Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ANALISIS USAHA KAMBING PERAH DI

ALAM FARM

DIBUAT OLEH:
KELOMPOK 2
Jilan Rahma Fauzi 200110180232
Anindya Farkhan 200110180315
Muhammad Daffa 200110180300
Faisal Habibulloh 200110180310
Muhammad Dzulfiqar R 200110180269
Anisa Wiguna 200110190004

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2022

pg. 1
I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegiatan beternak kambing perah menjadi peluang usaha yang potensial.
Tak hanya dipasarkan dalam bentuk susu, susu kambing perah dapat diolah
menjadi susu bubuk, susu varian rasa, yoghurt, kefir, kerupuk rasa, stik susu, cola
susu, es krim susu, hingga sabun susu. Terlebih, Indonesia merupakan negara
agraris yang cocok untuk dilakukan pengembangan produksi kambing perah
dengan prospek yang menjanjikan.
Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat memiliki kondisi
alam yang sesuai untuk pemeliharaan kambing perah. Suhu yang mendukung
hingga ketersediaan pakan yang memadai menjadikan daerah ini menjadi pilihan
untuk beternak kambing perah. Salah satu peternakan yang mendirikan usaha
peternakan kambing perah yakni Alam Farm yang berada di daerah Cilengkrang,
sekitar kaki Gunung Manglayang.
Berdasarkan paparan di atas, Tim Penulis tertarik untuk mengetahui lebih
lanjut mengenai peternakan kambing perah Alam Farm. Bangsa, populasi, hingga
manajemen pemeliharaan menjadi topik yang dapat menunjang pengetahuan Tim
Penulis mengenai kambing perah. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui lebih
lanjut mengetahui maajemen yang ada di peternakan Alam Farm Manglayang.

1.2 Rumusan Masalah


(1) Apa saja bangsa dan berapa populasi kambing perah di Alam Farm?
(2) Bagaimana manajemen reproduksi kambing perah di Alam Farm?
(3) Bagaimana manajemen pemeliharaan kambing perah di Alam Farm?
(4) Bagaimana manajemen pemerahan susu kambing perah di Alam Farm?
(5) Bagaimana manajemen pengolahan susu kambing perah di Alam Farm?
(6) Bagaimana manajemen perkandangan kambing perah di Alam Farm?

pg. 2
1.3 Maksud dan Tujuan
(1) Mengetahui bangsa dan jumlah populasi kambing perah di Alam Farm
(2) Mengetahui manajemen reproduksi kambing perah di Alam Farm
(3) Mengetahui manajemen pemeliharaan kambing perah di Alam Farm
(4) Mengetahui manajemen pemerahan susu kambing perah di Alam Farm
(5) Mengetahui manajemen pengolahan susu kambing perah di Alam Farm
(6) Mengetahui manajemen perkandangan kambing perah di Alam Farm

pg. 3
II
Tinjauan Pustaka

1. Kambing perah
Kambing perah merupakan jenis kambing yang dapat memproduksi susu
dengan jumlah melebihi kebutuhan anaknya (Atabany, 2002). Kambing
perah disebut pula kambing bertipe dwiguna karena selain menghasilkan
susu, dagingnya juga bisa dikonsumsi. Namun, tampaknya lebih pas bila
kambing perah disebut sebagai kambing multiguna. Selain menghasilkan
susu dan daging, kambing perah juga menghasilkan anakan yang bisa
dijual, kulit sebagai kerajinan, serta menghasilkan pupuk organik dan
biogas (Kaleka dan Haryadi, 2013).

Pada dasarnya, perbedaan antara kambing perah dengan kambing pedaging


terletak pada bangsa kambing itu sendiri. Bangsa kambing merupakan
faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas susu. Hal ini memberikan
petunjuk bahwa bangsa kambing yang satu dengan lainnya menghasilkan
jumlah susu yang berbeda. Selain bangsa kambing, tipe kambing juga akan
mempengaruhi jumlah produksi susu. Kambing tipe daging akan
menghasilkan produksi susu rendah, karena umumnya kambing tipe
daging hanya akan mampu memproduksi air susu sampai pascasapih
anaknya (Murtidjo, 1993).

Menurut dalam Rusman (2011) kambing secara ilmiah dapat


diklasifikasikan sebagai berikut.

Filum : Chordata
Kelas : Mammali
Ordo : Artiodactyla
Famili : Bovidae

pg. 4
Subfamili : Caprinae
Genus : Capra
Spesies : C. Aegagrus
Subspesies : Capra aegagrus hircus

2. Jenis kambing perah


Pada dasarnya semua jenis kambing bisa menghasilkan susu. Namun,
jumlah produksi susu setiap jenis kambing berbeda-beda, sehingga hanya
kambing yang produksi susunya tinggi yang dikategorikan sebagai
kambing perah. Ada banyak jenis kambing perah di dunia, kebanyakan
jenis kambing ini hidup di daerah subtropis. Menurut Kaleka dan Haryadi
(2013), beberapa jenis diantaranya telah diintroduksi di Indonesia.

a. Kambing jamnapari
b. Kambing peranakan etawa
c. Kambing saenen
d. Kambing sapera
e. Kambing alpines
f. Kambing anglo-nubian
g. Kambing toggenburg

3. Cara pemeliharaan kambing perah


Menurut Muharam (2007), cara pemeliharaan kambing perah dapat
dilakukan sebagai berikut :

a. Pemeliharaan anak kambing


Anak kambing yang baru lahir harus segera dibersihkan lendirnya
menggunakan kain kering, memotong tali pusar dengan mengikat
tali pusar tersebut kira-kira 5 cm dan 10 cm dari perut, pemotongan
dilakukan diantara kedua ikatan tersebut. Bagian tali pusar yang

pg. 5
tertinggal diselipkan ke dalam larutan yodium untuk mencegah
infeksi.
Anak kambing dibiarkan bersama induknya selama empat hari,
setelah itu dipisahkan dari induknya dan hanya boleh menyusu
pada siang hari saja. Susu Diberikan sehari tiga kali sebanyak
setengah liter. Anak kambing mulai diberi pakan hijauan saat umur
dua minggu.
b. Pemeliharaan induk
Induk kambing yang sedang bunting harus mendapatkan perawatan
khusus, sebaiknya dipisah dari ternak lainnya dan ditempatkan di
kandang khusus. Induk kambing yang sedang bunting perlu
diperhatikan makanannya agar anaknya tumbuh baik dan
menghasilkan air susu dalam jumlah banyak (Muharam, 2007),
c. Pemeliharaan pejantan
Kambing pejantan sebaiknya dipisah dari kambing betina dan
anakan untuk memudahkan pengaturan perkawinan dan
menghindari perilaku asli kambing pejantan yang begitu agresif.
Untuk menjaga kebersihan dan kesehatannya, sebaiknya kambing
pejantan dimandikan dan disikat bulunya seminggu sekali
(Muharam, 2007).

pg. 6
III
PEMBAHASAN

3.1 Bangsa dan Populasi


Alam Farm memelihara kambing Sapera yang berjumlah 100 ekor. Sejak
tahun 2020, total laktasi bunting sebanyak 14 ekor, total dewasa 40 ekor, total
dara umur 6 s.d 18 bulan sebanyak 32 ekor, dan total dara bunting sebanyak 8
ekor. Kambing sapera merupakan kambing dengan fungsi dwiguna yang mampu
menghasilkan susu dan daging.
Kambing sapera berasal dari Swiss. Kambing sapera merupakan kambing
perah unggul yang memiliki produktivitas tinggi dan kualitas susu yang baik.
Produksi susu kambing sapera mencapai 5-7 kg/ekor/hari. Kambing sapera
menghasilkan produksi susu sekitar 740 kg per masa laktasi (Praharani, 2014).
Susu yang dihasilkan kambing sapera berjumlah jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan kambing peranakan ettawa. Kambing sapera mampu mencapai lama
laktasi hingga satu tahun apabila sapera tidak dikawinkan pada periode awal
laktasi (Prieto et al., 2000).

3.2 Reproduksi
Seleksi dilakukan dengan memilih kambing perah berdasarkan kriteria
produksi susu, kemudian betina terpilih akan dikawinkan dengan pejantan unggul,
sebab pejantan unggul memiliki sifat genetik yang unggul pula. Induk pewaris
dengan bibit unggul akan memungkinkan untuk dapat melahirkan anak kembar
(Asmara dkk., 2013). Umur beranak pertama pada kambing perah di Alam Farm
yakni 2,5 tahun. Sedangkan jumlah kawin per kebuntingan sebanyak 2 kali.
Berdasarkan hasil wawancara, peternak memiliki pengetahuan yang cukup
mengenai berahi pada kambing perah. Pengetahuan peternak akan aspek
reproduksi seperti umur kawin pertama dan tanda-tanda berahi ternak kambing
perah sangat penting, sebab apabila ternak kambing terlambat dikawinkan karena
peternak tidak tahu bahwa ternak tersebut dalam keadaan berahi, maka akan

pg. 7
menimbulkan kerugian selama satu siklus, yaitu 19-21 hari berupa kerugian
waktu, tenaga kerja, biaya pakan dan kesempatan untuk memperoleh anak
kambing sesuai kapasitas alamiah. Selain itu, jika terlambat selama 2 siklus estrus
atau lebih, maka kerugian yang diperoleh akan berbanding lurus sesuai jumlah
siklus yang terlewati (Zaenuri dan Rodiah, 2018).

3.3 Pemeliharaan
Peningkatan produksi dan kualitas susu dapat dilakukan dengan perbaikan
teknis atau manajemen pemeliharaan ternak. Mulai dari aspek bibit dan
reproduksi, pakan dan air minum, tatalaksana pemeliharaan (pengelolaan),
kandang dan peralatan serta aspek kesehatan ternak. Penerapan aspek teknis
dengan memperhatikan dan mempertimbangkan tata kelola yang baik akan
meningkatkan efisiensi usaha ternak perah, untuk mewujudkan hal tersebut
diperlukan pedoman budidaya ternak kambing perah yang baik (Good Dairy
Farming Practice). Good Dairy Farming Practice merupakan cara beternak yang
baik dan benar. Aspek teknis pemeliharaan dapat mempengaruhi kualitas susu
yang dihasilkan terutama aspek pemberian pakan sebagai sumber energi dan
nutrisi yang dibutuhkan untuk memproduksi susu yang berkualitas.
Di peternakan ini, dalam pemeliharaannya dilakukan beberapa hal
rutinitas. Dimana kambing perah dimandikan kadang kadang, tetapi kandangnya
selalu dibersihkan setiap hari. Memandikan kambing idealnya memang 15 hari
sekali, sehingga peternakan ini sudah benar pemeliharaannya dan untuk kandang
memang baiknya dibersihkan setiap hari untuk menghindari penyakit yang
disebabkan oleh kotoran yang menumpuk. Frekuensi pemerahannya dua kali
sehari, dan Teknik pemerahannya pun sudah benar. Untuk pemeliharaannya
adalah anak kambing yang baru lahir disapih oleh induknya selama 3-4 bulan dan
tidak dipisah kandang. Durasi kering kandang di peternakan ini adalah lebih dari
dua bulan. Proses recording dalam preternakan ini dilakukan namun tidak
lengkap.

pg. 8
3.4 Pemerahan
Murtidjo (1993) menyatakan bahwa salah satu faktor yang berperan
penting dalam menghasilkan susu segar kambing berkualitas (bersih dan sehat)
adalah manajemen pemerahan. Menurut Siregar (1993), beberapa faktor yang
mempengaruhi produksi susu adalah faktor genetik, pemberian ransum, frekuensi
pemerahan, lama kering kandang, pencegahan penyakit, service periode, calving
interval dan manajemen pemerahan. Manajemen pemerahan yang tepat akan
menghasilkan susu yang berkualitas baik. Syarat-syarat pemerahan antara lain
meliputi pemeriksaan terhadap penyakit menular, kesehatan pekerja pemerah,
kebersihan kambing perah (kebersihan pada ekor, ambing dan puting), tempat dan
alat-alat pemerahan dan perlakuan pemerahan.
Dalam peternakan ini melakukan 3 tahap pemerahan setiap harinya,
dimana tahap tersebut adalah sebagai berikut. Pertama dalah tahap pra pemerahan
merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum pemerahan yang meliputi kegiatan
membersihkan kandang, alat pemerah, pemerah, ternak perah dan memberikan
rangsangan pada ambing. Kegiatan yang dilakukan pada saat pemerahan adalah
melakukan pemerahan dengan baik dan benar agar puting tidak terluka (lecet),
kemudian menampung susu hasil perahan ke dalam milk can. Tahap pasca
pemerahan merupakan kegiatan yang dilakukan setelah pemerahan yang meliputi
kegiatan membersihkan peralatan pemerahan dengan air agar siap digunakan
untuk pemerahan berikutnya dan melakukan dipping. Ketiga tahap tersebut
mampu menekan dan mengurangi jumlah bakteri pada susu.

3.5 Pengolahan Susu


Umumnya peternak memproduksi susu kambing secara berkala dan
berusaha agar dapat dipasarkan kepada konsumen dengan baik dan cepat, karena
sifat susu kambing yang mudah berkontaminasi dengan bakteri dan menjadi cepat
rusak dan bau. Sifat bau susu kambing ini menyebabkan tidak semua masyarakat
dapat mengonsumsinya dengan baik, meskipun susu kambing segar sudah sering

pg. 9
digunakan atau mempunyai khasiat sebagai susu kesehatan. Bau susu kambing
segar merupakan salah satu kendala yang menjadi penghambat pemasaran. Oleh
karenanya, diupayakan untuk dilakukan usaha diversifikasi susu kambing segar
menjadi berbentuk olahan susu kambing, seperti susu bubuk, yoghurt, kefir, es
krim dan kosmetik. Usaha olahan produk susu kambing segar selain dapat
menghilangkan bau susu juga dapat memudahkan transnportasi dan meningkatkan
nilai jual produk susu olahannya. Hal ini disebabkan karena harga susu olahan
relatif lebih mahal sehingga dapat memberikan nilai tambah dan keuntungan bagi
peternak. Usaha olahan susu kambing tersebut merupakan peluang usaha bagi
peternak kambing perah dan dapat menjadi alternatif untuk memperoleh
peningkatan pendapatan.
Manajemen pascapanen dilakukan mulai dari sebelum pemerahan yaitu
persiapan pemerahan sampai mendapatkan air susu, penanganan susu dan
pengolahan susu. Proses pemerahan yang baik dimulai dengan membersihkan
kandang dan peralatan pemerahan, proses pemerahan dengan tenang dan
memperlakukan kambing dengan lembut, air susu yang didapat segera
didinginkan sebelum diolah. Sebaiknya kambing yang akan diperah dijauhkan
dari kambing jantan karena bisa mengakibatkan air susu berbau. Persiapan
pemerahan yang baik meliputi membersihkan kandang dari kotoran,
membersihkan ternak terutama bagian ambing dan puting susu, membersihkan
alat pemerahan dan tangan pemerah
Di peternakan ini,dalam pemerahanya dilakukan beberapa hal runtinitas :
1. Susu yang didapat dari hasil pemerahan disaring untuk memisahkan
bagian yang tidak dikehendaki masuk kedalam susu seperti bulu dan
kotoran lainnya yang terdapat sewaktu pemerahan
2. Susu yang sudah disaring dicampur dengan gula pasir secukupnya, garam,
maizena dan bahan pemberi rasa (coklat, strawberi dan vanila). Setelah
rata susu dipanaskan sampai mendidih selama 30 menit.
3. Susu yang sudah dimasak dibiarkan dingin, kemudian dikemas dalam
plastic, Susu yang sudah dikemas dimasukkan ke dalam lemari es dan siap

pg. 10
dikonsumsi atau dipasarkan, susu bisa bertahan selama 7 hari di dalam
lemari es.

3.6 Perkandangan
Kandang merupakan salah satu unsur tata laksana yang harus mendapatkan
perhatian yang cukup. Kandang yang baik akan memberikan dampak yang positif
baik bagi ternak itu sendiri maupun bagi peternak. Perkembangan ternak akan
optimal karena mempunyai tempat tinggal yang nyaman dan bersih. Pada
akhirnya ternak bisa terhindar dari penyakit karena sanitasi kandang  yang
baik. Kandang kambing juga memegang peran penting dalam keberhasilan
beternak kambing, kandang kambing yang ideal akan memberikan dampak yang
baik pada kesehatan kambing. Kandang kambing harus dibut benar – benar bagus
agar mampu menunjang keberhasilan beternak kambing.
Adapun fungsi dari kandang kandang adalah:
1. Kandang harus dapat melindungi kambing dari hewan-hewan pemangsa
maupun hewan penganggu.
2. Kandang harus dapat mempermudah kambing dalam melakukan aktifitas
keseharian kambing seperti makan, minum, tidur, kencing, atau buang
kotoran.
3. Kandang dapat mempermudah peternak dalam melakukan pengawasan
dan menjaga kesehatan ternak.

Faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan kandang adalah suhu,


cahaya, ventilasi dan kelembaban. Artinya kandang cukup mendapat cahaya
matahari, mempunyai ventilasi yang baik dan mendapatkan udara segar akan
memberikan suasana yang nyaman bagi ternak. Selain itu penempatan kandang
cukup jauh dari rumah penduduk dan memiliki drainase serta bak penambpung
kotoran, sehingga kontaminasi dengan kandang semakin kecil.
Model kandang kambing yang mampu menjaga kebersihan kandang
adalah model kandang panggung, kandang panggung mendukung kebersihan

pg. 11
kandang karena kotoran dan air seni kambing dapat lansung turun sehingga tidak
mengotori atau menggenang di area kambing beraktivitas.
Sanitasi kandang ternak kambing merupakan usaha dalam rangka
membebaskan kandang dari bibit-biit penyakut maupun parasit lainnya. Karena
semaki bersih kandang maka kenyamanan kambing juga akan semakin tinggi.

pg. 12
IV
KESIMPULAN

 Dari makalah diatas kami dapat menyimpulkan bahwa, Alam Farm memelihara
kambing Sapera yang berjumlah 100 ekor. dengan total laktasi bunting sebanyak
14 ekor, total dewasa 40 ekor, total dara umur 6 s.d 18 bulan sebanyak 32 ekor,
dan total dara bunting sebanyak 8 ekor. Kambing di seleksi dengan memilih
kambing perah berdasarkan kriteria produksi susu, kemudian betina terpilih akan
dikawinkan dengan pejantan unggul, sebab pejantan unggul memiliki sifat genetik
yang unggul pula.

 Peningkatan produksi dan kualitas susu dapat dilakukan dengan perbaikan teknis
atau manajemen pemeliharaan ternak. Mulai dari aspek bibit dan reproduksi,
pakan dan air minum, tatalaksana pemeliharaan (pengelolaan), Di peternakan ini,
dalam pemeliharaannya dilakukan beberapa hal rutinitas. Dimana kambing perah
dimandikan kadang kadang, tetapi kandangnya selalu dibersihkan setiap
hari.Recording tidak dilakukan setiap saat, Sementara Dalam peternakan ini
melakukan 3 tahap pemerahan setiap harinya.

 Pengelolaan Susu yang didapat dari hasil pemerahan disaring lalu dicampur
dengan bahan tambahan, dipanaskan sampai mendidih selama 30 menit, dibiarkan
dingin, kemudian dikemas dalam plastic.
 Kandang yang dipakai merupakan kendang panggung yang dibersihkan setiap
harinya terbuat dari bahan bahan seperti kayu, bambu dan tembok.

pg. 13
DAFTAR PUSTAKA
Atabany, A.2002. Strategi Pemberian Pakan Induk Kambing Sedang Laktasi dari
Sudut Neraca Energi. Makalah Pengantar Filsafat Sains. Program
Pascasarjana IPB. Bogor.
Asmara, Y., Sulastri, dan I, Harris. 2013. Seleksi Induk Kambing Peranakan
Etawa Berdasarkan Nilai Indeks Produktivitas Induk di Kecamatan Metro
Selatan Kota Metro. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 1 No. 3 Hal. 7
Kaleka, N danN. K.Haryadi. 2013. Kambing Perah. Semarang. Solo ARCITA
Muharam, Aris. 2007. Beternak kambing perah. Jakarta : Setia purna inves
Murtidjo, B.A. 2001. Memelihara Kambing sebagai Ternak Potong dan Perah.
Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Murtidjo. 1993. Memelihara Kambing Sebagai Ternak Potong dan Perah. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Praharani. 2014. Milk yield of anglo nubian, saanen X etawah grade and etawah
grade raised in the same environment. Proceedings of Asian Australian
Animal Production. Yogyakarta.
Prieto, I., A.L. Goetsch, V. Banskalieva, M. Cameron, R. Puchala, T. Sahlu, L.J.
Dawson, and S.W. Coleman. 2000. Effects of dietary protein concentration
on postweaning growth of Boer crossbred and Spanish goat wethers. J.
Anim. Sci. 78: 275281.
Rusman. 2011. Produksi SSusu Kambing Peranakan Etawah (PE) Berdasarkan
ketinggian Tempat Pemeliharaan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor
Setiawan, T dan A. Tanius. 2003. Beternak Kambing Perah Peranakan Etawa.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Siregar, S. B. 1993. Jenis Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha Sapi
Perah.Penebar Swadaya, Jakarta.
Zaenuri. L.A. dan Rodiah. 2018. Persepsi Peternak Terhadap Aspek Reproduksi
Ternak Kambing di Kabupaten Lombok Utara. Jurnal Sains Teknologi &
Lingkungan Vol. 4 No.1 pp:12-23

pg. 14
LAMPIRAN PEMBAGIAN TUGAS
Bab 1 Anisa
Bab 2 Faisal
Bab 3 Jilan, Daffa, Anindya
Bab 4+cover, dafus, lampiran Dzulfiqar
pembagian tugas +edit

pg. 15
DAFTAR PUSTAKA
Ahiwe EU, Omede AA, Abdallh MB, Iji PA. 2018. Managing dietary energy
intake br broiler chickens to reduce production cost and improve
product quality [Internet]. [cited 27 April 2022].
Quinteiro-Filho WM, Rodrigues M V., Ribeiro A, Ferraz-dePaula V, Pinheiro
ML, Sá LRM, Ferreira AJP, Palermo-Neto J. 2012. Acute heat stress
impairs performance parameters and induces mild intestinal enteritis in
broiler chickens: Role of acute hypothalamic-pituitary-adrenal axis
activation. J Anim Sci. 90:1986–1994.
Albokhadaim IF, Althnaian TA, El-Bahr SM. 2019. Gene expression of heat
shock proteins/factors (HSP60, HSP70, HSP90, HSF-1, HSF-3) and
antioxidant enzyme activities in heat stressed broilers treated with
Vitamin C. Pol J Vet Sci. 22:565–572.
Yue DB, Yan LY, Luo HL, Xu X, Jin XX. 2010. Effect of vitamin E
supplementation on semen quality and the testicular cell membranal and
mitochondrial antioxidant abilities in Aohan fine-wool sheep. Anim
Reprod Sci. 118:217–222.
Ezzat W, Abdallah EA, Rizk AM, Ouda MMM, Abd El-krim RE. 2017. Impact of
chromium picolinate supplementation on productive performance,
immune response and heat shock proteins of broiler chickens under heat-
stress condition. Egypt Poult Sci. 37:559– 583.
Brook, C.G.D. and N.J. Marshall. 1996. Essential Endocrinology, 3rd Edition.
Blackwell Science.
Astuti, P., A. Kusumawati, C.M. Airin, H. Maheshwari dan L. Sjahfirdi. 2010.
Deteksi stres kronis secara non-invasif pada siamang (Shymphalangus
syndactylus) melalui pengukuran metabolit kortisol feses. Leksono A.S.,
I. Mustafa, Widodo, M.S. Djati, R. Mastuti, B. Rumhayati, A. Suryanto,
A.L. Al-Ghofari, Abdurrouf, M. Ilham, M.A. Eka dan Y. Noviantari
(penyunting). Proceeding Book 7th Basic Science National Seminar.
Malang (Indones): University of Brawijaya-Malang. hlm. 311-316.

pg. 16
West, J.W. 2003. Effects of heat stress on production in dairy cattle. J Dairy Sci
86: 2131-2141.
McNeilly AS. 2001. Reproduction, fertility, and development. CSIRO Publishing
13:583-590.
Kadzere CT, Murphy MR, Silanikove N, Maltz E. 2002. Heat stress in lactating
dairy cows: a review. Livestock Prod. Sci 77 (2002) : 59–91.
Qisthon, Aridf dan Hartono, Madi. 2019. Respons Fisiologis dan Ketahanan Panas
Kambing Boerawa dan Peranakan Ettawa pada Modifikasi Iklim Mikro
Kandangmelalui Pengkabutan. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Tjatur N.K, Aju dan Ihsan, M.N. 2011. Penampilan Reproduksisapi Perah Friesian
Holstein (FH) Pada Berbagai Paritas dan Bulan Laktasidi Ketinggian
Tempat yang Berbeda. J. Ternak Tropika. Malang.

Rushayati, Siti Badriyah, Hadi S,A, Endes N.D dan Herry P. 2011.
Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu
Permukaan di Kabupaten Bandung. Forum Geografi. Vol. 25. No. 1, juli
2011 : 17 – 26

Nuriyasa, I. M., Dewi, G. A. M. K., & Budiari, N. L. G. 2015. Indeks


Kelembaban Suhu Dan Respon Fisiologi Sapi Bali Yang Dipelihara Secara
Feed Lot Pada Ketinggian Berbeda. Majalah Ilmiah Peternakan, 18(1).

pg. 17

Anda mungkin juga menyukai