Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MATA KULIAH

STUDIO RENCANA TATA RUANG WILAYAH UMUM

PERSPEKTIF KEBERLANJUTAN PROGRAM


RELOKASI & INOVASI DILAKUKAN UNTUK PERWUJUDAN
KOTA SAMARINDA YANG BEBAS BANJIR

Oleh :
MUHAMMAD TAUHID
NIM 2112018015
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Ir. Tamrin Rahman, ST., MT

PROGRAM PASCA SARJANA


KONSENTRASI PERENCANAAN & PENGEMBANGAN WILAYAH
UNIVERISTAS MULAWARMAN
TAHUN 2022
PERSPEKTIF KEBERLANJUTAN PROGRAM
RELOKASI & INOVASI DILAKUKAN UNTUK PERWUJUDAN KOTA SAMARINDA YANG
BEBAS BANJIR

Kawasan Karang Mumus 1 merupakan bagian dari SK Kumuh Walikota Samarinda No. 413.2/222/HK-
KS/VI/2018 yang memiliki luasan 28,77 Ha dari jumlah keseluruhannya yaitu 133,33 Ha. Dari beberapa
segmen dari kawasan karang mumus 1 tersebut terdapat segmen yang bernama segmen segiri yang secara
visual merupakan lokasi startegi dari Kota Samarinda, dikarenakan merupakan pusat perdagangan regional
dari Provinsi Kalimantan Timur dan berada di pusat Kota Samarinda. Pusat perdagangan tersebut bernama
Pasar Segiri.
Kegiatan pemindah warga yang tinggal di bantaran sungai
karang mumus sekitaran pasar segiri kota samarinda menjadi
berita hangat yang diperbincangkan dibanyak media massa
dan media social, bahkan menyebabkan banyak pertanyaan
para praktisi dan pemerhati di Kota Samarinda terkait
urgensinya kegiatan tersebut dilaksanakan. Kegiatan tersebut
merupakan perwujudan upaya pencapaian visi pembangunan
jangka menengah Kota Samarinda Tahun 2016-2021 yaitu Terwujudnya Kota Samarinda Sebagai Kota
Metropolitan yang Berdaya Saing dan Berwawasan Lingkungan“. Adapun misi yang akan dilakukan untuk
mewujudkan visi tersebut salah satunya yaitu mewujudkan ruang Kota yang Layak Huni melalui program
prioritas no 1 yaitu Optimalisasi Pengendalian Banjir, yang diantaranya dilakukan melalui normalisasi sungai
Karang Mumus. Kegiatan normalisasi sungai Karang Mumus tersebut dilakukan dengan memperluas
penampang basah alur yaitu dengan pengerukan dan juga pembenahan alur dengan pelurusan dan
kontruksi parapet. Adapun strategi yang tertuang dalam pembangunan jangka menengah tersebut adalah
dengan menata tepi sungai karang mumus.
Sungai Karang Mumus merupakan anak Sungai Mahakam yang memiliki panjang aliran 34,7 kilometer.
Sungai Karang Mumus menjadi salah satu jalur trasportasi air bagi warga yang berada di daerah aliran
sungai (DAS) Karang Mumus, selain itu juga menjadi sumber aktifitas mencuci, mandi, dan aktivitas lainya.
Kondisi sepanjang bantaran sungai karang mumus telah tumbuh permukiman yang menyebabkan ruang alur
sungai menyempit dan timbulnya sedimentasi yang menyebabkan pula pendangkalan kedalaman sungai.
Secara teknis lebar penampang ideal dari sungai karang mumus minimalnya selebar ± 40 meter (kajian
sempadan sungai karang mumus) yang diperhitungkan mampu menampung debit air yang besar sehingga
mampu mengatasi bencana banjir kota samarinda setiap tahunnya. Ruang bantaran sungai yang diatur
sesuai Peraturan Daerah Kota Samarinda No. 2 Tahun 2014 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Samarinda Tahun 2014-2034 menyebutkan bahwa kawasan sempadan (perlindungan setempat) untuk
sungai karang mumus dengan lebar 10 meter dari kaki tanggul terluar. Kawasan ideal sempadan tersebut
digunakan dengan pengimplementasian ruang terbuka hijau/public yang dimana didalamnya diarahkan
sebagai perwujudan waterfront city.
Pertanyaan yang mungkin akan dipertanyakan adalah
bagaimana dengan nasib warga masyarakat yang telah
bermukim di daerah bantaran sungai karang mumus
tersebut. Hal yang tidak lepas untuk dipikirkan oleh
pemerintah kota samarinda dalam menwujudkan penataan
tepi sungai karang mumus tersebut. Perlu diketahui
bersama bahwasannya lahan kawasan pasar segiri,
kepemilikan lahan yang sah adalah milik pemerintah kota Samarinda. Bagaimana bisa ada permukiman
dilahan milik Pemerintah kota tersebut. Kawasan pasar segiri tersebut idealnya dipergunakan layaknya
sebagai pasar yang berfungsi tempat transaksi jual beli antara pedagang yang berusaha di lokasi tersebut
dengan calon pembeli yang akan berbelanja di kawasan tersebut. Seiring waktu perubahan paradigm tempat
berjualan tersebut bertambah fungsinya menjadi tempat bermukim dan berjualan, bahkan menjadi wadah
memproduksi dan mengolah bahan dagangan yang langsung dapat dijual. Penyatuan fungsi sebagai tempat
berdagang, tempat bermukim dan tempat berproduksi ini dianggap sebagai penghematan cost terhadap
beban transportasi. Hal ini yang dapat dikatakan lepas dari pengawasan pemerintah kota samarinda, karena
ketika lahan tersebut beralih fungsi sebagai tempat bermukim dan berproduksi, ada penambahan volume
aktivitas manusia pada dasarnya, sehingga dampaknya berimbas pada masyarakat yang berdiam di hulu
sungai karang mumus seperti sekarang ini. Dulunya banjir kota Samarinda memiliki siklus 10 – 20 tahunan,
menjadi rutinitas setiap tahunnya. Tantangan yang muncul ketika pemerintah kota samarinda ingin
mengambil kembali penguasaan akan lahan tersebut dan dikembalikan fungsinya sesuai amanah Rencana
Jangka Menengah Daerah Kota Samarinda dalam wujud menata tepi sungai karang mumus segmen segeri
tersebut. Pada awalnya Pemerintah Kota Samarinda telah menyediakan perumahan untuk warga terdampak
atas upaya pemeindahan tersebut, namum semenjak tahun 2016 terhalang dikarenakan adanya Pemendargi
No.19 Tahun 2016 yang dapat disimpulkan bahwa Pemerintah tidak bisa memberikan lagi hibah secara
gratis kepada masyarakat, melainkan perlu adanya system yang mengembalikan modal dari hibah tersebut.
Hal ini yang memberatkan pemerintah kota melaksanakan kembali hibah yang pernah dilakukan tetapi
masyarakatnya menginginkan hal tersebut mereka dapatkan.
Di Tahun 2018 telah terbit landasan hukum yang dikeluarkan pemerintah melalui Pemendagri No.117 Tahun
2018 tentang Pendanaan Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam Rangka Penyediaan Tanah
untuk Pembangunan Nasional, yang dimana Pemerintah Kota menunjuk pihak independen untuk melakukan
penilaian terhadap besaran nilai santunan terhadap warga terdampak di suatu kawasan. Adapun penilaian
yang berpengaruh terhadap besaran nilai santunan didasarkan pada :
a) Biaya pembersihan segala sesuatu yang berada diatas tanah;
b) Mobilisasi;
c) Sewa rumah paling lama 12 (dua belas) bulan, dan/atau
d) Tunjangan kehilangan pendapatan dari pemamfaatan tanah.
Atas dasar perhitungan inilah yang digunakan untuk memberi santunan kepada warga terdampak. Hasil
perhitungan ini yang ibaratnya merupakan win-win solution dengan harapan pemerintah telah siap bersedia
menganggarkan besaran anggaran dan warga terdampak tersebut menerima besaran hasil perhitungan dari
4 kriteria dasar dalam menentukan besaran nilai santunan.
Tantangan terbesarnya adalah konsistensi terus menerus
Pemerintah Kota Samarinda dalam mewujudkan penataan
tepi sungai karang mumus karena masih banyak segmen
yang harus dibebaskan dan setelah dibebaskan harus
segera direalisasikan pembangunan infrastrukturnya agar
tidak terjadi lagi kedepannya penyalah gunaan
pemamfaatan ruang oleh masyarakat umum. Tantangan
lainnya berasal dari masyarakat yang tinggal di tepi sungai
karang mumus untuk dapat memahami, menerima, dan mendukung upaya yang dilakukan oleh Pemerintah
Kota Samarinda untuk “Terwujudnya Kota Samarinda Sebagai Kota Metropolitan yang Berdaya Saing dan
Berwawasan Lingkungan“. Upaya normalisasi sungai karang mumus sampai dengan saat ini masih
dilakukan dalam upaya pengendalian banjir yang sering terjadi di Kota Samarinda. Hal ini juga mendukung
dalam ipaya perwujudan RPJP Kota Samarinda dan mewujudkan Kota Samarinda sebagai kota penyangga
Ibu Kota Negara nantinya.
Inovasi lain yang dapat dikembangkan adalah
pembangunan polder dan kolam retensi di sepanjang
aliran sungai Karang Mumus dan pembangunan
infrastruktur bangunan yang bias beradaptasi dengan
alam yaitu pembangunan infrastruktur dalam bentuk
model panggung. Pembangunan Infrastruktur dalam
bentuk model panggung ini dapat beperan ganda
Sketsa Tipikal Sistem Polder dan Kolam
Retensi di Sepanjang Sungai yang dimana pada saat musim kering, dapat
digunakan sebagai lahan parkir dan ruang terbuka
yang aktratif bagi masyarakat Kota Samarinda dan pada saatmusim penghujan dapat menampung kelebihan
debit air yang tidak dapat ditampung oleh sungai Karang Mumus. Seluruh upaya tersebut harus berupa
komitmen daerah dan masyarakat utnuk dapat mewujudkannya.

Anda mungkin juga menyukai