TERAPI OKUPASI
Disusun oleh
Kelompok 3 :
TINJAUAN TEORI
1. Konsep Teori Terapi Okupasi
A. Pengertian
Terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang untuk
melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan yang berfokus pada pengenalan
kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan bertujuan
untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang lain
(Riyadi dan Purwanto, 2009).
Okupasi terapi adalah profesi kesehatan yang mengalami pasien dengan gangguan
fisik dan atau mental baik yang bersifat sementara atau menetap dengan menggunakan
aktifitas terapeutik yang disesuaikan untuk membantu mempertahankan atau
meningkatkan komponen kinerja okupasional (senso-motorik, persepsi, kognitif, sosial,
spiritual) dan area kinerja okupasional (aktifitas sehari-hari ADL, produktifitas, dan
pemanfaatan waktu luang, Leisure Activity) sehingga pasien mampu meningkatkan
kemandirian fungsional, meningkatkan derajat kesehatan dan partisipasi di masyarakat
sesuai perannya. ( Menkes RI No 571/MENKES/SK/VI/2008).
B. Tujuan
Menurut Riyadi dan Purwanto (2009), ada beberapa tujuan dari terapi okupasi,
diantaranya :
1. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi mental:
2. Menciptakan kondisi tertentu sehingga klien dapat mengembangkan
kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan masyarakat
sekitarnya.
3. Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar.
4. Membantu menemukan kegiatan sesuai bakat dan kondisinya.
5. Membantu dalam pengumpulan data untuk menegakkan diagnosa dan terapi.
6. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan gerak, sendi,
otot dan koordinasi gerakan.
7. Mengajarkan ADL seperti makan, berpakaian, BAK, BAB dan sebagainya.
8. Membantu klien menyesuaikan diri dengan tugas rutin di rumah.
9. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan kemampuan yang
dimiliki.
10. Menyediakan berbagai macam kegiatan agar dicoba klien untuk mengetahui
kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan bersosialisasi, bakat, minat
dan potensinya.
11. Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan setelah klien kembali di
lingkungan masyarakat.
C. Jenis-Jenis
Menurut Creek (2002) okupasi terapi bergerak pada tiga area, atau yang biasa
disebut dengan occupational performance yaitu, activity of daily living (perawatan diri),
productivity (kerja), dan leisure (pemanfaatan waktu luang).
1. Aktivitas Sehari-hari (Activity of Daily Living)
Aktivitas yang dituju untuk merawat diri yang juga disebut Basic Activities of Daily
Living atau Personal Activities of Daily Living terdiri dari: kebutuhan dasar fisik
(makan, cara makan, kemampuan berpindah, merawat benda pribadi, tidur, buang air
besar, mandi, dan menjaga kebersihan pribadi) dan fungsi kelangsungan hidup
(memasak, berpakaian, berbelanja, dan menjaga lingkungan hidup seseorang agar
tetap sehat).
2. Pekerjaan
Kerja adalah kegiatan produktif, baik dibayar atau tidak dibayar. Pekerjaan di mana
seseorang menghabiskan sebagian besar waktunya biasanya menjadi bagian penting
dari identitas pribadi dan peran sosial, memberinya posisinya dalam masyarakat, dan
rasa nilai sendiri sebagai anggota yang ikut berperan. Pekerjaan yang berbeda diberi
nilai-nilai sosial yang berbeda pada masyarakat. Termasuk aktivitas yang diperlukan
untuk dilibatkan pada pekerjaan yang menguntungkan/menghasilkan atau aktivitas
sukarela seperti minat pekerjaan, mencari pekerjaan dan kemahiran, tampilan
pekerjaan, persiapan pengunduran dan penyesuaian, partisipasi sukarela, relawan
sukarela. Pekerjaan secara individu memiliki banyak fungsi yaitu pekerjaan
memberikan orang peran utama dalam masyarakat dan posisi sosial, pekerjaan
sebagai sarana dari mata pencaharian, memberikan struktur untuk pembagian waktu
untuk kegiatan lain yang dapat direncanakan, dapat memberikan rasa tujuan hidup
dan nilai hidup, dapat menjadi bagian penting dari identitas pribadi seseorang dan
sumber harga diri, dapat menjadi forum untuk bertemu orang-orang dan membangun
hubungan, dan dapat menjadi suatu kepentingan dan sumber kepuasan.
3. Waktu Luang
Aktivitas mengisi waktu luang adalah aktivitas yang dilakukan pada waktu luang
yang bermotivasi dan memberikan kegembiraan, hiburan, serta mengalihkan
perhatian pasien. Aktivitas tidak wajib yang pada hakekatnya kebebasan
beraktivitas. Adapun jenis-jenis aktivitas waktu luang seperti menjelajah waktu
luang (mengidentifikasi minat, keterampilan, kesempatan, dan aktivitas waktu luang
yang sesuai) dan partisipasi waktu luang (merencanakan dan berpatisipasi dalam
aktivitas waktu luang yang sesuai, mengatur keseimbangan waktu luang dengan
kegiatan yang lainnya, dan memperoleh, memakai, dan mengatur peralatan dan
barang yang sesuai).
D. Indikasi
Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan bahwa indikasi dari terapi okupasi
sebagai berikut:
1. Klien dengan kelainan tingkah laku, seperti klien harga diri rendah yang disertai
dengan kesulitan berkomunikasi
2. Ketidakmampuan menginterprestasikan rangsangan sehingga reaksi terhadap
rangsang tidak wajar
3. Klien yang mengalami kemunduran
4. Klien dengan cacat tubuh disertai gangguan kepribadian
5. Orang yang mudah mengekspresikan perasaan melalui aktivitas
6. Orang yang mudah belajar sesuatu dengan praktik langsung dari pada
membayangkan.
G. Pelaksanaan
Terapi okupasi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok tergantung dari
kondisi klien dan tujuan terapi :
1. Metode
a. Individual: dilakukan untuk klien baru masuk, klien yang belum mampu berinteraksi
dengan kelompok dan klien lain yang sedang menjalani persiapan aktivitas.
b. Kelompok: klien dengan masalah sama, klien yang lama dan yang memiliki tujuan
kegiatan yang sama. Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil
yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang (Keliat dan Akemat, 2005). Jumlah
anggota kelompok kecil menurut Stuart dan Laraia (2001, dalam Keliat dan Akemat,
2005) adalah 7-10 orang, Rawlins, Williams, dan Beck (1993, dalam Keliat dan
Akemat, 2005) menyatakan jumlah anggota kelompok adalah 5-10 orang. Jika
anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan
mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak
cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi. Johnson (dalam Yosep, 2009)
menyatakan terapi kelompok sebaiknya tidak lebih dari 8 anggota karena interaksi dan
reaksi interpersonal yang terbaik terjadi pada kelompok dengan jumlah sebanyak itu.
Apabila keanggotaanya lebih dari 10, maka akan terlalu banyak tekanan yang
dirasakan oleh anggota sehingga anggota merasa lebih terekspos, lebih cemas, dan
seringkali bertingkah laku irrasional.
2. Waktu
Terapi dilakukan 1-2 jam setiap sesi baik metode individual maupun kelompok dengan
frekuensi kegiatan per sesi 2-3 kali dalam seminggu. Setiap kegiatan dibagi menjadi 2
bagian, pertama: ½-1 jam yang terdiri dari tahap persiapan dan tahap orientasi, kedua: 1-
1/2 jam yang terdiri dari tahap kerja dan tahap terminasi (Riyadi dan Purwanto, 2009).
H. Analisa
Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan bahwa analisa dari kegiatan terapi
okupasi, meliputi: jenis kegiatan yang dilakukan seperti latihan gerak badan atau
pekerjaan sehari-hari, maksud dan tujuan dari kegiatan dilakukan dan manfaatnya bagi
klien, sarana atau alat atau aktivitas dilakukan disesuaikan dengan jenis kegiatan yang
dilakukan, persiapan terhadap sarana pendukung dan klien maupun perawat, pelaksanaan
dari kegiatan yang telah direncanakan, kontra indikasi dan disukai klien atau tidak
disukai yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh klien.
TELAAH JURNAL
I. DESKRIPSI UMUM :
No. Item :
1. Judul Jurnal :
Pengaruh Terapi Okupasi Terhadap Gejala Halusinasi
Pendengaran Pada Pasien Halusinasi Pendengaran Rawat Inap
Di Yayasan Aulia Rahma Kemiling Bandar lampung
2. Penulis Jurnal :
Niken Yuniar Sari, Budi Antoro, Niluh Gede Pita
Setevani, Universitas Mitra Indonesia, Bandar Lampung
E-mail: nikenyuniar@umitra.ac.id
5. Sistematika Penulisan :
Penulisan judul jurnal sudah ditebalkan (BOLD), dan sudah
terdapat nama dan background penulis jurnal dibawah judul
jurnal. Judul jurnal tidak melebihi 25 kata. Abstrak
menggunakan penebalan IMRAD yaitu pendahuluan, metode,
hasil, dan diskusi. Kata kunci yang digunakan sesuai dengan
standar (4 keywords)
6. Referensi Daftar Pustaka :
Data Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung tahun 2013 jumlah penderita
gangguan jiwa sebanyak 15.720 orang dan sebanyak 7.422 orang (47,2%)
mengalami skizofrenia dan penderita gangguan jiwa meningkat ditahun 2014
menjadi 17.528 orang dan sebesar 8850 orang (50,7%) mengalami skizofrenia
(RekamMedik RSJ Provinsi Lampung, 2014).
3. Metode :
4. Hasil Penelitian :
< 21 tahun 0 0%
21-40 tahun 19 70,4%
40-60 tahun 8 29,6%
>60 tahun 0 0%
Total 27 100%
2. Lama di rawat
a. 1-5 tahun 14 51%
b. 6-10 tahun 13 48,1%
3. Pekerjaan
a. Pedagang 8 29,6%
b. Petani 10 37,0%
c. Wiraswasta 2 7,4%
d. IRT 6 22,2%
e. Supir 1 3,7%
Gejala Halusinasi F %
Pendengaran (Pre-Test)
Berat 13 48,1 %
Sedang 14 51,9%
Ringan 0 0%
Total 27 100%
Hasil penelitian dari uji satistik didapatkan Hasil Uji Wilcoxon didapat P Value
0,00< 0,05, artinya ada pengaruh terapi okupasi terhadap gejala halusinasi
pendengaran
5. Diskusi :
Menurut kelompok 3, terapi ini lebih efektif dari pada terapi somatik dan terapi
aktifitas kelompok lainnya di samping terapi obat-obatan kimia karena selain
praktis, terapi ini dapat terjadinya pemfokusan pikiran klien halusinasi dengan
kegiatan yang real berupa hobi, keahlian atau keminatan klien seperti berkebun,
menjahit, melukis dan sejenisnya sehingga akan mengdistraksikan gejala
halusinasi dengan kenyataan yang sedang dikerjakannya.
6. Implikasi Keperawatan :
Dampak dari hasil penelitian ini ialah perawat dapat melakukan intervensi
tambahan ini dalam rencana keperawatannya dan hasil penelitian ini memiliki
dampak yang positif dalam dunia keperawatan.