Anda di halaman 1dari 5

Dasar Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Kelompok 6 :
1. Albaninda Nurulhaq
2. Lianita Nurlaily
3. Silvi Syahida
4. Vira Putri
5. Yohanes Fernanda

A. Refleksi Pendidikan Ki Hajar Dewantara


1. Dalam pidato Ki Hajar Dewantara yang berbunyi “untuk mengetahui garis hidup yang tetap dari
suatu bangsa maka kita perlu mengetahui zaman yang lalu, zaman yang berlaku saat ini, dan
zaman yang akan datang nanti” . Hal ini berkaitan dengan konsep “Tri-Kon” yaitu Kontinuitas,
Konvergensi, Konsentris.
2. Konsep pemikiran selanjutnya adalah melakukan prinsip perubahan budi pekerti (cipta, rasa,
karsa).
Peserta didik bisa mengidentifikasi pemikirannya, keinginan atau harapan dan cita-citanya.
Selain itu, seorang pendidik harus mampu menumbuhkan sikap empati, simpati ke lingkungan
sekitarnya dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Konsep selanjutnya adalah dalam proses ‘menuntun’ anak diberi kebebasan namun pendidik
sebagai ‘pamong’ dalam memberi arahan
Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya
dalam belajar. Dengan tetap mengedepankan sikap, perilaku dan karakter yang mencerminkan
sebagai seorang peserta didik dengan nilai-nilai dan sifat-sifat kemanusiaan yang dimilikinya.

B. Relevansi Teori Ki Hajar Dewantara dengan Jean Piaget, Albert Bandura, dan Erick Erickson
mengenai Perkembangan Anak
1. Relevansi Teori Jean Piaget dengan Ki Hajar Dewantara
a. Teori Jean Piaget
Menurut Piaget, anak dilahirkan dengan beberapa skemata sensorimotor, yang memberi
kerangka bagi interaksi awal anak dengan lingkungannya. Pengalaman awal anak ini akan
ditentukan oleh skema sensorimotor ini, dnegan kata lain hanya kejadian yang dapat
diasimilasikan ke skemata itulah yang dapat di respons oleh si anak, dan karenanya kejadian itu
akan menentukan batasan pengalaman anak. Melalui skemata ini proses pertumbuhan
intelektual yang dimulai dengan respons refleksif anak terhadap lingkungan akan terus
berkembang sampai ke titik dimana anak mampu memikirkan kejadian potensial dan mampu
secara mental mengeksplorasi kemungkinan akibatnya. Terdapat 4 tahap perkembangan anak
menurut Piaget:
• Tahap sensorimotor (18-24)
Anak mengenali diri mereka sendiri melalui indera mereka sendiri.
• Tahap Pra operasional (2-7)
Anak sudah memahami realitas dilingkungan dengan menggunakan tanda-tanda dan
symbol.
• Tahap Operasional Konkrit (7-11)
Pada tahap ini, anak sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tapi hanya
bisa menerapkan logika pada objek fisik. Anak menunjukkan kemampuan konversasi
(jumlah, luas, volume, orientasi) namun mereka belum bisa memcahkan masalah dengan
cara logis, mereka belum bisa berpikir secara abstrak / hipotesis
• Tahap Operasional (Usia 12 tahun ke atas) Saat remaja memasuki tahap ini, mereka
memperoleh kemampuan untuk berpikir secara abstrak dengan memanipulasi ide di
kepalanya, tanpa ketergantungan pada manipulasi konkret. Seorang remaja bisa
melakukan perhitungan matematis, berpikir kreatif, menggunakan penalaran abstrak, dan
membayangkan hasil dari
b. Konsep Ki Hajar Dewantara (Pembelajaran yang Merdeka)
Jika dicermati, maka ‘sistem merdeka’ dari Ki Hajar sejalan dengan pandangan konstruktivisme.
Dasar pemikiran konstruktivisme: pengetahuan merupakan hasil konstruksi manusia. Orang
yang belajar tidak hanya meniru atau mencerminkan apa yang yang diajarkan, melainkan
menciptakan sendiri pengertian.
Konsep konstruktivisme Ki Hajar Dewantara dalam Taman Siswa yaitu menghindari paksaan,
perintah dan hukuman yang tidak sesuai dengan sistem pengasuhan dari budaya timur. Baginya
perlu dihindari pendidikan yang hanya menghasilkan orang yang sekadar menurut dan
melakukan perintah (dhawuh). Ki Hajar mengartikan mendidik sebagai “berdaya-upaya dengan
sengaja untuk memajukan hidup-tumbuhnya budi-pekerti”.
c. Relevansi
Jean Piaget mengemukakan, bahwa anak mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui
pengalaman bertemu dengan objek-objek di lingkungan. Merujuk Piaget, anak adalah
pembelajar yang pada dirinya sudah memiliki motivasi untuk mengetahui dan akan memahami
sendiri konsekuensi dari Tindakan-tindakannya. Teori Piaget juga merupakan salah satu dasar
dari konstruktivisme. Ini menunjukkan adanya kesesuaian dengan pemikiran Ki Hajar
Dewantara.

2. Relevansi Teori Albert Bandura dengan Ki Hajar Dewantara


a. Teori Albert Bandura
Albert Bandura mendefinisikan bahwa perkembangan kognitif pada peserta didik dapat melalui
perkembangan social dan moral. Albert Bandura dikenal sebagai tokoh yang memusatkan
social learning (pembelajaran sosial) atau Observational learning (pembelajaran melalui
observasi) sehingga dari pemikiran Bandura memunculkan teori pembelajaran dalam
perkembangan kognitif pada anak sebagai social-kognitif.
Tahapan proses belajar menurut bandura ada 4, yaitu
• tahap perhatian (attention phase)
Pada fase ini, peserta didik akan memperhatikan model atau sesuatu yang mereka
observasi
• tahap penyimpanan dalam ingatan (retention phase)
Fase retensi ini merupakan fase di mana peserta didik harus mampu mengingat hal-
hal yang sudah mereka amati.
• tahap reproduksi (reproduction phase)
Pada fase reproduksi ini terjadi umpan balik yang nantinya bisa mengarahkan peserta didik
pada perilaku yang diinginkan.
• tahap motivation (motivation phase).
Fase motivasi merupakan fase terakhir yang menandai keberhasilan teori pembelajaran
sosial.
b. Konsep Belajar Ki Hajar Dewantara (Ing Ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, Tut
wuri handayani)
Ki Hajar Memiliki Trilogi Pendidikan yakni ing ngarsa sung tuladha, maksudnya bila seseorang
atau guru berada di depan diharapkan mampu menjadi teladan atau contoh yang baik bagi
anak buah atau pengikutnya, ing madya mangun karsa, maksudnya posisi seseorang atau guru
di level menengah diharapkan mampu menuangkan gagasan dan ide-ide yang baru untuk
mendukung program yang ditetapkan, tutwuri Handayani berarti pemimpin atau guru
mengikuti dari belakang, memberi kemerdekaan bergerak yang dipimpinya.
c. Relevansi
Albert Bandura mengemukakan bahwa pada dasarnya guru merupakan model yang akan kita
contoh sebagai bentuk perkembangan belajar kita sebagai siswa, sesuai dengan Konsep Trilogi
Ki Hajar Dewantara bahwa guru hendaknya menjadi teladan bagi siswa dalam mewujudkan
perilaku yang berkarakter yang meliputi olah pikir, olah hati dan olah rasa.

3. Relevansi Teori Erik Erickson dengan Ki Hajar Dewantara


a. Teori Erik Erickson
Menurut erikson yang mepengaruhi perkembangan kognitif pada anak adalah perkembangan
psikososial. Dalam hal ini, psikososial mempunyai peran besar dalam mempengaruhi kualitas
ego dalam diri seseorang. Landasan yang mendasari teori Erikson yaitu: kepercayaan dan rasa
tidak percaya, kemandirian, ketekunan dan perasaan rendah diri. Ada 8 tahapan psikososial
menurut Erik Erikson, yaitu:
• Membangun kepercayaan (Trust vs Mistrust) 0-18 bulan
Anak akan berkembang secara baik fisik dan mentalnya apabila lingkungnanya memenuhi
kebutuhannya. Kepercayaannya tumbuh apabila terjadi keseimbangan antara percaya vs
ketidakpercayaan.
• Membangun otonomi (Autonomy vs Shame and Doubt). 18 bulan – 3 tahun
Otonomi merupakan dasar kemampuan untuk berpikir dan bertindak dengan rasa percaya
diri dan mandiri.
• Berinisiatif vs rasa bersalah (Initiative vs Guilt). 3 tahun – 6 tahun
Pada tahap ini, anak diminta untuk menjalankan kepercayaanya dan kemandiriannya yang
penuh
• Ketekunan vs Rasa Rendah diri (Industry vs Inferiority). 6 tahun – 12 tahun
Pada tahap ini, anak mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap keberhasilan dan
kemampuannya
• Identitas vs Kebingungan (Identity vs Confusion). 12 tahun – 18 tahun
Dalam tahap ini, anak berdampingan dengan masa pubertas menuju dewasa, dimana anak
banyak sekali memiliki peran baru, status baru sebagai orang dewasa, pekerjaan dan
lainnya
• Keintiman vs Isolasi (Intimacy vs Isolation). 18 tahun – 40 tahun
Yang dimana tahap ini sebagai tahap seksual mutuality atau kematangan seksual.
• Genarativitas vs Stagnasi (Generativity vs Stagnation). 40 tahun – 65 tahun
Pada tahap ini seseorang akan melanjutkan kehidupannya dan berfokus terhadap karir dan
keluarga.
• Integritas vs Keputusan (Integrity vs Despair). 65 tahun keatas
Dalam tahap ini, cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu setiap individu.
Pada tahapan ini, merupakan rumusan dari semua tahapan di masa lalunya.
b. Konsep Ki Hajar Dewantara (Wiraga, Wirama, Wirasa)
Pendidikan Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara terdapat 3 fase, yaitu.
• Wiraga (0-8 th)
Merupakan periode yang amat penting bagi perkembangan badan dan panca indra.
• Jaman Wicipta (8-16 th)
Masa ini merupakan periode perkembangan untuk daya-daya jiwa terutama pikiran anak,
namun pertumbuhan perasaan masih amat kurang. Geraknya masih banyak tetapi sudah
mulai berirama
• Jaman wirama (16-24 th)
Anak-anak muda pada masa ini sudah lebih “berirama”, bisa mengatur dirinya sendiri, dan
memahami potensi diri. Masa ini juga merupakan masa berolah budi dalam alam
kemasyarakatan (menyesuaikan diri dengan masyarakat) di mana anak mengambil bagian
sesuai dengan cita-cita hidupnya.
c. Relevansi
Pada Teori Erikson dijelaskan bahwa kepribadian yang dimulai sejak usia dini, melalui
beberapa tahapan, akan berdampak permanen sampai ia dewasa. Jika dia memiliki peran
yang baik saat dewasa maka hal-hal positifpun akan banyak yang tergapai. Sehigga dimasa
tua ia akan memperolah keberhasilan dan tidak perlu kuatir dengan masa lalunya. Hal ini
sejalan dengan konsep Wirama dari Ki Hajar Dewantara dimana anak sudah sangat
mengenali dirinya sendiri, mengetahui potensinya, dan menentukan sendiri hal-hal yang
berkaitan dengan masa depannya.

C. Memahami kodrat manusia dalam mewujudkan Pendidikan yang berpihak pada peserta didik
dan memerdekakan peserta didik.
• Pembelajaran yang berpihak pada murid salah satunya dengan memberi kesempatan
murid untuk mengemukakan pendapat dan siswa diberi kebebasan untuk memahami
pelajaran sesuai dengan caranya.
• Terdapat satu konsep pendidikan yang memerdekaan dan memberikan kebebasan pada
murid Ki Hajar Dewantara, "Pendidikan adalah sebuah usaha yang telah menjadi budaya
untuk menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak anak, agar mereka sebagai
manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya."
• Untuk mewujudkan Pendidikan tersebut, seorang guru perlu mengasah dirinya untuk
memiliki nilai-nilai sebagai penggerak pembelajaran, yaitu mandiri, reflektif, kolaboratif,
inovatif, dan berpihak pada murid

D. Sistem Among dalam menuntun kekuatan kodrat anak


• Among mempunyai pengertian menjaga, membina dan mendidik anak dengan kasih sayang.
Pelaksana “among” disebut Pamong, yang mempunyai kepandaian dan pengalaman lebih
dari yang diamong.
• Cara yang digunakan untuk mengasuh anak didik bersifat kekeluargaan.
• Hubungan antara pamong dengan siswa tersebut dilandasi oleh cinta kasih, saling percaya
mempercayai, jauh dari sifat otoriter dan situasi yang memanjakan
• Dalam sistem among terdapat 3 aspek penting yaitu asah, asih, dan asuh.
• Pengoptimalan potensi diri disertai dengan kesadaran dan motivasi yang mengacu pada
nilai-nilai karakter Ki Hajar Dewantara (Marihandono (ed), 2017). Nilai-nilai tersebut, yaitu:
(1) keteladanan (ing ngarsa sung tulada); (2) motivasi (ing madya mangun karsa); dan (3)
mendukung serta percaya kepada bawahan (tut wuri handayan).

Anda mungkin juga menyukai