayah terhadap Belanja

Modal dan Dampaknya pada Pertumbuhan Ekonomi”. Penelitian ini dilakukan

dengan objek Provinsi / Wilayah Sumatera, Jawa, dan Bali pada tahun 2012-

2017 dengan metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PAD, DAK dan daerah berpengaruh

positif dan signifikan terhadap signifikan terhadap Pengeluaran Modal, DAU

dan DBH tidak berpengaruh terhadap Pengeluaran Modal, Pengeluaran Modal

memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi.


13

Pengujian variabel kontrol menunjukkan bahwa hubungan antara Indeks

Pembangunan Manusia tidak berpengaruh pada Pertumbuhan Ekonomi,

sedangkan Investasi Asing Langsung memiliki pengaruh positif dan signifikan

terhadap yang signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

4. Sulaiman (2020) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pendapatan

Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Modal Serta

Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi

Kalimantan Barat”. Hasil penelitian menunjukkan secara parsial untuk model

sub-struktur pertamabahwa PAD berpengaruh signifikan terhadap Belanja

Modal dengan nilaisignifikansi sebesar 0,000 < 0,05. DAU berpengaruh

signifikan terhadap Belanja Modal dengan nilai signifikansisebesar 0,000 <

0,05. Secara parsial untuk modelsub-struktur kedua Belanja Modal

berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan nilai

signifikansi 0,000 < 0,05.

5. Maheni dan Maryono (2021) yang berjudul “Pengaruh PAD, DAU, DAK

terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan Belanja Modal sebagai Variabel

Intervening”. Penelitian ini dilakukan dengan objek Kabupaten / Kota di

Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017-2019. Penelitian menghasilkan

kesimpulan PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap signifikan

terhadap belanja modal. DAU dan DAK tidak berpengaruh terhadap belanja

modal. PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi. DAU dan DAK tidak berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi, Belanja modal berpengaruh negative signifikan


14

terhadap pertumbuhan ekonomi. DAU berpengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi melalui belanja modal.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pertumbuhan Ekonomi


Pertumbuhan ekonomi adalah sebuah kondisi dimana meningkatnya

pendapatan karena terjadi peningkatan produksi barang dan jasa. Peningkatan

pendapatan tersebut tidak dikaitkan dengan tingkat pertumbuhan jumlah

penduduk, dan dapat kita lihat dari output yang meningkat, perkembangan

teknologi, dan berbagai inovasi di bidang social. PDB digunakan untuk berbagai

tujuan tetapi yang terpenting adalah untuk mengukur kinerja perekonomian secara

keseluruhan. Jumlah ini akan sama dengan jumlah nilai nominal dari konsumsi,

investasi, pengeluaran pemerintah untuk barang dan jasa serta ekspor netto.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indicator

penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode

tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Produk

Domestik Regional Bruto pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang

dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan

jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada

suatu daerah.

Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku

menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga

pada tahun berjalan, sedang Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga

konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung
15

menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar.

Produk Domestik Regional Bruto menurut harga berlaku digunakan untuk

mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi

suatu daerah. Sementara itu, Produk Domestik Regional Bruto konstan digunakan

untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara rill dari tahun ke tahun atau

pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh factor harga. Suatu Negara

yang mengalami pertumbuhan ekonomi di indikasikan dengan kehidupan

masyarakat yang lebih baik.

Ada beberapa teori dibidang ilmu ekonomi pernah memberikan

penjelasan tentang pengertian pertumbuhan ekonomi di antaranya adalah:

1. Teori Ekonomi Klasik

Dalam sejarah pemikiran ekonomi para penulis ekonomi pada bagian

kedua abad ke-18 dan permulaan abad ke-20 lazim digolongkan sebagai kaum

Klasik. Kaum Klasik itu sendiri di bedakan atas dua golongan yaitu Klasik dan

Neo-Klasik. Tokoh yang termasuk kedalam golongan Klasik diantaranya adalah

Adam Smith, David Ricardo, Robert Malthus, dan John Stuart Mill. Ahli-ahli

ekonomi Klasik dalam menganalisis masalah-masalah pembangunan mempunyai

pandangan yang agak berbeda antara satu dengan yang lain.

Teori ini dikembangkan oleh kaum klasik. Menurut tori terebut,

berlakunya the law of diminishing returns menyebabkan tidak semua penduduk

dapat dilibatkan dalam proses produksi. Jika dipaksakan, akan menurunkan

tingkat output perekonomian. Agar penambahan tenaga kerja dapat meningkatkan


16

output, yang harus dilakukan adalah investasi barang modal dan sumber daya

manusia yang menunda terjadinya gejala the law of diminishing returns.

Pandangan Adam Smith dalam bukunya yang berjudul An Inqury into the

Nature and Causes of the Wealth of Nations. Tulisan tersebut terutama

menganalisis sebab-sebab berkembangnya ekonomi suatu negara. Menurut

pandangan Adam Smith, kebijakan laissez-faire atau sistem mekanisme pasar

akan memaksimalkan tingkat pembangunan ekonomi yang dapat dicapai oleh

suatu masyarakat. Mengenai faktor yang menentukan pembangunan, Smith

berpendapat bahwa perkembangan penduduk akan mendorong pembangunan

ekonomi dan mengenai corak proses pertumbuhan ekonomi, Smith mengatakan

bahwa apabila pembangunan sudah terjadi, maka proses tersebut akan terus

menerus berlangsung secara kumulatif.

Pandangan Ricardo dan Mill bertentangan dengan pandangan Smith

mengenai pola proses pembangunan yang sangat optimis, mereka memiliki

pandangan yang lebih pesimis tentang akhir dari proses pembangunan dalam

jangka panjang. Kedua ahli ekonomi klasik ini berpendapat bahwa dalam jangka

panjang perekonomian akan mencapai stationary state yaitu suatu keadaan

dimana perkembangan ekonomi tidak terjadi sama sekali.

Pandangan ekonom klasik menyatakan ada empat faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu: jumlah penduduk, jumlah stok

barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, sera tingkat teknologi yang

digunakan. Walaupun menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada


17

banyak faktor, ahli-ahli ekonomi klasik terutama menitikberatkan perhatiaannya

kepada pengaruh pertambahan penduduk pada pertumbuhan ekonomi.

Pandangan ahli-ahli ekonomi klasik tentang hukum hasil tambahan yang

semakin berkurang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Ini berarti

pertumbuhan ekonomi tidak akan terus menerus berlangsung. Pada permulaannya,

apabila penduduk sedikit dan kekayaan alam relatif berlebihan, tingkat

pengembalian modal dari investasi yang dibuat adalah tinggi. Maka pengusaha

akan mendapat keuntungan yang besar. Ini akan menimbulkan investasi baru, dan

pertumbuhan ekonomi terwujud. Keadaan seperti ini tidak akan terus menerus

berlangsung. Apabila penduduk sudah terlalu banyak pertambahannya akan

menurunkan tingkat kegiatan ekonomi karena produktivitas setiap penduduk telah

menjadi negatif. Maka kemakmuran masyarakat menurun kembali. Ekonomi akan

mencapai tingkat kemakmuran yang sangat rendah. Apabila keadaan ini dicapai,

ekonomi dikatakan telah mencapai keadaan tidak berkembang (Stasionary State).

Pada keadaan in pendapatan pekerja hanya mencapai tingkkat cukup hidup

(subsistence).

Teori pertumbuhan ekonomi klasik melihat bahwa apabila terdapat

kekurangan penduduk, produksi marginal adalah lebih tinggi daripada pendapatan

perkapita. Maka pertambahan penduduk akan menaikkan pendapatan perkapita.

Akan tetapi apabila penduduk sudah semakin banyak, hukum hasil tambahan yang

semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marginal

akan mulai mengalami penurunan. Oleh karenanya pendapatan nasional dan

pendapatan perkapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya. Penduduk yang


18

terus bertambah akan menyebabkan pada suatu jumlah penduduk yang tertentu

produksi marginal telah sama dengan pendapatan perkapita. Pada keadaan ini

pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimum. Jumlah penduduk pada

waktu it dinamakan penduduk optimum.

2. Teori Schumpeter

Schumpeter menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh

inovasi dan pengusaha. Dalam membahas ekonomi, Schumpeter membedakan

pengertian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi walaupun keduanya

merupakan sumber peningkatan output masyarakat. Menurut Schumpeter

pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output masyarakat yang disebabkan

semakin banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses

produksi tapa perubahan teknologi produksi it sendiri. Adapun pembangunan

ekonomi adalah kenaikan output yang disebabkan oleh inovasi yang dilakukan

oleh pengusaha. Inovasi di sini berarti perbaikan teknologi dalam arti luas,

misalnya penemuan produk baru dan pembukaan pasar baru. Inovasi tersebut

menyangkut perbaikan kuantitatif dari sistem ekonomi it sendiri bersuber dari

kreativitas para pengusahanya.

Schumpeter berpendapat bahwa seorang pengusaha memegang peranan

penting dalam hal pertumbuhan ekonomi. Pengusaha dinilai sebagai golongan

yang secara terus-menerus akan melakukan pembaharuan dan inovasi dalam

kegiatan ekonomi yang akan menciptakan investasi bar, meliputi barangbarang

baru, meningkatkan efisiensi dalam memproduksi suatu barang, memperluas

panga pasar, mengembangkan sumber bahan mentan yang baru, serta pengadaan
19

perubahan-perubahan dalam suatu organisasi dengan tujuan meningkatkan

efisiensi kegiatan perusahaan.

Berangkat dari pendapatnya tersebut, Schumpeter memberikan gambaran

peran pentingnya para pengusaha bagi pertumbuhan ekonomi. Pengusaha yang

memiliki keinginan atas pengadaan pembaharuan aka meminjam modal dan

melakukan penanaman modal. Dan investasi yang baru akan meningkatkan

kegiatan perekonomian.

3. Teori Harrod-Domar

Teori pertumbuhan Harrod-Domar ini dikembangkan oleh dua ekonom

sesudah Keynes yaitu Evsey Domar dan Sir Roy F. Harrod. Teori Harrod-Domar

berasumsi yaitu, bahwa:

1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (fullemployment) dan

barang- barang modal yang terdiri dalam masyarakat digunakan secara

penuh.

2. Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga dan sektor

perusahaan.

3. Besarnya tabungan proporsional dengan besarnya pendapatan nasional.

4. Kecenderungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save =MPS)

besarnya tetap, demikian juga ratio antara modal-output (Capital-Output

Ratio atau COR) dan rasio pertambahan modal-output (Incremental Capital-

Output ratio atau ICOR).


20

4. Teori Pertumbuhan Neoklasik

Teori pertumbuhan neo-klasik, teori pertumbuhan ekonomi yang

dikembangkan oleh Abramovits dan Solow melihat pertumbuhan ekonomi dari

sisi penawaran. Mereka menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung

pada perkembangan faktor-faktor produksi, dan faktor terpenting dalam

mewujudkan pertumbuhan ekonomi menurut Solow ialah kemajuan teknologi dan

pertambahan kemahiran dan kepakaran para tenaga kerja, bukan ditentukan oleh

pertambahan modal dan penambahan tenaga kerja. Fokus pembahasan tori

pertumbuhan Neo-Klasik adalah akumulasi stok barang modal dan keterkaitannya

dengan keputusan masyarakat untuk menabung atau melakukan investasi.

Asumsi-asusi dari teori ini adalah:

1. Tingkat teknologi di anggap konstan

2. Tingkat depresiasi di anggap konstan

3. Tidak ada perdagangan luar negeri atau aliran keluar masuk barang modal

4. Tidak ada sektor pemerintah

5. Tingkat pertambahan penduduk (tenaga kerja) juga di anggap konstan

2.2.2 Belanja Modal

Belanja Modal merupakan salah satu komponen belanja langsung yang

digunakan untuk membiayai kebutuhan investasi (Widiasih dan Gayatri, 2017).

Belanja modal telah diukur dan disajikan dalam rupiah pada laporan realisasi

APBD milik perpustakaan Badan Pusat Statistik (BPS).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah, Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk


21

memperoleh aset tetap dan aset lainnya yang penggunaan dan manfaatnya lebih

dari satu periode akuntansi. Belanja modal terdiri dari belanja modal tanah,

belanja modal peralatan dan mesin, belanja modal bangunan dan gedung, belanja

modal jalan, irigasi dan jaringan, belanja aset tetap lainnya dan belanja aset

lainnya.

Belanja Modal dapat dikategorikan menjadi lima kategori utama yaitu

belanja modal tanah, belanja modal peralatan dan mesin, belanja modal bangunan

dan gedung, belanja modal jalan, irigasi dan jaringan, dan belanja fisik lainnya.

Jumlah nilai belanja yang dikapitalisasi menjadi aset tetap dalah semua belanja

yang dikeluarkan sampai dengan aset tersebut siap digunakan.

Belanja Modal adalah pembiayaan untuk memperoleh aset tetap berwujud

yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi (Erlina & Rasdianto,

2013). Pemerintah daerah harus mengalokasikan belanja modal lebih tinggi dari

belanja rutin yang relativ kurang produktif. Tetapi pada kenyataannya, masih

banyak daerah yang pengeluaran belanja modalnya lebih rendah dibanding dengan

belanja pegawai. Menurut Halim & Abdullah (2006:19) pengalokasian Belanja

Modal disesuaikan dengan kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana baik

untuk kelancaran tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas public.

Varian Belanja Modal adalah selisih dari anggaran Belanja Modal dengan

realisasinya. Menurut Abdullah & Nazry (2015) ketika pemerintah daerah

menganggarkan belanja cenderung mengusulkan jumlah dan kebutuhan yang

sesungguhnya. Pemerintah daerah cenderung mengusulkan besaran alokasi

anggaran melebihi real cost saat anggaran itu disusun. Pada umumnya varian
22

digunakan untuk menganalisis laporan realisasi anggaran, yaitu dengan cara

mengevaluasi selisih yang terjadi antara anggaran dengan realisasinya (Mahmudi,

2006:88).

2.2.3 Pendapatan Asli Daerah

Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari pos

penerimaan pajak yang berisi pajak daerah dan pos retribusi daerah, pos

penerimaan non pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, pos penerimaan

investasi serta pengelolaan sumber daya alam. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli

daerah.

Mardiasmo (2002:132) mendefinisikan Pendapatan Ali Daerah adalah

penerimaan daerah dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milk

daerah, hasil pengelolaan kekayaan daeran yang dipisahkan, dan lain-lain

Pendapatan Asli Daerah yang sah. Pengembangan dan pengalian potensi PAD

merupakan kebutuhan yang sangat mendasar, mengingat PAD sangat mendukung

terwujudnya pelaksanaan otonomi yang utuh, nyata dan bertanggung jawab di

daerah Kabupaten atau Kota.

Mardiasmo (2002:146) berpendapat bahwa pendapatan asli daerah

idealnya menjadi sumber utama pendapatan lokal, sumber dari pendapatan lain

relatif fluktuatif dan cenderung di luar kontrol. Daerah yang pertumbuhan

ekonominya positif mempunyai kemungkinan terjadi kenaikan PAD. Akan tetapi,

saat ini masih banyak masalah yang di hadapi pemerintah daerah terkait dengan

upaya meningkatkan penerimaan daerah, antara lain:


23

1. Tingginya tingkat kebutuhan daerah (fiscal need) yang tidak seimbang

dengan kapasitas fiskal (fiscal capacity) yang dimiliki daerah, sehingga

menimbulkan fiskal gap.

2. Kualitas layanan publik yang mash memprihatinkan menyebabkan produk

layanan publik yang sebenarnya dapat dijual ke masyarakat direspon secara

negatif. Keadaan tersebut juga menyebabkan keengganan masyarakat untuk

tat membayar pajak dan retribusi daerah.

3. Lemahnya infrastruktur prasarana dan sarana umum

4. Berkurangnya dana bantuan dari pusat (DNU dari pusat yang tidak

mencukupi)

5. Belum diketahui potensi PAD yang mendekati potensi riil.

Saragih (2003:55) menyatakan bahwa peningkatan PAD sebenarnya

merupakan ekses dari pertumbuhan ekonomi. Daerah dengan intensitas kegiatan

ekonomi yang tinggi, dengan peningkatan nilai investasi yang tinggi setiap tahun,

akan memberikan kontribusi cukup besar terhadap pajak dan atau PDRB.

Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Pasal 1, mendefinisikan pendapatan

asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di

dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai

dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Anggiat Situngkir (2009) menyatakan bahwa kelompok pendapatan asli

daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan yaitu:

1. Pajak daerah
24

Menurut UU Nomor 34 Tahun 2000 perubahan atas UU Nomor 18 Tahun

1997 pengertian Pajak Daerah adalah: iwaran wajib yang dilakukan ole

orang pribadi dan badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang

seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan

pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Sedangkan jenis pendapatan

pajak untuk Kabupaten/ Kota terdiri dari:

a) Pajak hotel,

b) Pajak restoran,

c) Pajak hiburan,

d) Pajak reklame,

e) Pajak penerangan jalan,

f) Pajak pengambilan bahan galian golongan C,

g) Pajak Parkir.

2. Retribusi daerah

Retribusi daerah merupakan salah satu jenis penerimaan daerah yang

dipungut sebagai pembayaran atau imbalan langsung atas pelayanan yang

diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Terkait dengan UU

Nomor 34 Tahun 2000 jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota

meliputi:

a) Retribusi jasa umum

b) Retribusi jasa usaha

c) Retribusi perijinan tertentu


25

3. Hasil pengelolaan kekayaan milk daerah yang dipisahkan

Hasil pengelolaan kekayaan milk daerah yang dipisahkan merupakan

penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang

mencakup:

a) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD.

b) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

negara/BUMN.

c) Bagian laba penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau

kelompok usaha masyarakat.

4. Lain-lain PAD yang sah

Pendapatan in merupakan penerimaan daerah yang berasal dari dain-lain

milik Pemda. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan

daerah selain yang disebut di atas. Jenis pendapatan ini meliputi objek

pendapatan berikut:

a) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan

b) Jasa giro.

c) Pendapatan bunga.

d) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.

e) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari

penjualan pengadaan barang, dan jasa oleh daerah

f) Penerimaan kewangan dari selisih nilai tukar rupiah, mata uang asing.

g) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.


26

h) Pendapatan denda pajak.

i) Pendapatan denda retribusi.

j) Pendapatan eksekusi atas jaminan.

k) Fasilitas sosial dan umum.

I) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.

m) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan

2.2.4 Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari penerimaan

anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada

daerah dalam bentuk block grant yang pemanfaatannya diserahkan sepenuhnya

kepada daerah.

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan slaah satu transfer dana

pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendaptan apbn, yang

dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangn antar daerah untuk

mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah sejumlah dana yang dialokasikan

kepada setiap daerah otonom (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia setiap

tahunnya sebagai dana pembangunan yang bertujuan sebagai pemerataan

kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah otonom

dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Dana Alokasi Umum (DAU) bersifat “block grant” yang berarti

penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan


27

daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka

pelaksanaan otonomi daerah.

Besarnya Dana Alokasi Umum (DAU) diterapakan sekurang-kurangnya

25% dari penerimaan dalam negeri yang diterapkan dalam apbn. Dana Alokasi

Umum (DAU) ini merupakan seluruh alokasi umum daerah provinsi dan daerah

kabupaten/kota. Kenaikan Dana Alokasi Umum (DAU) akan sejalan dengan

penyerahan dan pengalihan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah dalam

rangka pelaksanaan desentralisasi.

Dana Alokasi Umum (DAU) terdiri dari:

1.Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah provinsi

2.Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah kabupaten/kota.

Dana Alokasi Umum (DAU) Pasal 1UU RI No.33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

menyebutkan bahwa DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN

yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah

untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

Berdasarkan UU tersebut Dana Alokasi Umum ditetapkan sekurang- kurangnya

26% yang kemudian disalurkan kepada provinsi sebesar 10% dan kabupaten atau

kota sebesar 90% dari total DAU. Hal ini sesuai dengan PP No.55 Tahun 2005

Pasal 37 yaitu:

1. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua

puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto.


28

2. Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari

perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan provinsi dan kabupaten/kota.

3. Dalam hal penentuan proprosi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

belum dapat dihitung secara kuantitatif, proporsi DAU antara provinsi dan

kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10% (sepuluh persen) dan

90% (sembilan puluh persen).

4. Jumlah keseluruhan DAU sebagaimana dimaksud ayat (2) ditetapkan

dalam APBN. Menurut Undang-undang nomor 33 tahun 2004 porsi

DAU ditetapkan sekurangkurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari

Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN.

Sementara itu, proporsi pembagian DAU untuk Provinsi dan

Kabupaten/Kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara

provinsi dan kabupaten/kota. DAU bersifat “Block Grant” yang berarti

penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan

kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam

rangka ontonomi daerah. DAU dihitung dengan menggunakan pendekatan

celah fiscal (fiscal gap) yaitu selisih antara kebutuhan fiskal (fiscal needs)

dikurangi dengan kapasitas fiskal (fiscal capacity) daerah dan Alokasi

Dasar AD berupa jumlah gaji PNS.

Formula DAU tersebut dapat dituislan sebagai berikut:

DAU = AD + CF

Keterangan:
29

DAU = Dana Alokasi Umum

AD = Alokasi Dasar

CF = Celah Fiskal

Alokasi Dasar (AD) dihitung berdasarkan realisasi gaji Pegawai Negeri

Sipil Daerah tahun sebelumnya (t-1) yang meliputi gaji pokok dan

tunjangan-tunjangan yang melekat sesuai dengan peraturan penggajian

PNS yang berlaku. Celah Fiskal (CF) merupakan selisih dari kebutuhan

fiskal dengan kapasitas fiscal (KbF –KpF). Dengan demikian, daerah yang

memiliki kapasitas fiskal tinggi dengan kebutuhan fiskalnya rendah maka

perolehan Dana Alokasi Umum yang akan didapatkan jumlahnya akan

kecil. Dan sebaliknya bagi daerah yang kapasitas fiskalnya rendah,

sementara kebutuhan

2.2.5 Dana Bagi Hasil

Pasal 1 ayat 20 UU No. 33 tahun 2004 menyatakan dana bagi hasil (DBH)

yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada

daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam

rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana bagi hasil (revenue sharing) dilaksanakan

dengan prinsip menurut sumbernya, dalam arti bahwa bagian daerah atas

penerimaan yang dibagihasilkan didasarkan atas daerah penghasil. Prinsip tersebut

berlaku untuk semua komponen DBH, kecuali DBH perikanan yang dibagi sama

rata ke seluruh kabupaten/kota. Selain itu, penyaluran DBH baik pajak maupun

sumber daya alam dilakukan berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran

berjalan.
30

Berdasarkan sumbernya DBH dibedakan dalam DBH perpajakan dan

DBH Sumber daya alam. DBH yang bersumber dari pajak terdiri atas penerimaan

pajak bumi dan bangunan, bea perolehan ha katas tanah dan bangunan dan pajak

penghasilan pasal 25 dan pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh

pasal 21. Alokasi DBH perpajakan ditetapkan dalam peraturan menteri keuangan.

Setiap awal tahun anggaran Menteri keuangan menetapkan alokasi sementara

DBH perpajakan yang menjadi dasar penerbitan DIPA untuk penyaluran triwulan

I, II dan III atau tahap I/II atas bagian pemerintah pusat yang disalurkan Kembali

ke daerah dan atas bagian daerah. Pada akhir tahun anggaran Menteri keuangan

menetapkan alokasi definitive DBH perpajakan yang merupakan dasar penerbitan

DIPA untuk penyaluran pada triwulan tahap akhir.

Tujuan dana bagi hasil adalah memperbaiki keseimbangan vertical antara

pusat dan daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil. Pembagian

DBH ini dilakukan berdasarkan prinsip by origin yam berarti daerah penghasil

mendapat porsi yang lebih bear dari daerah lain dalam provinsi tersebut.

Sementara itu. daerah lainnya (dalam provinsi yang bersangkutan) mendapatkan

bagian pemerataan dengan porsi tertentu sesuai dengan yang ditetapkan dalam UU

No.33/2004.

Merujuk Pasal 23 UU No.33 tahun 2004 penyaluran DBH didasarkan pada

realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan yang berarti berdasarkan pada

prinsip based on actual revenue. Secara lebih terperinci, terdapat 3 jenis DBH

pajak. Pertama, DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). DBH PBB berasal dari

penerimaan PBB yang diterima oleh pemeintah pusat. Dengan demikian.


31

penerimaan PBB perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) tidak termasuk karena

dikelola oleh daerah. Kedua. DBH Pajak Penghasilan (DBH PPl). DBH PPh

berasal dari penerimaan PPh yang dikelola oleh pemerintah pusat melalui

Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Penerimaan PPh tersehut meliputi PPh Pasal 21.

PPh Pasal 25 dan Pasal 29. Keriga, DBH Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT).

DBH CHT adalah transfer dari pusat yang dialokasikan kepada provinsi penghasil

cukai dalam hal ini provinsi penghasil tembakau. Ketentuan lebih lanjut mengenai

DBH Pajak tercantum dalam U No.33/2004 dan aturan turunannya.

Dana bagi hasil sumber daya alam dibagi dengan imbangan daeraqh penghasil

mendapatkan porsi lebih besar, dan daerah lain (dalam provinsi yang

bersangkutan) mendapatkan bagian pemerataan dengan porsi tertentu yang

ditetapkan oleh undang-undang.

2.3 Hubungan Antar Variabel Penelitian

2.3.1 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang

berasal dari sumber ekonomi asli daerah (Halim, 2002) yaitu pajak dan retribusi

daerah. Pendapatan Asli Daerah sangatlah penting bagi pengeluaran Belanja

Modal, karena apabila Pendapatan Asli Daerah yang diperoleh dari saluran

masyarakat melalui pajak daerah, retribusi daerah dan lainlain meningkat maka

Belanja Modal sebagai fasilitas masyarakat juga akan meningkat selaras dengan

tujuan dari pemerintah daerah yang diharapkan mampu meningkatkan pelayanan

publik dan dapat mensejahterakan masyarakat.


32

Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Metta Maheni dan Maryono (2021)

menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Belanja Modal.

Menurut Metta Maheni dan Maryono (2021) PAD berpengaruh positif dan

signifikan terhadap signifikan terhadap belanja modal. DAU dan DAK tidak

berpengaruh terhadap belanja modal. PAD berpengaruh positif dan signifikan

terhadap signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. DAU dan DAK tidak

berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, Belanja modal berpengaruh

negative signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. DAU berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi melalui belanja modal.

2.3.2 Pengaruh Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Modal

Pengaruh DAU terhadap Belanja Modal Dalam beberapa tahun berjalan,

proporsi DAU terhadap peneriman daerah masih yang tertinggi dibanding dengan

penerimaan daerah yang lain, termasuk PAD (Adi, 2006, dalam Harianto dan Adi,

2007). Hal ini berarti bahwa daerah masih tergantung pada transfer yang diberikan

Pemerintah pusat dalam pengelolaan keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh

Harianto dan Adi (2007), Darwanto dan Yustikasari (2007), dan Solikin (2007)

dan Putro (2011) menunjukkan bahwa DAU sangat berpengaruh terhadap Belanja

Modal. Variabel DAU berpengaruh terhadap Anggaran Belanja Modal hal ini

disebabkan karena adanya transfer DAU dari Pemerintah pusat maka Pemerintah

daerah bisa mengalokasikan pendapatannya untuk membiayai Belanja Modal

(Putro, 2011). Namun Moisio (2002 dalam Abdullah dan Halim, 2006)

menyatakan bahwa orang akan lebih berhemat dalam membelanjakan pendapatan


33

yang merupakan hasil effort-nya sendiri dibanding pendapatan yang diberikan

pihak lain (seperti grant atau transfer). Oleh karena itu hipotesis DAU terhadap

Belanja Modal:

2.3.3 Pengaruh Dana Bagi Hasil Terhadap Belanja Modal

Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai

kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Widiasih dan Gayatri,

2017). Dana Bagi Hasil dapat digunakan sesuai kegiatanya dengan menerapkan

teori stewardship dalam pelaksanaannya yaitu pemerintah bertindak sebagai

steward dengan tujuan memuaskan pemilik dengan kata lain yang dimaksud yaitu

mensejahterakan masyarakat dengan adanya pelayanan publik berupa

penambahan aset atau Belanja Modal.

Hasil penelitian Permatasari dan Mildawati (2016) menunjukan bahwa

Dana Bagi Hasil (DBH) memiliki pengaruh positif signifikan terhadap Belanja

Modal.

Menurut Permatasari dan Mildawati (2016) Pendapatan Asli Daerah

berpengaruh positif terhadap Belanja Modal. Dana Alokasi Umum berpengaruh

positif terhadap Belanja Modal. Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif

terhadap Belanja Modal. Dana Bagi Hasil berpengaruh positif terhadap Belanja

Modal. Hasil dari penelitian ini berpengaruh positif, yang menunjukkan bahwa

semakin tinggi variabel PAD, DAU, DAK, dan DBH maka alokasi Belanja Modal

juga semakin tinggi.


34

2.3.4 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Saragih (2003:33) peningkatan PAD sebenarnya merupakan

akses dari pertumbuhan ekonomi. Daerah yang pertumbuhan ekonominya positif

mempunyai kemungkinan mendapatkan kenaikan PAD. Pemerintah daerah di

dalam membiayai belanja daerahnya, selain dengan mengqunakan transfer dari

pemerintah pusat, mereka juga menggunakan sumber dananya sendiri yaitu PAD.

Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif mempunyai

kemungkinan untuk memiliki pendapatan perkapita yang lebih baik. Apabila suatu

daerah PADnya meningkat maka dana yang dimiliki pemerintah akan meningkat

pula. Peningkatan in akan menguntungkan pemerintah, karena dapat digunakan

untuk memenuhi kebutuhan daerahnya sehingga pertumbuhan ekonomi daerah

tersebut meningkat pula.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Edy Susanto dan Marhamah (2016)

menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (PDRB) pada Kabupaten/Kota

di Jawa Timur.

Menurut Edy Susanto (2016) bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan

Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengarh positif dan signifikan terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Daerah (PDRB) pada Kabupaten/Kota di JawaTimur.

sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh negative dan signifikan

terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (PDRB) pada Kabupaten/Kota di Jawa

Timur, Pendapatan Asli Daerah (PAD) mempunyai pengaruh positif terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Daerah dengan moderasi Belanja Daerah. Sedangkan


35

Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) tidak berpengaruh

signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (PDRB) di moderasi dengan

Belanja Daerah Di propinsi Jawa Timur.

2.3.5 Pengaruh Dana Alokasi Umum Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Setiap daerah mempunyai kemampuan yang tidak sama dalam mendanai

kegiatan-kegiatannya, hal ini menimbulkan ketimpangan fiscal antara daerah satu

dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi ketimpangan fiscal ini

pemerintah mengalokasikan dana yang bersumber dari APBN untuk mendanai

kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentaralisasi. Salah satu dana

perimbangan dari pemerintah ini adalah dana alokasi umum (DAU) yang

pengalokasiannya menekankan aspek pemerataan dan keadilan yang selaras

dengan penyelenggara urusan pemerintah (UU No. 23/2014).

Sedangkan belanja daerah lebih didominasi dari jumlah dana alokasi

umum (DAU). Setiap dana alokasi umum (DAU) yang diterima pemerintah

daerah akan ditunjukkan untuk belanja pemerintah daerah, salah satunya adalah

belanja modal. Hal ini tidak jauh berbeda dengan peran Pendapatan Asli Daerah

(PAD) sebagai sumber pembiayaan bagi bangunan sarana dan prasarana

infrastruktur yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika

ternyata PAD berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi maka teradapat

kemungkinan kuat bahwa DAU juga berpengaruh positif terhadap pertumbuhan

ekonomi karena nilai DAU pada umumnya lebih besar dari pada kontribusi PAD.
36

2.3.6 Pengaruh Dana Bagi Hasil Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan

APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah

penghasil berdasarkan angka persentase tertentu. Untuk mendanai kebutuhan

daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi guna pemerataan akibat adanya

ketimpangan dan ketidak merataan distribusi pendapatan, yang menurut Todaro

dan Smith (2008), kemiskinan yang terjadi akibat dari interaksi tingkat

pendapatan nasional rendah, dan laju pertumbuhan ekonominya lambat hal ini

disebabkan adanya distribusi pendapatan yang tidak merata. Peningkatan

pendapatan daerah melalui DBH dan sumber-sumber lainnya sebenarnya

merupakan akses dari pertumbuhan ekonomi. Daerah yang pertumbuhan

ekonominya positif mempunyai kemungkinan mendapatkan kenaikan pendapatan

daerah. Besaran Dana Bagi Hasil (DBH) yang dialokasikan pada anggaran belanja

daerah yang efektif dapat memacu pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan fiskal

yang selanjutkan akan menciptakan pembangunan ekonomi yang lebih tinggi.

Pengalokasian Dana Bagi Hasil (DBH) kepada daerah-daerah di Indonesia dengan

tujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah. Hal ini bertujuan

untuk mengurangi ketimpangan keuangan antar daerah. Diharapkan dengan

pengalokasian Dana Bagi Hasil (DBH) akan mendorong pertumbuhan ekonomi di

setiap daerah. Pertumbuhan ekonomi akan berdampak pada distribusi pendapatan

yang berefek pada pengentasan kemiskinan.


37

Penelitian yang dilakukan oleh Budi Santoso (2013) menunjukkan bahwa

Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi.

2.3.7 Pengaruh Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Belanja Modal merupakan salah satu komponen belanja langsung yang

digunakan untuk membiayai kebutuhan investasi. Peningkatan Belanja Modal

dapat memberikan dampak pada Pertumbuhan Ekonomi di suatu daerah.Maka,

jika pada suatu daerah Belanja Modal meningkat maka Pertumbuhan Ekonomi

dapat diupayakan berkembang dengan pengalokasian Belanja Modal untuk

investasi maupun pembangunan. Penelitian Kolawole dan Odubunmi (2015)

menunjukan bahwa Belanja Modal memiliki pengaruh positif signifikan terhadap

Pertumbuhan Ekonomi.

2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka Konseptual dibentuk dari suatu ringkasan pemikiran teoritis

yang dipakai sebagai landasan berfikir dalam suatu kegiatan penelitian, yang akan

membentuk suatu teori yang menjelaskan pengertian, definisi maupun dimensi

pada suatu variabel dimana dalam teori terkandung penjelasan mengenai jenis dari

setiap variabel.
38

Pendapatan Asli
Daerah (X1)

Pertumbuhan
Dana Alokasi Belanja
Ekonomi
Umum (X2) Modal (Y1)
(Y2)

Dana Bagi
Hasil(X3)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.5 Perumusan Hipotesis

Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini

dan Tujuan dari penelitian ini dan dikaitkan dengan pengamatan empiris

dari beberapa tinjauan Pustaka, maka dapat diajukan hipotesis sebagai

berikut :

1. Pendapatan Asli Daerah secara langsung berpengaruh terhadap

Belanja Modal di Kabupaten Kutai Kartanegara.


39

2. Dana Alokasi Umum secara langsung berpengaruh terhadap

Belanja Modal di Kabupaten Kutai Kartanegara.

3. Dana Bagi Hasil secara langsung berpengaruh terhadap Belanja

Modal di Kabupaten Kutai Kartanegara.

4. Pendapatan Asli Daerah secara langsung berpengaruh terhadap

Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Kutai Kartanegara.

5. Dana Alokasi Umum secara langsung berpengaruh terhadap

Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Kutai Kartanegara.

6. Dana Bagi Hasil secara langsung berpengaruh terhadap

Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Kutai Kartanegara.

7. Belanja Modal secara langsung berpengaruh terhadap Pertumbuhan

Ekonomi di Kabupaten Kutai Kartanegara.

8. Pendapatan Asli secara tidak langsung Daerah berpengaruh

terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Belanja Modal di

Kabupaten Kutai Kartanegara.

9. Dana Alokasi Umum secara tidak langsung berpengaruh terhadap

terhadap Pertumbuhan Ekonomi di melalui Belanja Modal

Kabupaten Kutai Kartanegara,

10. Dana Bagi Hasil secara tidak langsung berpengaruh terhadap

Pertumbuhan Ekonomi melalui Belanja Modal di Kabupaten Kutai

Kartanegara.
40

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan

menggunakan analisis jalur (path analisis) yang bertujuan untuk mengetahui

pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil

serta Belanja Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan

Ekonomi di Kabupaten Kutai Kartanegara.

3.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional merupakan petunjuk tentang bagaimana suatu

variabel diukur sehingga peneliti dapat mengetahui baik atau buruk pengukuran

tersebut. Definisi operasional dari variabel terikat (dependen) dan variabel bebas

(independen) yang dijadikan indikator empiris dari penelitian ini adalah:

1. Pendapatan Asli Daerah (X1)

Pendapatan Asli Daerah adalah akumulasi dari Pos Penerimaan

Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan

Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan

Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam Kabupaten Kutai

Kartanegara yang dinyatakan dalam satuan rupiah.

2. Dana Alokasi Umum (X2)

Dana Alokasi Umum yaitu dana transfer yang bersumber dari

APBN yang diberikan setiap tahunnya kepada Kabupatan Kutai


41

Kartanegara sebagai dana pembangunan yang dialokasikan dengan tujuan

pemerataan kemampuan keuangan daerah dalam satuan rupiah.

3. Dana Bagi Hasil (X3)

Dana Bagi Hasil ialah dana yang bersumber dari pendapatan

APBN yang dialokasikan kedi Daerah berdasarkan angka persentase untuk

mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi

dalam satuan rupiah.

4. Belanja Modal (Y1)


Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran dalam rangka

memperoleh atau menambah aset tetap dan/atau aset lainnya yang

memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi (12 bulan) serta

melebihi batasan nilai minimum kapitalisasi dalam satuan rupiah.

5. Pertumbuhan Ekonomi (Y2)


Pertumbuhan Ekonomi adalah kondisi perkembangan

perekonomian Kabupaten Kutai Kartanegara dalam jangka waktu tertentu

berdasarkan laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

atas harga konstan menurut lapangan usaha yang dinyatakan dalam persen.

3.3 Jangkauan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kutai Kartanegara dengan jangka

waktu 10 (sepuluh) tahun, antara tahun 2011 sampai dengan tahun 2020 dengan

menggunakan pendekatan time series (runtut waktu), adapun data yang

dibutuhkan tentang Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi

Hasil, Belanja Modal dan Petumbuhan Ekonomi di Kabupaten Kutai Kartanegara.


42

3.4 Sumber Data

Analisis ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan

Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Kalimantan Timur berupa

Laporan Keuangan Audited Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegera

tahun 2011 sampai dengan tahun 2020 dan data Pertumbuhan Ekonomi di Badan

Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Timur.

3.5 Rincian Data yang Diperlukan

Agar dapat diperoleh sasaran dalam penulisan ini maka untuk dapat

memecahkan masalah yang dihadapi diperlukan data sebagai berikut :

1. Gambaran Umum Kabupaten Kutai Kartanegara.

2. Data jumlah Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara tahun

2011-2020.

3. Data jumlah Dana Alokasi Umum Kabupaten Kutai Kartanegara tahun

2011-2020.

4. Data jumlah Dana Bagi Hasil Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2011-

2020.

5. Data jumlah Belanja Modal Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2011-

2020.

6. Data jumlah Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara tahun

2011-2020.

7. Data lain yang dapat mendukung penelitian.


43

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Pembahasan satu persoalan atau masalah, maka akan diperlukan data

ataupun keterangan-keterangan dimana persoalan yang akan diselidiki. Dalam

upaya pengumpulan data tersebut, penulis mengadakan penelitian dengan jalan

sebagai berikut :

1. Teknik Observasi, yaitu mengadakan pengamatan data melalui Badan

Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Kalimantan Timur

dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Timur untuk

memperoleh data atau informasi yang diperlukan, baik data yang sudah

disusun, maupun yang belum terdokumentasi. Mengingat data yang akan

dianalisis data sekunder (laporan-laporan) instansi terkait, maka dalam

pengumpulan tidak dilakukan pengambilan sampel.

2. Teknik Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui

literatur-literatur yang dipandang ada relevansinya dengan topik yang

dibahas dan khususnya menyangkut landasan teoritis yang mendukung

pelaksanaan penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat

laporan-laporan resmi dari buku-buku, majalah dan media cetak lainnya.

3.7 Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis jalur (path analysis) dengan

permodelan ekonometrika regresi linier berganda untuk mengetahui pengaruh dan

hubungan antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi

Hasil berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Modal dan

Pertumbuhan Ekonomi.
44

Ridwan dan Sunarto (2009:139) menyatakan bahwa Model path analysis

digunakan untuk menganalisis pola hubungan antar variable dengan tujuan untuk

mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variable

bebas (eksogen) berpengaruh positif dan signifikan terhadap terikat (endogen).

Adapun asumsi yang mendasari path analysis adalah sebagai berikut :

1. Hubungan antar variable bersifat linier, adaptif dan bersifat normal.

2. Hanya sistem aliran kausal satu arah artinya tidak ada arah kausalitas yang

berbalik.

3. Variable terikat (endogen) minimal dalam skala ukur interval atau rasio.

4. Menggunakan sampel probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel

untuk memberikan peluang yang sama di setiap anggota populasi untuk

dipilih menjadi anggota sampel.

5. Observed Variables diukur tanpa kesalahan (instrument pengukuran valid dan

reliable) artinya variable yang ditrliti dapat diobservasi secara langsung.

6. Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasikan) dengan benar

berdasarkan teori dan konsep-konsep yang relevan.

Ridwan dan Sunarto (2009:148) menyatakan bahwa langkah-langkah

Analisa jalur (path analysis) adalah sebagai berikut :

1. Membuat paradigma penelitian atau kerangka konsep.

2. Merumuskan masalah penelitian.

3. Membuat model hipotesis.

4. Membuat diagram jalur dan persamaan struktur


45

5. Melakukan perhitungan kesesuaian model structural atau uji asumsi klasik

(goodness fit).

6. Melakukan pengujian tiap hipotesis untuk tiap sub struktur.

7. Menghitung pengaruh kausal antar variable secara proporsional, yaitu

menghitung pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung variable

eksogen berpengaruh positif dan signifikan terhadap variable endogen.

a) Diagram Jalur dan Persamaan Struktural

Diagram jalur persamaan structural secara lengkap penelitian ini adalah

sebagai berikut :
46

Pendapatan Asli
Daerah (X1)
ρ y2x1
ρ y1x1
2

Pertumbuhan
Dana Alokasi ρ y1x2 Belanja y2y1
Ekonomi
Umum (X2) Modal (Y1)
(Y2)

ρ y2x2

ρ y1x3

ρ y2x3
Dana Bagi Hasil
(X3)

Gambar 3.1 Diagram Jalur Lengkap

Diagram jalur dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) model jalur sub

structural, yakni model jalur sub struktur 1 dan model jalur sub struktur 2.

Persamaan structural kedua model sub struktur penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Model jalur sub struktur 1

Diagram model jalur sub struktur 1 dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :
47

Pendapatan Asli
Daerah (X1) ρ y1x1
1

Dana Alokasi Belanja


ρ y1x2
Umum (X2) Modal (Y1)

Dana Bagi Hasil ρ y1x3


(X3)

Gambar 3.2 Hubungan Kausal Empiris Antar Variabel Model Jalur Sub

Struktur -1

Persamaan structural model jalur sub struktur 1 :

𝑌1 = ρ y₁x₁ + ρ y₁x₂ + ρ y₁x3 + 1


Dimana :
X1 = Pendapatan Asli Daerah
X2 = Dana Alokasi Umum
X3 = Dana Bagi Hasil
Y1 = Belanja Modal
ρ = Koefisien Path
 = error/tingkat kesalahan
48

2) Model jalur sub struktur 2

Pendapatan Asli
Daerah (X1) ρ y2x1
2

Dana Alokasi ρ y2x2


Umum (X2) Pertumbuhan
Ekonomi
(Y2)
ρ y2x3
Dana Bagi Hasil
(X3)
ρ y2y1

Belanja Modal
(Y1)

Gambar 3.3 Hubungan Kausal Empiris Antar Variabel Model Jalur Sub

Struktur -2

Persamaan structural model jalur sub struktur 2 :

𝑌2 = ρ y2 x₁ + ρ y2 x₂ + ρ y2 x3 + ρ y2 y1 + e2

Dimana :

X1 = Pendapatan Asli Daerah


X2 = Dana Alokasi Umum
X3 = Dana Bagi Hasil
Y1 = Belanja Modal
Y2 = Pertumbuhan Ekonomi
ρ = Koefisien Path
e = error/tingkat kesalahan

b) Pengujian Model Analisis Jalur (Path Analysis)


49

Pengujian jalur (Path Analysis) tiap sub struktur menggunakan

analisis regresi linier berganda, yaitu uji kesesuaian (goodness of fit) dan

uji asumsi klasik (Gurajati: 2006).

Pengujian ini dilakukan dengan menghitung koefisien regresi untuk

struktur yang distandarkan, koefisien jalur yang distandarkan

(standardized path coefficient) digunakan untuk menjelaskan pengaruh

variable eksogen berpengaruh positif dan signifikan terhadap variable

endogen dikenal dengan nilai beta.

1) Uji Asumsi Klasik

Asumsi klasik adalah asumsi yang mendasari analisis regresi

dengan tujuan mengukur asosiasi atau keterikatan antar variabel bebas.

Dalam penelitian ini menggunakan 4 (empat) uji asumsi klasik yaitu uji

normalitas, uji multikolinieritas, uji autokorelasi, dan uji

heteroskedastisitas.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model dalam

regresi, variabel pengganggu atau residual berdistribusi normal atau tidak,

karena data yang baik adalah data yang berdistribusi normal. Menurut

Ghozali (2012) ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual

berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik.

Untuk melihat model regresi normal atau tidak, dilakukan analisis

grafik dengan melihat “normal probability report plot” yang

membandingkan antara distribusi kumulatif dari data sesungguhnya


50

dengan distribusi normal. Sedangkan untuk meningkatkan hasil uji

normalitas data, maka peneliti dapat menggunakan uji statistik dengan

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Pengambilan keputusan distribusi

data menurut Ghozali (2012) adalah sebagai berikut:

a. Jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) kurang dari 0,05 maka H dapat

disimpulkan data residual terdistribusi tidak normal.

b. Jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) lebih dari 0,05 maka H dapat

disimpulkan data residual terdistribusi normal.

2) Uji Multikolinieritas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) (Ghozali,

2012). Untuk menciptakan sebuah model regresi yang baik seharusnya

tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Karena korelasi

tersebut dapat menimbulkan bias dalam sebuah hasil penelitian terutama

dalam proses pengambilan kesimpulan yang akan mempengaruhi variabel

independen berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen.

Multikolinearitas dalam regresi dapat dilihat dari:

a. Nilai R2 yang dihasilkan dalam suatu model regresi sangat tinggi atau

variabel-variabel independen banyak menunjukkan hubungan tidak

signifikan dengan variabel dependen.

b. Menganalisis matrik korelasi antar variabel independen. Jika antar

variabel independen terdapat korelasi yang cukup tinggi (di atas 0.95)

maka mengindikasikan adanya multikolinieritas.


51

c. Melihat nilai tolerance dan variance inflation faktor (VIF). Nilai yang

umumnya digunakan untuk menunjukkan multikolinieritas menurut

Ghozali (2012) adalah nilai tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai

VIF ≥ 10.

3) Uji autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model regresi

linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu di periode t dengan

kesalahan pengganggu di periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang

baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (Ghozali, 2018).

Salah satu cara yang digunakan untuk mendeteksi adanya

autokorelasi ini adalah Uji Durbin Watson (DW). Uji Durbin Watson (DW)

dapat dilakukan dengan cara membandingkan nilai Durbin Watson (d) yang

didapat dari hasil SPSS dan nilai DW tabel. Nilai DW tabel dapat diperoleh

dengan melihat batas atas (du) dan batas bawah (dl), dan jumlah variabel

independen dengan tingkat signifikan 0,05.

Kriteria pengujian dengan menggunakan Uji Durbin Watson (DW)

adalah sebagai berikut:

a) Jika 0 < d < dl, berarti terdapat autokorelasi positif.


b) Jika dl ≤ d ≤ du, daerah tanpa keputusan (gray area), berarti uji tidak
menghasilkan kesimpulan.
c) Jika du < d < 4 ─ du, berarti tidak ada autokorelasi positif atau negatif.
d) Jika 4 ─ du ≤ d ≤ 4 ─ dl, daerah tanpa keputusan (gray area), berarti uji
tidak menghasilkan kesimpulan.
e) Jika 4 ─ dl < d < 4, berarti terdapat autokorelasi positif

4) Uji Heteroskedastisitas
52

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain (Ghozali, 2018). Model regresi yang baik adalah

model regresi yang tidak terjadi heteroskedastisitas, atau dengan kata lain

hasilnya homokedastisitas dimana variance residual satu pengamatan ke

pengamatan lain tetap.

Salah satu yang dapat mengetahui ada atau tidaknya

heteroskedastisitas dalam suatu model regresi linier berganda adalah

dengan melihat grafik scatterplot atau nilai prediksi variabel terikat yaitu

SRESID dengan residual error yaitu ZPRED. Jika tidak ada pola tertentu

dan tidak menyebar di atas dan di bawah angka nol di sumbu y, maka tidak

terjadi heteroskedastisitas (Sulaiman, 2004).

3.8 Uji Kesesuaian

1. Uji Simultan (Uji Statistik F)

Uji statistik F di dasarnya menunjukkan apakah semua variabel

independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh

secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel

dependen atau terikat (Ghozali, 2011). Pengujian dilakukan dengan menggunakan

tingkat signifikasi 0,05. Kriteria pengambilan keputusannya adalah:

a. Bila F hitung > F tabel atau profitabilitas < nilai signifikasi(Sig C 0,05), maka

hipotesis ditolak, ini berarti bahwa secara simultan variabel independen

memiliki pengaruh signifikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

variabel dependen.
53

b. Bila F hitung < F tabel atau profitabilitas > nilai signifikan (Sig < 0,05), maka

hipotesis diterima, ini berarti bahwa secara simultan variabel independen

tidak memiliki pengaruh signifikan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap variabel dependen.

2. Uji Parsial (Uji Statistik t)

Uji statistik t ini digunakan untuk menguji signifikasi koefisien variabel

independen dalam memprediksi variabel dependen. Uji statistik t di dasarnya

menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen

secara individu dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011).

Uji statistik t digunakan untuk melihat signifikasi dari pengaruh variabel

independen secara individu berpengaruh positif dan signifikan terhadap dependen

dengan menganggap variabel lain bersifat konstan. Di uji statistik t, nilai t hitung

akan dibandingkan dengan t tabel, dengan kriteria sebagai berikut:

a. Bila t hitung > t tabel atau profitabilitas < tingkat signifikansi (Sig < 0,05),

maka Ha diterima dan Ho ditolak, artinya variabel independen berpengaruh

berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen.

b. Bila t hitung < t tabel atau profitabilitas > tingkat signifikansi ( Sig > 0,05),

maka Ha ditolak dan Ho diterima, artinya variabel independen tidak

berpengaruh berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen.

3. Koefisien Determinasi (R 2)

Koefisien Determinasi (R2) di intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien

determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan di
54

variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas.

Nilai yang mendekati satu variabel berarti variabel-variabel independen

memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi

variabel dependen (Ghozali, 2018).

Apabila koefisien determinasi (R2)=0 berarti tidak ada hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen, sebaliknya untuk koefisien

determinasi (R2)=1 maka terdapat hubungan yang sempurna. Kelemahan

mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias berpengaruh positif dan

signifikan terhadap jumlah independen yang dimasukkan ke dalam model. Oleh

karena itu digunakan adjusted R2 sebagai koefisien determinasi apabila regresi

variabel bebas lebih dari dua dan digunakan untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menjelaskan variasi variabel dependen.

4. Perhitungan Pengaruh Kausalitas Antar Variabel

Menurut Riduan dan Sunarto (2009:146) Pengaruh kausalitas antara

variable model jalur dalam penelitian ini menggunakan nilai beta variable yang

menggunakan model dekomposisi. Model dekomposisi adalah model yang

menekankan di pengaruh yang bersifat kausalitas antar variable, baik pengaruh

langsung maupun tidak langsung dalam kerangka path analysis, sedangkan bersifat

non kausalitas atau hubungan non korelasi yang terjadi antar variable eksogen

tidak termasuk dalam perhitungan ini.

Perhitungan menggunakan analisis jalur dengan model dekomposisi

pengaruh kausalitas antar variable dapat dibedakan menjadi :


55

a. Direct causal effect (pengaruh kausal langsung) adalah pengaruh satu

variable eksogen berpengaruh positif dan signifikan terhadap variable

endogen yang terjadi tanpa melalui variable endogen lainnya.

b. Indirect causal effect (pengaruh kausal tidak langsung) adalah pengaruh satu

variable eksogen berpengaruh positif dan signifikan terhadap variable

endogen yang terjadi melalui variable endogen lainnya.

c. Total causal effect (pegaruh kausal total) adalah jumlah dari pengaruh

kausal langsung dan pengaruh kausal tidak langsung.

Perhitungan pengaruh kausalitas antar variable model jalur dalam penelitian ini

menggunakan koefisien nilai Beta variable yang diperoleh dengan formulasi

sebagai berikut :

Tabel 3.1 Dekomposisi Pengaruh Kausalitas Antar Variabel

Pengaruh Pengaruh Kausal Total

Antar Variabel Langsung Tidak Langsung

X1 Y1 ρy1 x1 ρy1 x1

X2 Y1 ρy1 x2 ρy1 x2

X3 Y1 ρy1 x3 ρy1 x3

Y1 Y2 ρy2 y1 ρy2 y1

X1 Y1 ρy2 x1 (ρy1x1) x (ρy2 y1) ρy2 x1 +[(ρy1 x1) x (ρy2y1)]

X2 Y2 ρy2 x2 (ρy1x2) x (ρy2 y1) ρy2 x2 +[ (ρy1 x2) x (ρy2 y1)]

X3 Y3 ρy2 x3 (ρy1x3) x (ρy2 y1) ρy2 x3 +[ (ρy1 x3) x (ρy2 y1)]

Sumber : diolah (tahun 2022)


56

Dalam rangka lebih mempermudah dan mempercepat proses ini, maka

digunakan sistem komputerisasi dengan menggunakan fasilitas program SPSS

versi 23.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S., & Nazry, R. (2015). Analisis Varian Anggaran Pemerintah Daerah-
Penjelasan Empiris dari Perspektif Keagenan. Jurnal Samudera Ekonomi
dan Bisnis, 2(2), 272-283.

Budi, Santoso, 2013, Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana
Perimbangan Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran dan
Kemiskinan Pada 33 Provinsi Di Indonesia. Jurnal Keuangan dan Bisnis
Vol. 5, No. 2, Juli. Universitas Tri Sakti, Jakarta.

Daris, Nurlan. 2008. Pengelolaan Keuangan Daerah. PT. Indeks. Jakarta

Dereje, M. 2012. ‘The Impact of Government Expenditure on Economic Growth


in Ethiopia’, Jimma University.

Dewi,Ni Wayan Nuryanti dan Made Kembar Sri Budhi. 2015. Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Melalui Belanja Langsung Di Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi
Pembangunan Universitas Udayana, 4 (11), 1391-1420.

Erlina., & Rasdianto. 2013. Akuntansi Keuangan Daerah Berbasis Akrual. Medan: Brama
Ardian

Ghozali, I. (2018) Aplikasi analisis multivariate dengan program IBM SPSS 25.
9th edn. Semarang: Universitas Diponegoro.

Halim, A. (2009). Akuntansi Keuangan Daerah Cetakan Ketiga. Jakarta Selatan: Salemba
Empat.

Heliyanto, Firnandi dan N. Handayani. 2016. Pengaruh PAD, DAU, DAK dan
DBH Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Jurnal Ilmu dan
Riset Akuntansi : Vol.5(3), ISSN : 2460-0585.

Irvan, I Putu dan Ni Luh Karmini. 2019. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah,
Dana Perimbangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan Belanja
Modal sebagai Variabel Intervening. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan
Universitas Udayana , Vol. 5, No. 3.

Jaya, I P.N Panji Kartika dan A.N.B Dwiandra. 2014. Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah Pada Belanja Modal Dengan Pertumbuhan Ekonomi Sebagai
Variabel Pemoderasi. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 7 (1),
79-92
Keputusan Presiden No 12, Tahun 2020, Tentang Penetapan Bencana Nonalam
Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana
Nasional

Kolawole, O. Bdan S. A. Odubunmi. 2015. Government Capital Expendicture,


Foreign Direct Investment and Economic Growth Relationship in
Nigeria. Medterranean Journal of Social Science, Vol.6(4), ISSN 2039-
2117.

Maheni, Metta & Maryono. 2021. Pengaruh PAD, DAU, DAK Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi dengan Belanja Modal sebagai Variabel
Intervening. ‘Proceeding SENDIU 2021’, Proceeding SENDIU, l(2), pp.
978–979.

Mahmudi. (2006). Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Panduan Bagi


Eksekutif, DPRD, dan Masyarakat Dalam Pengambilan Keputusan
Ekonomi, Sosial dan Politik. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi.


Yogyakarta

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55, Tahun 2005, Tentang Dana
Perimbangan

Permatasari, Isti dan T. Mildawati. 2016. Pengaruh Pendapatan Daerah Terhadap


Belanja Modal Pada Kabupaten/ Kota Jawa Timur. Jurnal Ilmu dan Riset
Akuntansi, Vol.5(1), ISSN 2460-0585.

Ridwan dan Sunarto. 2009. Pengantar Statistika Untuk Penelitian: Pendidikan,


Sosial, Komunikasi, Ekonomi dan Bisnis. Alfabeta. Bandung

Retno, Nadiah Dwi dan Jacobus Widiatmoko. 2019. Pengaruh PAD, DAU, DAK,
DBH, Luad Wilayah terhadap Belanja Modal dan Dampaknya pada
Pertumbuhan Ekonomi. Dinamika Akuntansi, Keuangan dan Perbankan, ,
Vol. 8, No. 1, Hal: 23 - 35

Saragih, J. P. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi.


Ghalia Indonesia. Jakarta

Sudika, I. K dan I. K. Budiartha 2017. Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah,


Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus Pada Belanja Modal
Provinsi Bali. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, Vol.21(2),ISSN :
2302-8556.
Sukirno, Sadono. 2015. Makroekonomi Teori Pengantar. Rajawali. Jakarta

Sulaiman, Muz’an. 2020. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi
Umum Terhadap Belanja Modal Serta Dampaknya Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat.
Prosiding Seminar Akademik Tahunan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan 2020

Susanto, Edy dan Marhamah. 2016. Jurnal STIE Semarang, Vol 8, No. 1, ISSN:
2252-826

Talutta, Dessyana Lourine dkk. 2021. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan, dan SILPA terhadap Belanja Modal dan Dampaknya
kepada Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Daerah Kota Kupang
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ilmiah Wahana Bhakti Praja, Vol.
8, No. 1, ISSN 2614-0241

Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi (Edisi


Kesembilan, Jilid 1). Erlangga. Jakarta

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23, Tahun 2014, Tentang


Pemerintahan Daerah.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34, Tahun 2000, Tentang Perubahan


atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Widiasih, N.N dan Gayatri. 2017. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil Pada Belanja Modal Kabupaten/Kota di
Provinsi Bali. E- Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, Vol.18(3), ISSN
:2302-8556

Anda mungkin juga menyukai