“HALUSINASI”
OLEH
MAHASISWA PROFESI NERS UNG
GELOMBANG 2
ANGKATAN 16
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan 5
1.4 Manfaat 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Konsep Medis 7
A. Definisi 7
B. Etiologi
7
C. Tanda dan Gejala 8
D. Rentang Respons Neuorobiologi Halusinasi 9
E. Pohon masalah 10
F. Penatalaksanaan 10
2.1 Konsep Keperawatan 13
A. Pengkajian 13
B. Diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan rasional 20
2.2 Faktor yang mempengaruhi seseorang bisa mengontrol halusinasi 33
BAB III TINJAUAN KASUS 3
PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA 30
ANALISA DATA 40
DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN 41
DAFTAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN 41
DAFTAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN 42
CATATAN PERKEMBANGAN 47
ii
BAB IV PEMBAHASAN 56
4.1 Pengkajian Keperawatan 56
4.2 Diagnosa 57
4.3 Intervensi 58
4.4 Implementasi 59
4.5 Evaluasi 63
BAB V PENUTUP 65
5.1 Pengkajian Keperawatan 65
5.2 Diagnosa 66
DAFTAR PUSTAKA 67
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
Pohon Masalah 7
Genogram 3
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1
halusinasi terdiri dari beberapa jenis dengan karakteristik tertentu, diantaranya
yaitu Halusinasi Pendengaran (audotorik), Halusinasi Pengelihatan (visual),
Halusinasi Penghidu (Olfaktori), Halusinasi Peraba (Taktil), Halusinasi Pengecap
(Gustatorik), Halusinasi Sinestik.
2
Dalam hasil penelitian yang didapatkan peneliti dari partisipan, titik awal
dari proses halusinasi terjadi ketika individu menghadapi situasi yang berbeda,
dimana kebanyakan partisipan tidak bisa menerima suatu situasi semisalnya rasa
kecewa pada diri sendiri, keluarga, teman, mengalami sakit hati terhadap orang
lain menjadi pemicu halusinasi pendengaran sebagian besar partisipan. Seolah-
olah tidak bisa menerima dan mengatasi masalahnya. Mereka menafsirkan sebagai
kekecewaan, emosi hingga ancaman. Hal tersebut menjadi pemicu situasi dimana
partisipan memiliki koping maladaptif hingga memicu emosional yang tidak
stabil hingga kecemasan, dari situlah pola pikiran partisipan bisa menjadikan
suatu persepsi yang salah yang menjadi pemicu munculnya halusinasi
pendengaran. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yakni penelitian Sari
(2015), dalam penelitiannya mengatakan bahwa sejumlah mekanisme psikologi
telah mempengaruhi orang menderita skizofrenia.
3
perabaan). Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa pada individu
yang ditandai dengan perubahan persepsi sensori persepsi; merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Pasien
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat, 2014). Stuart dan Laraia
dalam Yosep 2016, menyatakan bahwa pasien dengan halusinasi dengan diagnosa
medis skizofrenia sebanyak 20% mengalami halusinasi pendengaran dan
penglihatan secara bersamaan, 70% mengalami halusinasi pendengaran, 20%
mengalami halusinasi penglihatan, dan 10% mengalami halusinasi lainnya.
4
ditangani dengan baik akan berakibat buruk bagi klien sendiri, keluarga, orang
lain dan lingkungan. Tidak jarang ditemukan pada penderita gangguan jiwa yang
melakukan tindak kekerasan karena halusinasi. Oleh karena itu kita sebagai tenaga
kesehatan yang nantinya memberikan asuhan keperawatan yang profesional
diharapkan mampu mengatasi hal ini dan bisa meningkatkan pelayanan terhadap
masyarakat sehingga Indonesia menjadi negara yang sehat jiwanya.
5
e. Untuk mengevaluasi pada pasien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran.
f. Untuk melihat kesesuaian teori dan kondisi pasien
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Penulis
Hasil dari studi kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi praktikan dalam melaksanakan studi kasus, khususnya dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien gangguan persepsi sensori halusinasi
pendengaran.
1.4.2 Bagi Tempat Penulisan
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya agar
dapat menambah referensi perpustakaan sebagai bahan acuan penelitian yang akan
datang.
1.4.3 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi
perkembangan keperawatan jiwa dan sebagai acuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman tentang asuhan keperawatan pada pasien gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
7
c) Sosio budaya dan lingkungan
Klien dengan halusinasi didapatkan sosial ekonomi rendah, riwayat
penilakan lingkungan pada usia perkembangan anak, tingkat
pendidikan rendah, dan kegagalan dalam hubungan sosial
(perceraian, hiduop sendiri), serta tidak bekerja.
2) Faktor presipitasi
Stressor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya
riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak,
kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam
hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau
masyarakat yang sering tidak seuai dengan klien serta konflik antar
masyarakat.
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap klien
serta ungkapan klien. Adapun tanda dan gejala klien halusinasi menurut
Keliat, B.A dkk, 2019, adalah:
a) Data subjektif
Berdasarkan data subjektif, klien dengan gangguan sensori persepsi
halusinasi mengatakan bahwa klien:
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat
hantu atau monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang
bau itu menyenangkan
6) Merasakn rasa seperti darah, urine, atau feses
7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya
b) Data objektif
Berdasarkan data objektif, klien dengan gangguan sensori persepsi
halusinasi melakukan hal-hal berikut:
8
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga kea rah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk-nunjuk kea rah tertentu
6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
7) Mencium sesuatuseperti sedang membaui bau-bauan tertentu
8) Menutup hidung
9) Sering meludah
10) Muntah
11) Menggaruk-garuk permukaan kulit
9
E. Pohon masalah
Berikut ini merupakan pohon masalah diagnosis gangguan sensori
persepsi halusinasi:
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan (Effect)
F. Penatalaksanaan
10
dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa mengendalikan diri agar
tetap terapeutik.
masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana
cara yang bisa dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses
ada beberapa usaha yang klien lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat
bisa diterapkan, sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat
Menurut Keliat (2015), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada
”pergi.. pergi kamu tidak nyata, jangan ganggu saya”. Ini dianjurkan
11
pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik
halusinasi.
berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi fokus
kegiatan dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur
12
dengan kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor
keluarga. Hal ini penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga
adalah sistem di mana klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat
masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa mengalami
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Alasan Masuk
13
hasilnya, apa yang menyebabkan klien datang kerumah sakit, apa yang
4. Faktor predisposisi
trauma masa lalu, faktor genetik dan silsilah orang tuanya dan
5. Pemeriksaan Fisik
6. Pengkajian Psikososial
a) Genogram
b) Konsep Diri
14
1) Citra tubuh, bagaimana persepsi klien terhadap tubuhnya,
lingkungan klien.
c) Hubungan Sosial
d) Spiritual
15
agama yang dianut.
7. Status Mental
a. Penampilan
kontak mata.
b. Pembicaraan
16
kontak mata dengan perawat dan lain-lain.
mendengar suara saat tidak ada orang? Apa anda mendengar suara yang
tidak dapat anda lihat? Apa yang anda lakukan oleh suara itu.
12. Kesadaran
13. Orientasi.
14. Memori
17
16. Kemampuan penilaian.
3. Mekanisme Koping
18
4. Masalah Psikososial dan Lingkungan
19
B. Diagnosa Keperawatan, Intervensi Keperawatan, Dan Rasional
DIAGNOSIS PERENCANAAN
KEPERAWATAN
Tujuan (Tuk/Tum) Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Gangguan perubahan TUM: 1. Ekspresi wajah 1.1 Bina hubungan Hubungan saling percaya
sensori persepsi: bersahabat, saling percaya merupakan dasar untuk
Klien tidak mencederai
halusinasi dengar menunjukkan rasa dengan memperlancar interaksi yang
diri sendiri, orang lain,
(auditori) senang, ada kontak mengemukakan selanjutnya akan dilakukan.
dan lingkungan.
mata, mau berjabat prinsip komunikasi
tangan, mau terapeutik:
menyebutkan nama, a. Sapa klien dengan
TUK 1:
mau menjawab salam, ramah baik verbal
Klien dapat membina klien mau duduk ataupun non
hubungan saling berdampingan dengan verbal
percaya. perawat, mau b. Perkenalkan diri
mengutarakan masalah dengan sopan,
yang dihadapinya. c. Tanyakan nama
lengkap klien dan
nama panggilan
yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan
20
pertemuan
e. Tunjukkan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya
TUK 2: 1. Klien dapat 2.1 Adakan kontak Selain untuk membina
menyebutkan waktu, isi, sering dan singkat hubungan saling percaya,
Klien dapat mengenal
dan frekuensi timbulnya secara bertahap. kontak sering dan singkat
halusinasinya.
halusinasi. akan memutus halusinasi.
21
mengenal memungkinkan klien
halusinasinya menghindari factor timbulnya
dengan cara: halusinasi.
a. Jika
menemukan
klien sedang
berhalusinasi:
tanyakan
apakah ada
suara yang
didengarnya.
b. Jika klien
menjawab
ada,
lanjutkan: apa
yang
dikatakan
suara itu.
Katakana
bahwa
perawat
percaya klien
22
mendengar
suara itu,
namun
perawat
sendiri tidak
mendengarny
a (dengan
nada
bersahabat
tanpa
menuduh/men
ghakimi).
c. Katakana
bahwa klien
lain juga ada
yang seperti
klien.
d. Katakana
bahwa
perawat akan
Pengetahuan tentang waktu,
membantu
isi, dan frekuensi munculnya
klien.
23
2.1 Diskusikan dengan halusinasi dapat
klien: mempermudah perawat.
a. Situasi yang
2. Klien dapat
menimbulkan
mengungkapkan
atau tidak
bagaimana
menimbulkan
perasaannya
halusinasi (jika
terhadap halusinasi
sendiri, jengkel,
tersebut.
atau sedih)
b. Waktu dan
frekuensi
terjadinya
halusinasi (pagi,
siang, sore dan
malam: terus- Mengidentifikasi pengaruh
sewaktu-waktu).
2.2 Diskusikan dengan
klien tentang apa yang
dirasakannya jika
terjadi halusinasi
24
(marah, takut, sedih
dan senang), beri
kesempatan pada
klien untuk
mengungkapkan
perasaannya.
bermanfaat beri
pujian kepada klien.
25
baru mengontrol baru mengontrol halusinasi.
halusinasi. halusinasinya:
a. Menghardik/
mengusir/ tidak
memedulikan
halusinasinya
b. Bercakap-cakap
dengan orang lain
jika halusinasinya
muncul
c. Melakukan
kegiatan sehari-
hari.
3. Klien dapat
3.1 Beri contoh cara Meningkatkan pengetahuan
mendemonstrasikan
menghardik klien dalam memutus
cara
halusinasi: “pergi! halusinasi.
menghardik/mangu
Saya tidak mau
sir/ tidak
mendengar kamu,
memedulikan
saya mau mencuci
halusinasinya.
piring/ bercakap-
26
cakap dengan suster”.
3.2 Beri pujian atas
Harga diri klien meningkat
keberhasilan klien.
3.3 Minta klien
mengikuti contoh Memberi klien kesempatan
yang diberikan dan untuk mencoba cara yang
minta klien telah dipilih
mengulanginya.
3.4 Susun jadwal latihan
klien dan minta klien
untuk mengisi jadwal
kegiatan (self-
evaluation).
4. Klien dapat
mengikuti aktivitas 4.1. Anjurkan klien untuk
mengikuti terapi Memudahkan klien dalam
kelompok.
aktivitas kelompok, mengendalikan halusinasi.
orientasi realita,
stimulasi persepsi.
5. Klien dapat
mendemonstrasikan
27
kepatuhan minum 5.1 Klien dapat
obat untuk menyebutkan jenis, Stimulasi persepsi dapat
mencegah dosis, dan waktu mengurangi perubahan
halusinasi. minum obat, serta interpretasi realitas akibat
manfaat obat adanya halusinasi.
tersebut (prinsip 5
benar: benar orang,
benar obat, benar
dosis, benar waktu
dan benar cara
pemberiannya).
28
minum obat: Dengan menyebutkan dosis,
frekuensi, dan caranya, klien
a. Klien meminta
melaksanakan program
obat kepada
pengobatan.
perawat (jika
dirumah sakit),
kepada keluarga
(jika dirumah)
b. Klien memeriksa
obat sesuai
dosisnya
c. Klien meminum
obat pada waktu
yang tepat
5.4 Anjurkan klien untuk Dengan mengetahui efek
bicara dengan dokter samping, klien akan tahu apa
mengenai manfaat yang harus dilakukan setelah
dan efek samping obat minum obat.
yang dirasakan.
29
merawat klien dirumah dan tindakan untuk kunjungan rumah): pada pihak keluarga
dan menjadi system mengendalikan a. Gejala halusinasi
pendukung yang efektif halusinasi. yang dialami
untuk klien. klien
b. Cara yang dapat
dilakukan klien
dan keluarga
untuk
memutuskan
halusinasi.
c. Cara merawat
anggota keluarga
dengan gangguan
halusinasi
dirumah: beri
kegiatan, jangan
biarkan sendiri,
makan bersama,
berpergian
bersama, jika
klien sedang
sendiri dirumah,
30
lakukan kontak
dengan dalam
telepon.
d. Beri informasi
tentang tindak
lanjut (follow up)
atau kapan perlu
mendapatkan
bantuan:
halusinasi tidak
2. Keluarga dapat terkontrol dan Dengan menyebutkan dosis,
menyebutkan jenis, risiko mencederai frekuensi, dan caranya,
dosis, waktu orang lain.
keluarga melaksanakan
pemberian, 2.1 Diskusikan
manfaat, serta efek dengan keluarga program pengobatan.
samping obat. tentang jenis,
dosis, waktu
pemberian, Dengan mengetahui efek
manfaat, dan efek samping, keuarga akan tahu
samping obat. apa yang harus dilakukan
2.2 Anjurkan kepada setelah minum obat.
keluarga untuk
31
berdiskusi dengan
dokter tentang
manfaat dan efek
samping obat.
32
Faktor yang mempengaruhi seseorang bisa mengontrol halusinasi :
halusinasi yang ada pada diri pasien. Strategi pelaksanaan komunikasi berperan
berhubungan dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan pasien
Essensi dari terapi individu mencakup seluruh aspek kehidupan yang menjadi
beban psikisnya. Hal ini memungkinkan dalam proses terapi individu masalah
yang terjadi pada pasien akan dieksplorasi oleh perawat sampai pada titik
permasalahan yang krusial dan didiskusikan sesuai dengan situasi, kondisi, serta
33
memberikan informasi, kepribadian klien, pengalaman dan kemampuan
secara teratur. Semakin lama klien dirawat maka semakin banyak klien tersebut
mengontol halusinasinya.
34
Dalam teori Stuart (2008), yang menyatakan Kemampuan dalam
mengalami suatu gangguan dalam aktivitas mental seperti berpikir sadar, orientasi
teknik agar dapat tercapai, hal itu akan mempengaruhi seseorang dalam
mengontrol halusinasinya.
d. Faktor pendidikan
kesehatan dirinya sendiri dan keluarga (Friedman, 2010). Hal ini membuktikan
lebih baik terhadap penjelasan yang diberikan. Makin tinggi pendidikan, maka
pendidikan akan mempengaruhi seseorang untuk menerima ide dan teknologi atau
35
Dukungan keluarga menurut Friedman (2010), adalah sikap tindakan
keluarga didefinisikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan
yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan
subjek di dalam lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal - hal yang
penerimanya.
pasien meliputi dukungan emosional yaitu dengan memberikan kasih sayang dan
sikap menghargai yang diperlukan pasien tetapi hanya sebagian keluarga saja
merupakan bentuk dukungan atau bantuan yang dapat memberikan rasa aman,
cinta kasih, membangkitkan semangat, mengurangi putus asa, rasa rendah diri,
sangat diperlukan dan akan menjadi faktor sangat penting untuk upaya perawatan
dukungan emosional dari keluarga sangat dibutuhkan oleh pasien halusinasi yang
kesehatannya.
36
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. IDENTITAS KLIEN
2022
Informan : pasien
Penolakan (-)
37
Kekerasan dalam keluarga (-)
Jelaskan no 1, 2, 3 :
berubah pada tahun 1991, terakhir pasien masuk rumah sakit pada
bulan Maret 2021 dan pasien kabur dari rumah sakit. pasien rutin
kriminal lainnya.
Masalah Keperawatan : -
( tante pasien)
Riwayat pengobatan/perawatan : -
IV. FISIK
P: 20x/m
2. Ukur : TB : 155 cm BB : 50 kg
Pasien mengatakan tidak ada keluhan fisik yang dirasakan saat ini.
38
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan :
: Perempuan
: laki-laki
: Meninggal
: Pasien
39
telah meninggal dunia , begitu juga kakek dan nenek pasien sudah
meninggal dunia.
2. Konsep diri
tubuhnya.
baik.
3. Hubungan sosial
masyarakat.
4. Spiritual
40
a. Nilai dan keyakinan : pasien mengatakan beragama islam dan
1. Penampilan
2. Pembicaraan
3. Aktivitas motorik
Kompulsif
4. Alam Perasaan
41
Khawatir Gembira Berlebihan
ruangan
5. Afek
Jelaskan : pasien tidak ada perubahan roman muka pada saat ada
7. Persepsi
Halusinasi
Pengecapan Penghidung
mendengarkan suara laki- laki, suara itu datang bisa kapan saja ,
pendengaran.
8. Proses pikir
42
Flight of ideasBlocking Pengulangan pembicaraan
9. Isi Pikir
Disorientasi
pasien tidak mengetahui tahun , bulan , hari dan jam saat dilakukan
pengkajian.
11.Memori
jangka pendek
terakhir.
43
13.Kemampuan penilaian
diluar dirinya
gangguan jiwa
1. Makan
2. BAB/BAK
Jelaskan : pasien mengatakan 3x per hari yaitu pagi siang dan malam
yang disediakan oleh rumah sakit, BAB 1x perhari dan BAK 4-5x
perhari
3. Mandi
4. Berpakaian/berhias
44
Tidur siang lama : 13.00 – 15.00 WITA
minum obat
6. Penggunaan obat
7. Pemeliharaan kesehatan
Ya Tidak
Perawatan lanjutan
System pendukung
Ya Tidak
Mempersiapkan makanan
Mencuci pakaian
Pengaturan keuangan
Ya Tidak
Belanja
Transportasi
Lain-lain
45
Jelaskan : pasien mengatakan mandi dan berpakaian dengan bantuan
Adaptif Maladaptif
Bicara dengan orang lain Minum alkohol
Mampu menyelesaikan masalah Reaksi lambat/berlebih
Teknik relaksasi Bekerja berlebiham
Aktivasi konstruktif Menghindar
Olahraga Mencederai diri
Lainnya.......... Lainnya..........
mendapatkan solusi.
temannya.
46
- Masalah dengan perumahan, spesifik
47
ANALISA DATA
48
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn. AD diruang palm
RS Dadi Makassar tanggal 11 oktober 2022, didapatkan bahwa pasien mengalami
masalah halusinasi pendengaran. Hal ini didapatkan berdasarkan hasil wawancara
dengan pasien, perawat yang menangani, serta dokumentasi riwayat kesehatan
pasien yang ada diruang palm RS Dadi Makassar. Dari data tersebut didapatkan
bahwa pasien sering mendengar suara laki laki, namun isi suara tersebut tidak
jelas. Saat suara itu datang pasien merasa gelisah, dan perasaan gelisah tersebut
akan semakin bertambah jika pasien hanya berdiam diri, sehingga pasien sering
berjalan mondar mandir saat suara itu datang. Sementara dari data yang
didapatkan pada item pengkajian faktor predisposisi, pasien pernah mengalami
gangguan jiwa sebelumnya.
Alasan masuk rumah sakit : Tn. AD diantar oleh keluarganya ke rumah
sakit pada tanggal 4 september 2022 jam 11.00 siang. Alasan keluarga
mengantarkan pasien karena sudah 10 hari pasien gelisah, tidak bisa tidur dan
selalu mondar mandir. Keadaan ini semakin memburuk sejak 5 hari sebelum
masuk rumah sakit. Menurut istrinya, pasien sering keluyuran keluar rumah dan
memarahi orang orang disekitarnya. Istri pasien juga mengatakan saat dirumah
pasien tidak patuh dalam mengkonsumsi obat.
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 11 oktober 2022,
pasien mengatakansering mendengar suara laki-laki berbisik padanya sehingga
pasien tampak gelisah dan mondar-mandir. Respon gelisah saat mendengar suara
suara pada pasien dengan masalah halusinasi ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Rahmdhani Wilda (2017) yang mengatakan bahwa ketika
pasien mendengar suara, pasien tidak tenang dan tidak bisa diam. Perasaan tidak
tenang ini dutunjukan dengan cara berjalan mondar mandir tanpa arah. Hal ini
senada dengan penelitian Sri Mulyati (2019) yang menyimpulkan bahwa adanya
suara suara yang muncul pada pasien dengan halusinasi pendengaran
49
mengakibatkan respon berfikir pasien meningkat sehingga pasien merasa gelisah
dan sulit untuk tidur. Sementara menurut Hawari (2016), seseorang dengan
halusinasi pendengaran akan mengalami hipersensitifitas sehingga gampang
curiga, merasa terancam, gelisah, tidak memiliki rasa aman dan terjadi
ketegangan.
2. Diagnosa keperawatan
MenurutKeliat dalam Ade Herman(2015)dalam pohon masalah
dijelaskan bahwa gangguan isolasi sosial : Menarik diri
merupakanetiologiataupenyebab, Gangguanpersepsisensori : Halusinasi
pendengaran merupakan masalah utama (core
problem).SedangkanRisikoperilakukekerasanadalah akibat, namun pada saat
pengkajian tidak ditemukan risikoperilakukekerasanpadapasien.
Didapatkan datapasien mengatakan dirinya sering mendengar suara
laki laki, klien mengatakan suara itu bisa datang kapan saja dan klien
mengatakan suara itu isinya tidak jelas.Sedangkan data objektifklien tampak
mondar mandiri, klien tampak berbicara sendiri, klien tampak senyum
senyum sendiri dan klien tampak gelisah.
Berdasarkan data-data yang ditunjukkan oleh klien makaprioritas
masalah atau diagnosa keperawatan yang ditegakkan adalah Gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran, dan jika masalah tersebut tidak
segera diatasi maka dapat menyebabkan munculnya
masalahgangguanjiwalainnyasepertiRisikoperilakukekerasan.
DiagnosadiatasberdasarkanStandarDiagnosaKeperawatan Indonesia
(SDKI 2017) untuk data Subjektif yaitu mendengar suara bisikan atau
melihat bayangan.Sedangkan untuk data objektifnya yaitu bersikap seolah
mendengar, mondar mandir, dan berbicara sendiri. Hal ini sejalan dengan
teori Keliat dan Budi (2011) data subjektif pada klien yang mengalami
halusinasi pendengaran yaitu klien mendengar suara-suara atau bunyi ,
mendengar suara bercakap-cakap, klien mendengar suara yang
mengancamklien, orang lain atau suara lain yang membahayakan. Data
50
objektifnya adalah mengarahkan telinga pada sumber suara, menutup
telinga, mulut komat-kamit, dan gerakan tangan.
Teori diatas didukung oleh Stuart dan Suddent
dalamYusaliatahun(2015), karakteristiktandadan gejala dari halusinasi
pendengaran adalah mendengar suara-suara/ kebisingan, klien mendengar
suara orang yang membicarakan apa yang sedang di pikirkannya dan
memerintahkanuntukmelakukansesuatusepertimenyuruhuntuktidakdiamdan
marah-marah.Hal ini juga sesuai dengan pendapatDireja (2013) bahwa
diagnosahalusinasipendengarandirumuskanjikapasienmengalamitanda-tanda
seperti pasien mendengar suara ataukegaduhan, mendengar suara yang
mengajakbercakap-cakap, bicaraatautertawasendiridanmarah-
marahtanpasebab.
3. Intervensi keperawatan
Tindakan keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan
rencana asuhan keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang
telah ditetapkan (Carpenito dalam Yusuf, dkk. 2015).Pelaksanaan tindakan
keperawatan disesuaikan dengan rencana keperawatan. Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat
perlu memvalidasi apakah rencana keperawatan sesuai dengan kondisi
klien saat ini (Kusumawati dan hartono, 2011).
51
Penanganan secara tepat untuk mengatasi dampak dari halusinasi yakni
melakukan tindakan asuhan keperawatan dan terapi stimulas. Asuhan
keperawatan yang diberikan pada penderita halusinasi bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran pasien dalam kehidupan nyata. Terapi stimulasi
persepsi dalam mengontrol halusinasi pendengaran yaitu menghardik
degan cara menutup telinga. Pengaruh menghardik terdapat penurunan
pada tingkat halusinasi, dengan dilakukan menutup telinga maupun tanpa
menutup telinga terhadap halusinasi pendengaran. Pasien
denganhalusinasipendengaranmengalamigangguan status mental atau
dengan kata lain mengalami defisit kognitifkhususnyadalamhalkonsentrasi.
Pasien bercakap-cakap dengan orang lain terjadidistraksi, fokus
perhatianpasienakanberalih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan
dengan orang lain. Melakukan aktivitas yang terjadwal untuk mengurangi
resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri melakukan
aktivitas yang teratur atau yang sudah terjadwal. (Stuart, Keliat &
Pasaribu, 2016).
Menurut Sulinger (2012) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pasien
untuk kambuh antara lain yakni pasien yang gagal dalam pengobatan.
Ketidakpatuhan minum obat secara teratur ini yang merupakan alasan
pasien kembali dirawat di rumah sakit. Pasien yang kambuh membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk kembali ke keadaan semula. Pengobatan
skizofrenia ini harus dilakukan terus-menerus sehingga pasien nanti dapat
mengontrol kekambuhan penyakitnya dan dapat mengembalikan fungsi
untuk produktif serta akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidupnya
(Yuliantika, 2012).
Klien juga harus di latih untuk minum obat secara teratur sesuai dengan
program terapi dokter. Agar pasien dengan gangguan jiwa yang di rawat
tidak mengalami kekambuhan. Jika kekambuhan terjadi, untuk mencapai
kondisi seperti ini semula akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan
mengalami psikosisserta masuk rumah sakit dengan cukup sering (Keliat,
2012).
52
Berdasarkan hasil penelitian Astuti, dkk (2017)hubungan antara kepatuhan
minum obat dengan kekambuhan padapasien skizofrenia. Pasien yang
mengalami periode kekambuhan berat lebih banyak terjadi pada pasien
dengan kepatuhan minum obat yang kurang yaitu sejumlah 87,5%,
dibandingkan pasien dengan kepatuhan cukup (71,0%) dan kepatuhan baik
(33,3%).
Hasil penelitian Ika (2020)hubungan kepatuhan minum obat dengan
tingkat kekambuhan pada pasien halusinasi di wilayah kerja puskesmas
GegerKabupatenMadiun, diketahui bahwa kepatuhan minum obat rendah
(50,0 %), dan hasil kepatuhan minum obat sedang adalah (33,3%). Hasil
analisa Spearman Rank diperoleh p value = 0,000 <α = 0,05 artinya ada
hubungan kepatuhan minum obat dengan tingkat kekambuhan pada pasien
halusinasi di Wilayah Kerja Puskesmas Geger Kabupaten Madiun.
Pengaturan kepatuhan minum obat dalam merawat pasien halusinasi akan
memberikan kenyamanan psikologis bagi pasien halusinasi.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
dan pasien (Riyadi, 2010). Implemetasi keperawatan adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
(Setiadi, 2012)
Implemetasi keperawatan yang dilaksanakan pada tanggal 11 oktober- 14 Oktober
2022 sesuai dengan rencana tindakan keperawatan. Masalah utama yaitu
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran sudah dilakukan implementasi
SP (strategi pelaksanaan).
1. Pada hari Senin tanggal 11 Oktober 2022 pukul 09.00 WITA.
Perawat melakukan SP1P halusinasi pendengaran yakni
mengucapkan salam, menyapa pasien dengan ramah baik secara
verbal maupun non verbal, menjabat tangan dengan pasien,
memperkenalkan diri dengan sopan, menanyakan nama lengkap
dan nama panggilan yang disukai pasien, menjelaskan tujuan
53
pertemuan, membuatkontraktopikwaktudantempat,
menunjukansikapempatidanmenerimapasienapaadanyamelatihpasie
nmengidentifikasiisi, waktuterjadi, situasi pencetus, dan respon
terhadap halusinasi, mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik.
Hasil :
Ds :
a. Pasien mengatakan mendengar suara bisikan-bisikan tetapi
tidak jelas isi suaranya
b. Pasien mengatakan suara yang berbisik suara laki-laki
c. Pasien mengatakan suara-suara bisikan bisa muncul kapan
saja
d. Pasien mengatakan akan melakukan teknik menghardik jika
halusinasi datang
Do :
a. Pasien tampak berinteraksi dengan cukup baik
b. Pasien tampak datar wajahnya
c. Tampak kontak mata pasien cukup baik
d. Pasien dapat melakukan teknik menghardik
54
Jenis halusinasi terbagi menjadi 6 jenis, yaitu halusinasi
pendegaran, halusinasi penglihatan, halusinasi penghidu, halusinasi
pengecap,halusinasi perabaan, halusinasi kinstestik ( Lasmi, 2019).
Berdasarkan pengkajian pada hari pertama tanggal 11 oktober 2022
pukul 09.00 wita, Jenis halusinasi pada pasien Tn. A.D adalah
halusinasi pendengaran dimana isi dari halusinasi tersebut adalah
mendegar suara-suara bisikan laki-laki namun isi suara tersebut
tidak jelas.
Waktu dalam halusinasi berupa frekuensi dan situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi dan kapan terjadinya
halusinasi tersebut misalnya pada waktu pagi, siang, sore atau
malam dan pada pukul berapa. Frekuansinya apakah sesekali atau
terus-menerus, situasi terjadinya apakah pada saat sendiri atau
sedang bersama orang lain atau sesudah kejadian tertentu (Lasmi,
2019).Pasien Tn. A.D mengatakan waktu munculnya bisikan itu
tidak menentu dan bisa datang kapan saja, dengan frekuensi sekali-
sekali. Situasi yang memicu terjadinya halusinasi tersebut juga
tidak menentu,bisa karena apa saja.
Respon dalam hal ini merupakan hal yang dilakukan pasien ketika
halusinasi tersebut muncul. Pasien mengatakan ketika sudah mulai
mendengar suara-suara bisikan, pasien akan melakukan teknik
menghardik seperti yang diajarkan oleh perawat.
Setelah dilakukan identifikasi pasien terkait jenis, isi, waktu,
frekuensi, situasi dan respon terhadap halusinasi maka dapat
ditegakan diagnosa dan perumusan intervensi yang tepat pada
pasien Tn A. D dengan masalah gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran. Sehingga intervensi yang tepat diberikan
pada pasien Tn A.D adalah tehnik menghardik.Menurut teori
(Tololiu 2017) Menghardik merupakan salah satu strategi
pelaksanaan dalam upaya mengontrol halusinasi. Pasien diajarkan
cara menghardik dengan cara menutup mata dan telinga serta
55
menggunakan kalimat yang dinyatakan dengan tegas yaitu : “pergi
pergi, kamu tidak nyata” kalimat tersebut diulang-ulang sampai
suara tersebut hilang.
Menurut riset Karina (2017) saat melakukan terapi menghardik
responden menjadi lebih fokus dan berkonsentrasi pada
halusinasinya. Sehingga memungkinkan beberapa zat kimia di otak
seperti Dopamine Neuorotransmitter tidak berlebihan. Pasien
dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul
atau tidak memperdulikan halusinasinya. Jika bisa dilakukan
dengan baik dan benar, maka pasien akan mampu mengendalikan
diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Pratiwi dan Setiawa,
2019 mengenai pengaruh menghardik terhadap penurunan tingkat
halusinasi dengar pada pasien skizofrenia diketahui bahwa terapi
menghardik dan tanpa menutup telinga berpengaruh terhadap
penurunan tingkat halusinasi pendengaran. Hasil penelitian ini juga
dapat dibuktikan dengan penelitian Woley, 2017 yang
menunjukkan bahwa menggunakan tekhnik pengendalian
halusinasi dengan menghardik dapat digunakan untuk mengontrol
halusinasi pendengaran.
56
a. Pasien mengatakan masih mendengar bisikan-bisikan untuk
melakukan hal-hal aneh (perbuatan jahat)
b. Pasien mengatakan suara bisikan muncul bisa kapan saja
Do :
a. Pasien berinteraksi cukup baik
b. Pasien tampak bersahabat
c. Kontak mata pasien cukup baik
Tindakan keperawatanselanjutnya yaitu pelaksanaan
SP2 pasien yaitu dengan mengevaluasi kembali cara
menghardik dan mengontrol halusinasi dengan minum obat
secara teratur, memberikan informasi tentang obat yang
diminum, mendiskusikan manfaat minum obat dan
kerugian jika tidak minum obat serta memberikan pujian
terhadap kemampuan pasien dalam mengontrol
halusinasinya.
Mengevaluasi kembali cara menghardik tujuannya
untuk menilai kemampuan pasien dalam mengatasi atau
mengontrol halusinasi serta melatih pasien agar terus
mengingat teknik tersebut sehingga halusinasi dapat
berkurang. Berdasarkan hasil pengkajian, tanggal 12
Oktober 2022 pukul 09.00 wita, pasien mampu
mempraktekan kembali teknik menghardik dengan benar.
Langkah selanjutnya setelah mengevaluasi SP1
pasien, adalah mengajarkan pasien mengontrol halusinasi
dengan minum obat secara teratur, memberikan informasi
tentang obat yang diminum, mendiskusikan manfaat minum
obat dan kerugian jika tidak minum obat. Menurut teori
(Astuti, 2017)pengobatan yang teratur pasien dapat kembali
ke dalam lingkungan sosialnya dalam waktu yang lebih
cepat. Pasien yang menjalani pengobatan secara rutin
selama satu tahun memilki resiko lebih kecil untuk
57
mengalami relaps.Selain itu jikapasien Skizofrenia yang
berhenti minum obat akan memicu munculnya kembali
gejala positif dan negatif dari Skizofrenia (misalnya:
halusinasi, austitik, waham, isolasi sosial) karena terjadi
peningkatan kadar Neurotransmitter Dopamine.
Antipsikotik yang diminum oleh pasien mempunyai cara
kerja menghambat Reuptake DopamineNuerotransmitter
sehingga terjadi keseimbangan kembali Neurotransmitter
Dopamine.
58
3. Harikamistanggal13 Oktober 2022ke SP3P gangguan persepsi
sensori : halusinasi
pendengaranyaknimengevaluasikembalicaramengontrolhalusinasid
engancaramenghardik, Informasitentangobat dan memberikan
informasi dampak positif mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain atau teman.
Hasil :
Ds :
a. Pasien mengatakan masih mendengar bisikan-bisikan untuk
melakukan hal-hal aneh
b. Pasien mengatakan suara bisikan muncul bisa kapan saja
Do :
a. Pasien tampak tidak tenang
b. Kontak mata pasien kurang
Tindakan keperawatan selanjutnya adalah pelaksanaan SP3
yaitubercakap-cakap dengan orang lain atau teman.Menurut teori
Stuart Gaul W 2019 Terapi bercakap-cakap merupakan salah satu
bentuk implementasi yang efektif dalam membantu penderita
dalam mengatasi halusinasi yang mengusik kehidupannya.
Terjadinya penurunan intensitas halusinasi dapat dicegah dengan
cara menganjurkan pasein melaksanakan bercakap-cakap. Proses
distraksi akan terjadi ketika seseorang atau penderita
berkomunikasi dengan orang lain. Secara tanpa disadari,perhatian
penderita tidak lagi terfokus pada halusinasi tetapi beralih
perhatiannya ke percakapan. Kemampuan penderita dalam
bersosialisasi berpeluang dapat ditingkatkan dengan adanya latihan
bercakap-cakap dapat menumbuhkan dan meningkatkan
kepercayaan diri penderita untuk berinteraksi dengan orang lain.
Pujian diberikan pelaksana kepada penderita mampu
memperlihatkan kemampuan berkomunikasi atau bercakap-cakap
sesuai dengan perilaku yang diharapkan. Pujian merupakan
59
komponen penting bagi orang dengan gangguan jiwa, karena dapat
meningkatkan rasa harga diri dan kepercayaan diri. Tumbuhnya
perasaan semakin percaya diri dan merasa dihargai, berdampak
meningkatkan, memotivasi mereka untuk mengulangi kembali
kegiatan yang dilatihkan (Moknes & Reidunsdatter, 2019)
Hal ini didukung oleh penelitian Fresa, Rochmawati, dan
Arief (2015) menunjukkan hasil bahwa sebagian besar pasien
dengan halusinasi pendengaran yang diberikan intervensi
mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap mampu
mengontrol halusinasi dengan baik dan 1 pasien mampu
mengontrol halusinasi dengan cukup baik.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan terus
menerus dilakukan untuk menentukan tingkat keberhasilan intervensi yang
telah dilakukan serta bagaimana intervensi keperawatan dilanjutkan,
merevisi rencana atau pun menghentikan intervensi keperawatan
(Manurung, 2011). Evaluasi adalah tahapan yang menentukan apakah
tujuan telah tercapai ataupun tidak. Evaluasi selalu berkaitan dengan
tujuan, apabila tujuan tidak tercapai, maka harus dicari penyebabnya.
60
Pada SP2 didapatkan data subjektif dimana pasien mengataklan
bahwa dirinya masih mendengar bisikan suara yang isinya menyuruh
pasien melakukan hal nakal. Namun demikian, pasien tidak mengerti hal
nakal seperti apa yang dimaksud. Sementara data objektif menunjukkan
bahwa pasien dapat berinteraksi, bersahabat dengan baik serta memiliki
kontak mata yang cukup bagus. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat
disimpulkan bahwa perawat bisa melanjutkann strategi pelaksanaan
tindakan keperawatan ke tahap berikutnya.
61
62
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
63
5.2.2. Bagi Penulis
DAFTAR PUSTAKA
64
Abraham H. Maslow. 2010. Motivation and Personality. Jakarta : Rajawali.
Akhmadi. 2009. Dukungan Keluarga. Online (http://www.rajawana.com) diakses,
15 Februari 2017 jam 08:00.
Alcom, K.2007.”Bagaimana Memberikan Dukungan Keluarga yang Baik:
Pengalaman dari Seluruh Dunia”Online (http://www.yayasanspiritia.com/
/htm) diakses 22 Juli 2017 jam 10:00.
Ali, Z. 2009. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC.
Ambary, O.K.M.2010.”Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan
Keberfungsial Sosial Pada Pasien Skizofrenia Pasca Perawatan Dirumah
Sakit”.Skripsi. Online (http://repository.usu.ac.id) diakses 22 Juli 2017 jam
10:30.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi.
Jakarta : Rineka Cipta.
AS, A. N. A. (2019). Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi
Pendengaran Di Barbara, Kozier (2008). Fundamental of Nursing, Seventh
edition, Vol.2, Jalarta : EGC.
Danardi (2007). Asuhan keperawatan bermutu di rumah sakit jiwa. Http.II
persi,co.id/pada versi/news/artikel.php. 3. Id
Hawari. (2010). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jusliani. Sudirman. Pengaruh Penerapan Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan Halusinasi Klien Terhadap Kemampuan Mengontrol
Halusinasi Di Rskd Provinsi Sulawesi Selatan. Volume 5 Nomor 2. (2014).
http://jurnal.andalas.ac.id/index.php/menarailmu/article/view/141. 18.
Keliat, B. A. Model Prakti Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.
(2010).
Karaeng, N. D., Makhmud, A. I., & Liaury, K. (2018). Analisis Efektivitas Biaya
Penggunaan Kemenkes RI. Katalog dalam Terbitan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia : Pusat Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia
2012. Jakarta : Kementerian Kesehatan. (2013).
65
Livana P. H., Titik Suerni, Overview of the Role of Nurses in the Implementation
of Education in Patients Hallucinations, European Journal of Biophysics.
Vol. 7, No. 2, 2019, pp. 43-45. doi: 10.11648/j.ejb.20190702.12
Ruang Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Media
Keperawatan, 10(2), 97-102.
66
67
68