Anda di halaman 1dari 2

Nama : Muhammad Hanif Faisal

NIM : 3101420052

Prodi : Pendidikan Sejarah B 2020

Mata Kuliah : Sejarah Indonesia Masa Kolonial

Kedatangan bangsa barat ke Nusantara pada abad ke-16 merupakan suatu pertanda
dimulainya akan sebuah datangnya penjajahan yang sengaja dirancang untuk menguasai wilayah
Nusantara. Kedatangannya membawa dampak yang besar bagi kehidupan di masyarkat.
Pengenalan Budaya barat tak kalah tampil dalam upaya penjajahan yang sebenarnya ingin
dilakukan. Disamping itu, ada istilah 3G yang dibawa juga oleh bangsa barat ke Nusantara, yaitu
Gospel, Gold, dan Glory. Yang bermakna bangsa barat ke Nusantara dalam rangka mencari
rempah rempah juga ingin menyebarkan agama Kristen (Gospel), memperoleh kekayaan dengan
cara mencari rempah rempah salah satunya (Gold), dan menguasai daerah tersebut atau
memperlebar wilayah kekuasaan mereka (Glory).

Kehadiran Bangsa Barat yang sepertinya tidak diinginkan oleh Pribumi kala itu,
dikarenakan mereka yang tujuan awalnya hanya berdagang lambat laun mereka membuat
“Rusuh” di bumi Nusantara. Namun Bangsa Barat yang berupa Belanda berhasil bisa masuk ke
Bumi Nusantara ini dan ikut bergabung di dalam masyrakatnya. Selain kesan “Sangar” yang
dibawanya, keberhasilan dia bisa memasuki Bumi Nusantara (Khususnya Jawa) adalah Politik
Adu Domba yang dibuat oleh Belanda. Hingga para penguasa Pribumi antar satu sama lain kala
itu tidak bisa saling mempercayai lagi. Timbullah sekat antara penguasa Pribumi yang kemudian
Belanda bisa masuk dan mulai berkuasa di Bumi Nusantara.

Belanda selama dia berkuasa di Pulau Jawa terutama seringkali mengintervensi urusan
para kerajaan di Jawa. Karena memang tujuan dari awal adalah menguasai jadinya mereka
menghalalkan berbagai cara. Belanda yang selama ini berkuasa di Nusantara cukup lama,
rupanya memberikan dampak tak hanya pada Fisik, terhadap Non-Fisik pun Belanda bisa
memberikan Pengaruhnya. Terutama pada Pakaian di kala itu. Secara tak langsung pakaian-
pakaian jawa atau setelan jawa yang saat ini kita ketahui, ternyata ada yang terinspirasi dari
pakaian Belanda. Pakaian Jawa yang dikenali selama ini ternyata pada zaman Kolonial memiliki
statusnya masing masing atau ibaratnya tidak bisa sembarang dipakai oleh orang orang yang
bukan golongan dimaksud.

Di dalam Artikel “Kostum dan Gender di Jawa Kolonial tahun 1800-1940” karya Jean
Gelman Taylor membahas mengenai kostum yang dikenakan pada zaman Kolonial dan apa saja
makna dari pemakaian kostum kostum tersebut. Pakaian yang dikenakan rupanya tidak hanya
sebagai penutup tubuh saja, dengan mengenali jenis pakaian kala itu kita dapat
mengklasifikasikan orang tersebut termasuk golongan mana. Karena pakaian atau kostum yang
dikenakan memiliki “Karakter” tersendiri, sehingga mudah untuk dikenali.

Para Pribumi yang memiliki kelas sosial paling atas (tidak termasuk Belanda) mereka
mengenakan pakaian yang sama atau setelan yang sama dengan pakaian Belanda. Tujuannya
adalah mereka ingin dianggap seperti orang orang Belanda dalam urusan Hak dan keistimewaan,
meskipun memiliki tampang orang jawa. Posisi tersebut bisa didapatkan jika orang tersebut
adalah pejabat setempat, orang kaya, atau menikah dengan orang Belanda. dalam artian lain,
mereka juga tidak ingin dianggap seperti bawahan atau menempati kelas dibawahnya dengan
belanda. Hal tersebut yang nampaknya memotivasi mereka agar dianggap sejajar dengan para
orang orang Belanda. Maka secara otomatis mereka ingin terlihat seperti penguasa yang
memiliki derajat tinggi di lingkungannya, yaitu dengan mengenakan Pakaian Barat.

Para orang orang Belanda memiliki cara cara tersendiri atau dalam kata lain mereka tidak
asal aslan dalam mengenakan pakaian mereka tanpa melihat situasi dan kondisi. Seperti ketika
saat dia bekerja akan mengenakan Pakaian Barat, namun ketika sudah di rumah akan
mengenakan sarung atau pakaian santai. Dengan demikian, orang orang belanda tidak selamanya
dalam satu hari tersebut mengenakan pakaian Barat atau Gaya Barat, karena pakaian Barat kala
itu terlihat sangat membuat gerah ketika memakainya. Dan bagi para kaum perempuan Belanda,
ketika mereka dirumah mereka akan mengenakan sarung kain atau kebaya mereka. Bisa
dikatakan ketika mereka dirumah akan berpakaian lebih santai dan tidak terlalu merepotkan
dalam bergerak. Hal ini akan berbeda ketika mereka sudah memasuk ruang Ria atau ruang yang
dikendalikan oleh pemerintah Kolonial, mereka akan mengenakan pakaian Barat.

Anda mungkin juga menyukai