Anda di halaman 1dari 23

Makalah

MASALAH MASALAH GIZI IBU HAMIL

Disusun
Oleh:

SHINTA AMALIA
(20173004)

Dosen Pembimbing
Nia Hairu Novita,SST.,M.K.M

PROGRAM STUDI KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul komponen ilmu gizi.
Dalam penyusunan makalah ini, kami mengucapkan terimakasih sedalam-
dalamnya kepada Ibu selaku dosen Nia Hairu Novita, SST., M.K.M mata kuliah
ilmu gizi kebidanan.Kami meyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna penyempurnaan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, kurang dan lebihnya kami mohon
maaf.atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih..

Aceh Besar, November 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Diabetes Melitus...........................................................................................3
B. Hipertensi Pada Kehamilan...........................................................................6
C. Anemia Pada Ibu Hamil..............................................................................11
D. Resiko BBLR pada ibu hamil.....................................................................15
BAB III PENUTUP...............................................................................................19
A. Kesimpulan.................................................................................................19
B. Saran............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan nutrisi pada ibu hamil sangat berbeda dengan kebutuhan
nutrisiwanita pada umumnya, karena asupan nutrisi yang dibutuhkan bukan
hanyauntuk dirinya, namun juga pada janin yang di kandungnya, bila makan
ibuterbatas janin akan tetap menyerap persediaan makanan ibu sehingga ibu
menjadikurus, lemah, pucat, gigi rusak, rambut rontok dan lain-lain.
Apabila makanan ibu kurang, tumbuh kembang janin akan
terganggu,terlebih bila keadaan gizi ibu pada masa sebelum hamil telah buruk
pula. Keadaanini dapat mengakibatkan abrotus, BBLR (Bayi Baru Lahir
Prematur) atau bahkanBBLM (Bayi Baru Lahir Mati). Sebaliknya, jika makanan
berlebih akanmengakibatkan kenaikan berat badan yang berlebihan, bayi besar,
dan dapat pulamengakibatkan terjadinya preklamasi.
Bila status gizi ibu kurang maka ibu hamil akan mengalami masalah
giziseperti Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan anemia gizi akibat
kekuranganmakanan bergizi yang berlangsung menahun (kronis) yang
mengakibatkantimbulnya gangguan kesehatan.
Kekurangan gizi pada ibu hamil, dapat terjadi jika asupan nutrisi tidak
mencukupi dan tidak memenuhi persyaratan tubuh ibu hamil. Kurang gizi
selamakehamilan mungkin terjadi karena beberapa faktor seperti, diare, mual dan
muntahyang menyebabkan kurangnya nafsu makan sehingga tidak ada gizi yang
masuk,kehilangan nafsu makan karena kondisi kesehatan lainnya seperti infeksi
kronisatau depresi, penggunaan obat tertentu yang bisa mengganggu penyerapan
nutrisi,serta asupan gizi dan kalori yang tidak memadai

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu diabetes melitus
2. Hipertensi pada kehamilan
3. Anemia pada ibu hamil
4. Resiko BBLR pada ibu hamil

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Diabetes Melitus
Gejala Diabetes Gestasional yaitu sering merasa lapar, merasa haus,
sering buang air kecil, penurunan berat badan, infeksi pada vagina, mudah
merasa lelah, kesemutan pada bagian kaki, pandangan kabur, penyembuhan
luka lebih lama, permasalahan dalam hubungan seksual.
Faktor resiko terjadinya Gestational Diabetes yaitu usia lebih tua saat
hamil, kegemukan (obese/overweight), kenaikan berat badan yang berlebihan
saat hamil, riwayat keluarga dengan DM, riwayat diabetes gestational pada
kehamilan sebelumnya, riwayat stillbirth (kematian bayi dalam kandungan),
riwayat melahirkan bayi dengan kelainan kongenital, glukosuria (kadar gula
berlebih dalam urin) saat hamil, riwayat melahirkan bayi besar (> 4.000
gram).
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu hamil yaitu gangguan
penglihatan, preeklamsi, janin besar, keguguran, persalinan lama, bayi lahir
prematur dan persalinan sectio caesarea (SC). Sedangkan komplikasi pasca
bersalin yang bisa ditimbulkan yaitu pada bayi bisa menimbulkan ikterus
neonatorum atau bayi kuning, sindroma gangguan pernafasan bayi,
hipoglikemia akut, peningkatan resiko obesitas dan diabetes saat anak-anak
dan remaja dan berat bayi baru lahir besar > 4.000 gram. Pada ibu akan
menimbulkan resiko infeksi kandung kemih, memperberat komplikasi
diabetes yang sudah ada sebelumya seperti jantung, ginjal, saraf, gangguan
penglihatan dan resiko menderita diabetes melitus tipe 2 dalam jangka waktu
10 tahun dari masa kehamilan.
1. Penyebab diabetes melitus
Diabetes disebabkan karena adanya gangguan dalam tubuh,
sehingga tubuh tidak mampu menggunakan glukosa darah ke dalam sel.
Alhasil, glukosa menumpuk dalam darah. Pada diabetes tipe 1, gangguan
ini disebabkan sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyerang virus

3
atau bakteri berbahaya lainnya, malah menyerang dan menghancurkan sel
penghasil insulin.
Akibatnya, tubuh kekurangan atau bahkan tidak dapat
memproduksi insulin sehingga gula yang seharusnya diubah menjadi
energi oleh insulin, menyebabkan terjadinya penumpukan gula dalam
darah. Sedangkan pada diabetes tipe 2, tubuh bisa menghasilkan insulin
secara normal, tetapi insulin tidak digunakan secara normal. Kondisi ini
dikenal juga sebagai resistensi insulin.
2. Faktor resiko diabetes melitus
Faktor Risiko Diabetes
Terdapat beberapa faktor risiko diabetes tipe 1, antara lain:
a. Faktor riwayat keluarga atau keturunan, yaitu ketika seseorang akan
lebih memiliki risiko terkena diabetes tipe 1 jika ada anggota keluarga
yang mengidap penyakit yang sama, karena berhubungan dengan gen
tertentu.
b. Faktor geografi, orang yang tinggal di daerah yang jauh dari garis
khatulistiwa, seperti di Finlandia dan Sardinia, berisiko terkena
diabetes tipe 1. Hal ini disebabkan karena kurangnya vitamin D yang
bisa didapatkan dari sinar matahari, sehingga akhirnya memicu
penyakit autoimun.
c. Faktor usia. Penyakit ini paling banyak terdeteksi pada anak-anak usia
4–7 tahun, kemudian pada anak-anak usia 10–14 tahun.
d. Faktor pemicu lainnya, seperti mengonsumsi susu sapi pada usia
terlalu dini, air yang mengandung natrium nitrat, sereal dan gluten
sebelum usia 4 bulan atau setelah 7 bulan, memiliki ibu dengan
riwayat preeklampsia, serta menderita penyakit kuning saat lahir.
Sementara itu, berikut adalah beberapa faktor risiko dari diabetes tipe
2, antara lain:
e. Berat badan berlebih atau obesitas.
f. Distribusi lemak perut yang tinggi.
g. Gaya hidup tidak aktif dan jarang beraktivitas atau berolahraga.

4
h. Riwayat penyakit diabetes tipe 2 dalam keluarga.
i. Ras kulit hitam, hispanik, Native American, dan Asia-Amerika,
memiliki angka pengidap lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit
putih.
j. Usia di atas 45 tahun, walaupun tidak menutup kemungkinan dapat
terjadi sebelum usia 45 tahun.
k. Kondisi prediabetes, yaitu ketika kadar gula darah lebih tinggi dari
normal, tapi tidak cukup tinggi untuk diklasifikasikan sebagai
diabetes.
3. Gejala diabetes
Gejala diabetes akan muncul secara bervariasi pada setiap pengidapnya,
tergantung akan tingkat keparahan dan jenis yang diidap. Namun, secara
umum ada beberapa gejala yang akan dialami oleh pengidap diabetes tipe
1 maupun tipe 2, yaitu:
a. Peningkatan rasa haus.
b. Peningkatan frekuensi buang air kecil.
c. Mudah lelah atau rasa kelelahan terus-menerus.
d. Adanya gangguan penglihatan, seperti pandangan yang kabur.
e. Terjadinya infeksi pada tubuh terus-menerus, yang umum terjadi
pada bagian gusi, kulit, maupun area vagina (pada wanita).
f. Penurunan berat badan yang tidak jelas apa penyebabnya.
g. Kehadiran keton dalam urine (keton adalah produk sampingan dari
pemecahan otot dan lemak yang terjadi ketika tidak ada cukup
insulin yang tersedia).
Maka dari itu, segeralah memeriksakan diri ke dokter jika mengalami
salah satu atau sejumlah tersebut. Hal ini bertujuan agar perawatan dapat
segera dilakukan, sehingga risiko akan komplikasi dari diabetes dapat
terhindarkan.
4. Pencegahan Diabetes
Meskipun faktor risiko diabetes seperti riwayat keluarga dan ras tidak
dapat diubah, tapi ada faktor risiko lain yang dapat dicegah sedari dini

5
melalui penerapan hidup sehat. Berikut adalah beberapa langkah gaya
hidup sehat yang dapat kamu lakukan mencegah penyakit diabetes, antara
lain:
a. Mempertahankan berat badan ideal dengan mengonsumsi makanan
rendah lemak.Mengonsumsi makanan tinggi serat seperti buah dan
sayur.
b. Mengurangi konsumsi makanan dan minuman manis.
c. Berolahraga secara rutin dan banyak melakukan aktivitas fisik.
d. Mengurangi waktu duduk diam terlalu lama, seperti ketika
menonton televisi.
e. Menghindari atau berhenti merokok.

B. Hipertensi Pada Kehamilan


Hipertensi pada kehamilan merupakan penyakit tidak menular
penyebab kematian maternal. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan
penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang ke orang. PTM
diantaranya adalah hipertensi, diabetes, penyakit jantung, stroke, kanker,
dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). PTM merupakan penyebab
kematian hampir 70% di dunia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 dan 2013, tampak kecenderungan peningkatan
prevalensi PTM seperti hipertensi, diabetes, stroke, dan penyakit
sendi/rematik/encok. Fenomena ini diprediksi akan terus berlanjut
(Kemenkes RI, 2018).
Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia
dengan jumlah penderita lebih satu milyar orang. Data World Health
Organization (WHO) tahun 2013 menunjukkan bahwa sekitar satu milyar
orang penduduk dunia menderita hipertensi dan angka tersebut akan
semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Prevalensi hipertensi
meningkat di negara-negara Afrika sebesar 46% dan lebih rendah di
negara maju sebesar 35% (WHO, 2013). Di Amerika Serikat prevalensi
hipertensi 31%, laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan (39% dan

6
23%). Insidensi hipertensi meningkat 10% pada umur 30 tahun dan
meningkat 30% pada umur 60 tahun (Kaplan and Rose, 2010).
Hipertensi merupakan faktor risiko utama peningkatan angka
kesakitan dan kematian karena penyakit kardiovaskular, serebrovaskular
dan gagal ginjal tahap akhir (Sutter, 2017; Kaplan, 2015). Menurut data
National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) 2011-2012
sepertiga penduduk dewasa di Amerika Serikat adalah penderita
hipertensi, hampir separuhnya tidak terkontrol. Dengan kontrol tekanan
darah akan menurunkan insiden penyakit jantung koroner sebesar 20-25%,
stroke 30-35% dan payah jantung 50% (Sutter, 2017).
Hipertensi pada kehamilan sering terjadi dan merupakan penyebab
utama kematian ibu melahirkan, serta memiliki efek serius lainnya saat
melahirkan. Hipertensi pada kehamilan terjadi pada 5% dari semua
kehamilan (Karthikeyan, 2015). Di Amerika Serikat angka kejadian
kehamilan dengan hipertensi mencapai 6-10 %, dimana terdapat 4 juta
wanita hamil dan diperkirakan 240.000 disertai hipertensi setiap tahun.
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke dan insidennya meningkat pada
kehamilan dimana 15% kematian ibu hamil di Amerika disebabkan oleh
pendarahan intraserebral (Malha et al., 2018).
Kondisi ini memerlukan strategi manajemen khusus agar hasilnya
lebih bagus. Hipertensi pada kehamilan mempengaruhi ibu dan janin, dan
dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin jika tidak
dikelola dengan baik (Karthikeyan, 2015).
Hipertensi yang diinduksi kehamilan dianggap sebagai komplikasi
obstetrik. Ada efek maternal merugikan yang signifikan, beberapa
menghasilkan morbiditas atau kematian maternal yang serius. Namun,
harus diingat bahwa kondisi ibu dengan abrupsio plasenta, gagal ginjal
akut, pendarahan intraserebral dan edema paru akan memiliki efek buruk
pada janin. Demi untuk keselamatan ibu perlu rencana untuk melahirkan
janin lebih awal. Kelahiran dini ini akan menyelamatkan ibu namun
meningkatkan risiko pada bayi. Kesulitan dokter kandungan adalah

7
memutuskan apakah melanjutkan kehamilan atau segera melahirkan
(Coutts, 2007).
Hipertensi yang diinduksi kehamilan memiliki risiko lebih besar
mengalami persalinan premature, IUGR (intrauterine growth retardation),
kesakitan dan kematian, gagal ginjal akut, gagal hati akut, pendarahan saat
dan setelah persalinan, HELLP (hemolysis elevated liver enzymes and low
platelet count), DIC (disseminated intravascular coagulation), pendarahan
otak dan kejang (Khosravi et al., 2014; Mudjari and Samsu, 2015).
Oleh karena itulah dokter obsetri dalam penatalaksanaan hipertensi
pada kehamilan harus melibatkan internis, kardiologis dan nefrologis
terutama apabila dijumpai kelainan target organ atau didapatkan hipertensi
akselerasi (Malha et al., 2018).
1. Penyebab hipertensi
Secara umum, penyebab hipertensi adalah sebagai berikut.
a. Faktor genetik atau keturunan
Salah satu penyebab hipertensi bisa jadi karena faktor genetik atau
keturunan. Itu artinya, ada mutasi gen atau kelainan genetik yang
diwarisi orangtua sehingga membuat Anda, secara genetik, mengalami
hipertensi.
b. Perubahan fisik
Perubahan fisik yang semakin menua juga bisa menjadi penyebab
hipertensi. Jika Anda mengalami perubahan fungsi ginjal karena
penuaan, maka keseimbangan garam dan cairan alami tubuh akan
terganggu. Alhasil, tekanan darah tubuh ikut meningkat.
c. Pola hidup tidak sehat
Pilihan pola hidup yang dijalani merupakan penyebab hipertensi yang
paling sering terjadi. Sebagai contoh, kebiasaan merokok, terlalu
banyak konsumsi makanan asin, terlalu banyak konsumsi makanan
manis, serta kurangnya aktivitas fisik.
Hal-hal tersebut yang dapat menyebabkan kelebihan berat badan
(obesitas) sehingga bisa meningkatkan faktor risiko hipertensi.

8
d. Adanya kondisi medis tertentu
Beberapa kondisi medis tertentu bisa menjadi penyebab hipertensi muncul,
yakni:
1) Penyakit ginjal
2) Obstructive sleep apnea
3) Cacat jantung bawaan
4) Masalah tiroid
5) Efek samping konsumsi obat
6) Penggunaan obat-obatan terlarang
7) Penyalahgunaan alkohol
8) Masalah kelenjar adrenal
2. Cara mencegah hipertensi
Cara mencegah hipertensi yang bisa dilakukan, yakni:
a. Kurangi konsumsi garam dan menjalani diet sehat
b. Kurangi konsumsi alkohol dan kafein
c. Kurangi berat badan jika diperlukan
d. Olahraga secara teratur
e. Istirahat yang cukup
f. Kelola stres dengan baik
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi serius yang dapat
menjurus ke berbagai masalah medis lainnya, seperti stroke dan penyakit
jantung.
Oleh sebab itu, penting bagi Anda untuk segera berkonsultasi ke dokter
seraya menjalani pola hidup yang tepat, bila Anda atau orang-orang
terdekat Anda memiliki tekanan darah tinggi.
3. Cara pengobatan hipertensi
Berikut adalah penjelasan mengenai cara mengobati hipertensi
selengkapnya.
a. Kurangi asupan garam
Salah satu cara mengobati hipertensi adalah dengan mengurangi
asupan makanan mengandung garam.

9
WHO merekomendasikan pengurangan konsumsi garam hingga di
bawah 5 gram per hari untuk membantu mengurangi risiko hipertensi.
b. Tidak merokok
Merokok tidak hanya bisa meningkatkan faktor risiko hipertensi,
melainkan juga memunculkan berbagai gangguan kesehatan lain.
Maka dari itu, Anda tidak dianjurkan untuk merokok agar terbebas
dari faktor risiko hipertensi dan gangguan kesehatan lainnya.
c. Lakukan latihan fisik secara teratur
Pengobatan tekanan darah tinggi sekaligus cara mencegah hipertensi
juga perlu melakukan aktivitas fisik secara teratur setidaknya 150
menit setiap minggu. Anda bisa membaginya menjadi 30 menit per
hari agar tubuh bisa beradaptasi. Jenis olahraganya pun tidak perlu
rumit. Contohnya, berjalan, jogging, bersepeda, dan berenang.
d. Hindari stres
Menghindari atau belajar mengelola stres dapat membantu seseorang
untuk mengendalikan tekanan darah tinggi. Anda bisa melakukan
meditasi, yoga, hobi yang Anda gemari, atau memanjakan diri di spa.
e. Hindari konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan faktor risiko
tekanan darah. Maka dari itu, penderita hipertensi diimbau untuk
menghindari tindakan pencegahan ini.
f. Terapkan pola makan yang seimbang
Penderita perlu mengubah pola makannya agar nutrisi yang masuk ke
tubuh menjadi lebih seimbang. Misalnya, dengan mengonsumsi lebih
banyak buah, sayur, ikan, gandum utuh, dan kacang-kacangan, serta
mengurangi makanan berminyak dan berlemak.
g. Jaga berat badan
Kelebihan berat badan dapat berkontribusi terhadap penyebab
hipertensi. Pasalnya, jantung harus bekerja lebih keras untuk
memompa darah ke seluruh tubuh. Oleh karena itu, penderita
hipertensi perlu menurunkan berat badannya bila berlebihan.

10
h. Minum obat penurun tekanan darah
Jika pola hidup tidak cukup sebagai pengobatan hipertensi, dokter
mungkin akan meresepkan obat penurun tekanan darah.
Penggunaan obat penurun tekanan darah juga disesuaikan dengan usia
dan kondisi pasien, serta tingkat keparahan tekanan darah tinggi yang
dialami.
Beberapa jenis obat penurun tekanan darah untuk mengobati
hipertensi, yaitu:
a. Obat diuretik, seperti hydrochlorothiazide.
b. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor, seperti lisinopril dan
captopril.
c. Angiotensin II receptor blockers (ARBs), seperti candesartan dan
losartan.
d. Calcium channel blocker atau antagonis kalsium, seperti amlodipine
dan diltiazem.
e. Beta blockers atau penghambat beta, seperti atenolol dan bisoprolol.
f. Namun, perlu diingat bahwa Anda harus mematuhi aturan pakai obat
penurun tekanan darah dengan tepat. Hal ini bertujuan agar
meminimalisir efek samping maupun interaksi dengan makanan yang
mungkin saja terjadi.

C. Anemia Pada Ibu Hamil


Anemiaadalah suatu keadaan dimana tubuh memiliki jumlah sel
darah merah (eritrosit) yang terlalu sedikit, yang mana sel darah merah itu
mengandung hemoglobin yang berfungsi untuk membawa oksigen ke
seluruh jaringan tubuh (Proverawati, 2013).
Anemia pada kehamilan tidak dapat dipisahkan dengan perubahan
fisiologis yang terjadi selama proses kehamilan, umur janin, dan kondisi ibu
hamil sebelumnya. Pada saat hamil, tubuh akan mengalami perubahan yang
signifikan, jumlah darah dalam tubuh meningkat sekitar 20 - 30 %, sehingga
memerlukan peningkatan kebutuhan pasokan besi dan vitamin untuk

11
membuat hemoglobin (Hb). Ketika hamil, tubuh ibu akan membuat lebih
banyak darah untuk berbagi dengan bayinya. Tubuh memerlukan darah
hingga 30 % lebih banyak dari pada sebelum hamil (Noverstiti, 2012).
1. Faktor penyebab anemia pada ibu hamil
faktor-faktor penyebab anemia pada ibu hamil sebagai berikut:
a. Makanan yang dikonsumsi sehari-hari tidak mengandung zat besi
dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan.
b. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, misalnya karena masa
remaja, ibu hamil, menderita penyakit.
c. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh, misalnya karena
perdarahan (akibat kecelakaan, melahirkan, dan sebagainya),
kehilangan darah (akibatmenderita penyakit malaria, kecacingan, haid,
dan sebagainya).(Dinkes Popinsi Jawa Timur, 2010).
2. Bahaya anemia saat hamil
a. Menjaga penyerapan zat besi kedalam tubuh dengan mengonsumsi
makanan alami dengan zat besi seperti daging, oatmeal, beras merah,
kacang-kacangan, dan sayuran yang berwarna hijau tua.
b. Jika Ibu meminum suplemen zat besi, minumlah saat kondisi perut
dalam keadaan kosong dengan air mineral atau jus jeruk. Vitamin C
dalam jus jeruk dapat membantu penyerapan zat besi. Namun, bila Ibu
dalam kondisi mual, disarankan agar konsumsi suplemen zat besi
dilakukan satu jam setelah makan.
c. Suplemen zat besi akan bekerja dan hasilnya dapat Ibu rasakan dalam
waktu satu minggu. Produksi sel darah merah akan meningkat juga
hemoglobin dalam darah. Biasanya dalam waktu satu bulan, anemia
sudah teratasi. Tetap teruskan penggunaan sesuai dengan resep.
Konsultasikan dengan dokter bila Ibu merasa perlu menambah atau
menghentikan pemakaiannya.
d. Hindari diet secara berlebihan saat kehamilan, karena perubahan pola
makan dapat berdampak pada jumlah sel darah merah. Konsumsi

12
makanan dengan asam folat dan vitamin C untuk membantu
penyerapan zat besi.
3. Cara mengatasi anemia
a. Makan makanan bernutrisi khusus
Dokter mungkin menyarankan agar Anda mengonsumsi makanan
bernutrisi dan bergizi, khususnya yang kaya zat besi dan asam folat setiap
hari. Mulanya Anda hanya akan membutuhkan tambahan 0,8 mg zat besi
per hari di trimester pertama, hingga 7,5 mg per hari pada trimester ketiga.
Sementara itu, peningkatan asupan asam folat per trimeser biasanya
berkisar dari 400 – 600 mcg per hari, tergantung anjuran dokter.
Melansir American Pregnancy Association, di bawah ini
merupakan makanan tinggi zat besi untuk mengatasi anemia pada ibu
hamil.
a. Daging (sapi atau unggas) rendah lemak yang dimasak matang
b. Makanan laut seperti ikan, cumi, kerang, dan udang yang dimasak
matang
c. Telur yang dimasak matang
d. Sayuran hijau, misalnya bayam dan kangkung
e. Kacang polong
f. Produk susu yang telah dipasteurisasi
g. Kentang
h. Gandum
Sementara itu, di bawah ini merupakan makanan tinggi folat untuk
anemia pada ibu hamil.
 Sayuran daun hijau, seperti bayam, brokoli, seledri, buncis, lobak
hijau, atau selada
 Keluarga jeruk
 Alpukat, pepaya, pisang
 Kacang-kacangan, seperti kacang polong, kacang merah, kacang
kedelai, kacang hijau
 Biji bunga matahari (kuaci)

13
 Gandum
 Kuning telur
b. Mengonsumsi vitamin C lebih banyak
Kondisi ini diatasi dengan mengonsumsi sayur dan buah tinggi
vitamin C, seperti jeruk, stroberi, kiwi, brokoli, kembang kol, tomat, dan
paprika.
Vitamin C membantu tubuh menyerap zat besi dari makanan secara lebih
efisien. Kebutuhan vitamin C harian juga dapat dipenuhi dengan minum
suplemen vitamin C, tetapi sebaiknya konsultasikan dulu ke dokter agar
pengobatan terkontrol dengan baik. Namun, mencukupi asupan gizi dari
makanan saja mungkin tidak akan cukup buat ibu hamil. Maka, Anda
perlu melakukan langkah selanjutnya untuk mengurangi risiko.
c. Minum suplemen
Sebagai langkah awal pengobatan anemia pada ibu hamil, dokter
akan menyarankan Anda untuk mulai minum suplemen zat besi, vitamin
B12, dan asam folat sebagai tambahan vitamin prenatal. Ibu hamil juga
bisa minum suplemen sebelum tidur untuk mengurangi risiko mual
setelahnya. Jangan lupa minum banyak air setelah menelan vitamin untuk
mengurangi anemia pada wanita hamil. CDC merekomendasikan ibu
hamil yang memiliki anemia untuk mengonsumsi suplemen besi sebanyak
30 mg per hari sejak cek kandungan pertama kali untuk mencegah anemia
defisiensi besi.
Sementara untuk suplemen folat anemia pada wanita hamil, WHO
dan Kemenkes RI merekomendasikan minum dosisnya sebanyak 400
mcg/hari. Sebaiknya hal ini dilakukan sesegera mungkin begitu akan
merencanakan kehamilan dan terus berlanjut hingga 3 bulan setelah
melahirkan.
4. Cara mencegah anemia pada ibu hamil
Melansir Maternal and Child Health Integrated Program, salah satu cara
efektif mencegah anemia pada ibu hamil yaitu mengonsumsi suplemen zat
besi.

14
Simak pencegahan anemia saat hamil yang dapat mulai dilakukan dengan
mengatur pola makan menjadi lebih baik di bawah ini.
 Mengonsumsi suplemen asam folat dan zat besi (60 mg zat besi
dan 400 mcg asam folat).
 Mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi tinggi (daging,
ayam, ikan, telur, dan gandum).
 Memakan makanan yang kaya akan asam folat (kacang kering,
gandum, jus jeruk, dan sayuran hijau).
 Mengonsumsi suplemen dan makanan yang mengandung vitamin
C (buah dan sayur yang segar).

D. Resiko BBLR pada ibu hamil


Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah berat badan lahir yang
kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BBLR akan terlihat lebih kecil
dan kurus, serta memiliki ukuran kepala yang terlihat lebih besar.
BBLR dapat terjadi ketika bayi lahir secara prematur atau mengalami
gangguan perkembangan saat di dalam kandungan. Pada tahun 2018, ada
sekitar 6,2 persen bayi di Indonesia yang terlahir dengan berat badan
rendah.
Bayi dengan berat badan lahir rendah lebih rentan menderita penyakit atau
mengalami infeksi. Dalam jangka panjang, anak yang terlahir dengan berat
badan rendah juga berisiko mengalami keterlambatan perkembangan
motorik atau kesulitan dalam belajar.
a. Penyebab Berat Badan Lahir Rendah
Banyak kondisi yang menyebabkan bayi lahir dengan berat badan
rendah. Penyebab utama dan yang paling banyak terjadi adalah kelahiran
prematur, yaitu persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu. Pertumbuhan bayi umumnya meningkat pesat di minggu-minggu
akhir kehamilan. Maka dari itu, bayi yang lahir lebih awal tidak memiliki
cukup waktu untuk tumbuh dan berkembang sehingga cenderung memiliki
berat badan yang lebih rendah dan bertubuh kecil.

15
Selain itu, berat badan lahir rendah juga sering kali terjadi akibat
intrauterine growth restriction (IUGR), yaitu kondisi ketika bayi tidak
tumbuh dengan baik saat berada di dalam kandungan. Masalah ini dapat
dipicu oleh gangguan pada plasenta, kondisi kesehatan ibu, atau kondisi
kesehatan bayi.
b. Faktor risiko terjadinya berat badan lahir rendah
Terdapat beberapa faktor pada ibu hamil yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya bayi lahir dengan berat badan rendah, yaitu:
 Melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah pada kehamilan
sebelumnya
 Menderita infeksi selama masa kehamilan
 Mengalami komplikasi kehamilan, terutama yang dapat menyebabkan
gangguan pada plasenta
 Mengandung bayi kembar sehingga ruang di dalam rahim tidak cukup
untuk setiap janin
 Berusia kurang dari 15 tahun atau lebih dari 35 tahun
 Mengalami malnutrisi
 Merokok atau bertempat tinggal di lingkungan yang banyak asap
rokok
 Menggunakan NAPZA atau mengonsumsi minuman beralkohol
 Mengalami masalah emosi, seperti depresi dan gangguan kecemasan
c. Gejala berat badan lahir rendah
Berat badan normal bayi saat lahir adalah sekitar 2,5–4,5 kilogram.
Bayi dinyatakan mengalami BBLR jika berat lahirnya kurang dari 2,5
kilogram. Sementara itu, bayi yang lahir dengan berat kurang dari 1,5
kilogram dinyatakan memiliki berat badan lahir sangat rendah. Selain
memiliki berat badan lahir yang lebih rendah dari bayi normal, bayi BBLR
juga akan tampak sangat kecil dan lebih kurus karena memiliki lemak
tubuh yang lebih sedikit. Selain itu, kepala bayi juga akan terlihat tidak
proporsional karena lebih besar daripada tubuhnya.

16
d. Pencegahan Berat Badan Lahir Rendah
Seperti dijelaskan di atas, penyebab utama berat badan lahir rendah
(BBLR) adalah kelahiran prematur. Oleh sebab itu, cara terbaik untuk
mencegah BBLR yaitu dengan menghindari terjadinya kelahiran prematur.
Pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan menjalani pemeriksaan
kehamilan secara rutin ke dokter kandungan. Selain itu, lakukan juga hal-
hal berikut ini untuk menjaga kondisi kesehatan ibu dan janin selama masa
kehamilan :
 Mengonsumsi makanan sehat agar nutrisi untuk ibu dan janin
selalu tercukupi
 Tidak mengonsumsi minuman beralkohol, merokok, atau
menggunakan NAPZA
 Menjaga kebersihan organ intim selama hamil
 Mengelola stres dengan baik
e. Pengobatan Berat Badan Lahir Rendah
Hampir seluruh bayi BBLR memerlukan perawatan di rumah sakit.
Penanganan yang diberikan akan disesuaikan dengan gejala, tingkat
keparahan kondisi, usia kehamilan, serta kondisi kesehatan bayi secara
keseluruhan. Bayi BBLR dengan komplikasi, seperti paru-paru yang
belum matang atau masalah di usus, perlu dirawat di ruang perawatan
intensif neonatal (NICU). Di ruang ini, bayi akan ditempatkan di tempat
tidur dengan suhu yang telah disesuaikan. Asupan nutrisi bayi juga akan
diatur sedemikian rupa per harinya.
Bayi BBLR baru diperbolehkan pulang dari rumah sakit jika berat
badannya telah mencapai target atau setelah komplikasi dapat diatasi dan
ibu dapat memberikan ASI secara normal. Pada ibu bayi BBLR, dokter
akan menganjurkan untuk memberikan ASI. Hal ini karena ASI dapat
mendukung pertumbuhan, daya tahan tubuh, dan kenaikan berat badan
bayi. Jika ibu tidak bisa memberikan ASI, bayi dapat diberikan ASI dari
donor. Bayi BBLR dapat mengejar ketertinggalan pertumbuhannya seiring

17
waktu. Namun, untuk memastikan perkembangannya berjalan dengan
baik, bayi BBLR perlu menjalani pemeriksaan rutin ke dokter secara
berkala setelah pulang dari rumah sakit.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada masa kehamilan, seorang ibu hamil memiliki berbagai
masalah sertakebutuhan gizi yang sangat berbeda dari masa ketika belum
hamil. Pada masa ini,ibu hamil harus benar-benar teliti dalam menjalankan
berbagai aktivitasnya sertadalam memilih berbagai bahan atau produk
makanan atau minuman yang hendak dikonsumsi, sebab jika sembarangan
akan berdampak tidak hanya pada ibu tetapi juga memiliki potensi besar
akan berdampak pada janin yang tentu saja akanmembahayakan janin
dalam kandungannya.

B. Saran
Mempersiapkan berbagai program perencanaan kehamilan, mulai
darimencukupi nutrisi sebelum hamil, hamil, dan pasca hamil. Mencari tau
lebihdalam tentang berbagai informasi mengenai ibu hamil, apa-apa saja
yangdibutuhkan dan apa-apa saja yang harus dicegah atau dihindari.
Dengan begitu, pada saat hamil sudah memiliki gizi awal dan pengetahuan
yang memadai bagi pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam
kandungan. Hal ini dapatmengurangi bahkan mencegah berbagai masalah
kesehatan bagi ibu hamil.

19
DAFTAR PUSTAKA

http://kabupatensidrap.blogspot.com/2014/01/patofisiologi-kehamilan-ibu-
hamil.html
http://eprints.ums.ac.id/30915/1/BAB_I.pdf
http://gizi.fk.ub.ac.id/gizi-seimbang-ibu-hamil/
Handayani, Dian. 2014. Faktor-Faktor Status Gizi Ibu Hamil.
Jurnal Al-Maiyyah, Vol. 7 No. 1.
http://ejurnal.stainparepare.ac.id/index.php/almaiyah/article/download/200/124/

20

Anda mungkin juga menyukai