Anda di halaman 1dari 13

BHJ 1(1) 2017

BALI HEALTH JOURNAL


ISSN 2599-1280 (Online); ISSN 2599-2449 (Print)

PENDEKATAN DIAGNOSIS DAN TERAPI


TERHADAP PENDERITA ANEMIA
I Made
Bakta

Divisi Hematologi dan Onkologi Medik, Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran,
Universitas Udayana / RS Sanglah, Denpasar, Bali
ABSTRAK
Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, disamping sebagai masalah
kesehatan masyarakat utama, terutama di negara berkembang. Kelainan ini merupakan penyebab debilitas kronik (chronic
debility) yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik. Oleh karena
frekuensinya yang demikian sering, anemia, terutama anemia ringan seringkali tidak mendapat perhatian dan dilewati oleh
para dokter di praktek klinik. Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah masa eritrosit (red cell
mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer
(penurunan oxygen carrying capacity). Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik di klinik maupun di
lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 5000 juta orang menderita anemia dengan sebagian besar
tinggal di daerah tropic. Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab. Pada dasarnya
anemia disebabkan oleh karena gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang, kehilangan darah yang keluar tubuh
(hemoragi), dan proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis). Pendekatan terapi yang perlu
diperhatikan dalam pemberian terapi pada penderita anemia ialah (1) Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan
diagnosis definitif yang telah ditegakkan terlebih dahulu; (2) Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak
dianjurkan; (3) Pengobatan anemia; (4) Dalam keadaan dimana diagnosis definitif tidak dapat ditegakkan, kita terpaksa
memberikan terapi percobaan (terapi ex juvantivus); (5) Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan
tanda-tanda gangguan hemodinamik. Anemia merupakan kelainan yang sering dijumpai. Untuk penelitian lapangan
umumnya dipakai kriteria anemia menurut WHO, sedangkan untuk keperluan klinis dipakai kriteria Hb < 10 g/dl atau
hematokrit < 30%.

Kata Kunci: chronic debility, red cell mass, oxygen carrying capacity, hemoragi, juvantivus

ABSTRACT

Anemia is the most common medical problem in clinics around the world, as well as a major public health problem,
especially in developing countries. This disorder is the cause of chronic debility that has a major impact on social and
economic well-being and physical health.1 Because of its frequent frequency, anemia, particularly mild anemia, is often
missed and passed by clinicians. Anemia is functionally defined as the decreasing of the amount of red cell mass
(erythrocytes) so it cannot fulfill its function to bring enough oxygen to peripheral tissues (decreased oxygen carrying
capacity). Anemia is a very common disorder in both the clinic and the field. It is estimated that more than 30% of the
world's population or 5000 million people suffer from anemia with most living in the tropical areas. Anemia is simply a
collection of symptoms caused by various causes. Basically, anemia caused by disorders of erythrocyte formation by bone
marrow, Loss of blood out the body (hemorrhage), the process of destruction of erythrocytes in the body prematurely
(hemolysis). Therapeutic approaches that need to be considered in the treatment of anemic patients are (1) Medication
should be given based on a definitive diagnosis that has been enforced first; (2) Provision of hematinics without clear
indications is not recommended; (3) Treatment of anemia; (4) In circumstances where definitive diagnosis cannot be
established, we are forced to provide experimental therapy (ex juvantivus therapy); (5) Transfusions are administered to
acute post-haemorrhagic anemia with signs of haemodynamic disturbance. Anemia is often observed in the field. Field
research generally used anemia criteria according to WHO, while for the purposes of clinical use, the criteria is Hb <10 g / dl
or hematocrit <30%.

Keywords: chronic debility, red cell mass, oxygen carrying capacity, hemorrhage, juvantivus


Korespondensi:
I Made Bakta Riwayat Artikel:
Email: madebakta@yahoo.com Diterima 9 Oktober 2017
Disetujui 27 Oktober 2017
Dipublikasikan 18 November 2017
Bali Health
Pendekatan diagnosis dan
Journal

PENDAHULUAN tersebut. Hal ini penting karena seringkali


penyakit dasar tersebut tersembunyi,
Anemia merupakan masalah medik yang sehingga apabila hal ini dapat diungkap
paling sering dijumpai di klinik di akan menuntun para klinisi ke arah
seluruh dunia, disamping sebagai penyakit berbahaya yang tersembunyi
masalah kesehatan masyarakat utama, Penentuan penyakit dasar juga penting
terutama di negara berkembang. Kelainan dalam pengelolaan kasus anemia, karena
ini merupakan penyebab debilitas kronik tanpa mengetahui penyebab yang
(chronic debility) yang mempunyai mendasar dari anemia tidak dapat
dampak besar terhadap kesejahteraan diberikan terapi yang tuntas pada kasus
sosial dan ekonomi, serta kesehatan anemia tersebut .8-10
fisik.1 Oleh karena frekuensinya yang Pendekatan terhadap penderita
demikian sering, anemia, terutama anemia memerlukan pemahaman tentang
anemia ringan seringkali tidak mendapat patogenesis dan patofisiologi anemia,
perhatian dan dilewati oleh para dokter di serta ketrampilan dalam memilih,
praktek klinik.2 menganalisis serta merangkum hasil
Anemia secara fungsional anamnesis, pemeriksaan fisik,
didefinisikan sebagai penurunan jumlah pemeriksaan laboratorium dan
masa eritrosit (red cell mass) sehingga pemeriksaan penunjang lainnya. Tulisan
tidak dapat memenuhi fungsinya untuk ini bertujuan untuk membahas
membawa oksigen dalam jumlah yang pendekatan praktis dalam diagnosis dan
cukup ke jaringan perifer (penurunan terapi anemia yang sering dihadapi oleh
oxygen carrying capacity).3 Secara dokter umum ataupun spesialis penyakit
praktis anemia ditunjukkan oleh dalam.
penurunan kadar hemoglobin, hematokrit
atau hitung eritrosit (red cell count).3 Tabel 1. Kriteria anemia menurut WHO11
Tetapi yang paling lazim dipakai adalah Kelompok Kriteria Anemia (Hb)
kadar hemoglobin, kemudian hematokrit. Laki-laki dewasa <13 g/dl
Harus diingat bahwa terdapat keadaan- Wanita dewasa tidak <12 g/dl
keadaan tertentu dimana ketiga parameter hamil
Wanita hamil <11 g/dl
tersebut tidak sejalan dengan massa
eritrosit, seperti pada dehidrasi,
perdarahan akut dan kehamilan.3-9 Untuk keperluan klinik (rumah sakit atau
Permasalahan yang timbul adalah berapa praktek dokter) di Indonesia dan negara
kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung berkembang lainnya, kriteria WHO sulit
eritrosit paling rendah yang dianggap dilaksanakan karena tidak praktis.
anemia? Kadar hemoglobin dan eritrosit Apabila kriteria WHO dipergunakan
sangat bervariasi tergantung pada usia, secara ketat maka sebagian besar
jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal penderita yang mengunjungi poliklinik
serta keadaan fisiologik tertentu seperti atau dirawat di rumah sakit akan
misalnya kehamilan. 3-8 memerlukan pemeriksaan “work up”
Anemia bukanlah suatu kesatuan anemia lebih lanjut. Oleh karena itu
penyakit tersendiri (disease entity), tetapi beberapa peneliti di Indonesia mengambil
merupakan gejala dari berbagai macam jalan tengah dengan memakai kriteria
penyakit dasar (underlying disease). Oleh hemoglobin kurang dari 10 g/dl sebagai
karena itu dalam diagnosis anemia awal dari “work up” anemia,12 atau di
tidaklah cukup hanya sampai kepada India dipakai angka 10 – 11 g/dl.13,14
label anemia tetapi harus dapat ditetapkan
penyakit dasar yang menjadi anemia

3
Bali Health
Ba
Journal

PREVALENSI ANEMIA orang menderita anemia dengan sebagian


besar tinggal di daerah tropik. De
Anemia merupakan kelainan yang Maeyer15 memberikan gambaran
sangat sering dijumpai baik di klinik prevalensi anemia di dunia untuk tahun
maupun di lapangan. Diperkirakan lebih 1985 seperti terlihat pada tabel 2.
dari 30% penduduk dunia atau 5000 juta

Tabel 2. Gambaran prevalensi anemia di dunia 15


Lokasi Anak Anak Laki Wanita 15-49 tahun
0-4 tahun 5-12 tahun
Wanita hamil Semua
Negara maju 12% 7% 3% 14% 11%
Negara 51% 46% 26% 59% 47%
berkembang
Dunia 43% 37% 18% 51% 35%

Untuk Indonesia, Husaini dkk 16 2. Kehilangan darah keluar tubuh


memberikan gambaran prevalensi anemia (hemoragi)
pada tahun 1989 sebagai berikut: 3. Proses penghancuran eritrosit
1. Anak prasekolah : 30 dalam tubuh sebelum waktunya
– 40% (hemolisis)
2. Anak usia sekolah : 25 Gambaran lebih rinci tentang
– 35% etiologi anemia dapat dilihat pada tabel 3.
3. Wanita dewasa tidak hamil : 30 Klasifikasi lain untuk anemia
– 40% dapat dibuat berdasarkan gambaran
4. Wanita hamil : 50 morfologik dengan melihat indeks
– 70% eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam
5. Laki-laki dewasa : 20 klasifikasi ini anemia dibagi menjadi tiga
–30% golongan: 3,8,9
6. Pekerja berpenghasilan rendah: 30 1. Anemia hipokromik mikrositer,
– 40% bila MCV < 80 fl dan MCH < 27
Berbagai survei yang telah pernah pg
dilakukan di Bali memberikan angka- 2. Anemia normokromik normositer,
angka yang tidak jauh berbeda dengan bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-
angka di atas.17-20 34 pg
3. Anemia makrositer, bila MCV >
ETIOLOGI DAN 95 fl.
KLASIFIKASI ANEMIA Apabila klasifikasi etiologik dan
morfologik digabungkan (tabel 4) akan
Anemia hanyalah suatu kumpulan sangat menolong dalam mengetahui
gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab suatu anemia berdasarkan jenis
penyebab. Pada dasarnya anemia morfologik anemia
disebabkan oleh karena: 3,8,9,21-25
1. Gangguan pembentukan eritrosit
oleh sumsum tulang

3
Bali Health
Pendekatan diagnosis dan
Journal

Tabel 3. Klasifikasi anemia menurut etiopatogenesis 3,8,9


A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia defisiensi asam folat
c. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
a. Anemia aplastik
b. Anemia mieloptisik
c. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoietik
e. Anemia pada sindroma mielodisplastik
4. Anemia akibat kekurangan eritropoietin: anemia pada gagal ginjal kronik
B. Anemia akibat hemoragi
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik
C. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskuler
a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b. Gangguan ensim eritrosit (ensimopati): anemia akibat defisiensi G6PD
c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
- Thalassemia
- Hemoglobinopati struktural: HbS, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopatik
c. Lain-lain
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks

PATOFISIOLOGI DAN d. Adanya kelainan jantung atau


GEJALA ANEMIA paru sebelumnya
Gejala anemia dapat digolongkan
Gejala umum anemia (sindroma menjadi tiga jenis gejala:
anemia atau anemic syndrome) adalah 1. Gejala umum anemia
gejala yang timbul pada setiap kasus Gejala umum anemia, disebut juga
anemia, apapun penyebabnya, apabila sebagai sindroma anemia, yang
kadar hemoglobin turun di bawah harga timbul karena iskemia organ target
tertentu. Gejala umum anemia ini timbul serta akibat mekanisme kompensasi
karena:21-25 tubuh terhadap penurunan kadar
1. Anoksia organ target hemoglobin. Gejala ini muncul pada
2. Mekanisme kompensasi tubuh setiap kasus anemia setelah
terhadap berkurangnya daya penurunan hemoglobin sampai kadar
angkut oksigen tertentu (Hb< 7 g/dl). Sindroma
Gejala umum anemia menjadi anemia terdiri dari rasa lemah, lesu,
jelas (anemia simtomatik) apabila kadar cepat lelah, telinga mendenging
hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dl. (tinnitus), mata berkunang-kunang,
Berat ringannya gejala umum anemia kaki terasa dingin, sesak nafas dan
tergantung pada:3,8,9,21-25 dispepsia. Pada pemeriksaan,
a. Derajat penurunan hemoglobin penderita tampak pucat, yang mudah
b. Kecepatan penurunan hemoglobin dilihat pada konyungtiva, mukosa
c. Usia mulut, telapak tangan dan jaringan di
bawah kuku. Sindroma anemia

3
Bali Health
Ba
Journal

bersifat tidak spesifik karena dapat timbul setelah penurunan


ditimbulkan oleh penyakit di luar hemoglobin yang berat (Hb <
anemia dan tidak sensitif karena
7g/dl).3,8,9,21-25

Tabel 4. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi 3,8,9


I. Anemia hipokromik mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
c. Thalassemia major
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia sideroblastik
II. Anemia normokromik normositer
b. Anemia pasca perdarahan akut
c. Anemia aplastik
d. Anemia hemolitik didapat
e. Anemia akibat penyakit kronik
f. Anemia pada gagal ginjal kronik
g. Anemia pada sindroma mielodisplastik
h. Anemia pada keganasan hematologik
III. Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidi
3 Anemia pada sindroma mielodisplastik

2. Gejala khas masing-masing anemia Meskipun tidak spesifik,


Gejala ini spesifik untuk masing- anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat
masing jenis anemia. Sebagai contoh:3,8,9 penting pada kasus anemia untuk
a. Anemia defisiensi besi: disfagia, mengarahkan diagnosis anemia. Tetapi
atrofi papil lidah, stomatitis pada umumnya diagnosis anemia
angularis, dan kuku sendok memerlukan pemeriksaan laboratorium.
(koilonychia).
b. Anemia megaloblastik: glossitis,
gangguan neurologik pada PEMERIKSAAN UNTUK
defisiensi vitamin B12 DIAGNOSIS ANEMIA
c. Anemia hemolitik: ikterus,
splenomegali dan hepatomegali Pemeriksaan Laboratorium
d. Anemia aplastik: perdarahan dan Pemeriksaan laboratorium
tanda-tanda infeksi merupakan penunjang diagnostik pokok
3. Gejala penyakit dasar dalam diagnosis anemia. Pemeriksaan ini
Gejala yang timbul akibat
penyakit dasar yang menyebabkan terdiri dari:3,7-9,21,22,24
anemia sangat bervariasi tergantung dari 1. Pemeriksaan penyaring (sceening
penyebab anemia tersebut. Misalnya test)
gejala akibat infeksi cacing tambang: 2. Pemeriksaan darah seri anemia
sakit perut, pembengkakan parotis dan 3. Pemeriksaan sumsum tulang
warna kuning pada telapak tangan. Pada 4. Pemeriksaan khusus
kasus tertentu sering gejala penyakit Pemeriksaan penyaring
dasar lebih mendominir, seperti misalnya Pemeriksaan penyaring untuk
pada anemia akibat penyakit kronik oleh kasus anemia terdiri dari pengukuran
karena arthritis rematoid. 3,8,9 kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan
hapusan darah tepi. Dari ini dapat
dipastikan adanya anemia serta jenis

4
Bali Health
Pendekatan diagnosis dan
Journal

morfologik anemia tersebut, yang sangat


berguna untuk pengarahan diagnosis PENDEKATAN DIAGNOSIS
lebih lanjut.8,9 UNTUK PENDERITA ANEMIA
Pemeriksaan darah seri anemia Anemia hanyalah suatu sindroma,
Pemeriksaan darah seri anemia bukan suatu kesatuan penyakit (disease
meliputi hitung leukosit, trombosit, entity), yang dapat disebabkan oleh
hitung retikulosit dan laju endap darah. berbagai penyakit dasar (underlying
Sekarang sudah banyak dipakai disease). Hal ini penting diperhatikan
automatic hematology analyzer yang dalam diagnosis anemia. Kita tidak cukup
dapat memberikan presisi hasil yang hanya sampai diagnosis anemia, tetapi
lebih baik.3,8,9 sedapat mungkin kita harus dapat
menentukan penyakit dasar yang
Pemeriksaan sumsum tulang menyebabkan anemia tersebut. Maka
Pemeriksaan sumsum tulang tahap-tahap dalam diagnosis anemia
memberikan informasi yang sangat adalah:3,8,9
berharga mengenai keadaan sistem 1. Menentukan adanya anemia
hematopoesis. Pemeriksaan ini 2. Menentukan jenis anemia
dibutuhkan untuk diagnosis definitif pada 3. Menentukan etiologi atau
beberapa jenis anemia. Pemeriksaan penyakit dasar anemia
sumsum tulang mutlak diperlukan untuk 4. Menentukan ada atau tidaknya
diagnosis anemia aplastik, anemia penyakit penyerta yang akan
megaloblastik, serta pada kelainan mempengaruhi hasil pengobatan
hematologik yang dapat mensupresi
sistem eritroid.3,8,9 Pendekatan diagnosis anemia
Terdapat bermacam-macam cara
Pemeriksaan khusus pendekatan diagnosis anemia, antara lain
Pemeriksaan ini hanya dikerjakan adalah pendekatan tradisional,
atas indikasi khusus, misalnya pendekatan morfologik, fungsional dan
3,8,9,24,25
pada: probabilistik, serta pendekatan klinis.
a. Anemia defisiensi besi : serum
iron. TIBC (total iron binding Pendekatan tradisional, morfologik,
capacity), saturasi transferin, fungsional dan probabilistik
protoporfirin eritrosit, feritin Pendekatan tradisional adalah
serum, reseptor transferin dan pembuatan diagnosis berdasarkan
pengecatan besi pada sumsum anamnesis, pemeriksaan fisik, hasil
tulang (Perl’s stain). laboratorium, setelah dianalisis dan
b. Anemia megaloblastik : folat sintesis maka disimpulkan sebagai
serum, vitamin B12 serum, tes sebuah diagnosis, baik diagnosis tentatif
supresi deoksiuridin dan tes ataupun diagnosis definitif.3,8,9
Schiling. Pendekatan lain adalah
c. Anemia hemolitik : bilirubin pendekatan morfologik, fisiologik dan
serum, tes Coomb, elektroforesis probabilistik. Dari aspek morfologik
hemoglobin dan lain-lain. maka anemia berdasarkan hapusan darah
d. Anemia aplastik : biopsi sumsum tepi atau indeks eritrosit diklasifikasikan
tulang. menjadi anemia hipokromik mikrositer,
Juga diperlukan pemeriksaan non- anemia normokromik normositer dan
hematologik tertentu seperti misalnya anemia makrositer. Pendekatan
pemeriksaan faal hati, faal ginjal atau faal fungsional bersandar pada fenomena
tiroid. apakah anemia disebabkan karena

4
Bali Health Journal
Bakta 1(1) 2017

penurunan produksi eritrosit di sumsum 1. Kecepatan timbulnya penyakit


tulang, yang bisa dilihat dari penurunan (onset anemia)
angka retikulosit, ataukah akibat 2. Berat ringannya derajat anemia
kehilangan darah atau hemolisis, yang 3. Gejala yang menonjol
ditandai oleh peningkatan angka
retikulosit. Dari kedua pendekatan ini Pendekatan berdasarkan onset penyakit
kita dapat menduga jenis anemia dan Berdasarkan onset anemia, kita
kemungkinan penyebabnya. Hasil ini dapat menduga jenis anemia tersebut.
dapat diperkuat dengan pendekatan Anemia yang timbul cepat (dalam
probabilistik (pendekatan berdasarkan beberapa hari sampai minggu) biasanya
pola etiologi anemia), yang bersandar disebabkan oleh:3,8,9
pada data epidemiologi yaitu pola 1. Anemia pasca perdarahan akut
etiologi anemia di suatu daerah. 27,28 2. Anemia hemolitik yang didapat
seperti halnya pada AIHA terjadi
Pendekatan probablistik atau pendekatan penurunan Hb.>1 g/dl per
berdasarkan pola etiologi anemia minggu. Anemia hemolitik
Secara umum jenis anemia yang intravaskuler juga sering terjadi
paling sering dijumpai di dunia adalah dengan cepat, seperti misalnya
anemia defisiensi besi, anemia akibat akibat salah transfusi, atau
penyakit kronik dan thalassemia.26-28 Pola episode hemolisis pada anemia
etiologi anemia pada orang dewasa pada akibat defisiensi G6PD.
suatu daerah perlu diperhatikan dalam 3. Anemia yang timbul akibat
membuat diagnosis. Di daerah tropis leukemia akut
anemia defisiensi besi merupakan 4. Krisis aplastik pada anemia
penyebab tersering disusul oleh anemia hemolitik kronik
akibat penyakit kronik dan thalasemia. Anemia yang timbul pelan-pelan
Pada wanita hamil anemia karena biasanya disebabkan oleh :3,8,9
defisiensi folat perlu juga mendapat 1. Anemia defesiensi besi
perhatian. Pada daerah tertentu anemia 2. Anemia defesiensi folat atau vitamin
akibat malaria masih cukup sering B12
dijumpai. Pada anak-anak tampaknya 3. Anemia akibat penyakit kronik
thalasemia lebih memerlukan perhatian 4. Anemia hemolitik kronik yang
dibandingkan dengan anemia akibat bersifat kongenital
penyakit kronik. Sedangkan di Bali,
mungkin juga di Indonesia, anemia Pendekatan berdasarkan beratnya
aplastik merupakan salah satu anemia anemia
yang sering dijumpai.8,9 Jika kita Derajat anemia dapat dipakai
menjumpai anemia di suatu daerah, maka sebagai petunjuk ke arah etiologi:3,8,9
penyebab yang dominan di daerah Anemia berat biasanya disebabkan oleh :
tersebutlah yang menjadi perhatian kita 1. Anemia defesiensi besi
pertama-tama. Dengan penggabungan 2. Anemia aplastik
bersama gejala klinis dan hasil 3. Anemia pada leukemia akut
pemeriksaan laboratorium sederhana, 4. Anemia hemolitik didapat atau
maka usaha diagnosis selanjutnya akan kongenital seperti misalnya pada
lebih terarah.8,9 thalasemia major
5. Anemia pasca perdarahan akut
Pendekatan klinis 6. Anemia pada GGK stadium
Dalam pendekatan klinis yang terminal.
menjadi perhatian adalah:

4
Bali Health
Pendekatan diagnosis dan
Journal

Jenis anemia yang lebih sering tetapi memerlukan fasilitas dan


bersifat ringan sampai sedang, jarang ketrampilan klinis yang cukup. Di bawah
sampai derajat berat ialah :3,8,9 ini diajukan algoritme pendekatan
1. Anemia akibat penyakit kronik diagnostik anemia berdasarkan hasil
2. Anemia pada penyakit sistemik pemeriksaan laboratorium.3,8,9,27,28
3. Trait thalasemia
Jika pada ketiga anemia tersebut PENDEKATAN TERAPI
di atas dijumpai anemia berat, maka
harus dipikirkan diagnosis lain, atau Beberapa hal yang perlu
adanya penyebab lain yang dapat diperhatikan dalam pemberian terapi
memperberat derajat anemia tersebut. pada penderita anemia ialah:3,8,9,21
1. Pengobatan hendaknya diberikan
Pendekatan berdasarkan sifat gejala berdasarkan diagnosis definitif yang
anemia telah ditegakkan terlebih dahulu.
Sifat-ifat gejala anemia dapat 2. Pemberian hematinik tanpa indikasi
dipakai untuk membantu diagnosis. yang jelas tidak dianjurkan.
Gejala anemia lebih menonjol 3. Pengobatan anemia dapat berupa.
dibandingkan gejal apenyakit dasar a. Terapi untuk keadaan darurat
dijumpai pada : anemia defisiensi besi, seperti misalnya pada perdarahan
anemia aplastik, anemia hemolitik. akut akibat anemia aplastik yang
Sedangkan pada anemia akibat penyakit mengancam jiwa penderita, atau
kronik dan anemia sekunder lainnya pada anemia pasca perdarahan
(anemia akibat penyakit sistemik, akut yang disertai gangguan
penyakit hati atau ginjal), gejala-gejala hemodinamik.
penyakit dasar sering lebih menonjol.3,8,9 b. Terapi suportif
c. Terapi yang khas untuk masing-
Pendekatan diagnostik berdasarkan masing anemia
tuntunan hasil laboratorium. d. Terapi kausal untuk mengobati
Pendekatan diagnostik dengan penyakit dasar yang menyebabkan
cara gabungan hasil penilaian klinis dan anemia teresbut.
laboratorik merupakan cara yang ideal

Anemia

Hapusan darah tepi dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC)

Anemia hipokromik mikrositer Anemia normokromik normositer Anemia makrositer

Gambar 1. Algoritma pendekatan diagnostik anemia.3,8,9,27,28

Lihat gambar 2 Lihat gambar 3 Lihat gambar 4

4
Bali Health
Ba
Journal

ANEMIA HIPOKKROMIK MIKROSITER

Besi serum

Menurun Normal

TIBC  TIBC  Feritin normal


Feritin  Feritin N/

Elektroforesis HBRing sideroblast dalam sumsum tulang


Besi Besi
sumsum sumsum

Hb A2 
Anemia HbF anemia hipokromik
Gambar 2. Algoritma pendekatan Anemia akibatpenderitaThalasemia
diagnostik dengan Anemia sidero
defisiensi penyakit kronik beta blastik
mikrositer 3,8,9,27,28

4
Bali Health
Pendekatan diagnosis dan
Journal

ANEMIA
NORMOKROMIK

Retikulosit

Meningkat Normal/menurun

Sumsum tulang

Tanda hemolisis positif


Riwayat perdarahan akut

Hipoplastik

Displastik Infiltrasi Normal


Tes coomb
Tumor ganas hematologi (leukemia, mieloma)
Limfoma
Faal hati kanker
faal ginjal faal tiroid penyakit Kronik

Negatif Positif

Riwayat keluarga positif

Anemia aplastik
Anemia pada leukemia akut/ mieloma Anemia
Anemia pada GGKmieloptisik
Penyakit Hati Kronik Hipotiroidi Peny. kronik

Ensimopati Membranopati Hemoglobi- nopati AIHA

Anemia pasca perdarahan akut


Anemia pada Sindroma Mielodisplastik

A. mikroangiopati
/Obat/ Parasit

Gambar 3. Algoritma diagnosis anemia normokromik normositer 3,8,9,27,28

4
Bali Health
Ba
Journal

ANEMIA MAKROSITER

Retikulosit

Meningkat Normal/ menurun

Riwayat perdarahan akut


Sumsum tulang

Megaloblastik Non megaloblastik


Anemia pasca perdarahan akut

B12 serum rendah Asam folat rendah Faal tiroid


Anemia def B12/ asam folat dalam terapi
Faal hati

Displastik

Anem
ia def. Anemi
Anemia
Gambar 4. Algoritma pendekatan diagnostik anemiaa makrositer
def. 3,8,9,27,28
pada
asam
hipotiro

Anemia
pada
hipotiro

Sindroma
mielodisplast

4
Bali Health
Pendekatan diagnosis dan
Journal

4. Dalam keadaan dimana diagnosis bentuk terapi darurat, terapi suportif,


definitif tidak dapat ditegakkan, kita terapi yang khas untuk masing-masing
terpaksa memberikan terapi anemia dan terapi kausal.
percobaan (terapi ex juvantivus).
Disini harus dilakukan pemantauan DAFTAR RUJUKAN
yang ketat terhadap respon terapi dan
perubahan perjalanan penyakit 1. Evatt BL. Fundamental
penderita dan dilakukan evaluasi Diagnostic Hematology: Anemia.
terus menerus tentang kemungkinan Atlanta & Geneva: US
perubahan diagnosis. Department of Health and Human
5. Transfusi diberikan pada anemia Services & WHO, 1992.
pasca perdarahan akut dengan tanda- 2. Conrad ME. Anemia. eMedicine
tanda gangguan hemodinamik. Pada Journal 2002, 3(2): 1-25
anemia kronik transfusi hanya 3. Glader B. Anemia: General
diberikan jika anemia bersifat Considerations. In: Greer GM,
simtomatik atau adanya ancaman Paraskevas F, Glader B (editors).
payah jantung. Disini diberikan Wintrobe’s Clinical Hematology.
packed red cell, jangan whole blood. 11th edition. Philadelphia:
Pada anemia kronik sering dijumpai Lippincot , Williams, Wilkins,
peningkatan volume darah, oleh 2004. pp 947-1009.
karena itu transfusi diberikan dengan 4. Kellermeyer RW. General
tetesan pelan. Dapat juga diberikan principles of the evaluation and
diuretika kerja cepat seperti therapy of anemias. Med Clin N.
furosemid sebelum transfusi. Am 1984; 66: 533-543
5. Weatherall DJ & Wasi P. Anemia.
KESIMPULAN In: Warren KS & Wasi P
(editors). Tropical and
Anemia merupakan kelainan yang Geographial Medicine. New
sering dijumpai. Untuk penelitian York: McGraw-Hill Book Co,
lapangan umumnya dipakai kriteria 1985.
anemia menurut WHO, sedangkan untuk 6. Beutler E, Lichtman MA, Coller
keperluan klinis dipakai kriteria Hb < 10 BS, Kipps TJ, Seligsohn U,
g/dl atau hematokrit < 30%. Anemia Williams WJ. Approach to the
dapat diklasifikasikan menurut Patient. In: Beutler E, Coller BS,
etiopatogenesisnya ataupun berdasarkan Lichtman MA, Kipps TJ (editors).
morfologi eritrosit. Gabungan kedua Williams Hematology. 6th
klasifikasi ini sangat bermanfaat untuk edition. New York: McGraw Hill.
diagnosis. Dalam pemeriksaan anemia pp 3 – 8.
diperlukan pemeriksaan klinis dan 7. Schnall SF, Berliner N, Duffy TP,
pemeriksaan laboratorik yang terdiri dari Benz EJ. Approach to the Adult
pemeriksaan penyaring, pemeriksaan seri and Child with Anemia. In:
anemia, pemeriksaan sumsum tulang, dan Hoffman R, Benz EJ, Shttil SJ,
pemeriksaan khusus. Pendekatan Furie B, Cohen HJ, Silberstein
diagnostik anemia dapat dilakukan secara LE, McGlove P (editors).
klinis, tetapi yang lebih baik ialah dengan Hematology: Basic Principles and
gabungan pendekatan klinis dan Practice. 3rd edition. New York:
laboratorik. Pengobatan anemia Churchill Livingstone, 2000. pp
seyogyanya dilakukan atas indikasi yang 367-382.
jelas. Terapi dapat diberikan dalam

4
Bali Health
Ba
Journal

8. Bakta IM. Hematologi Ringkas. 19. Bakta IM. Sutjana DP & Andewi
Denpasar : UPT Penerbit JP. Prevalensi anemia dan infeksi
Universitas Udayana, 2001. cacing tambang di Desa Pejaten
9. Bakta, IM. Segi-segi Praktis Bali. Yogyakarta : Naskah
Pengelolaan Anemia. Bulletin Lengkap Kongres Nasional IV
Perhimpunan Hematologi dan PHTDI; 1983.
Transfusi Darah Indonesia 20. Bakta IM. Soenarto & Sutanegara
(PHTDI) 1999; 1(2): 67-88. D. Penelitian Anemia di pedesaan
10. Hoffbrand AV, Petit JE, Moss (suatusurvei di Desa Kedisan
PAH. Essential Haematology. 4th Bali). Semarang : Naskah
edition. Oxford: Blackwell Lengkap KOPAPDI ; 1981.
Science, 2001. 21. Isbister HP, Pittglio DH. Clinical
11. WHO Technical Report Series Hematology: A Problem –
No. 405. Nutritional Anemia. Oriented Approach. Baltimore :
Geneva: WHO; 1968. William & Wilkin; 1988.
12. Boediwarsono, Adi P & 22. Linker CA. Blood. In: Tierney
Soebandiri. Diagnosis dan LM, McPhee SJ, Papadakis MA
Pengobatan Anemia. Surabaya: (editors). Current Medical
Pendidikan Kedokteran Diagnosis & Treatment. 36th ed.
Berkelanjutan Lab/UPF Ilmu Stanford: Appleton & Lange;
Penyakit Dalam FK UNAIR- 1997. p. 463-518.
RSUD Dr. Sutomo; 1988. 23. Cawley JC. Haematology.
13. Mehta BC. Approach to patient London : W. Heineman Med.
with anemia. Indian J Med Sci Books Ltd; 1983.
2004;58:26-29. 24. Longo DL. Oncology and
14. Shah A. Anemia. Indian J Med Hematology. In: Braunwald E,
Sci 2004; b58:24-25. Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL,
15. DeMaeyer EM. Preventing and Longo DL, Jameson JL (editors).
Controlling Deficiency Anemia Harrison’s Principle of Internal
Through Primary Health Care. Medicine. 15th edition. New
Geneva: WHO; 1989. York: McGraw Hill, 2001. pp
16. Husaini M, Husaini YK, Siagian 491-762.
UL & Suharno D. Anemia gizi: 25. Fairbanks VF. The Anemias. In:
suatu studi Kompilasi informasi Mazza JJ (editor). Manual of
dalam menunjang kebijaksanaan Clinical Hematology. 2nd ed.
program. Bogor : Puslitbang Gizi; Boston: Litte Brown Co;
1989. 1995.p.17-69.
17. Bakta IM. Lila IN. Widjana DP & 26. Beutler E. The Common
Sutisna P. Anemia dan anemia Anemias. JAMA 1990; 259:
defisiensi besi di Desa 2433-2437.
Belumbang, Kecamatan 27. Djulbegovic B. Reasoning and
Kerambitan, Kabupaten Tabanan Decision Making in Hematology.
Bali. Yogyakarta : Naskah New York: Churchil Livingstone,
Lengkap KOPAPDI VIII, 1990. 1992.
18. Bakta IM. Anemia kekurangan 28. Djubelgovic B, Hadley T & Pasic
besi pada usia lanjut. Majalah R.A. New Algorithm for
Kedokteran Indonesia 1989; 39: diagnosis of anemia. Postgraduate
504-506. Medicine 1989, 85 : 119-130.

Anda mungkin juga menyukai