VARIASI FONEM
Pada pertemuan sebelumnya Anda telah mempelajari fonemik yang mencakup pengertian fonetik,
bunyi bahasa, klasifikasi vokoid dan kontoid, pengertian fonemik, dan distribusi fonem. Pada pertemuan
kali ini Anda akan mempelajari tentang variasi fonem.
Bahasa sebagai alat komunikasi digunakan dalam berbagai situasi. Situasi tersebut ada yang
formal atau resmi, ada pula yang tidak formal atau tidak resmi , keadaan ini berpengaruh terhadap
pemakaian bahasa. Dalam situasi resmi orang menggunakan bahasa standar atau bahasa baku, sedang
dalam situasi tidak resmi orang cenderung menggunakan bahasa nonstandar atau bukan bahasa baku.
Keadaan yang demikiann inilah berdampak pada terjadinya gejala penyimpangan-penyimpangan dari
kaidah baku. Di samping ada perbedaan situasi, ada pula perbedaan daerah atau tempat penutur yang
sering disebut sebagai perbedaan dialek.
Salah satu sifat bunyi bahasa yang hakiki adalah bahwa bunyi bahasa itu cenderung saling
berpengaruh dalam lingkungan ujaran. Ini berarti bahwa realisasi atau perwujudan sebuah bunyi bahasa
(dalam hal ini fonem) dalam ujaran menunjukkan adanya bentuk-bentuk baru yang menyimpang dari
bentuk bakunya. Namun, bentuk baru ini tidak mengubah makna suatu ujaran.
Seseorang kadang melakukan kesalahan yang tidak disadari ketika menyatakan suatu maksud,
sehingga memunculkan bentuk-bentuk baru. Namun secara hakiki makna ujaran itu sifatnya tidak
berubah, dalam arti orang masih tetap mengerti arti yang diujarkan walaupun telah terjadi bentuk-bentuk
baru.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam percakapan sehari-hari cenderung terjadi
pemunculan bentuk-bentuk baru, namun tidak berpegaruh terhadap makna (tidak mengubah makna),
peristiwa ini disebut variasi. Disamping itu ada pula istilah yang berkaitan dengan variasi fonem, yaitu
varian.
Varian, diartikan sebagai bentuk yang berbeda atau yang menyimpang dari yang asli atau yang
standar. Sehubungan dengan hal tersebut beberapa variasi fonem yang perlu dicermati adalah variasi
(varian) alofonis dan variasi bebas.
A. Variasi Alofonis
Varian alofonis atau variasi alofonis adalah variasi fonem yang ditentukan oleh
lingkungannya dalam distribusi komplementer, atau disebut alofon. Alofon atau variasi fonem ini terjadi
berdasarkan distribusi atau posisinya.
a) Vokal /i/ mempunyai dua alofon (dua variasi fonem), yaitu [i] dan [I]. Vokal /i/ dilafalkan [i]
jika terdapat pada suku kata terbuka (opened sylabic) atau suku kata tertutup (closed sylabic)
yang diakhiri dengan fonem nasal /m/, /n/, /ŋ /. Contoh: [tari] dan [gigi] untuk suku terbuka,
dan [simpan], [pintar], [singgah] untuk suku tertutup.
Vokal /i/ dilafalkan sebagai [I] bila terdapat pada suku tertutup. Contoh: [tarI?] dan [gigIh].
b) Vokal /e/ memiliki dua alofon, yaitu [e] dan [ε]. Vokal /e/ dilafalkan [e] bila terdapat pada
suku kata terbuka, seperti pada kata [so+re] dan [se+rong]. Vokal /e/ dilafalkan [ε] jika
terdapat pada akhir suku kata tertutup , seperti pada kata [nεnε?] dan [bεbε?].
c) Vokal /ə / hanya memiliki satu alofon saja yang terdapat pada suku kata tertutup dan akhir
suku kata tertutup, seperti pada kata: [ənam ], [əntah ], [pərgi], dan [bəkərja ].
d) Vokal /u/ mempunyai dua alofon, yaitu /u/ dan /U/. Vokal /u/ jika terdapat pada suku kata
terbuka atau suku kata tertutup yang berakhir dengan konsonan nasal /m/, /ŋ/, dan /n/, seperti
pada kata [upah], tukaŋ], dan [bantu].
Vokal /u/ dilafalkan /U/ jika terdapat pada suku kata tertutup, seperti pada kata: [waruŋ],
[rumpUn], dan [laŋsuŋ].
e) Vokal /a / dilafalkan sebagai [a], dan tidak memiliki alofon, baik pada suku kata terbuka
maupun pada suku tertutup, seperti pada kata: [aman], dan [susah].
f) Vokal /o / mempunyai dua alofon, yaitu [o] dan [ ]. Vokal /o / dilafalkan [o] jika terdapat
pada suku kata terbuka, seperti pada kata: [soto] dan [toko].
Vokal /o/ dilafalkan [ ] jika terdapat pada suku kata tertutup, seperti pada kata: [tokoh] dan
[pohon].
B. Variasi Bebas
Sering terjadi bahwa fonem-fonem tidak kontras atau bertentangan dalam lingkungan yang
sama pada suatu pasangan minimal. Fonem-fonem seperti itu disebut bervariasi bebas, dan variasi seperti
ini pada umumnya ditemukan dalam suatu bahasa yang memiliki dialek. Dalam bahasa Indonesia
dijumpai beberapa dialek yang berpotensi menjadikan adanya gejala variasi bebas. Sebenarnya status
fonem yang bervariasi ini fonemis pada pasangan minimal yang lain, tetapi dalam pasangan minimal
tertentu tidak fonemis (membedakan makna). Gejala variasi bebas sangat terbatas,artinya jumlahnya tidak
banyak.
Beberapa contoh variasi bebas adalah sebagai berikut.
1) Variasi /w/ dan /b/, terdapat pada pasangan minimal, seperti pada kata: watas dan batas .
Fonem /w/ dan /b/ pada pasangan minimal ini tidak membedakan makna, artinya maknanya
tetap sama.
2) Variasi/u/ dan /o/, terdapat pada pasangan minimal, seperti pada kata: bərjuang dan bərjoang.
Fonem /u/ dan /o/ pada pasangan minimal ini tidak membedakan makna, artinya maknanya
tetap sama. Fenomena ini terjadi karena pengaruh dialek suatu daerah.
3) Variasi /o/ dan / /, /e/ dan /ɛ, terdapat pada pasangan minimal, seperti pada kata: boleh dan
b lɛh. Variasi antara /o/ dan / /, /e/ dan /ɛ/ pada pasangan minimal ini tidak mengubah
makna, artinya maknanya tetap sama. Variasi bebas ini juga terjadi karena pengaruh dialek
tertentu yang menyimpang dari kaidah bakunya.
4) Variasi /u/ dan / /, terdapat pada pasangan minimal, seperti pada kata: telur dan təlor .
Variasi ini tidak mengubah makna, atinya maknanya tetap sama.
5) Variasi /i/ dan /e/ atau /ɛ/, terdapat pada pasangan minimal, seperti pada kata: kəmarin,
kəmarən, dan kəmarɛn. pasangan minimal tersebut tidak mengubah makna, artinya maknanya
tetap sama.