Anda di halaman 1dari 46

Sistem Kewaspadaan Pangan & Gizi

(SKPG)
PENGERTIAN SKPG:

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No 43 th 2010


ttg pedoman SKPG:

SKPG merupakan serangkaian proses untuk mengantisipasi


kejadian kerawanan pangan dan gizi melalui pengumpulan,
pemrosesan, penyimpanan, analisis, dan penyebaran
informasi situasi pangan dan gizi

SKPG Dilakukan melalui kegiatan analisis situasi


pangan dan gizi yang didasarkan pada data laporan
rutin yang tersedia, atau berdasar hasil survei-
survei khusus
BAGAIMANA TUJUAN SKPG:

1. Menyediakan data dan informasi tentang keadaan pangan


dan gizi secara rutin yg digunakan pengambilan keputusan
pemerintah di berbagai tingkat administrasi yg berkaitan
dg penyusunan prioritas & pengaturan sumberdaya & dana
dlm memenuhi kebutuhan program pangan & gizi.

2. Menghasilkan benchmark setiap indikator yang digunakan


dalam menentukan situasi pangan dan gizi di suatu daerah
PENGORGANISASIAN SKPG:

• Pemerintah, pemerintah propinsi & pemerintah kab./ kota


membentuk Kelompok Kerja Pangan dan Gizi yg berada di bwh
koordinasi Dewan Ketahanan Pangan
• Pokja dpt terdiri dari unsur2 kesehatan, pertanian, Bappeda,
BKKBN, Sosial, Dolog, statistik dll yg dianggap perlu
• Pengorganisasian (struktur organisasi, tugas dan mekanisme
kerja) Pokja disesuaikan dengan situasi setempat, mengacu
pada Petunjuk Teknis SKPG di Kab./ Kota
• Hasil analisis SKPG oleh Pokja Pangan & Gizi pusat, propinsi &
kab/kota dilaporkan kpd pimpinan msg2 utk penentuan
langkah2 intervensi & utk perumusan kebijakan program pd
th berikutnya
LUARAN SKPG:

❑ Tersedianya informasi situasi pangan dan gizi bulanan dan


tahunan.
❑ Tersedianya informasi hasil investigasi daerah yang
diindikasikan rawan pangan.
❑ Tersusunnya rekomendasi kebijakan dan pelaksanaan
intervensi bagi penanganan kerawanan pangan dan gizi.
❑ Tersedianya laporan dan rekomendasi kebijakan dan
perencanaan program yang berkaitan dengan ketahanan
pangan dan gizi.
Manfaat SKPG:
Bagi Kepala Daerah:
Sebagai dasar menetapkan kebijakan penanggulangan masalah
pangan dan gizi dalam:
• Menentukan daerah prioritas
• Merumuskan tindakan pencegahan terhadap ancaman krisis
pangan dan gizi
• Mengalokasikan sumberdaya secara lebih efektif dan efisien.
• Mengkoordinasikan program lintas sektor

Bagi pengelola program:


• Penetapan lokasi dan sasaran
• Menyusun kegiatan terpadu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
sektor
• Proses pemantauan pelaksanaan
• Pelaksanakan kerjasama lintas sektor
• Mengevaluasi pelaksanaan program
KOMPONEN SKPG

1. ANALISIS 2. ANALISIS 3. DISEMINASI


SITUASI PG SITUASI PG & PENYEBARLUASAN
BULANAN TAHUNAN INFORMASI
Untuk Untuk perencanaan Penyebaran
Kewaspadaan program pangan informasi
Dini terhadap dan gizi jangka PG bagi pihak
perubahan menengah dan terkait dan yg
situasi pangan jangka panjang memerlukan
dan gizi
Investigasi
SKPG SEBAGAI SUATU SISTEM KEWASPADAAN
Pertanian Pertanian
Kesehatan Kesehatan
BPS GUBERNUR/ BULOG
BMG BUPATI/ NAKER
Lainnya WALIKOTA Lainnya

DATA/ PENGAMBILAN TINDAKAN/


INFORMASI KEPUTUSAN INTERVENSI

UMPAN BALIK

Informasi yang dihasilkan dapat bersifat:


• Sbg WARNING atau peringatan dini ttg kemungkinan tjd suatu masalah
• Sbg INFORMASI utk mempertajam kebijakan &
perencanaan program
Pelaksanaan SKPG: tahunan & bulanan
SKPG
TAHUNAN BULANAN
PEMANTAUAN SPG TAHUNAN PEMANTAUAN SPG BULANAN

I.ASPEK KETERSEDIAAN I.ASPEK KETERSEDIAAN


Rasio antara ketersediaan 1. Persentase rata-rata luas tanam
dibandingkan dengan konsumsi 2. Persentase rata-rata luas puso
normatif

II.ASPEK AKSES PANGAN II. ASPEK AKSES PANGAN


Persentase Keluarga Miskin 3. Persentase rata-rata harga bulan
berjalan komoditas dibandingkan
dengan rata-rata harga 3 bulan
terakhir

III.ASPEK PEMANFAATAN III. ASPEK PEMANFAATAN PANGAN


PANGAN 4. Persentase Balita yg naik BB (N)
Prevalensi gizi kurang pada balita 5. Persentase Balita yg BGM
6. Persentase balita yang tidak naik
berat badannya dalam 2 kali
penimbangan berturut-turut
1. ANALISIS SPG TAHUNAN - Data

Kelompok Data Sumber Data Keterangan


A. Ketersediaan a. Ketersediaan Dinas Pertanian Bulan Juli tahun berjalan
Pangan dibandingkan dengan BPS dan menggunakan data
konsumsi normatif BPS II tahun berjalan
b. Jumlah penduduk BKP/BULOG Data proyeksi penduduk
tengah tahunan tengah tahun
c. Cadangan pangan

B. Akses a. Keluarga Prasejahtera SKPD KB -


Terhadap dan Keluarga Kab/Kota time series data
Pangan Sejahtera I BPS/Dinas
b. Harga Perindag
c. IPM BPS
d. NTP BPS

C. Pemanfaatan a. Jumlah balita Dinas Berat Badan/Umur


Pangan b. Persen Balita gizi Kesehatan Berat Badan/Tinggi
buruk (-3 SD) (hasil
c. Persen Balita gizi Pemantauan
kurang (-2 SD) Status Gizi)
1. ANALISIS SPG TAHUNAN - Indikator & Analisis

1) Aspek Ketersediaan

Indikator Nilai (r) Bobot Warna


Rasio antara ketersediaan r > 1,14 1 Hijau
dibandingkan dengan konsumsi 0,90 < r ≤ 1,14 2 Kuning
normative
(Note: konsumsi r < 0,90 3 Merah
normatif=300gr)

2) Aspek Akses

Persentase
Indikator Bobot Warna
(r) (%)
% Pra Sejahtera dan r < 20 1 Hijau
Sejahtera I 20 ≤ r < 40 2 Kuning
≥ 40 3 Merah
3) Aspek Pemanfaatan

Persentase (r)
Indikator Bobot Warna
(%)
Prevalensi gizi kurang r < 15 1 Hijau
pada Balita 2 Kuning
15 ≤ r ≤ 20
> 20 3 Merah

4) Analisis Komposit
Komposit 1 + 2
Komposit 3 Skor 2 3 4 5 6
1 3 4 5 6 7
2 4 5 6 7 8
3 5 6 7 8 9
Keterangan:
Total bobot 3 – 4 = warna hijau (aman)
Total bobot 5 – 6 dan tidak ada skor 3 = warna kuning (waspada)
Total bobot 5– 9 dan ada skor 3 = warna merah (rawan)
2. ANALISIS SITUASI PANGAN DAN GIZI BULANAN - data
Kelompok Data Sumber Data Keterangan
A. a. Luas tanam Dinas Pertanian SP Padi
Ketersediaan b. Luas puso Dinas Pertanian SP Palawija
Pangan c. Luas panen Dinas Pertanian (jagung, ubi kayu,
d. Cadangan Pangan BKP/BULOG ubi jalar)
Petugas Pengamat
Hama dan Penyakit
(PHP)
B. Akses
Harga Komoditas Pangan (Beras, Jagung, Ubi Kayu,
Terhadap Dinas Perindag/BKP Survei Harga
Ubi Jalar, Gula, minyak goreng, daging ayam, telur)
Pangan
a. Angka Balita Ditimbang (D)
b. Angka Balita Naik Berat Badan (N)
c. Balita yang tidak naik berat badannya dalam 2 kali
C. Pemanfaatan Laporan
penimbangan berturut-turut (2T) Dinas Kesehatan
Pangan Penimbangan dan
d. Angka Balita dengan Berat Badan Dibawah Garis
KLB
Merah (BGM)
e. Kasus gizi buruk yang ditemukan
Dinas Sosial,
Jumlah tindak kejahatan, jumlah KK dengan angota Kepolisian, Dinas
keluarga yang menjadi tenaga kerja ke luar daerah, Tenaga Kerja, Dinas
D. Spesifik Apabila Diperlukan
penjualan aset, penjarahan hutan, perubahan pola Kehutanan, Dinas
Lokal
konsumsi pangan, cuaca, dll Kesehatan, BMKG,
dll
E. Data a. Luas tanam bulanan 5 tahun terakhir Dinas Pertanian dan Digunakan untuk
13
Pendukung b. Luas puso bulanan 5 tahun terakhir BPS analisis bulanan
2. ANALISIS SITUASI PANGAN DAN GIZI BULANAN
– Indikator & analisis

1) Ketersediaan

No Indikator Persentase (r) Bobot


(%)
1 Persentase luas tanam bulan r≥5 1 = Aman
berjalan dibandingkan -5 ≤ r < 5 2 = Waspada
dengan rata-rata luas tanam - r < -5 3 = Rawan
bulan bersangkutan 5 tahun
terakhir
2 Persentase luas puso bulan r < -5 1 = Aman
berjalan dibandingkan 5 ≤ r < -5 2 = Waspada
dengan rata-rata luas puso r<5 3 = Rawan
bulan bersangkutan 5 tahun
terakhir
2) Akses
No Indikator Persentase (r) Bobot
(%)
1 Persentase rata-rata harga bulan berjalan komoditas beras r<5 1 = Aman
dibandingkan dengan rata-rata harga 3 bulan terakhir 5 ≤ r ≤ 20 2 = Waspada
r > 20 3 = Rawan
2 Persentase rata-rata harga bulan berjalan komoditas jagung r<5 1 = Aman
dibandingkan dengan rata-rata harga 3 bulan terakhir 5 ≤ r ≤ 15 2 = Waspada
> 15 3 = Rawan
3 Persentase rata-rata harga bulan berjalan komoditas ubi r<5 1 = Aman
kayu dibandingkan dengan rata-rata harga 3 bulan terakhir 5 ≤ r ≤ 15 2 = Waspada
> 15 3 = Rawan
4 Persentase rata-rata harga bulan berjalan komoditas ubi r<5 1 = Aman
jalar dibandingkan dengan rata-rata harga 3 bulan terakhir 5 ≤ r ≤ 15 2 = Waspada
> 15 3 = Rawan
5 Persentase rata-rata harga bulan berjalan komoditas gula r<5 1 = Aman
dibandingkan dengan rata-rata harga 3 bulan terakhir 5 ≤ r ≤ 15 2 = Waspada
> 15 3 = Rawan
6 Persentase rata-rata harga bulan berjalan komoditas minyak r<5 1 = Aman
goreng dibandingkan dengan rata-rata harga 3 bulan 5 ≤ r ≤ 15 2 = Waspada
terakhir > 15 3 = Rawan
7 Persentase rata-rata harga bulan berjalan komoditas daging r<5 1 = Aman
ayam dibandingkan dengan rata-rata harga 3 bulan terakhir 5 ≤ r ≤ 15 2 = Waspada
> 15 3 = Rawan
8 Persentase rata-rata harga bulan berjalan komoditas telur r<5 1 = Aman
dibandingkan dengan rata-rata harga 3 bulan terakhir 5 ≤ r ≤ 15 2 = Waspada15
> 15 3 = Rawan
3). Pemanfaatan Pangan (food utilization)

Persentase (r)
No Indikator Bobot
(%)
1 Persentase Balita yg naik BB (N) r > 90 1 = Aman
dibandingkan Jumlah Balita 80 ≤ r ≤ 90 2 = Waspada
Ditimbang (D) < 80 3 = Rawan
2 Persentase Balita yg BGM r<5 1 = Aman
dibandingkan Jumlah Balita 5 ≤ r ≤ 10 2 = Waspada
ditimbang (D) > 10 3 = Rawan
3 Persentase balita yang tidak naik r < 10 1 = Aman
berat badannya dalam 2 kali 10 ≤ r ≤ 20 2 = Waspada
penimbangan berturut-turut (2T) > 20 3 = Rawan
dibandingkan Jumlah Balita
ditimbang (D)
4). Analisis Komposit Bulanan
Komposit 1 + 2
Komposit 3 Bobot 2 3 4 5 6
1 3 4 5 6 7
2 4 5 6 7 8
3 5 6 7 8 9

Keterangan:
Total bobot 3 – 4 = warna hijau (aman)
Total bobot 5 – 6 dan tidak ada skor 3 = warna kuning (waspada)
Total bobot 5– 9 dan ada skor 3 = warna merah (rawan)
PELAPORAN TINGKAT PROVINSI

• Pokja Pangan dan Gizi tingkat provinsi mengolah, menganalisa


dan membahas laporan dari tingkat kabupaten, sehingga
tersusun informasi tentang situasi pangan didaerahnya. Hal
ini dilaksanakan satu kali setiap bulan dan disampaikan
kepada ketua DKP tingkat provinsi.
• Menyusun upaya penanggulangan dengan berbagai alternatif
sebagai bahan pengambilan keputusan untuk Gubernur/KDH
Tk. I.
• Pembahasan situasi produksi pangan dan situasi gizi oleh DKP
provinsi yang dilakukan setiap bulan.
• Pokja Pangan dan Gizi mengkompilasi laporan dari kabupaten
dan menyiapkan laporan untuk disampaikan ke DKP Pusat
PELAPORAN TINGKAT KABUPATEN
• Pokja Pangan dan Gizi (PPG) mengelola laporan dari kecamatan
dan kemudian menganalisa dan membahas laporan tersebut
sehingga tersusun informasi tentang situasi pangan dan gizi
wilayahnya setiap bulan secara berkesinambungan.
• Pokja menyampaikan informasi/laporan tersebut kepada Bupati
atau ketua PPG setiap bulan secara berkesinambungan.
• Bilamana terjadi masalah, maka Pokja menyusun alternatif
pemecahan masalah sebagai bahan pengambilan keputusan oleh
Bupati/KDH. Tk. II..
• Pokja mengkompilasi laporan tingkat kecamatan dan
menyampaikan laporan ke Pokja tingkat propinsi dengan
tembusan ke ”pusat”.
• Pembahasan situasi pangan dan gizi dilaksanakan oleh Pokja PG
yang dikoordinasikan oleh DKP/TPG kabupaten, dan dilakukan
secara rutin setiap bulan.
ALTERNATIF PENANGGULANGAN RAWAN PANGAN DAN GIZI BERDASARKAN MASALAH
PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN SKPG

1. SKPG belum menjadi instrumen dalam pencegahan dan


penanggulangan rawan pangan
2. Kegiatan Sistem Isyarat Dini untuk Intervensi (SIDI)
bulanan belum dilaksanakan secara optimal → daerah hanya
melaksanakan analisis situasi pangan dan gizi tahunan
3. Hasil SKPG belum dijadikan alat dalam melakukan intervensi
kerawanan pangan → data yang digunakan tidak up to date
4. Koordinasi lintas sektor sebagai kunci keberhasilan
pelaksanaan SKPG belum optimal
5. Kinerja Kelompok Kerja (POKJA) atau Tim Pangan dan Gizi
tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota belum optimal
Pengertian Indikator Surveilans Gizi

Sesuatu yg dpt memberi indikasi tentang keadaan.

Contoh: “binatang liar sudah banyak memasuki


pemukiman penduduk” memberikan indikasi bahwa
sudah terjadi kelangkaan makanan di hutan.
Contoh lain “banyak penduduk menggadaikan barang
miliknya” memberikan indikasi sudah terjadi masalah
penurunan pendptan (mungkin akibat kegagalan proses
produksi pertanian?).
Syarat--Syarat Indikator

Mudah diukur.

Jelas.

Akurat dan Relevan.

Sensitif.

Tepat waktu.
Mudah Diukur

Mudah diukur secara kuantitatif maupun secara


kualitatif. Contoh:
Indikator status gizi berdasarkan antropometri (BB dan
TB mudah diukur)
Indikator kerawanan pangan berdasarkan keadaan
banyaknya binatang liar yg turun ke pemukiman
penduduk, atau banyaknya penduduk yg menggadaikan
barang miliknya, mudah diukur dan mudah diamati.
Jelas
Jelas utk dipahami dan dpt secara langsung
mengukur keadaan.
Contoh: Indikator Tidak Naik Berat Badan (T), jika
terjadi 2 kali (2T), menggambarkan kondisi tidak sehat.
Indikator T mudah dipahami dan jelas kuantitatifnya.

Akurat & Relevan


Akurat dan relevan dgn yg ingin diukur.
Indikator konsumsi pangan akurat utk keadaan rawan
pangan. Keadaan rawan pangan relevan sbg indikator
keadaan gizi masyarakat.
Sensitif

Sensitif : mampu memberikan indikasi terjadinya


perubahan setiap saat.
Contoh: perubahan prevalensi balita kurus merupakan
indikator dari kerawanan pangan.
Indikator status gizi berdasarkan antropometri memiliki
sensitivitas tinggi karena pertumbuhan seorang anak
merupakan gambaran dari akibat keseimbangan antara
kebutuhan dan asupan zat gizi.
Tepat Waktu

Tepat waktu: Indikator harus tepat waktu sesuai dgn


tujuan pengamatan.

Contoh: Untuk tujuan peringatan dini, indikator harus dpt


dikumpulkan secara cepat dan tepat waktu sehingga dpt
dilakukan tindakan cepat.
Indikator LILA bumil dpt digunakan utk mengetahui
masalah gizi bumil yg akan berdampak thdp kelahiran
bayi BBLR dan potensi pendek.
Kelompok Indikator

Indikator Input

Indikator Proses

Indikator Output

Indikator Outcome
Indikator Input

1) Rasio Puskesmas yg mempunyai tenaga gizi thdp total


Puskesmas ➔ perlu data jumlah Puskesmas yg memiliki
tenaga gizi dan jumlah seluruh Puskesmas.
2) Jumlah buku pedoman yg terdpt di Puskesmas.
3) Rasio buku Pegangan Kader thdp jumlah kader aktif di
wilayah kerja Puskesmas.
4) Jumlah alat penyuluhan gizi yg masih dipergunakan.
5) Jumlah dan jenis formulir pencatatan/pelaporan gizi.
6) Rasio timbangan & alat ukur tinggi/panjang badan yg ada
thdp Posyandu yg ada.
Indikator Input

7) Jumlah pita Lingkar Lengang Atas (LiLA) yg digunakan.


8) Rasio KMS/ Buku KIA thdp jumlah balita yg ada.
9) Jumlah dana utk pelaksanaan kegiatan program gizi
10) Rasio vitamin A balita dan ibu nifas yg telah didistribusikan
thdp balita & ibu nifas yg ada.
11) Jumlah stok vitamin A balita dan ibu nifas.
12) Jumlah TTD yg telah didistribusikan dan persediaan.
13) Jumlah MP-ASI balita yg telah didistribusikan dan persediaan.
14) Jumlah taburia yg telah didistribusikan dan persediaan.
Indikator Proses
1) Frekuensi kegiatan pelatihan
2) Frekuensi kegiatan analisis, pelaporan dan diseminasi
3) Frekuensi pemantauan garam beriodium
4) Frekuensi pemantauan pertumbuhan di Posyandu
5) Frekuensi pemantauan kohort ibu dan bayi
6) Frekuensi kegiatan edukasi gizi di masyarakat
7) Frekuensi konseling menyusui, MP-ASI
8) Frekuensi kegiatan distribusi vitamin A utk balita dan
ibu nifas, TTD ibu hamil, MP-ASI, dan taburia pada
balita
Indikator Output
1) Data distribusi Vitamin A
2) Data konsumsi garam beriodium
3) Data distribusi taburia pada balita
4) Data ibu hamil yg memperoleh TTD
5) Data hasil penimbangan balita di Posyandu.
6) Data cakupan pemberian MP-ASI balita
7) Data balita gizi buruk yg ditangani
8) Data balita gizi kurang yg mendptkan PMT
9) Data jumlah kader Posyandu yg ada dan yg memperoleh
pelatihan penyegaran
10) Data Puskesmas yg memiliki konselor menyusui
11) Data cakupan bayi yg mendptkan ASI eksklusif
Indikator Outcome
1) Prevalensi balita gizi kurang
2) Prevalensi balita pendek
3) Prevalensi balita kurus
4) Prevalensi anemia ibu hamil, wanita usia subur, dan
balita
5) Prevalensi pendek pada anak baru masuk sekolah
6) Prevalensi masalah GAKI
7) Prevalensi Kurang Vitamin A
Tingkatan Indikator

Tingkatan indikator : satuan indikator dari setiap


parameter yg akan memberikan petunjuk thdp
kejelasan indikator.

Tingkatan Indikator dpt dikelompokkan:


Tingkat Individu
Tingkat Masyarakat
Tingkat Individu
1) Bayi lahir dgn PB < 48 cm tergolong pendek.
2) Balita BB 2T ada indikasi gangguan pertumbuhan.
3) Balita dgn BB/TB <-2 SD ada indikasi kekurangan gizi
akut (kurus).
4) Anak usia 5-18 tahun dgn IMT pada Z-score ≥ 2 SD
tergolong kegemukan.
5) Anak dgn TB/U <-2 SD ada indikasi pendek atau
mengalami masalah gizi kronis.
6) Anak usia 6 bln – 5 thn dgn kadar Hb < 11 g/dL ada
indikasi anemia gizi.
Tingkat Masyarakat

1) Angka D/S sbg indikasi tingkat partisipasi masyarakat


pada pemantauan pertumbuhan di Posyandu.
2) Prevalensi masalah gizi balita sbg indikasi besaran
masalah gizi di masyarakat.
3) Prevalensi anemia balita sbg indikasi masalah
defisiensi zat besi di wilayah tsb.
4) Prevalensi defisit konsumsi energi rumah tangga sbg
indikasi besaran masalah konsumsi makanan
penduduk.
Tingkat Masyarakat

5) Perubahan pola konsumsi makanan mengindikasikan


ada/ tidaknya masalah asupan gizi penduduk.
6) Kejadian wabah (outbreak) penyakit infeksi
mengindikasikan akan terjadinya masalah gizi akut.
7) Cakupan rumah tangga yg menggunakan garam
beriodium mengindikasikan potensi sebaran masalah
GAKI.
Karakteristik Indikator

Terdpt tiga karakteristik indikator yaitu:


Parameter
Cut-off Point (Ambang Batas)
Trigger Level
Parameter

Parameter merupakan suatu propertis yg nilainya dpt


digunakan utk menentukan karakteristik indikator. Contoh
parameter : pemilikan barang berharga, pemilikan
kendaraan bermotor, tipe rumah, pendptan, tingkat
pendidikan, berat badan, tinggi badan, umur.

Gabungan dari parameter disebut indeks, misalnya tinggi


badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut umur
(BB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
Cut-off Point

Cut-off point adalah nilai ambang batas yang digunakan


utk menetapkan status (misalnya status gizi) dari hasil
pemeriksaan. Cut-off point lebih banyak digunakan utk
menentukan status gizi individu.

Cut-off point utk masalah gizi pada balita (gizi kurang,


pendek, kurus) adalah -2 SD.
Cut-off Point

Bila seorang balita memiliki Z-score IMT/U <-2 SD, balita


tsb ditetapkan bermasalah gizi akut (kurus). Bila nilai Z-
score ≥ -2 SD, balita tsb tidak menderita kurang gizi akut
(tidak kurus).
Cut-off point utk status anemia ibu hamil yaitu kadar
hemoglobin (Hb) 11 g/dL. Bila <11 g/dL bumil tsb
ditetapkan menderita anemia, dan bila ≥11 g/dL bumil
tergolong tidak anemia.
Trigger Level

Trigger level adalah nilai batas yang biasanya digunakan


utk menyatakan suatu keadaan di masyarakat sudah
harus segera melakukan upaya pencegahan dan atau
penanggulangan.

Penetapan trigger level dapat bervariasi antar


wilayah, biasanya dikaitkan dengan potensi daerah,
serta sumber daya yang tersedia.
Contoh Trigger Level

Trigger level utk indikator proporsi Luas Tanam thdp Luas


Lahan Produktif (LT/LLP) sebesar 70%.
Bila LT/LLP < 70% harus segera dilakukan tindakan utk
mencegah terjadinya keadaan yang lebih buruk.
Trigger level utk D/S sebesar 70%.
Bila D/S <70% harus segera dilakukan tindakan, misal:
mengkaji penyebabnya dan melakukan penyuluhan ttg
pentingnya pemantauan pertumbuhan, utk meningkatkan
kembali partisipasi masyarakat dalam kegiatan tsb.
Sumber Data Surveilans Gizi
Sumber data untuk surveilans gizi mencakup:
1) Laporan pengelola program perbaikan gizi
masyarakat, baik yang rutin (bulanan, tahunan) atau
yang tidak rutin.
2) Laporan hasil survei.
3) Survei-survei khusus yang dilakukan, baik yang
bersifat confirmatory survey maupun yang ditujukan
untuk memahami lebih dalam karakteristik kejadian
masalah gizi di suatu wilayah.
Laporan Pengelola Program
1. Laporan pemantauan pertumbuhan balita.
2. Laporan kasus balita gizi buruk.
3. Laporan distribusi vitamin A pada balita
4. Laporan distribusi TTD Ibu hamil.
5. Laporan cakupan ASI eksklusif
6. Data jumlah kader aktif di Posyandu
7. Laporan sarana Posyandu .
8. Laporan penyelenggaraan pelatihan atau pelatihan ulang
kader Posyandu
9. Laporan kejadian penyakit menular dan tidak menular
10. Laporan surveilans penyakit
11. Laporan KLB dan keadaan darurat
12. Laporan lintas sektor terkait.
Laporan Hasil Survei

1) Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)


2) Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes)
3) Survei Pemantatuan Status Gizi (PSG)
4) Survei Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG)
5) Bulan penimbangan balita
6) Survei Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
7) Survei pemantauan kadar iodium dalam garam
8) Survei masalah Kurang Vitamin A
9) Survei masalah anemia gizi
10)Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

Anda mungkin juga menyukai