Anda di halaman 1dari 2

4.

Jeda

Unsur bunyi suprasegmental yang lainnya yaitu Jeda. Menurut Muslich (2010) Jeda
adalah penghentian dengan pemutusan suatu arus bunyi-bunyi segmental ketika diujarkan oleh
penutur. Sedangkan menurut Chaer (2009) menjelaskan bahwa jeda atau persendian berkenaan
dengan hentian bunyi dalam arus ujaran. Disebut jeda karena adanya hentian itu, dan disebut
persendian karena di tempat perhentian itulah terjadinya persambungan antara dua segmen
ujaran. Melalui dua pendapat tersebut dapat kita simpulkan bahwa Jeda adalah penghentian arus
bunyi dalam suatu ujaran akan tetapi antara dua segmen yang terhenti itu masih saling
berhubungan.

Karena adanya suatu penghentian tersebut, maka terjadilah kesenyapan dalam bunyi yang
diujarkan, kesenyapan tersebut bisa berada pada bagian awal, tengah, dan akhir ujaran.
Kesenyapan awal itu terjadi ketika penutur belum atau hendak mengujarkan tuturannya,
contohnya ketika hendak mengujarkan kalimat Dia tampan, sebelum mengujarkan kalimat
tersebut di situ terdapat kesenyapan yang tidak terbatas sebelumnya. Lalu kesenyapan tengah
terjadi ketika penutur mulai menuturkan suatu ujaran, kesenyapan tengah terjadi di antara ucapan
kata-kata dalam kalimat yang diujarkan, misalnya pada kalimat Dia:tampan, pada kalimat
tersebut terjadi kesenyapan di antara dua kata itu, yakni di antara kata Dia dan tampan, selain
terjadi di antara kata, kesenyapan tengah juga bisa terjadi di antara suku kata, seperti pada kata
Di:a, di antara suku kata Di dan a terdapat suatu kesenyapan meskipun kesenyapan tersebut
terbilang sangat singkat. Kemudian kesenyapan akhir, kesenyapan akhir terjadi pada saat penutur
telah selesai melakukan ujarannya, seperti pada kalimat Dia tampan, apabila penutur telah
selesai mengucapkan ujaran itu, maka terjadilah kesenyapan yang tidak terbatas setelahnya.

Jeda bisa bersifat penuh atau bisa juga bersifat sementara, hal ini bisa dibedakan karena
adanya sendi dalam dan sendir luar. Sendi dalam artinya jeda itu terjadi antara satu silaba dengan
silaba lain, atau antara suku kata, sendi dalam ditandai dengan [+], contohnya adalah sebagai
berikut:

 [ti+dur]
 [per+gi]
 [ber+ma+in]
 [ka+len+der]
 [per+ju+a+ngan]

Kemudian sendi luar, jeda tidak hanya terjadi di antara suku kata atau silaba, melainkan
juga bisa lebih atau di luar daripada itu, dan inilah yang disebut sendi luar, sendi luar pada jeda
di antaranya yaitu:

a) Jeda antarkata dalam frasa, ditandai dengan garis miring tunggal (/), contoh:
 [mobil / baru]
 [baju / hijau]
b) Jeda antarfrasa dalam klausa, ditandai dengan garis miring ganda (//), contoh:
 [mobil / itu // baru]
 [baju / hijau // belum / disetrika]
c) Jeda antarkalimat dalam wacana atau paragraf, ditandai dengan garis silang ganda (#)

Penggunaan jeda dalam suatu ujaran juga termasuk hal sangat penting, karena dengan
adanya jeda, suatu kalimat itu bisa mengubah maksud atau makna dari ujaran yang disampaikan,
contohnya pada dua kalimat berikut:
(1) # mobil / sedan / baru // dicuci #

(2) # mobil / sedan // baru / dicuci #

Pada ujaran pertama bermakna mobil sedan baru yang sedang dicuci, sedangkan pada
kalimat kedua bermakan mobil sedan yang baru selesai dicuci. Suatu tuturan itu bisa berbeda
maknanya, tergantung bagaimana penutur menggunakan jeda pada kalimat yang akan diujarkan.
Jadi seorang penutur tentunya harus tepat dan jeli supaya tidak terjadi kesalahpahaman dalam
menuturkan bahasa yang nantinya akan didengar oleh pendengar.

Chaer, Abdul. 2013. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Reinka Cipta
Muslich, Masnur. 2011. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT.Bumi Aksara.
Oktavia, W. (2018). Penamaan Bunyi Segmental dan Suprasegmental Pada Pedagang Keliling.
Jurnal Bahasa Lingua Scientia, 10(1), 1–16. https://doi.org/10.21274/ls.2018.10.1.1-16

Anda mungkin juga menyukai