Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN TUGAS

MATAKULIAH IDI II
“REVIEW BUKU DILEMA PSIKOLOG MUSLIM”
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah IDI II yang di ampu oleh:

AZIZAH FAJAR ISLAM.

Disusun oleh :
KHINASIH NOERWOTO (1708015124)
KELAS IDI 2 6D

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2020
Identitas Buku

 Judul Buku : Dilema Psikolog Muslim


 Penulis : DR. Malik B. Badri
 Penerbit : Pustaka Firdaus
 Tahun Penerbit : 2005
 Kota : Jakarta
 Halaman : 1-148

Buku ini dibuat berdasarkan sebuah makalah yang berjudul Psikologi muslim dalam
Liang Biawak yang telah dibaca tahun 1975 oleh penulis. Buku ini ditulis oleh seorang
psikolog muslim bernama Malik Badri. buku ini berisi tentang tantangan-tantangan yang
dihadapi oleh para psikolog muslim dan membedah teori-teori psikologi Barat yang
menurutnya telah menyimpang dari ajaran-ajaran Islam dan terlalu bersifat yang mengada-
ada. Teori-teori dan praktek-praktek yang hampir semuanya merupakan produk peradaban
Yahudi- Kristen Barat saat ini telah mendominasi ilmu-ilmu sosial di universitas-universitas
negara Islam. Teori-teori dan terapannya ditutupi dengan sampul yang menarik, yaitu "ilmu
pengetahuan”. Pada umumnya, para psikolog penganut aliran tingkah laku Barat dan mereka
yang berorientasi pada eksperimen menyadari akan adanya pengaruh faktor.psikologi massa
secara nyata dipengaruhi oleh perbedaan kultural.

Menurut Badri Terdapat dua teori psikologi yang menjadi sorotan kritik, yaitu teori
tingkah laku dan psikoanalisa milik Freud. Selebihnya, ia berputar membahas psikologi dari
sisi psikometri, bias kultur, dan filsafat. Pada bab dua tentang bagaimana seorang psikolog
muslim menyikapi teori behavioris, Badri menyatakan poin penting tentang bagaimana teori
behavioris luput dalam menganalisis idealisme dalam suatu budaya yang tidak hanya
membahas kulit luar budaya dalam membentuk tingkah laku. Mereka sebetulnya cenderung
memperlakukan manusia sebagai hewan yang mempunyai motivasi tunggal, yaitu
menyesuaikan diri terhadap lingkungan fisik dan sosialnya untuk masa sekarang, yang ini
sebenarnya merupakan sebuah sudut pandang ateis.

Meskipun konsep psikologi Barat tentang tingkah laku manusia secara keseluruhan
terlalu sempit untuk memahami aspek kejiwaan manusia, namun banyak psikolog Barat
berpandangan buta yang membatasi penganut yang juga percaya bahwa psikologi aliran
tingkah laku Stimulus-Respon terlalu terbatas bagi usahanya menerangkan tingkah laku
manusia pada umumnya. Jelas bahwa kriteria yang ditentukan oleh psikologi Barat terhadap
individu yang mempunyai penyesuaian diri tidak dikembangkan berdasarkan penelitian
empiris yang ilmiah, namun lebih dilandasi konsep kultural. Konsep yang pada dasarnya
hanya didasarkan pada nilai-nilai berasal dari Barat, atau tradisi-tradisi masyarakat moderan
yang materialistis.

Badri kemudian menjelaskan tentang kaitan filsafat, seni, dan budaya kaitannya
dengan psikologi. Pada awalnya, ia menjelaskan kerumitan teori psikologis yang secara
falsafah memiliki pertentangan antar teori. Hal ini kemudian menyebabkan ketidakjelasan,
padahal dihadapkan pada contoh kasus yang sama. Badri mengambil satu contoh dari sekian
contoh yang ada, yaitu masalah abnormalitas. Ia menulis bahwa sampai sekarang tidak ada
peneliti yang sepakat tentang bagaimana definisi manusia normal, jika abnormal dimaknai
sesuatu yang bersifat patologis; yaitu manusia yang sakit jiwanya. Norma patologis itu pun
dapat dispesifikasi melalui gejala-gejala yang tampak. Namun, tetap saja definisi normal
bukan ketika seseorang tidak mendapatkan satu gejala pun, karena pada realitasnya tidak ada
manusia yang seperti itu.

buku ini juga membahas tentang tetek bengek teori Freud. Badri mengawali bahwa
walaupun Freud tidak pernah menganggap agama dalam teorinya, namun beberapa
pernyataan diambil dari beberapa agama, dan yang jelas bukanlah Islam. Agama bagi Freud
adalah sebuah ilusi,sesuatu yang telah dibuat-buat manusia dalam pikiran bawah sadarnya.
Menurut Freud jika dipandang dari teori psikoanalisanya, gejala-gejala seseorang yang
menganut agama akan cenderung neurotik. Menurut Badri, teori-teori psikoanalisa Freud
mengadaptasi banyak hal, yang tidak jauh dan tidak lepas dari kehidupan pribadinya sendiri.

Bagaimana sikap orang Islam, atau setiap Muslim terhadap pandangan filosofis yang
ateis dan Freud ini? Dapatkah seorang psikolog Muslim menyatakan dirinya sebagai seorang
Muslim sejati jika ia secara sadar menganut teori freud, tidak hanya meliputi komponen
kepribadian dan psikoterapetik, namun juga terhadap dimensi ideologi mereka? Apa
kedudukan psikoanalisa dalam psikologi Barat modern? Bagaimana pula posisinya di antara
para psikolog Muslim? Bagaimana kedudukan Freud di Arab dan universitas-universitas
Islam? Apakah ada aspek-aspek yang bermanfaat dari psikoanalisa Freud dapat diambil oleh
psikolog Muslim, sambil menolak pandangan yang sifatnya ateis? Apakah ada aliran atau
teori psikologi Barat lain yang memberi tempat atau penghargaan terhadap agama dan jiwa
manusia? Badri tidak bisa langsung memberikan jawaban yang sistematis terhadap
pertanyaan-pertanyaan di atas. Bidang psikologi terapan, dan kompleks, di samping saya
sendiri terbiasa menangani beberapa problem yang berkaitan dengan psikologi akademis dan
ilmiah. Juga saya tidak ingin mengajukan esal Derisi kritik ilmiah. Badri rasa sebaiknya
memusat yang dan psikoanalisa khususnya, terlalu luas kan diri pada praktek-praktek
psikolog Muslim yang berada dalam berbagai bentuk liang biawak, serta meng- omentari
masalah yang baru saja saya kemukakan.

Dalam pembicaraan dengan sejumlah psikolog dari Arab dan Muslim mengenai
hubungan antara orang tua dan anak, menemukan bahwa kebanyakan dari mereka dengan
dramatis mengambil alih pendapat psikolog Barat yang menyatakan bahwa "orang tua itu
selalu berada di pihak yang salah". Mereka tampaknya antusias pada konsepsi modern
populer salah kaprah yang beranggapan rapuhnya kepribadian anak". Walaupun, dekade-
dekade setelahnya psikoanalisa hadir kembali membawa wajah baru dari para pengikut-
pengikut Freud sendiri, yang justru malah menentang Freud dalam beberapa teorinya. Salah
satu contohnya seperti Carl Jung dan lain-lain.

Badri juga membahas tentang dua poin penting, yaitu bagaimana psikometri dan
pendididikan anak dipandang dari segi Islam. Terapi psikometri beberapa diantaranya
dipergunakan untuk memproyeksikan sesuatu. Alat tes yang digunakan cenderung untuk
melihat dan meninterpretasi pola perilaku individu yang sedang dialaminya.

Badri mengkritik kelemahan dari beberapa alat tes itu seperti Rorscach, TAT, dan
HTP. Ia menganggap bahwa alat tes psikometri ini cenderung menginterpretasi sesuai
keinginan si psikolognya. Badri menganggap bahwa didalam kehidupan realitanya psikolog
muslim pun tidakbisa memahami gejala ini dan kemudian bergantung pada alat-alat tes ini.
Badri juga mengatakan banyak sekali alat tes yang tidak cocok untuk digunakan di Timur
bahkan di suku-suku kecil lainnya, yang tidak jauh disebabkan oleh bias kultural tersebut.

Badri mengatakan Para psikolog Muslim yang berada dalam liang biawak banyak
meniru teori pendidikan Barat yang tidak Islami, yang berasal dari masyarakat masa kini
yang didasari doktrin-doktrin dan praktek-praktek yang materialistis. mereka berpendapat
bahwa pendidikan bersama tidak hanya akan mengembang- kan rasa persaudaraan antar
manusia yang berjenis ke-lamin berbeda, namun juga dapat mengurangi kecenderungan
hubungan seksual ilegal di antara sesama. Menurut mereka, ini merupakan satu-satunya cara
untuk mengajarkan pendidikan seks dan menghilangkan kompleks-kompleks dan represi
seksual yang secara psikologis telah merusak generasi muda Muslim! Mereka mengatakan,
pemisahan seks dalam pendidikan hanya akan membuat anak laki- laki maupun anak
perempuan tidak kuat dalam menghadapı godaan ketika saling bertemu satu sama lain.
Pemisahan tempat pendidikan ini juga hanya akan membuat anak-anak itu berusaha dan
mencuri-curi kesempatan agar bisa bertemu satu sama lain.

Badri mengatakan dua hal, yaitu tentang kritik atas teori-teori Barat dan bagaimana ia
prihatin kepada para psikolog muslim yang kemudian mempercayai begitu saja sehingga
membuat ia berperilaku menyimpang dari ajaran-ajaran Al-Qur’an dan hadis. Badri
menyebutkan bahwa teori Barat adalah suatu teori yang tak berjiwa sama sekali. Hal itu
dikarenan teori Barat sama sekali cenderung menyederhanakan konsep manusia.

Badri kemudian banyak menceritakan bagaimana ia menerapkan terapi-terapi islami


dalam sudut padang pendidikan maupun kultur budaya. Ia pun menceritakan tentang terapi
islami bahkan bisa mengantarkan klien pada kesembuhan. Ia menegaskan bahwa sebagai
seorang psikolog muslim harus menekankan rasa skeptisisme terhadap teori Barat. Harus
diuji terlebih dahulu dengan nalar Islam, sehingga untuk kedepannya para psikolog muslim
tidak lagi terjatuh beramai-ramai ke dalam lubang biawak.

Anda mungkin juga menyukai