A. PENDAHULUAN
Peraturan daerah adalah instrumen yang diberikan kepada pemerintah daerah dalam
rangka penyelenggaraan masing-masing daerah otonom. Menurut Prof. Dr. Jimmly
Asshiddiqie, SH., pengertian peraturan daerah adalah sebagai salah satu bentuk aturan
pelaksana undang-undang sebagai peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Kewenangan peraturan daerah bersumber dari kewenangan yang telah ditentukan suatu
undang-undang. Meski demikian, peraturan daerah juga dapat dibentuk untuk mengatur
hal-hal yang kewenangan untuk mengatur hal-hal tersebut tidak diatur secara eksplisit
oleh suatu undang-undang. Hal tersebut dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan
ketentuan UUD 1945 sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (3) dan (4).
Ada tiga faktor pengambilan keputusan: jumlah orang yang terlibat dalam
pengambilan keputusan, aturan pengambilan keputusan, dan informasi. Jika informasi ini
sangat diperlukan untuk membuat keputusan. Selanjutnya, dalam isi kebijakan umum,
dijelaskan ciri-ciri kebijakan publik wajib dalam arti pelaksanaannya karena pembebanan
fisik yang dimonopoli (dikuasai) oleh pemerintah. Ada empat jenis kebijakan yaitu:
Terkusus wilayah Aceh, PERDA dikenal sebagai Qanun, Qanun adalah Peraturan
Perundang-undangan sejenis Peraturan Daerah yang mengatur penyelenggaraan
pemerintahan dan kehidupan masyarakat di Provinsi Aceh. Qanun terdiri atas:
1. Qanun Aceh, yang berlaku di seluruh wilayah Provinsi Aceh. Qanun Aceh
disahkan oleh Gubernur setelah mendapat persetujuan dengan Dewan Perwakilan
Rakyat Aceh.
2. Qanun Kabupaten/Kota, yang berlaku di kabupaten/kota tersebut. Qanun
kabupaten/kota disahkan oleh bupati/wali kota setelah mendapat persetujuan
bersama dengan DPRK (Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten atau Dewan
Perwakilan Rakyat Kota).
IMPLEMENTASI
Pendidikan dayah di Aceh memiliki Lembaga yang mengatur dan mengelola yaitu
BPPD Aceh (Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Aceh). Hadirnya dinas dayah menjadi
kekuatan bagi dayah atau pesantren di Aceh, dayah kembali menjalankan pendidikannya
menata kembali kurikulum, meningkatkan kualitas, baik itu pembangunan maupun
tenaga sumber daya manusia. Dinas dayah harapan terbesar masyarakat paska konflik
yang sebelumnya dayah termarginalisasi baik secara fungsional dimana dayah terkesan
masih sangat tradisional maupun secara struktural dimana dayah kurang dapat perhatian
dari pemerintah. Kini dinas dayah menjadi nomor satu dan tempat mengadu dayah-dayah
di Aceh baik itu dayah salafiah maupun dayah terpadu.
Rumah besar pesantren Aceh ini menjadi tempat bernaung para dayah yang
berperan membina, memajukan, menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan yang
di hadapi oleh lembaga-lembaga pendidikan dayah. Pembangunan fasilitas dayah dan
kesejahteraan guru-guru dayah pun mulai terasa sejak hadirnya instansi kebanggaan
rakyat Aceh ini. Mereka memfasilitasi sejumlah pembangunan dayah, mensejahterakan
guru-gurunya dengan penyaluran insentif guru berdasarkan akreditasi dayah masing-
masing mulai dari balai pengajian dayah salafi maupun dayah modern (terpadu). Itulah
salah satu hadiah terbesar masyarakat Aceh setelah dilanda konflik berkepanjangan.
Semoga badan dayah selalu konsisten menjadi garda terdepan pendidikan dayah di Aceh,
menjadi rumah besar lembaga tertua di indonesia yang telah melahirkan banyak alim
ulama di Aceh khususnya dan di Indonesia umumnya.
Dayah tradisional dengan berbagai tradisi yang dipertahankan sejak turun temurun,
menghadapi problematika dalam menjaga perkembangan dan eksistensinya. Salah satu
problema yang sulit dapat dirubah adalah kebanyakan dayah tradisional memandang
teknologi dan informasi modern sebagai sesuatu yang tabu dan bahkan dianggap sebagai
“barang haram” untuk dibawa masuk ke dalam lingkungan dayah. Karena paradigma
seperti itu, maka dalam hal penyesuaian diri dayah tradisional dengan kemajuan
teknologi dan informasi mengalami ketertinggalan. Keadaan Arfiansyah dan Muhammad
Riza 200 | Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA seperti ini sangat sulit untuk diselesaikan
selama para pimpinan dayah tradisional belum beralih kepada manajemen dan
informatika modern.
Secara umum, apabila berbicara tentang manajemen dayah, maka seharusnya yang
menjadi titik perhatian terbesar adalah dayah tradisional, dengan berbagai alasan di atas.
Adapun untuk dayah terpadu atau modern, pada umumnya sudah memiliki manajemen
yang memadai. Sebagai contoh adalah Dayah Jeumala Amal Lueng Putu, manajemen
kelembagaan dayah tersebut sudah mendapatkan akreditasi internasional. Dayah Jeumala
Amal pada tanggal 1 November 2011 memperoleh penghargaan ISO 9001 dan 2008 di
bidang Manajemen Mutu Pendidikan dari pihak Worldwide Quality Assurance
(WQA).38 Selanjutnya pada tanggal 28 Mei 2012 menerima penghargaan Museum
Rekor Dunia Indonesia (MURI) untuk kategori Pesantren Pertama di Tanah Air yang
menerima penghargaan internasional tersebut. Menurut Juri MURI, Nurdin, yang
mewakili Ketua MURI, Jaya Suprana, “Pemberian ini dikarenakan atas dasar
pengelolaan manajemen dayah serta kualitas alumni yang bermutu tinggi serta
memperoleh penghargaan dari ISO 9001 dan 2008 sehingga menggerakkan kami untuk
memberikan rekor MURI kategori Pondok Pesantren pertama yang memperoleh sertifikat
ISO 9001 dan 2008”.
B. KESIMPULAN