Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

OD ENTROPION

Disusun Oleh :
Kezia melson
2130702036

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BONEO
TARAKAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

rahmatnya saya dapat menyelesaikan tugas indivindu Yang berjudul “OD

ENTROPION” ini tepat waktu. Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh

dari kata sempurna, sehingga saran dan kritik yang membangun, sangat penulis

harapkan. Semoga tugas makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Tarakan, 20 Desember 2022


Penulis

Kezia Melson
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Entropion adalah kelopak mata yang berputar kea rah dalam, biasanya kelopak

mata bagian bawah. Insidensi diperkirakan sebaanyak 148 pasien dari tahun 2021

sampai dengan Mei 2022 (Cicendo,2022).

Entropion diawali dengan rasa tidak nyaman karena iritasi, tetapi dapat

berkembang menjadi keratitis hingga ulkus kornea yang memiliki risiko kebutaan

karena leukoma. Entropion involusional terjadi karena degenerasi otot-otot

palpebra karena penuaan, sehingga tonusnya tidak adekuat untuk

mempertahankan posisi/bentuk palpebra yang normal. Entropion senilis

merupakan tipe entropion dengan prevalensi paling tinggi. Seiring terus

meningkatnya angka harapan hidup di Indonesia maka akan memberikan dampak

bertambahnya jumlah orang yang berusia 60 tahun (Badan Pusat Statistik, 2018).

Beberapa penelitian di Asia menyebutkan bahwa semakin bertambahnya usia

maka akan diikuti dengan meningkatnya kejadian entropion involusional.

Entropion jenis ini merupakan jenis entropion yang sering ditemukan, dengan

ditemukannya kombinasi dalam bentuk kelemahan pada kelopak mata, kelemahan

retraktor kelopak mata inferior, dan terjadi tumpang tindih antara preseptal

orbikularis dengan pretarsal orbikularis (Reiza, Yaumil. 2018).

Dari penelitian terdahulu mengenai terjadinya rekurensi entropion

involusional didapatkan data 2 kasus (15,38%) mengalami rekurensi setelah

dilakukannya follow up selama 12 bulan, sedangkan 11 kasus lainnya (84,62%)

tidak mengalami rekurensi. Dari 13 kasus yang mengalami kejadian entropion

involusional terdapat 8 kasus (61,54%) yang terjadi dengan kisaran usia 70-79
tahun. Namun dalam penelitian ini tidak dijelaskan berapa usia pasien yang

mengalami kejadian rekurensi (Hendriati & Sherly Muchlis, 2018). Pada

penelitian lainnya terdapat kasus rekurensi sebanyak 21,1% setelah proses follow

up selama 36-60 minggu dengan teknik operasi evertingsuture (Mohammed &

Ford, 2017). Sama halnya dengan penelitian sebelumnya masih belum diketahui

pada usia berapakah kasus rekurensi ini terjadi. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi hal tersebut, salah satunya apabila berdasarkan teori terjadinya

entropion adalah usia. Namun data epidemiologi mengenai penyakit ini masih

sangat kurang dan hubungan antara usia dengan rekurensi kejadian entropion

kelopak mata atas dan bawah belum pernah dilakukan penelitian.

Bahkan di Indonesia sendiri masih belum ada penelitian yang membahas

mengenai pengaruh usia terhadap rekurensi entropion involusional. Penelitian

terdahulu seperti di Rumah Sakit Dr. M. Djami Padang hanya membahas kejadian

rekurensi yang disebabkan perbedaan perlakuan teknik operasi pada pasien

entropion involusional (Hendriati & Sherly Muchlis, 2018).

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, mendorong mahasiswa

untuk mengetahui lebih banyak tentang od entropion.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN TEORI

B. Definisi

Entropion adalah kelopak mata yang berputar kea rah dalam, biasanya

kelopak mata bagian bawah. Insidensi diperkirakan sebaanyak 148 pasien dari

tahun 2021 sampai dengan Mei 2022 (Cicendo,2022).

Entropion adalah kondisi di mana kelopak mata membalik ke dalam

yang menyebabkan bulu mata dan kulit bergesekan dengan lapisan terluar

mata. Hal ini dapat menyebabkan iritasi dan menimbulkan rasa tidak nyaman

pada mata.

Entropion adalah kelainan palpebra dimana terjadi pelipatan dari tepi palpebra ke

arah dalam bola mata. Entropion dapat menyebabkan bulu mata,tepi palpebra dan

kulit pada palpebra mengalami kontak dengan bola mata.

Entropion bisa ditemukan pada semua lapisan umur namun

entropionkhususnya entropion involusional lebih sering ditemukan pada orangtua.

Entropionlebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Hal ini mungkin

disebabkanlempeng tarsal pada wanita rata-rata lebih kecil dibandingkan pada pria.

Entropioninvolusional biasanya ditemukan lebih sering pada palpebra inferior

sedangkanentropion sikatrik lebih sering pada palpebra superior dan paling sering di

dahului oleh trakhoma.

1. Tanda Dan Gejala Klinis

Tanda dan gejala entropion dapat timbul sebagai akibat dari gesekan bulu

mata dan kelopak mata luar dengan lapisan mata. Tanda dan gejala yang dapat

timbul, antara lain:

 Rasa menjanggal pada mata


 Mata merah

 Mata berair

 Rasa nyeri atau iritasi pada mata

 Peningkatan sensitivitas mata terhadap cahaya

 Adanya cairan dari mata dan pembentukan krusta pada mata

 Penurunan penglihatan

2. Etiologi

Entropion dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain :

a. infeksi pada mata.

Salah satu jenis infeksi pada mata yang dikenal dengan istilah trakoma cukup

sering ditemui pada beberapa negara berkembang. Kondisi ini dapat

menyebabkan luka di kelopak mata bagian dalam yang bisa menyebabkan

entropion dan bahkan kebutaan.

b. Peradangan.

Iritasi pada mata akibat dari mata kering atau peradangan dapat

menyebabkan seseorang mencoba mengatasinya dengan menggosok

mata atau menutup mata. Hal ini dapat menyebabkan kekakuan otot

kelopak mata dan melipatnya pinggir dari kelopak mata ke dalam.

c. Kelemahan otot.

Seiring dengan bertambahnya usia, otot di bawah mata mulai melemah

dan tendon mengalami penarikan. Hal ini merupakan penyebab

terjadinya entropion.

d. Luka atau riwayat operasi sebelumnya.

Kulit yang luka akibat bahan kimia, cedera, ataupun pembedahan dapat

mengubah kurvatura normal dari kelopak mata.


e. Komplikasi perkembangan.

Bila entropion sudah terjadi pada saat lahir, maka hal ini dapat

disebabkan oleh lipatan tambahan di kelopak mata saat pembentukan

janin. Akibatnya, kelopak mata menjadi melipat ke dalam.

3. Klasifikasi

Entropion berdasarkan penyebab dibagi menjadi :

 Involusi

Paling sering terjadi sebagai akibat dari proses penuaan. Seiring

dengan peningkatannya usia maka terjadi degenerasi progresif jaringan

fibrous dan elastic kelopak mata bawah. Gangguan ini paling sering

ditemukan pada kelopak bawah dan merupakan akibat gabungan

kelumpuhan otot-otot retractor kelopak bawah, migrasi ke atas

muskulus orbicularis preseptal dan melipatnya tepi tarsus atas.

Entropion invvolusi pada kelopak mata atas juga dapat terjadi.

Penelitian Jorge GC et al disimpulkan bahwa karakterristik anatomi

yang khas kelopak mata atas pada populasi asia merupakan

predisposisi entropion involusi kelopak mata atas.

 Sikatrik

Dapat mengenai kelopak mata atas atau bawah disebabkan oleh

jaringan parut konjungtiva atau tarsus. Patologi dasarnya yaitu

memendeknya lamella posterior akibat berbagai sebab. Gangguan ini

paling sering ditemukan pada penyakit-penyakit radang kronik seperti

trakoma.

 Kongenital
Entropion kongenital merupakan anomali yang jarang di temukan.

Entropion kongenital dapat menyebabkan erosi kornea kronik dan

blefarospasm. Dapat terjadi trauma pada kornea yang menyebabkan

terbentuknya ulkus pada bayi. Pada entropion kongenital, tepi kelopak

mata memutar kearah kornea,sementara pada epiblefaron kulit dan otot

pratarsalnya menyebabkan bulumata memutari tepi tarsus. Entropion

kongenital sering sering jugaterdapat kelainan pada system

kardiovaskular, musculoskeletal, dan systemsaraf pusat. Entropion

kongenital berbeda dengan entropion didapat.Entropion didapat terjadi

pada usia remaja dan diturunkan secara autosomal dominan.

4. Patofisiologi

Masing-masing tipe entropion memiliki patofisiologi yang berbeda,

namun secara umum, entropion disebabkan oleh penipisan lamela dan

disinsersi retraktor kelopak mata bawah, menyebabkan kelopak mata

bawah melengkung ke dalam. Pada keadaan normal, palpebra

distabilkan oleh M.orbikularis okuli, M.retraktor palpebra, tarsus, dan

tendon kantus. Apabila tegangan horizontal struktur ini melonggar,

margo palpebra dapat terputar. Pada entropion terjadi beberapa

perubahan seperti berpindahnya posisi orbikularis preseptal ke tepi

bawah tarsus, kelemahan retraktor palpebra inferior, berkurangnya

kekakuan tarsus karena proses atrofi, involusi tendon kantus medial

dan lateral, perubahan komposisi tarsus dari serat kolagen menjadi

serat elastis, dan proses atrofi lemak periorbita.

5. Manifestasi klinis

1. Air mata berlebihan.


2. Mata merah dan teriritasi.

3. Pengerakan kelopak mata dan keluarnya kotoran mata.

4. Kesat atau terasa seperti berpasir.

5. Nyeri ketika terpapar cahaya terang.

6. Penglihatan buram.

7. Sensitivitas terhadap cahaya dan angin.

8. Lendir debit dan pengerasan kulit kelopak mata.

9. Kelopak mata defiasi ke dalam.

10. Penurunan visi, terutama jika kornea rusak.

11. Konjungtiva tampak meradang (konjungtiva bulbi merah)

12. Abrasi kornea karena gesekan dari bulumata sehingga kornea keruh

atau mungkin terjadi ulkus kornea

6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang umumnya tidak diperlukan untuk diagnosis, namun dapat

mengidentifikasi kelainan-kelainan yang mendasari atau didasari entropion.

1. Pemeriksaan slit lamp dapat mengidentifikasi lipatan tepi palpebra, kelemahan

palpebra, enoftalmus, injeksi konjungtiva, trikiasis, entropion memanjang,

keratitis punctata superfisial yang dapat menjadi ulkus dan membentuk pannus,

serta keratinisasi tepi palpebra dan simblefaron pada entropion sikatriks.

2. Tes lain adalah tes Schirmer untuk menilai produksi air mata, tes fluorescein

untuk melihat tanda-tanda kerusakan kornea akibat gesekan bulu mata atau kulit

palpebra, dan eksoftalmometri untuk menilai enoftalmus relatif.

3. Pemeriksaan histopatologis pada entropion involusional menunjukkan adanya

degenerasi kolagen, serat-serat kolagen tersusun tidak teratur, dan elastogenesis

yang abnormal. Hal ini karena seiring pertambahan usia, komposisi tarsus

berubah dari sebagian besar tersusun dari serat kolagen menjadi serat elastis,
akibatnya terjadi peningkatan laxitas horizontal palpebra dan atrofi tarsus.

Namun, entropion juga dapat memiliki tarsus yang menebal, mungkin disebabkan

inflamasi atau disinsersi M. retractor palpebra.

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan entropion umumnya nonfarmakologis. Terapi sementara yaitu

dengan penarikan kulit palpebra ke arah pipi, sehingga menjauh dari bola mata,

pencukuran bulu mata di lokasi trikiasis, lensa kontak untuk melindungi kornea,

dan air mata artifisial dan salep mata lubrikan untuk melindungi permukaan mata,

peletakan tape untuk mengurangi laxitas tarsus horizontal dan memungkinkan

eversi tepi palpebra, dan kauterisasi termal untuk menginduksi pemendekan

retraktor palpebra inferior dan orbikularis. Namun, setiap tindakan memiliki level

of evidence rendah dan strength of recommendation berbeda-beda.

8. Pronogsis

Entropion pada umumnya memiliki prognosis yang baik. Keefektifan

pengobatan entropion tergantung pada penyebab utama dan tingkat

keparahan penyakitnya.

9. Komplikasi

1. Konjungtivitis

Peradangan pada konjungtiva. Akan terlihat lapisan putih yang

transparan pada mata dan garis pada kelopaknya. Entropion dapat

menyebabkan konjungtiva menjadi merah dan meradang, dan

menimbulkan infeksi.

2. Keratitis
Suatu kondisi dimana kornea meradang. Masuknya bulu mata dan tepi

kelopak ke kornea dapat menimbulkan iritasi dan rasa sakit. Jaringan

parut akan terbentuk dan dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.

3. Ulkus kornea

Ulkus kornea adalah ulkus yang terbentuk di kornea dan biasanya

disebabkan oleh keratitis. Kondisi ini sangat serius karena dapat

menyebabkan kehilangan penglihatan. Sangat penting untuk segera

berobat ke dokter jika mata menjadi merah, mata terasa sakit atau

seperti ada yang mengganjal didalam mata.

4. Komplikasi bedah juga termasuk pendarahan, hematoma, infeksi, rasa

sakit, dan posisi tarsal yang buruk

10. Pathway

ENTROPION

Entropion Evolusional Entropion sikatrik Entropion kongenital

Mengenai kelopak mata Tepi kelopak mata


Penuaan terputar kearah
Ansietas kornea
Jaringan parut di konjungtiva atau
Kelumpuhan otot Penglihatan menurun
reseptor kelopak mata radang

Migrasi keatas muskulus Nyeri akut


orbicularis preseptal

Melipatnya tepi tarsus ke


atas
Resiko infeksi

BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

C. Pengkajian

a) Pengkajian

1. Keluhan utama

Tanyakan kepada klien adanay keluhan seperti nyeri, mata berair, mata merah,

silau dan sekret pada mata

2. Riwayat penyakit sekarang

Informasi yang dapat diperoleh meliputi informasi mengenai penurunan tajam

penglihatan, trauma pada mata, riwayat gejala penyakit mata seperti nyeri

meliputi lokasi,awitan, durasi, upaya mengurangi dan beratnya, pusing, silau.

3. Riwayat penyakit dahulu

Tanyakan pada klien riwayat penyakit yang dialami klien seperti diabetes

mellitus, hrpes zooster, herpes simpleks

4. Pengkajian fisik penglihatan

Ketajaman penglihatan :

-Uji formal ketajaman penglihatan harus merupakan bagian dari setiap data

dasar pasien.

-Tajam penglihatan diuji dengan kartu mata (snellen) yang diletakkan 6 meter.

-Palpebra superior Merah,sakit jika ditekan

-Palpebra inferior
Bengkak, merah, ditekan keluar secret

Konjungtiva tarsal superior dan inferior

Inspeksi adanya :

- Papil, timbunan sel radang sub konjungtiva yang berwarna merah dengan

pembuluh darah ditengahnya

- Membran,sel radang di depan mukosa konjungtiva yang bila iangkat akan

berdarah, membran merupakan jaringan nekrotik yang terkoagulasi dan

bercampur dengan fibrin, menembus jaringan yang lebih dalam dan berwarna

abu – abu.

- Pseudomembran, membran yang bila diangkat tidak akan berdarah

- Litiasis, pembentukan batu senyawa kalsium berupa perkapuran yang

terjadipada konjungtiviti kronis

- Sikatrik, terjadi pada trakoma.

Konjungtiva bulbi

- Sekresi

- Injeksi konjungtival

- Injeksi siliar

- Kemosis konjungtiva bulbi, edema konjungtiva berat

- Flikten peradangan disertai neovaskulrisasi

Kornea

- Erosi kornea, uji fluoresin positif

- Infiltrat, tertibunnya sel radang

- Pannus, terdapat sel radang dengan adanya pembuluh darah yang

membentuk tabir kornea

- Flikten
- Ulkus

- Sikatrik

Bilik depan mata

- Hipopion, penimbunan sel radang dibagian bawah bilik mata depan

- Hifema, perdarahan pada bilik mata depan

Iris

- Rubeosis, radang pada iris

- Gambaran kripti pada iris

Pupil

- Reaksi sinar, isokor

- Pemeriksaan fundus okuli dengan optalmoskop untuk melihat

- Adanya kekeruhan pada media penglihatan yang keruh seperti pada kornea,

lensa dan badan kaca.

b) Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan iritasi atau infeksi pada mata

2. Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis, perubahan

status kesehatan: adanya nyeri;kemungkinan /kenyataan

kehilangan penglihatan

3. Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan

penerimaan sensori / status organ indera. Lingkungan secara

terapetik dibatasi. Kemungkinan dibuktikan oleh: menurunnya

ketajaman, gangguan penglihatan, perubahan respon biasanya

terhadap rangsang.
4. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan kontak

sekret dengan mata sehat atau mata orang lain.

No Diagnosa Intervensi Implementasi Evaluasi

1. Nyeri Setelah dilakukan asuhan 1.Menganjurkan klien S : pasien mengatakan

(D.0077) keperawatan 1x24 jam untuk mengompres mata nyeri berkurang setelah

diharapkan nyeri berkurang, dengan air hangat mengikuti anjuran dari tim

pasien merasa nyaman : 2.Menganjurkan pasien kesesehatan.

(I.08066) untuk tidak menggosok – O : k/u baik, merah pada

1.Anjurkan klien untuk gosok mata yang sakit mata sudah tampak teratasi,

mengompres mata dengan air terutama dengan tangan dan nyeri mata pasien

hangat (I.08238) 3.Menganjurkan pasien berkurang.

2.Anjurkan pasien untuk tidak menggunbkan kacamata A : masalah teratasi

menggosok – gosok mata yang pelindung jika bepergian P : intervensi dihentikan.

sakit terutama dengan tangan 4.Mengkolaborasi dengan

3.Anjurkan pasien tim medis untuk

menggunbkan kacamata pemberian analgetik

pelindung jika bepergian

4.Kolaborasi dengan tim medis

untuk pemberian analgetic

2. Ansietas Setelah dilakukan asuhan 1. Mengkaji tingkat S : pasien mengatakan

(D.0080) keperawatan 1x24 jam ansetas, derajat sudah bisa rileks dan

diharapkan pasien Tampak pengalaman nyeri / merasa sedikit tenang.

rileks dan melaporkan ansetas timbulnya gejala tiba-tiba O : k/u cukup, ansietas

menurun sampai tingkat dapat dan pengetahuan kondisi


diatasi. (L.09093) saat ini. tampak teratasi.

1. Kaji tingkat ansetas, derajat 2. Memberikan informasi A : masalah teratasi

pengalaman nyeri / timbulnya yang akurat dan jujur. sebagian

gejala tiba-tiba dan 3. Mendiskusikan P : intervensi dilanjutkan

pengetahuan kondisi saat ini. kemungkinan bahwa

(I.09314) pengawasan dan

2. Berikan informasi yang pengobatan dapat

akurat dan jujur. mencegah kehilangan

3. Diskusikan kemungkinan penglihatan tambahan.

bahwa pengawasan dan 4. Mendorong pasien

pengobatan dapat mencegah untuk mengakui masalah

kehilangan penglihatan dan mengekspresikan

tambahan. perasaan.

4. Dorong pasien untuk 5. Mengidentifikasi

mengakui masalah dan sumber / orang yang

mengekspresikan perasaan. dekat dengan klien.

5. Identifikasi sumber / orang

yang dekat dengan klien.

3. Gangguan Setelah dilakukan asuhan 1) membantu klien S : pasien mengatakan

Sensori keperawatan 1x24 jam mentukan ketajaman masih sulit menentukan

Perseptual diharapkan pasien akan : penglihatan, catat apakah ketajaman penglihatan.

(D.0085) (L.09083) satu atau kedua mata O : k/u cukup, tampak

-Meningkatkan ketajaman terlibat. masih sulit untuk melihat

penglihatan dalam batas situasi 2) Membantu dengan jelas.


individu. Orientasikan pasien A : masalah belum teratasi

-Mengenal gangguan sensori terhadap lingkungan, staf, P : intervensi dilanjutkan

dan berkompensasi terhadap orang lain di areanya.

perubahan. 3) Melakukan tindakan

-Mengidentifikasi / untuk membantu pasien

memperbaiki potensial bahaya menangani keterbatasan

dalam lingkungan. penglihatan seperti

1) Tentukan ketajaman kurangi kekacauan,

penglihatan, catat apakah satu ingatkan memutr kepala

atau kedua mata terlibat. ke subjek yang terlihat

(I.083241) dan perbaiki sinar suram

2) Orientasikan pasien terhadap 4) Memperhatikan

lingkungan, staf, orang lain di tentang suram atau

areanya. penglihatan kabur dan

3) Lkukan tindakan untuk iritasi mata dimana dapat

membantu pasien menangani terjadi bila menggunakan

keterbatasan penglihatan tetes mata.

seperti kurangi kekacauan,

ingatkan memutr kepala ke

subjek yang terlihat dan

perbaiki sinar suram

4) Perhatikan tentang suram

atau penglihatan kabur dan

iritasi mata dimana dapat

terjadi bila menggunakan tetes


mata.

4. Resiko Setelah dilakukan asuhan 1. MengKaji tanda-tanda S : pasien mengatakan

tinggi keperawatan 1x24 jam infeksi iritasi pada mata masih

penyebaran diharapkan : (L.14137) 2. Memberikan therapi belum sembuh, dan pasien

infeksi -Meningkatkan penyembuhan sesuai program dokter merasa mata mudah Lelah.

(D.0142) luka tepat waktu, bebas 3. Mengnjurkan penderita O : k/u cukup, tampak

drainase purulen, eritema, dan istirahat untuk kelelahan pada pandangan

demam. mengurangi gerakan mata karena mata masih iritasi.

-Mengidentifikasi intervensi 4. Memberikan makanan A : masalah belum teratasi

untuk mencegah/menurunkan yang seimbang untuk P : intervensi dilanjutkan.

resiko infeksi. mempercepat

1. Kaji tanda-tanda infeksi penyembuhan

(I.14539)

2. Berikan therapi sesuai

program dokter

3. Anjurkan penderita istirahat

untuk mengurangi gerakan

mata

4. Berikan makanan yang

seimbang untuk mempercepat

penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA

Cicendo, P. M. N. R. S. M. (2022). Rencana Strategi Bisnis Pusat Mata Nasional

Rumah Sakit Mata Cicendo. In. Bandung

Hasegawa, A., & Abe, R. (2020). Recent advances in managing and

understanding Stevens-Johnson syndrome and toxic epidermal necrolysis.

F1000Res,9. https://doi.org/10.12688/f1000research.24748.1Lin, P., Kitaguchi,

Y., Mupas-Uy, J., Sabundayo, M. S., Takahashi, Y., & Kakizaki, H. (2019).

Involutional lower eyelid entropion: causative factors and therapeutic

management. Int Ophthalmol,39(8), 1895-1907. https://doi.org/10.1007/s10792-

018-1004-1

Ophthamology, A. A. o. (2019). Oculofacial Plastic and Orbital Surgery

PAK, T. (2021). Panduan Asuhan Keperawatan. Pusat Mata Nasional Rumah

Sakit Cicendo.

PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan

Indikator Diagnostik. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional

Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan

Tindakan Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional

Indonesia.

PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan

Kriteria Hasil Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional

Indonesia.

Brunner and suddarth. ( 2001 ). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih

bahasa : dr. H.Y. Kuncara dkk.Jakarta : EGC

Sidharta Ilyas. ( 2001 ).Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Penerbit FKUI

Ignativicus, Donna D. ( 1991 ). Medical Surgical Nursing. First edition. Philadelphia

Vera, H.D dan Margaret R.T.( 2000 ). Perawatan Mata. Yogyakarta : penerbit ANDI

Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai