Anda di halaman 1dari 58

PENGARUH BAHAN DAN KONSENTRASI PESTISIDA NABATI TERHADAP HAMA

DAN PENYAKIT PADA TANAMAN PETSAI (Brassica chinensis L)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada
Program Studi Agroteknologi (S1)

OLEH

FRANSISKUS EKI KONO

11180078

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

KEFAMENANU

2022

i
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, didalam


naskah Skripsi dengan judul “Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap hama
dan penyakit pada tanaman petsai (Brassica chinensis L)” tidak terdapat karia ilmiah yang
pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi,
dan tidak dapat karia atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali
secara tertulis dikutip dalam naskah ini disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata didalam skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya
bersedia skripsi ini digugurkan dan gelar akademik yang saya peroleh sarjana pertanian (SP)
dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU
NO.20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70.

Kefamenanu, Juli 2022

Yang menyatakan,

Fransiskus Eki Kono

NPM: 11180078

ii
HALAMAN PERSETUJUAN
SKRIPSI

PENGARUH BAHAN DAN KONSENTRASI PESTISIDA NABATI TERHADAP HAMA


DAN PENYAKIT PADA TANAMAN PETSAI (Brassica chinensisL.)

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk diajukan


Kepada Dewan Penguji Skripsi Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian

Pembimbing Utama PembimbingPendamping

Dr. Nikolas Nik, S.P., M.Si. Aloysius Rusae, S.P ., M.Si.


NIP. 197101012005011002 NIPPPK. 197403302021211003

Kefamenanu
DekanFakultasPertanian

Eduardus Yosef Neonbeni, S.P., M.P.


NIP. 197305142005011002

iii
HALAMAN PENGESAHAN

PENGARUH BAHAN DAN KONSENTRASI PESTISIDA NABATI TERHADAP HAMA


DAN PENYAKIT PADA TANAMAN PETSAI (Brassica chinensisL.)
OLEH

FRANSISKUS EKI KONO

11180078

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Timor
Susunan Dewan Penguji

KetuaPenguji SekretarisPenguji

Andreas Kefi, S.P.,M.Si. Aloysius Rusae, S.P., M.Si.


NIP. 198704066201541002 NIPPPK.197403302021211003

AnggotaPenguji

Dr. Nikolas Nik, S.P.,M.Si.


NIP. 197101012005011002

Ketua Program StudiAgroteknologi Dekan Fakultas Pertanian

Syprianus Ceunfin, S.P., M.Sc. Eduardus Yosef Neonbeni, S.P., M.P.


NIPPPK: 198209062021211004 NIP. 197305142005011002

TANGGAL UJIAN: TANGGAL LULUS:

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan Kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena telah
memberikan Rahmat Kasih, dan Karunianya kepada Penulis untuk menyelesaika Proposal yang
berjudul “Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap hama dan penyakit pada
tanaman petsai (Brassica chinensis L.)

Dalam penyusunan proposal ini penulis memperoleh banyak bantuan, dorongan,


semangat, motivasi dan doa yang sangat mendukung penulis dalam menyelesaikan proposal ini.
Oleh karna itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Tuhan yang Maha Esa yang telah melindungi dan membimbing penulis dalam
menyelesiakan penyusunan proposal ini.
2. Bapak Dekan Fakultas Pertanian Universitas Timor
3. Bapak Syprianus Ceunfin, S.P.M.sc. Selaku Ketua Program Studi Agroteknologi.
4. Bapak Dr. Nikolas nik, S.P.M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Utama yang dengan sabar
dan tulus membimbing penulis selama proses penyusunan proposal ini.
5. Bapak Aloysius Rusae, S.P.M.si. Selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang telah
membantu dan membimbing penulis dalam proses penyusunan proposal ini.
6. Bapak Andreas Kefi, S.P., M.Si. Selaku dosen penguji
7. Orang tua tercinta Bapak Timotheus Bait Kono dan Mama Khatarina Klaenoni, Kakak
Feliks, Adik Riana, Ezra dan teman-teman seperjuangan Agroteknologi Tahun 2018
yang selalu memberi dukungan dan doa kepada penulis dalam penyusunan proposal ini.
8. Sahabat-sahabat Riki, Tejo, Eman, Willy, Arki, Toni, Tedi, Jek, Alvin, Kici, Tilda,
Diana, Elen, Serli, Medis dan orang tercinta Risna yang senantiasa mendukung dan
membantu penulis dalam penyusunan proposal ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis sangat mengharapkan krtik dan saran yang bersifat membangun guna
menyempurnakan proposal ini. Penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi
para petani dan pembaca.

v
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui organisme pengganggu tanaman (OPT) yang
menyerang tanaman petsai (Brassica chinensis L) dan Untuk mengetahui bahan dan konsentrasi
pestisida nabati yang tepat untuk mengendalikan populasi organisme pengganggu tanaman
(OPT) terhadap tanaman petsai (Brassica chinensis L). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Januari sampai Maret 2022 di Desa Naiola kilometr 9, Kelurahan Sasi, Kecamatan Kota
Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini
menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 2 faktorial yaitu faktor pertama adalah
bahan atau jenis ekstrak yang terdiri dari 3 aras yaitu daun papaya (D1), daun widuri (D2), dan
daun mimba (D3). Sedangkan faktor kedua adalah konsentrasi (K) yang terdiri atas 4 aras yaitu
tanpa perlakuan (K0), 1,5 kg/2,5 liter air (D1), 2,5 kg/2,5 liter air (D2), dan 3,5 kg/2,5 liter air
(D3). Sehingga terdapat 12 kombinasi perlakuan yaitu, D1K0, D1K1, D1K2, D1K3, D2K0,
D2K1, D2K2, D2K3, D3K0, D3K1, D3K2, D3K3, dan diulang sebanyak 3 kali sehingga
terdapat 36 unit perlakuan. Data hasil pengematan dianalisis menggunakan sidik ragam (Anova)
Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Rata-rata perlakuan selanjudnya diuji lanjud
dengan menggunakan DucamMultiple Range Test (DRMT) dengan Teknik signifikan 5% sesuai
petunjuk Gomes dan Gomes (1995). Analisis data menggunakan program SAS 9.1. Pemberian
perlakuan jenis ekstrak dan konsentrasi pestisida nabati pada tanaman petsai mampu dan
berpengaruh dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman petsai yang ditunjukan pada hasil
pengamatan tertinggi pada parameter tinggi tanaman tertinggi, jumlah daun, berat segar tanaman,
berat segar ekonomis tanaman, berat segar non ekonomis tanaman, diameter krop tanaman,
indeks panen, sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan jenis ekstrak dan konsentrasi pestisida
nabati dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman petsai. Organisme pengganggu
tanaman yang menyerang tanaman petsai meliputi hama Plutella sp, Spodoptera sp dan penyakit
Busuk daun (Phitotora sp). Populasi organisme pengganggu tanaman petsai dapat di tekan
dengan menggunakan ekstrak daun Mimba dengan konsentrasi 3500 gram/2,5 liter air. Hal ini
dibuktikan dengan nilai mortalitas atau tingkat serangan hama terendah pada parameter
mortalitas hama Spodoptera sp dan Plutella sp.

Kata kunci: Brassica chinensis L, ekstrak daun papaya, widuri, mimba, konsentrasi.

vi
DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI........................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................................iii

HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................iv

KATA PENGANTAR.................................................................................................v

ABSTRAK ..................................................................................................................vi

DAFTAR ISI................................................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

1.1. Latar Belakang.................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah ...........................................................................................3

1.3.Tujuan Penelitian ............................................................................................3

1.4. Manfaat Penelitian ..........................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................4

2.1.Tanaman Petsai (Brasicca chinensis L)............................................................4

2.2. Morfologi Tanaman Petsai...............................................................................5

2.3.Syarat Tumbuh Tanaman Petsai.......................................................................5

2.4. Pestisida Nabati................................................................................................5

2.4.1.Ekstrak Daum Mimba…….........................................................................6

2.4.2. Ekstrak Daun Widuri…………………………………………………….7

2.4.3. Ekstrak Daun Pepaya…………………………………………………….7

vii
2.5. Hama dan Penyakit Tanaman Petsai…………………………………………….. 7

2.5.1. Hama Pada Tanaman Petsai……………………………………………8


2.5.2. Penyakit Pada Tanaman Petsai………………………………………… 11

2.6. Justifikasi.........................................................................................................12

2.7 Hipotesis...........................................................................................................13

BAB III METODE PENELITIAN ..........................................................................14

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .........................................................................14

3.2.Alat dan Bahan ................................................................................................14

3.3. Rancangan Penelitian ......................................................................................14

3.4. Pelaksanaan Penelitian ....................................................................................15

1. Persiapan Benih ..............................................................................................15

2.Persiapan Media Semai .................................................................................15

3.Persemaian Benih Petsai ..................................................................................15

4. Persiapan Lahan ..............................................................................................15

5. Penanaman ......................................................................................................15

6. Pemeliharaan ...................................................................................................15

7.Pembuatan ekstrak daun papaya, daun widuri, dan daun mimba…………… 16

8.Pengaplikasian Pestida Nabati Pada Tanaman Petsai……………………….. 17

9. Pemanenan …………………………………………………………………. 17

3.5. . Parameter pengamatan……………………………………………………… 18

3.5.1. Parameter Lingkungan……………………………………………………18

3.5.2. Parameter Pertumbuhan…………………………………………………. 19

viii
3.5.3. Parameter Hasil…………………………………………………………….20

3.5.4. Kejadian penyakit dan keparahan penyakit…………………………………21

3.6. Analisis Data………………………………………………………………………..24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................25


4.1. Hasil......................................................................................................25
4.1.1. Suhu Tanah (oc) .................................................................................25
4.1.2. Derajat Keasaman Tanah (pH) ..........................................................25
4.1.3. Kelembaban Tanah............................................................................26
4.1.4. Kadar lengas Tanah (%).....................................................................27
4.1.5. Berat Volume Tanah (BV) ................................................................27
4.1.6. Tinggi Tanaman (cm) ........................................................................28
4.1.7. Jumlah Daun (helai) ..........................................................................28
4.1.8. Berat Segar Tanaman (gram) ............................................................30
4.1.9. Berat Segar Ekonomis Tanaman (gram) ...........................................30
4.1.10. Berat Segar Non Ekonomis Tanaman (gram) .................................31
4.1.11. Diameter Krop Tanaman (cm) ........................................................32
4.1.12. Indeks Panen....................................................................................33
4.1.13. Jumlah Populasi hama Plutella sp....................................................33
4.1.14. Mortalitas Serangan Hama Plutella sp.............................................34
4.1.15. Jumlah Populasi Hama Spodoptera sp.............................................35
4.1.16. Mortalitas Hama Spodoptera sp.......................................................36
4.1.17. Populasi Penyakit Busuk Daun (Phitotora sp) ...............................37
4.1.18. Mortalitas Penyakit Busuk Daun (Phitotora sp) .............................38
4.2. Pembahasan...........................................................................................39
BAB V PENUTUP...............................................................................................41
5.1. Kesimpulan...........................................................................................41
5.2. Saran......................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................42
LAMPIRAN.........................................................................................................45
RIWAYAT HIDUP.............................................................................................47

ix
x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Petsai (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang mempunyai
nilai ekonomis yang tinggi di Indonesia dan beberapa negara di dunia (Rukmana, 1994).
Petsai juga termasuk dalam family Brassiceae merupakan tanaman semusim dan dua
musim. Tanaman petsai batangnya pendek sekali hingga hampir tidak kelihatan. Bentuk
daun bulat panjang, berbulu halus sampai kasar dan rapuh. Tulang daun utamanya lebar
sekali danberwarna putih serta banyak mengandung air.
Pengembangan budidaya petsai mempunyai prospek yang baikuntuk mendukung upaya
peningkatan pendapatan petani, peningkatan gizi masyarakat, perluasan kesempatan kerja,
pengembangan bidang agribisnis, peningkatan devisa melalui pengurangan impor dan
memacu ekspor. Kelayakan pengembangan budidaya petsai antara lain, ditunjukkan oleh
adanya keunggulan komparatif kondisi wilayah tropis Indonesia yang sangat cocok untuk
komoditas tersebut (Rukmana, R.,1994). Petsai memiliki kadar zat besi yang tinggi dan
mengandung magnesium, tidak seperti daging yang menyimpan potensi merugikan apabila
dikonsumsi dalam jumlah banyak. Petsai memiliki banyak sekali manfaat, diantaranya
adalah untuk menyehatkan mata, menurunkan kolesterol, menghindari serangan jantung,
sumber vitamin dan makanan untuk memulihkan tenaga.
Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) kabupaten TTU, bahwa produksi hasil
hortikultura terbanyak di TTU adalah petsai dan sawi. Hal ini bisa kita ketahui melalui data
4 tahun terakhir ini dimana pada tahun 2016 produksi tanaman petsai sebanyak 106,9 ton,
pada tahun 2017 produksi petsai menurun menjadi 101,7 ton, tahun 2018 produksi petsai di
TTU semakin menurun menjadi 10,9 ton saja dan pada tahun 2019 produksi tanaman petsai
kembali meningkat menjadi 134,9 ton. Dari data tersebut dapat kita ketahui bahwa hasil
produksi petsai di TTU tidak tetap. Hal ini disebabkan oleh organisme pengganggu
tanaman (OPT).

1
Maka perlu adanya penaganan yang baik agar tanaman tidak mudah terserang
organisme pengganggu tanaman (OPT). Serangan organisme pengganggu pada tanaman
menyebabkan daun rusak atau habis termakan sehingga dapat menurunkan produksi sampai
mematikan tanaman. Hama ulat pemakan daun Spodoptera sp dan Plutella sppaling banyak
menyerang tanaman sayur-sayuran dan menyebabkan kerusakan sekitar 12,5%
(Sriniastuti,2005).
Pengendalian ulat pemakan daun oleh petani masih tergantung pada penggunaan
insektisida sintetik (kimia) yang diyakini praktis dalam aplikasi danhasil pengendaliannya
jelas terlihat. Namun, petani cenderung menggunakan insektisida dengan takaran yang
berlebihan sehingga dapat mempengaruhi tingkat kesuburan pada lahan pertanian
danberdampak negative terhadap lingkungan. Oleh karena itu penggunaan insektisida perlu
dikelola dan dikendalikan secara efektif dan aman bagi lingkungan (Haryanto,2003).
Insektisida nabati adalah salah satu cara pengendalian yang ramah lingkungan dan
memberikan efek positif bagi lingkungan. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) dan
beberapa jenis tumbuhan lainnya berpotensi sebagai insektisida nabati. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Konno (2004), getah pepaya mengandung kelompok enzim
sistein protease seperti papain dan kimopapain. Getah pepaya juga menghasilkan senyawa-
senyawa golongan alkaloid, terpenoid, flavonoid dan asam amino nonprotein yang sangat
beracun bagi serangga pemakan tumbuhan. Adanya kandungan senyawa-senyawa kimia di
dalam tanaman pepaya yang terkandung dapat mematikan organisme pengganggu. Ekstrak
daun pepaya (Carica papaya) dan beberapa daun tumbuhan seperti daun mimba dan daun
widuri merupakan bahan alami yang dapat dijadikan sebagai insektisida yang efektif dan
aman bagi lingkungan.

2
1.2. Rumusan masalah
1. Serangan organisme pengganggu pada tanaman menyebabkan kehilangan hasil
sehingga dapat menurunkan produksi tanaman pitsai.
2. Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman petsai yang dilakukan oleh petani
masih tergantung pada penggunaan insektisida sintetik (kimia) secara terus menerus
dan mampu mengendalikn hama penyakit, pada kesempatan lain terjadi ledakan
hama penyakit dan menyebabkan gangguan pada pertumbuhan dan hasil. Insektisida
menjadi solusi untuk mengendalikan hama penyakit juga menjaga kesehataan tanah
dan tanaman.

1.3. Tujuan penelitian


1. Untuk mengetahui organisme pengganggu tanaman (OPT) yang menyerang
tanaman petsai (Brassica chinensis L).
2. Untuk mengetahui bahan dan konsentrasi pestisida nabati yang tepat untuk
mengendalikan populasi organisme pengganggu tanaman (OPT) terhadap tanaman
petsai (Brassica chinensis L).

1.4. Manfaat penelitian


1. Sebagai bahan informasi atau edukasi bagi petani dan instansi terkait lainnya
2. Sebagai bahan referensi penelitian tanaman petsai selanjutnya

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Petsai (Brasicca chinensis L)

Petsai merupakan tanaman sayuran daun dari keluarga Cruciferae yang memiliki nilai
ekonomis tinggi dan cocok untuk dikembangkan di daerah sub tropis maupun tropis. Petsai
diduga berasal dari Tiongkok (Cina) dan Asia Timur. Petsai memiliki sebutan yang berbeda di
beberapa negara. Di Inggris dikenal dengan nama Chinese cabbage, celery cabbage, peking
cabbage dan petsai. Di Prancis dikenal dengan namachou de Chine dan chou de Shangton.
sedangkan di Indonesia disebut petsai dan sawi putih (Rukmana, 2007).

Menurut klasifikasi dalam tatanama tumbuhan, petsai termasuk ke dalam:

Divisi : Spermathopyta

Kelas : Angiospermae

Sub Kelas : Dictotyledonae

Ordo : Papavorales

Famili : Cruciferae Atau Brassicaceae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica Chinensis L.

(Cahyono, 2003)

4
2.2. Morfologi Tanaman Petsai

Tanaman petsai termasuk tanaman sayuran Cruciferae (kubis-kubisan) yang memiliki ciri
daun dan bunga yang berbentuk vas kembang. Cruciferae berbuga sempurna dengan enam
benang sari yang terdapat dalam dua lingkaran. Empat benang sari dalam lingkaran dalam,
sisanya dalam lingkaran luar. Sayuran Cruciferae atau Brassicaceae meliputi beberapa genus,
diantaranya ialah kubis (kol), petsai (sawi putih) dan lobak (Sunarjono, 2009).

Petsai berbatang pendek hingga hampir tidak terlihat. Daunya bulat panjang, kasar,
berkerut, rapuh serta berbulu halus dan tajam. Urat (tulang) daun utamanya lebar dan berwarna
putih. Rasa daun petsai masak adalah lunak, sedangkan yang mentah agak pedas. Pola
pertumbuhan daun mirip tanaman kubis. Daun yang muncul terlebih dahulu menutupi daun
yang tumbuh kemudian hingga membentuk krop bulat panjang yang berwarna putih. Susunan
dan warna bunganyapun seperti kubis. Biji petsai berwarna hitam kecoklatan dengan ukuran
lebih kecil dari biji kubis, sistem perakaran tanaman petsai adalah akar tunggang (Sunarjono,
2009).

2.3. Syarat Tumbuh Tanaman Petsai

Daerah yang cocok untuk penanaman petsai yaitu tipe tanah lempung sampai lempung
berpasir, gembur, mengandung bahan organik, pH tanah optimum 6,0-6,8. Ketinggian tempat
600-1.500 m dpl. Persyaratan lain lokasi terbuka dan memperoleh sinar matahari langsung serta
drainase air lancar (Margiyanto, 2007). Waktu tanaman petsai yang baik ialah menjelang akhir
musim hujan (Maret) atau awal musim hujan (Oktober) karena tanaman lebih tahan terhadap
hujan. Akan tetapi, perawatan tanaman pada musim hujan akan lebih berat daripada musim
kemarau karena serangan ulat daun.

2.4. Pestisida Nabati

Pestisida nabati merupakan suatu pestisida yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan yang
residunya mudah terurai di alam sehingga aman bagi lingkungan dan kehidupan makhluk hidup
lainnya. Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati antara lain tembakau,
mimba, widuri, mahoni, srikaya, sirsak, tuba, pepaya dan juga PGPR (Plant Growth Promoting
Rhizobakteri) (Samsudin, 2008). Teknik pengendalian hama menggunakan pestisida nabati

5
yang merupakan pengendalian hama terpadu diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang
aman.

Pestisida nabati memiliki berbagai fungsi seperti: Repelan atau penolak serangga misalnya
bau menyengat yang dihasilkan tumbuhan. Antifidan atau penghambat daya makan serangga
atau menghambat perkembangan hama serangga. Atraktan atau penarik kehadiran serangga
sehingga dapat dijadikan tumbuhan perangkap hama (Gapoktan, 2009).

Pestisida nabati diartikan sebagai pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan
karena terbuat dari bahan-bahan alami, maka jenis pestisida ini mudah terurai di alam sehingga
residunya mudah hilang sehingga relatif aman bagi manusia. Beberapa tanaman yang dapat
digunakan sebagai pestisidan antara lain mimba, papaya, widuri, tembakau, mindi, srikaya,
mahoni, sirsak, tuba, dan juga berbagai jenis gulma seperti babadotan (Samsudin, 2008 dalam
Sinaga R, 2009).

2.4.1. Ekstrak daum mimba

Mimba (Azadirachta indica A. Juss; Mileaceae), merupakan salah satu tumbuhan sumber
bahan pestisida (pestisida nabati) yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama. Tanaman
ini tersebar di daratan India. Di Indonesia tanaman ini banyak ditemukan di sekitar provinsi
Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTT dan NTB.  Dataran rendah dan lahan kering dengan
ketinggian 0-800 dpl merupakan habitat yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman mimba.
Penanaman dapat dilakukan melalui stek, cangkok, dan biji. Pembibitan lewat biji dilakukan
segera mungkin setelah panen. Biji yang dijadikan benih, dimasukkan dalam karung basah
selama 3-7 hari, atau direndam semalam agar cepat berkecambah. Benih yang telah
berkecambah kemudian dipindah dalam polybag ukuran 30 cm yang berisi campuran tanah dan
humus sampai tanaman berumur 3 bulan. Pemindahan bibit ke lahan penanaman sebaiknya
dilakukan pada musim penghujan, agar tanaman tidak kekeringan. Tanaman mimba umumnya
berbuah pada umur 3-5 tahun, dan pada umur 10 tahun tanaman mulai produktif berbuah. Buah
yang dihasilkan dapat mencapai 50 kg per pohon. Tanaman mimba hanya berbuah setahun
sekali (sekitar bulan Desember-Januari). bagian tanaman mimba yang dapat digunakan sebagai
pestisida nabati adalah daun dan bijinya. Ekstrak daun dan biji mimba mengandung senyawa

6
aktif utama azadiraktin. Selain bersifat sebagai insektisida, mimba juga memiliki sifat sebagai
fungisida, virusida, nematisida, bakterisida, maupun akarisida.

2.4.2. Ekstrak daun widuri

Widuri (Calotropis gigantea) merupakan tanaman liar yang tersebar di seluruh Asia
Tenggara.Tanaman ini tumbuh di tanah yang kurang subur dan mengandung zat toksik yang
disebut zat alelopati. Zat tersebut yang melindungi dirinya dari insekta pengganggu sehingga
dapat digunakan sebagai bahan yang dimanfaatkan sebagai insektisida alami. Tumbuhan
Widuri (Calotropis gigantea) merupakan tanaman yang banyak pemanfaatannya, baik dari
bagian daun, batang, ataupun akarnya. Kandungan kimia pada daun diantaranya adalah
flavonoid, tanin, polifenol, saponin, dan kalsium oksalat (Iffah dkk,2008). Senyawa tersebut
sebagian mempunyai sifat toksik pada sel atau jaringan, diduga juga bersifat teratogenik untuk
beberapa embrio hewan uji.

Menurut hasil penelitian Shahabudin dan Pasaru menunjukkan ekstrak daun widuri
mampu menghambat pertumbuhan hama tanaman berupa larva Spodoptera exigua seiring
dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. Sedangkan Pada LC50 = 86,00 mg/L ekstrak daun
widuri mampu mematikan keong berdiameter 3-5 mm setelah inkubasi 72 jam. (Ibrahim, dkk
2014).

2.4.3. Ekstrak daun papaya


Tanaman pepaya (Carica papaya) berpotensi sebagai insektisida nabati. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Konno (2004), getah pepaya mengandung kelompok enzim
sistein protease seperti papain dan kimopapain. Getah pepaya juga menghasilkan senyawa-
senyawa golongan alkaloid, terpenoid, flavonoid dan asam amino nonprotein yang sangat
beracun bagi serangga pemakan tumbuhan. Adanya kandungan senyawa-senyawa kimia di
dalam tanaman pepaya yang terkandung dapat mematikan organisme pengganggu.

2.5. Hama dan Penyakit Tanaman Petsai

Pada proses budidaya tanaman pastinya ada permasalahan yang dialami, salah satunya
yaitu organisme pengganggu tanaman (OPT). Pada pembudidayaan Petsai juga memiliki

7
beberapa jenis hama yang menjadi hama utama, seperti: belalang dan ulat perusak daun. Selain
hama yang menyerang tanaman petsai ada juga penyakit yang menyerang tanaman petsai.
Penyakit berbeda dengan hama, penyakit menyerang tanaman pada proses-proses dalam tubuh
tanaman sehingga mematikan tanaman. Penyakit sendiri adalah gangguan tanaman yang
disebabkan oleh virus, bakteri dan nematode.

2.5.1 Hama Pada Tanaman Petsai

1. Spodoptera sp

Ciri dan Siklus Hidup Ulat Grayak Spodoptera frugiperda

a. Telur

Telur diletakkan berkelompok di bawah atau atas permukaan daun, awalnya berwarna
putih bening atau hijau pucat, hari berikutnya berubah menjadi hijau kecoklatan, dan
berwarna cokelat saat akan menetas.

b. Larva

Larva terdiri dari 6 stadia instar, larva instar 1-5 berwarna pucat kemudian berwarna
cokelat hingga hijau muda dan berubah menjadi lebih gelap pada tahap perkembangan
akhir, lama stadia l arva sekitar 12-20 hari. Larva instar akhir (stadia 6) atau instar 3 adalah
stadia larva yang paling mudah diidentifikasi Terlihat empat titik hitam yang membentuk
persegi di segmen kedua terakhir (segmen ke-8 abdomen) tubuhnya. Kepala berwarna
gelap; terdapat bentukan huruf Y terbalik berwarna lebih terang di bagian depan kepala.

c. Pupa 

Pupa berwarna cokelat gelap biasanya berada di permukaan tanah, masa berpupa
berlangsung selama 12-14 hari sebelum tahap dewasa muncul.

d. Imago atau Ngengat

Imago atau ngengat memiiki bentangan sayap selebar 3-4 cm, sayap bagian depan
berwarna cokelat gelap, sedangkan sayap belakang berwarna putih keabuan. Ngengat hidup

8
2-3 minggu sebelum mati. Ngengat betina dalam satu siklus hidupnya mampu bertelur
hingga 1000 telur.

Gejala Kerusakan Dari Hama Ulat Grayak

Berdasarkan nama hama ini, yakni ulat grayak, diketahui bahwa fase yang paling
merusak dari hama ini yaitu fase larva atau ulat. Hama ulat grayak merusak pertanaman
petsai dengan cara menggerek daun tanaman petsai bahkan pada kerusakan berat, kumpulan
larva hama ini seringkali menyebabkan daun tanaman hanya tersisa tulang daun dan batang
tanaman petsai saja. Apabila kumpulan larva hama ini mencapai kepadatan rata-rata
populasi 0.2 – 0.8 larva per tanaman. Akibatnya, itu menjadikan pengurangan hasil produksi
sebanyak 5 – 20%. 

Tanaman petsai yang diserang oleh hama ulat grayak kerusakannya ditandai dengan:

 Adanya bekas gesekan dari larva atau ulat. 


 Pada permukaan atas daun atau disekitar pucuk tanaman jagung, ditemukan serbuk
kasar seperti serbuk gergaji. 
 Ulat grayak ini merusak bagian pucuk, daun muda, maka tanaman petsai dipastikan
akan mati. 
2. Plutella sp
Siklus hidup hama Plutella sp:
a. Telur
Telur berbentuk oval, ukurannya 0,6 mm x 0,3 mm, warnanya kuning, berkilau
dan lembek. Ngengat betina meletakan telur secara tunggal atau dalam kelompok kecil
(3-4 butir), atau dalam gugusan (10-20 butir) di sekitar tulang daun pada permukaan
daun petsai sebelah bawa. Ngengat betina bertelur selama 19 hari dan jumlah telur rata-
rata sebanyak 244 butirn (Sastrosiwojo, et.al., 2005).
Umumnya telur plutella xylostelladiletakan pada permukaan daun, terutama
pada permukaan bawah daun. Oviposisi p. xylostella, peran faktor fisik tumbuhan
inangnya sangat besar (Andrahennadi dan Gillot, 1998). Permukaan daun atau batang

9
yang berlekuk-lekuk lebih disukai sebagai tempat oviposisi (Ulmer, et. al., 2002).
Permukaan bawah daun lebih dipilih untuk oviposisi disbanding permukaan atas daun
karena lekuk-lekuk lebih memudahkan imago p. xylostella meletakan telurnya.
b. Larva
Panjang tubuh larva mencapai 10 mm. kapsul kepala berwarna pucat, hijau
pucat hingga coklat pucat bitnik dengan warna kecoklatan dan titik cokelat kehitaman.
Bitnik mata berwarna hitam. Tubuhnya berwarna hijau, kadang-kadang berwarna
kuning pucat dengan segmen tubuh yang jelas, dan mempunyai rambut-rambut halus.
Mempunyai 5 pasang proleg; sepasang proleg menonjol keluar dari ujung posterior
membentuk huruf V yang jelas (CABI, 2015).
Larva berbentuk silindris, berwarna hijau muda, relative tidak berbulu, dan
mempunyai 5 pasang proleg. Larva p. xytostella terdiri atas 4 instar. Panjang larva
dewasa (instar ke 3 dan 4) kira-kira 1 cm. larva lincah dan jika tersentuh akan
menjatukan diriserta menggantungkan diri dengan benang halus. Larva jantan dapat
dibedakan dengan larva betina karena memiliki sepasang calon testis yang berwarna
kuning. Rata-rata lamanya stadium larva instar kesatu 3,7 hari, larva instar kedua 2,1
hari, larva instar ketiga 2,7 hari, dan larva instar keempat 3,7 hari (Sastrosiswojo, et.al.,
2005).
c. Imago
Setelah cukup umur, ulat akam membuat kepompong dari bahan seperti benang
sutera abu-abu putih dibalik permukaan daun untuk menghindari panasnya sinar
matahari. Pembentukan kepompong mulai dari dasarnya, sisinya, kemudian tutupnya.
Kepompong masi terbuka dibagian ujung untuk keperluan pernapasan. Pembuatan
kepompong ini dibuat dalam waktu 24 jam. Setelah selesai, ulat berubah menjadi pupa.
Kulit ulat biasanya diletakan dalam kepompong, tetapi kadang diletakan diluar
kepompong (Pracaya, 2007).
Pupa pada mulanya berwarna hijau, selanjutnya berwarna kuning pucat, dengan
warna kecoklatan pada bagian punggungnya. Panjang pupa 5-6 mm, dengan diameter
1,2-1,5 mm. Pupa tertutup oleh kokon, dengan masa pupa 3-6 hari. Total
perkembangannya 13-22 hari (Sudarmo, 1994).

10
Warna sayap p. xylostella abu-abu kecoklatan. Namun, sayap betina berwarna
lebih pucat. Dalam keadaan istirahat, empat sayapnya menutupi tubuh dan seakan-akan
ada gambar seperti jajaran genjang yang warnanya putih seperti berlian. Oleh karena
itu, hama ini disebut dengan ngengat punggung berlian (Pracaya, 2007).

Gejala serangan hama Plutella sp:

Biasanya hama p, xylostella merusak tanaman petsai muda, dan seringkali


merusak tanaman pertsai yang sedang membentuk krop jika tidak terdapat hama
pesaingnya. Larva p xylostella instar ketiga dan keempat makan permukaan bawah daun
petsai dan meninggalkan lapisan epidermis dibagian atas. Setelah jaringan daun
membesar, lapisan epidermis pecah, sehingga terjadi lubang-lubang pada daun. Jika
tingkat populasi larva tinggi, akan terjadi kerusakan berat pada tanaman petsai, sehingga
yang tertinggal hanya tulang-tulang daun petsai saja. Serangan p, xylostella yang berat
pada tanaman petsai dapat menggagalkan panen (Sastrosiswojo, et.al., 2005).

Gejala serangan oleh hama ini khas dan tergantung pada instar larva yang
menyerang. Larva instar pertama (yang baru menetas) memakan daun petsai dengan
jalan membuat lubang galian padan bawah permukaan daun, selanjutnya larva membuat
lorong (gerakan) kedalam jaringan parenkim sambil memakan daun. Larva instar dua,
keluar dari liang gerakan yang transparan dan memakan jaringan daun pada permukaan
bawah daun. Demikian juga dengan larva instar ketiga dan keempat. Larva instar ketiga
dan dan keempat memakan seluruh bagian daun sehingga meninggalkan ciri yang khas
yaitu tinggal epidermis bagian atas daun atau bahkan tinggal tulang daunnya saja (Mau
dan kessing, 1992).

Ulat trip bersembunyi dibalik daun sambil makan. Biasanya yang dimakan ulat
hanya daging daun. Kulit ari bagian permukaan daun sebelah atas tidak dimakan
sehingga disebut juga hama putih (hama bodas). Jika kulit ari yang diseramg menjadi
kering, daunnya akan sobek dan kelihatan berlubang-lubang. Jika seangannya sangat
berat, maka yang tersisa hanyalah tulang-tulang daunnya saja (Pracaya, 2007).

2.5.2. Penyakit Pada Tanaman Petsai

11
Penyakit yang biasa menyerang tanaman petsai antara lain: penyakit busuk daun,
penyakit akar gada, bercak daun, dan busuk alternia.

1. Penyakit busuk daun.


Penyakit busuk daun (Phitotora sp.) Merupakan penyakit yang biasa menyerang
pada tanaman petsai. Gejala serangan yang biasa ditemukan pada penyakit busuk daun
ini adalah daun berubah warna menjadi kekuningan, tanaman tampak berlendir, dan
daun perlahan-lahan membusuk.
2. Penyakit akar gada
Penyakit akar gada atau yang biasa dikenal dengan plasmodiophora brassicae
biasa menyerang pada bagian akar tanaman petsai.
Gejala tanaman yang terserang penyakit akar gada adalah akar membusuk, tanaman
mongering, tanaman menjadi layu, dan mati secara tiba-tiba.
3. Penyakit bercak daun
Penyakit ini merupakan penyakit yang menyerang pada daun tanaman petsai.
Gejala serangan yaitu daun akan berubah warna, dalam beberapa kasus, daun akan
menjadi kuning, lalu kecoklatan, bahkan menjadi hitam, daun menjadi layu dan mati.
4. Busuk alternia
Penyakit ini merupakan penyakit yang hampir mirip dengan penyakit akar gada,
busuk alternia termasuk penyakit yang menyerang bagian akar tanaman.
Gejala serangan yaitu akar tanaman petsai mengalami pembusukan tanaman petsai
membusuk dan tanaman mati secara tiba-tiba.

2.6. Justifikasi

Pestisida nabati merupakan suatu pestisida yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan yang
residunya mudah terurai di alam sehingga aman bagi lingkungan dan kehidupan makhluk hidup
lainnya. Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati antara lain tembakau,
mimba, widuri, mahoni, srikaya, sirsak, tuba, pepaya dan juga PGPR (Plant Growth Promoting
Rhizobakteri) (Samsudin, 2008). Teknik pengendalian hama menggunakan pestisida nabati
yang merupakan pengendalian hama terpadu diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang
aman.

12
Pestisida nabati memiliki berbagai fungsi seperti: Repelan atau penolak serangga misalnya
bau menyengat yang dihasilkan tumbuhan. Antifidan atau penghambat daya makan serangga
atau menghambat perkembangan hama serangga. Atraktan atau penarik kehadiran serangga
sehingga dapat dijadikan tumbuhan perangkap hama (Gapoktan, 2009).

Pestisida nabati diartikan sebagai pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan
karena terbuat dari bahan-bahan alami, maka jenis pestisida ini mudah terurai di alam sehingga
residunya mudah hilang sehingga relatif aman bagi manusia (Samsudin, 2008 dalam Sinaga R,
2009).

2.7. Hipotesis

Diduga konsentrasi pestisida nabati ekstrak daun mimba 3,5 kg/2.5 liter air, mampu
mengendalikan serangan OPT dan meningkatkan pertumbuhan tanaman petsai.

13
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2022 di Desa Naiola
kilometr 9, Kelurahan Sasi, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara,
Provinsi Nusa Tenggara Timur.

3.2. Alat Dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekop, linggis, pacul, parang, karung,
gunting spidol, bolpoin, buku tulis, kertas label, termometer suhu, soil tester, penggaris, jangka
sorong, gembor, ember, sprayer, timbangan analitik,

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih petsai, pestisida nabati berupa
daun papaya, daun mimba, dan daun widuri, serta penambah unsur hara dalam tanah berupa
pupuk kompos biochar.

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 2 faktorial yaitu
faktor pertama adalah bahan atau jenis ekstrak yang terdiri dari 3 aras yaitu daun papaya (D1),
daun widuri (D2), dan daun mimba (D3). Sedangkan faktor kedua adalah konsentrasi (K) yang
terdiri atas 4 aras yaitu tanpa perlakuan (K0), 1,5 kg/2,5 liter air (D1), 2,5 kg/2,5 liter air (D2),
dan 3,5 kg/2,5 liter air (D3). Sehingga terdapat 12 kombinasi perlakuan yaitu, D1K0, D1K1,
D1K2, D1K3, D2K0, D2K1, D2K2, D2K3,D3K0, D3K1, D3K2, D3K3, dan diulang sebanyak
3 kali sehingga terdapat 36 unit perlakuan.

14
3.4. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan benih

Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tanaman petsai (TOP
KING 26) dan benih tanaman petsai ini bisa didapatkan di toko-toko pertanian terdekat.

2. Persiapan media semai

Media semai yang digunakan adalah tanah hitam yang telah dicampur dengan
pupuk kompos biochar dan dimasukan kedalam sitrei atau traipot, dengan perbandingan
berupa tanah hitam 1 kg dicampurkan dengan pupuk kompos biochar 1 kg.

3. Persemaian benih petsai

Biji disemai di atas media yang sudah dipersiapkan sebelumnya, kemudian


disiram dengan air. Selanjutnya persemaian disiram teratur sebanyak 2 kali setiap hari
yaitu pagi (09.00) dan sore (16.00).

4. Persiapan lahan

Persiapan lahan berupa pembersihan sekitar areal penelitian sekaligus


pembuatan bedengan atau petak penelitian dan pemberian pupuk dasar berupa pupuk
kompos bichar.

5. Penanaman

Proses penanaman dilakukan 2 minggu setelah benih disemai dan bibit telah
mempunyai 3-4 helai daun.

6. Pemeliharaan

Proses pemeliharaan berupa penyiraman yang dilakukan 2 kali sehari yaitu pada
waktu pagi dan sore hari.

15
7. Pembuatan ekstrak daun papaya, daun widuri, dan daun mimba.
a. Pembuatan ekstrak daun papaya
1. Alat dan bahan yang digunakan
Alat yang digunakan adalah parang, ember. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah daun papaya sebanyak 1,5 kg ; 2,5 liter air, 2,5 kg ; 2,5 liter
air, dan 3,5 kg ; 2,5 liter air.
2. Cara pembuatan
Siapkan daun papaya sebanyak 1,5 kg; 2,5 kg; dan 3,5 kg, lalu dipotong
kecil-kecil kemudian dihaluska dan direndam di dalam 2,5 liter air selama 24
jam. Hasil perendaman disaring dengan kain halus untuk memperoleh ekstrak
daun pepaya 100%.
3. Cara pengaplikasian
Aplikasi penyemprotan dilakukan apabila terdapat tanaman yang
terserang hama. Dosis yang digunakan dalam penyemprotan adalah 1000 ml/
5 liter air kemudian dimasukan kedalam sprayer dan di semprotkan pada
tanaman yang terserang hama tersebut. Setiap tanaman diaplikasikan 50 ml.

b. pembuatan ekstrak daun widuri


1. Alat dan bahan yang digunakan
Alat yang digunakan adalah parang, ember. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah daun papaya sebanyak 1,5 kg ; 2,5 liter air, 2,5 kg ; 2,5 liter
air, dan 3,5 kg ; 2,5 liter air.
2. Cara pembuatan
Siapkan daun widuri sebanyak 1,5 kg; 2,5 kg; dan 3,5 kg, lalu dipotong
kecil-kecil kemudian dihaluska dan direndam di dalam 2,5 liter air selama 24
jam. Hasil perendaman disaring dengan kain halus untuk memperoleh ekstrak
daun pepaya 100%.

16
3. Cara pengaplikasian
Aplikasi penyemprotan dilakukan apabila terdapat tanaman yang
terserang hama. Dosis yang digunakan dalam penyemprotan adalah 1000 ml/5
liter air kemudian dimasukan kedalam sprayer dan di semprotkan pada
tanaman yang terserang hama tersebut. Setiap tanaman diaplikasikan 50 ml.
c. Pembuatan ekstrak daun mimba
1. Alat dan bahan yang digunakan
Alat yang digunakan adalah parang, ember. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah daun mimba sebanyak 1,5 kg ; 2,5 liter air, 2,5 kg ; 2,5 liter
air, dan 3,5 kg ; 2,5 liter air.
2. Cara pembuatan
Siapkan daun widuri sebanyak 1,5 kg; 2,5 kg; dan 3,5 kg, lalu dipotong
kecil-kecil kemudian dihaluska dan direndam di dalam 2,5 liter air selama 24
jam. Hasil perendaman disaring dengan kain halus untuk memperoleh ekstrak
daun pepaya 100%.
3. Cara pengaplikasian
Aplikasi penyemprotan dilakukan apabila terdapat tanaman yang
terserang hama. Dosis yang digunakan dalam penyemprotan adalah 1000
ml/5 liter air kemudian dimasukan kedalam sprayer dan di semprotkan pada
tanaman yang terserang hama tersebut. Setiap tanaman diaplikasikan 50 ml.
8. Pengaplikasian Pestida Nabati Pada Tanaman Petsai.
Pengaplikasian pestisida nabati pada tanaman petsai dilakukan pada saat tanamn
berumur 14 HST dan seterusnya akan dilakukan pengendalian secara rutin setiap 2 kali
dalam satu minggu.
9. Pemanenan

Proses pemanena dilakukan apabila tanaman petsai telah membentuk krop dengan
sempurna dan yang paling penting adalah harus memperhatikan umur panen tanaman
yaitu 90 hari.

17
3.5. Parameter pengamatan

3.5.1. Parameter Lingkungan

a. Suhu Tanah

Suhu tanah diukur menggunakan alat ukur Termometer dengan cara ditancapkan
kedalam tanah sedalam 5cm didiamkan selama 3 menit pada 1 titik disetiap petak
penelitian, pengukuran tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 14 HST, pengukuran
dilakukan pada siang hari 12:00-14:00 kemudian suhunya di catat.
b. pH Tanah
pH tanah dapat diukur dengan menggunakan alat ukur soil tester dengan cara
menancapkan ujung alat ke tanah yang ingin diukur. Kemudian menekan tombol dengan
lama untuk mengukur pH tanah dan melihat nilai pada soil tester. Nilai yang diatas
menunjukan nilai pH tanah 1-14 dan nilai yang dibawah menunjukan nilai kelembapan
tanah (%). Pengukuran dapat dilakukan pada saat tanaman berumur 30 HST.
c. Kelembapan Tanah
Kelembapan tanah dapat diukur dengan menggunakan alat ukur soil tester dengan
cara menancapkan ujung alat ke tanah yang ingin diukur. Kemudian menekan tombol
dengan lama untuk mengukur kelembapan tanah dan melihat nilai pada soil tester. Nilai
yang diatas menunjukan nilai pH tanah 1-14 dan nilai yang dibawah menunjukan nilai
kelembapan tanah (%). Pengukura dapat dilakukan pada saat tanaman berumur 30 HST.
d. Kadar lengas tanah
Pengukur kadar lengas dilakukan dengan mengambil bongkahan tanah terdiri dari 3
titik dengan cara menggali tanah disekitar daerah tanaman sedalam 5 cm. kemudian
masukan kedalam plastik yang diberi label setelah itu ditimbang untuk mengetahui
berat basah, kemudian bongkahan tersebut dioven selama 24 jam pada suhu 105℃,
setelah itu ditimbang untuk mengetahui berat kering tanah. Berat kering tanah ini dapat
diukur setelah tanam pada umur 21 HST.

18
BB −BK
KL= 100 %
BK
Keterangan:
KL= Kadar Lengas Tanah (%)
BB=Berat Basah (g)
BK= Berat Kering (g)

e. Berat volume tanah


Pengukuran dilakukan dengan mengambil gumpalan tanah pada satu titik yaitu
tanah bagian tengah yang dilakukan saat tanaman berumur 21 HST. Kemudian
dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 105°c selama 24 jam, lalu ditimbang.
Gumpalan tanah kering tersebut lalu diikat dengan benang dan dicelup ke dalam cairan
lilin. Gumpalan tanah yang sudah di lapis lilin didinginkan kemudian dimasukan ke
dalam gelas ukur yang telah berisi air dengan volume tertentu. Kenaikan permukaan air
dalam gelas ukur dicatat sebagai volume tanah. Berat volume tanah dapat dihitung
dengan rumus:

Berat Kering OvenTanah


BV=
Volume Gumpalan Tanah

Keterangan:
BV= Berat Volume Tanah
BK=Berat Kering Tanah
V=Volume Gumpalan

3.5.2. Parameter Pertumbuhan

a. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh dengan menggunakan
mistar setiap satu kali seminggu.

19
b. Jumlah daun (helai)

Pengamatan jumlah daun dilakukan cara menghitung jumlah daun yang tumbuh pada
masing-masing tanaman dengan satuan helai. Pengamatan dilakukan setiap dua minggu satu
kali.

3.5.3. Parameter Hasil

a. Berat segar (g)

Bobot segar tanaman dilakukan dengan cara memotong, mencuci, kemudian tiriskan
bagian tanaman diatas permukaan tanah setelah panen, lalu ditimbang bobot segar
menggunakan timbangan.
b. Diameter krop (cm)

Diameter krop diukur dengan menggunakan meter rol dengan cara meletakan meter rol
mengelilingi krop untuk mengetahui diameternya dan pengukuran dilakukan setelah proses
pemanenan.

c. Bobot Segar Ekonomi (g)

Berat tanaman diperoleh dari bagian tanaman yang dinilai ekonomi atau bagian tanaman
yang bisa dikonsumsi dengan cara memisahkan bagian akar dan daun yang tidak bernilai
ekonomi setelah itu ditimbang dan dinyatakan dalam satuan gram (g).

d. Bobot Segar non Ekonomis (g)

Bobot segar non ekonomi diperoleh dari bagian tanaman yang tidak bisa dikonsumsi
dengan cara memisahkan bagian akar dan daun setelah itu ditimbang menggunakan timbangan
analitik.

20
e. Indeks panen

Indeks panen dihitung dengan cara membandingkan berat bagian tanaman yang bernilai
ekonomis dengan berat seluruh bagian tanaman kemudian dikonfersi ke satuan %. Indeks
panen dapat dihitung dengan rumus yang dikemukakan oleh (yadev et al., 2007).

A
IP = ×100 %
A +B

Keterangan:

IP = Indeks panen

A = Berat segar tanaman yang bernilai ekonomis (g/tanaman)

B = Berat kering tanaman yang tidak bernilai ekonomis (g/tanaman

3.5.4. Kejadian penyakit dan keparahan penyakit

Kejadian Penyakit merupkan Presentse jumlah tanaman yang terserng oleh


pathogen. Menurut (Cooke 2006) menghitung presentase kejadian penyakit (KP)
digunakan rumus sebagai berikut:
n
I ¿ х 100%
N
I = Kejdian Penyakit
n = Jumlah tanaman yang terserang
N = Jumlah seluruh tanaman yang diamati dalam setiap kali prlakuan.
Sedagkan Keparahan penyakit dihitug berdasarkan gejala dengan menggunakan
rumus Towsend dan Heuberger (1974 dalam Agrios 2005) sebagai berikut:
KP = ∑ ¿.vini = 1 N.V х 100%
KP = Keparahan Penyakit
ni = Jumlah tanaman yang terserang pada kategori
vi = Kategori kerusakan ke-i
N = Jumlah tanaman yang diamati
V = Nilai kategori serangaan tertinggi

21
a. Identifikasi OPT

Cara mengidentifikasi OPT pada tanaman petsai adalah:

Hama diambil kemudian dimasukan dalam wadah atau botol kecil yang sudah terisi alkohol
70% dan setelah itu dibawa ke Laboratorium untuk diidentifikasi jenis hama yang meyerang
tanaman petsai dengan menggunakan buku identifikasi hama.
Dan apabila terdapat daun yang terserang penyakit, maka cara identifikasi daun yang
terserang penyakit daun adalah dengan memetik daun yang terserang penyakit lalu di scan
kemudian lakukan identifikasi menggunakan pedoman buku identifikasi penyakit
b. Intensitas kerusakan akibat serangan OPT pada tanaman petsai

P=
∑ n x v 100 %
NxZ
Keterangan:
P = Intensitas ke rusakan tanaman (%),
v = Nilai (skor) kerusakan tanaman berdasarkan luas daun seluruh tanaman yang
terserang, yaitu:
0 = Tidak ada kerusakan sama sekali
1 = Luas kerusakan tanaman > 0 - ≤ 10 %
2= Luas kerusakan tanaman > 10 - ≤ 20 %
3 = Luas kerusakan tanaman > 20 - ≤ 40 %
4 = Luas kerusakan tanaman > 40 - ≤ 60 %
5 = Luas kerusakan tanaman > 60 %

n = Jumlah tanaman yang memiliki nilai v (kerusakan tanaman) yang sama


Z = Nilai (skor) tertinggi (v = 5)
N = Jumlah tanaman yang diamati

22
c. Gejala tanaman terserang organisme pengganggu tanaman (OPT)
1. Gejala tanaman terserang hama Spodoptera sp:
 Adanya bekas gesekan dari larva atau ulat. 
 Pada permukaan atas daun atau disekitar pucuk tanaman petsai, ditemukan
serbuk kasar seperti serbuk gergaji. 
 Ulat grayak ini merusak bagian pucuk, daun muda, maka tanaman petsai
dipastikan akan mati. 
2. Gejala tanaman terserang hama Plutella sp:
Gejala serangan oleh hama ini khas dan tergantung pada instar larva yang
menyerang. Larva instar pertama (yang baru menetas) memakan daun petsai dengan
jalan membuat lubang galian padan bawah permukaan daun, selanjutnya larva
membuat lorong (gerakan) kedalam jaringan parenkim sambil memakan daun.
Larva instar dua, keluar dari liang gerakan yang transparan dan memakan jaringan
daun pada permukaan bawah daun. Demikian juga dengan larva instar ketiga dan
keempat. Larva instar ketiga dan dan keempat memakan seluruh bagian daun
sehingga meninggalkan ciri yang khas yaitu tinggal epidermis bagian atas daun atau
bahkan tinggal tulang daunnya saja (Mau dan Kessing, 1992).
Ulat trip bersembunyi dibalik daun sambil makan. Biasanya yang dimakan ulat
hanya daging daun. Kulit ari bagian permukaan daun sebelah atas tidak dimakan
sehingga disebut juga hama putih (hama bodas). Jika kulit ari yang diseramg
menjadi kering, daunnya akan sobek dan kelihatan berlubang-lubang. Jika
seangannya sangat berat, maka yang tersisa hanyalah tulang-tulang daunnya saja
(Pracaya, 2007).
d. Pengamatan mortalitas hama setelah 1 hari pengaplikasian pestisida
Pengamatan mortalitas hama setelah 1 hari pengaplikasian insektisida nabati
adalah untuk mengamati seberapa banyak hama yang mati akibat efek dari insektisida
nabati tersebut.

23
3.6. Analisis Data

Data hasil pengematan dianalisis menggunakan sidik ragam (Anova) Rancangan Acak
Kelompok (RAK) faktorial. Rata-rata perlakuan selanjudnya diuji lanjud dengan menggunakan
DucamMultiple Range Test (DRMT)dengan Teknik signifikan 5% sesuai petunjuk Gomes dan
Gomes (1995). Analisis data menggunakan program SAS 9.1

24
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL

4.1.1. Suhu Tanah (oc)

Hasil sidik ragam anova menunjukkan bahwa perlakuan jenis ekstrak dan konsentrasi
pestisida nabati tidak terjadi interaksi antar perlakuan pada parameter pengamatan suhu tanah.
Aras perlakuan jenis ekstrak menunjukan pengaruh pada perlakuan mimba memiliki nilai
tertinggi yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan pepaya dan widuri. Sedangkan pada
perlakuan konsentrasi pestisida nabati pada pengamatan 21 HST memiliki suhu tanah tertinggi
akan tetapi tidak berbedanyata dengan aras perlakuan lainnya.

Tabel 1. Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap suhu tanah (oc)

Perlakuan Konsentrasi
Waktu
pengamatan 1500 2500 3500
Jenis Ekstrak Gram/2,5 Gram/2,5 Gram/2,5
(HST)
Lliter air Liter air Liter air Rerata
Pepaya 29.00 32.66 30.00 30.0833 a
21 Widuri 31.33 30.66 29.00 30.0833 a
Mimba 31.33 30.66 29.00 30.5000 a
Rerata 30.556 a 31.333 a 29.333 a (-)
Kontrol 29.444 a
Pepaya 29.00 31.33 29.33 29.9167 a
63 Widuri 30.33 29.33 29.33 29.9167 a
Mimba 30.33 29.66 29.00 29.8333 a
Rerata 29.8889 a 30.111 a 29.2222 a (-)
Kontrol 30.3333 a
Pepaya 29.00 31.00 30.00 29.8333 a
84 Widuri 29.33 28.66 30.33 29.5000 a
Mimba 30.66 29.66 28.66 29.7500 a
Rerata 29.6667 a 29.7778 a 29.6667 a (-)
Kontrol 29.6667 a
Keterangan: Angka pada baris dan kolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda pada
tingkat nyata (α) 5% menurut uji DMRT. (–) tidak terjadi interaksi antar faktor.

25
4.1.2. Derajat keasaman tanah (pH)
Hasil sidik ragam anova menunjukan bahwa perlakuan jenis ekstrak dan konsentrasi
pestisida nabati tidak terjadi interaksi pada parameter pengamatan derajat keasaman tanah (pH).
Aras perlakuan jenis ekstrak menunjukan pengaruh pada perlakuan pepaya dan widuri
menghasilkan nilai derajat keasaman tanah lebih tinggi yang tidak berbeda nyata dengan
mimba. sedangkan pada perlakuan konsentrasi pestisida nabati 1500 Gram/2,5 Liter air dan
2500 Gram/2,5 Liter air menghasilkan nilai tertinggi yang tidak berbedanyata dengan aras
perlakuan lainnya.
Tabel 2. Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap derajat keasaman tanah
(pH).

Perlakuan Konsentrasi
Waktu
1500 2500 3500
pengamatan
Jenis Ekstrak Gram/2,5 Gram/2,5 Gram/2,5
(HST)
Lliter air Liter air Liter air Rerata
Pepaya 42.333 42.667 38.000 4.1667 a
30 Widuri 45.667 43.667 38.333 4.1667 a
Mimba 37.667 39.333 39.667 3.8667 a
Rerata 4.1889 a 4.1889 a 3.8667 a (-)
Kontrol 3.8667 a
Keterangan: Angka pada baris dan kolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda pada
tingkat nyata (α) 5% menurut uji DMRT. (–) tidak terjadi interaksi antar faktor.

4.1.3. Kelembaban Tanah


Menurut Arnold 1999. Kelembaban tanah sangat dinamis disebabkan oleh penguapan
melalui permukaan tanah, transpirasi, dan perkolasi. Hasil sidik ragam anova menunjukan
bahwa perlakuan jenis ekstrak dan konsentrasi pestisida nabati tidak terjadi interaksi terhadap
parameter pengamatan kelembaban tanah. Aras perlakuan jenis ekstrak menunjukan pengaruh
pada perlakuan mimba menghasilkan nilai kelembaban tanah lebih tinggi yang tidak
berbedanyata dengan pepaya dan widuri. Sedangkan pada perlakuan konsentrasi pestisida
nabati 0 Gram memiliki nilai tertinggi yang tidak berbedanyata dengan aras perlakuan
lainnya.

26
Tabel 3. Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap kelembaban tanah

Perlakuan Konsentrasi
Waktu
1500 2500 3500
pengamatan
Jenis Ekstrak Gram/2,5 Gram/2,5 Gram/2,5
(HST)
Lliter air Liter air Liter air Rerata
Pepaya 77.67 79.33 86.67 7.845 a
30
Widuri 70.00 71.67 88.33 7.833 a
Mimba 86.67 83.33 54.67 7.908 a
Rerata 78.111 a 78.111 a 76.556 a (-)
Kontrol 81.722 a
Keterangan: Angka pada baris dan kolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda pada
tingkat nyata (α) 5% menurut uji DMRT. (–) tidak terjadi interaksi antar faktor.

4.1.4. Kadar Lengas Tanah (%)


Hasil sidik ragam anova menunjukan bahwa perlakuan jenis ekstrak dan konsentrasi
pestisida nabati tidak terjadi interaksi pada parameter pengamatan kadar lengas tanah. Aras
perlakuan jenis ekstrak menunjukan pengaruh pada perlakuan widuri menghasilkan nilai lebih
tinggi yang tidak berbedanyata dengan perlakuan pepaya dan mimba. Sedangkan pada
perlakuan konsentrasi pestisida nabati 3500 Gram/2,5 Liter air menghasilkan nilai lebih tinggih
yang tidak berbedanyata dengan aras perlakuan lainnya.

Tabel 4. Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap kadar lengas tanah (%)

perlakuan Konsentrasi
Waktu
1500 2500 3500
pengamatan
Jenis Ekstrak Gram/2,5 Gram/2,5 Gram/2,5
(HST)
Lliter air Liter air Liter air Rerata
Pepaya 28.570 32.433 36.497 32.167 a
21 Widuri 32.027 34.200 32.143 32.643 a
Mimba 32.110 31.150 31.207 31.534 a
Rerata 30.902 a 32.594 a 33.282 a (-)
Kontrol 31.679 a
Keterangan: Angka pada baris dan kolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda pada
tingkat nyata (α) 5% menurut uji DMRT. (–) tidak terjadi interaksi antar faktor.

27
4.1.5. Berat Volume Tanah (BV)
Hasil sidik ragam anova menunjukan bahwa perlakuan jenis ekstrak dan konsentrasi
pestisida nabati tidak terjadi interaksi pada parameter pengamatan berat volume tanah. Aras
perlakuan jenis ekstrak menunjukan pengaruh pada perlakuan mimba menghasilkan nilai lebih
tinggih yang tidak berbeda nyata dengan pepaya dan widuri. Sedangkan pada pengamatan
konsentrasi pestisida nabati 3500/2,5 Liter air menghasilkan nilai tertinggih yang tidak
berbedanyata dengan aras perlakuan lainnya.

Tabel 5. Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap berat volume tanah (g/cm3)

perlakuan Konsentrasi
Waktu
1500 2500 3500
pengamatan
Jenis Ekstrak Gram/2,5 Gram/2,5 Gram/2,5
(HST)
Lliter air Liter air Liter air Rerata
Pepaya 0.066667 0.063333 0.063333 0.062500 a
21 Widuri 0.063333 0.066667 0.066667 0.064167 a
Mimba 0.060000 0.063333 0.073333 0.065833 a
Rerata 0.063333 a 0.064444 a 0.067778 a (-)
Kontrol 0.061111 a
Keterangan: Angka pada baris dan kolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda pada
tingkat nyata (α) 5% menurut uji DMRT. (–) tidak terjadi interaksi antar faktor.

4.1.6. Tinggi Tanaman (cm)


Hasil sidik ragam anova menunjukan bahwa perlakuan jenis ekstrak dan konsentrasi
pestisida nabati tidak terjadi interaksi antara aras perlakuan pada parameter pengamatan tinggi
tanaman. Aras perlakuan jenis ekstrak 56 HST menunjukan pengaruh pada perlakuan mimba
menghasilkan nilai lebih tinggih yang tidak berbedanyata dengan pepaya dan widuri.
Sedangkan pada pengamatan konsentrasi pestisida nabati 56 HST memiliki nilai tertinggi yang
tidak berbedanyata dengann aras perlakuan lainnya.

28
Tabel 6. Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap tinggi tanaman (cm)

Perlakuan Konsentrasi
Waktu
1500 2500 3500
pengamatan
Jenis Ekstrak Gram/2,5 Gram/2,5 Gram/2,5
(HST)
Lliter air Liter air Liter air Rerata
Pepaya 9.500 6.667 6.167 71667 a
14 Widuri 6.667 7.000 7.667 71667 a
Mimba 7.667 10.333 7.333 83333 a
Rerata 79.444 a 78.889 a 70.556 a (-)
Kontrol 73.333 a
Pepaya 17.000 13.167 12.667 13.542 a
28 Widuri 13.667 16.833 17.000 14.708 a
Mimba 14.500 17.000 15.500 15.167 a
Rerata 15.056 a 15.667 a 15.056 a (-)
Kontrol 12.111 b
Pepaya 20.667 16.667 17.667 17.3667 b
42 Widuri 16.333 17.333 20.000 17.5833 b
Mimba 19.833 21.000 20.500 20.0833 a
Rerata 18.944 a 18.333 ab 19.389 a (-)
Kontrol 16.711 b
Pepaya 23.167 20.000 20.833 20.6250 b
56 Widuri 19.667 20.667 21.833 20.5833 b
Mimba 21.667 23.667 23.000 22.4167 a
Rerata 21.5000 a 21.4444 a 21.8889 a (-)
Kontrol 20.0000 a
Keterangan: Angka pada baris dan kolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda pada
tingkat nyata (α) 5% menurut uji DMRT. (–) tidak terjadi interaksi antar faktor

4.1.7. Jumlah Daun (helai)

Hasil sidik ragam anova menunjukan bahwa perlakuan jenis ekstrak dan konsentrasi
pestisida nabati tidak terjadi interaksi pada parameter pengamatan jumlah daun. Aras perlakuan
jenis ekstrak 56 HST menunjukan pengaruh pada perlakuan mimba menghasilkan nilai lebih
tinggih yang tidak berbedanyata dengan pepaya dan widuri. Sedangkan pada pengamatan
konsentrasi pestisida nabati 56 HST memiliki nilai tertinggi yang tidak berbedanyata dengan
aras perlakuan lainnya.

29
Tabel 7. Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap jumlah daun (helai)

Perlakuan Konsentrasi
Waktu
1500 2500 3500
pengamatan
Jenis Ekstrak Gram/2,5 Gram/2,5 Gram/2,5
(HST)
Lliter air Liter air Liter air Rerata
Pepaya 5.000 4.000 4.000 4.2500 a
14 Widuri 4.000 4.000 4.000 4.0000 a
Mimba 4.333 5.666 4.000 4.0000 a
Rerata 4.4444 a 45.556 4.5556 a (-)
Kontrol 4.1111 a
Pepaya 9.000 7.333 7.000 7.6667 a
28 Widuri 7.333 8.333 8.000 7.1667 a
Mimba 7.000 9.000 8.000 7.5000 a
Rerata 7.7778 a 8.2222 a 7.6667 a (-)
Kontrol 6.1111 b
Pepaya 11.000 10.333 9.667 10.7500 ab
42 Widuri 10.000 10.667 10.000 9.5833 b
Mimba 10.000 13.333 11.667 11.2500 a
Rerata 10.5556 ab 11.4444 a 11.4444 ab (-)
Kontrol 9.6667 b
Pepaya 12.667 12.333 11.000 12.4167 ab
56 Widuri 12.000 12.000 12.333 11.5000 b
Mimba 12.667 12.333 12.333 12.7500 a
Rerata 12.4444 ab 13.0000 a 11.8889 ab (-)
Kontrol 11.5556 b
Keterangan: Angka pada baris dan kolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda pada
tingkat nyata (α) 5% menurut uji DMRT. (–) tidak terjadi interaksi antar faktor.

4.1.8. Berat Segar Tanaman (gram)

30
Menurut Sumarmi dan Sartono (2007), tinggi rendahnya berat segar tanaman juga
dipengaruhi oleh ada tidaknya serangan hama. Hasil sidik ragam anova menunjukan bahwa
perlakuan jenis ekstrak dan konsentrasi pestisida nabati tidak terjadi interaksi pada parameter
pengamatan berat segar tanaman. Aras perlakuan jenis ekstrak menunjukan pengaruh pada
perlakuan widuri menghasilkan nilai lebih tinggi yang tidak berbedanyata dengan pepaya dan
mimba. Sedangkan pada pengamatan konsentrasi pestisida nabati 1500 Gram/2,5 Liter air
memiliki nilai tertinggi yang tidak berbedanyata dengan aras perlakuan lainnya.

Tabel 8. Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap berat segar tanaman (gram)

Perlakuan Konsentrasi
Waktu
1500 2500 3500
pengamatan
Jenis Ekstrak Gram/2,5 Gram/2,5 Gram/2,5
(HST)
Lliter air Liter air Liter air Rerata
Pepaya 656.8 567.4 771.4 633.93 a
90 Widuri 739.8 738.1 731.0 747.20 a
Mimba 792.9 501.8 686.0 640.10 a
Rerata 729.8 a 602.4 a 729.5 a (-)
Kontrol 633.3 a
Keterangan: Angka pada baris dan kolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda pada
tingkat nyata (α) 5% menurut uji DMRT. (–) tidak terjadi interaksi antar faktor.

4.1.9. Berat Segar Ekonomis Tanaman (gram)


Hasil sidik ragam anova menunjukan bahwa perlakuan jenis ekstrak dan konsentrasi
pestisida nabati tidak terjadi interaksi pada parameter pengamatan berat segar ekonomis. Aras
perlakuan jenis ekstrak menunjukan pengaruh pada perlakuan widuri menghasilkan nilai lebih
tinggi yang tidak berbedanyata dengan pepaya dan mimba. Sedangkan pada pengamatan

31
konsentrasi pestisida nabati 3500 Gram/2,5 Liter air memiliki nilai tertinggi yang tidak
berbedanyata dengan aras perlakuan lainnya.

Tabel 9. Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap berat segar ekonomis
tanaman (gram).

Perlakuan Konsentrasi
Waktu
1500 2500 3500
pengamatan
Jenis Ekstrak Gram/2,5 Gram/2,5 Gram/2,5
(HST)
Lliter air Liter air Liter air Rerata
Pepaya 339.4 392.8 527.6 399.52 a
90 Widuri 436.2 461.6 548.8 478.66 a
Mimba 441.3 546.2 452.0 467.30 a
Rerata 405.64 a 466.90 a 509.47 a (-)
Kontrol 411.96 a
Keterangan: Angka pada baris dan kolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda pada
tingkat nyata (α) 5% menurut uji DMRT. (–) tidak terjadi interaksi antar faktor

4.1.10. Berat Segar Non Ekonomis Tanaman (gram)


Hasil sidik ragam anova menunjukkan bahwa perlakuan jenis ekstrak dan konsentrasi
pestisida nabati tidak terjadi interaksi antar perlakuan pada parameter pengamatan berat segar
non ekonomis. Aras perlakuan jenis ekstrak menunjukan pengaruh pada perlakuan mimba
menghasilkan nilai lebih tinggi yang tidak berbedanyata dengan pepaya dan widuri. Sedangkan
pada pengamatan konsentrasi pestisida nabati 1500 Gram/2,5 Liter air memiliki nilai tertinggi
yang tidak berbedanyata dengan aras perlakuan lainnya.

Tabel 10. Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap berat segar non ekonomis
tanaman (gram)

waktu Perlakuan Konsentrasi Rerata


32
1500 2500 3500
pengamatan
Jenis Ekstrak Gram/2,5 Gram/2,5 Gram/2,5
(HST)
Lliter air Liter air Liter air
Pepaya 324.05 231.79 250.04 250.42 a
90 Widuri 268.42 266.53 243.13 268.72 a
Mimba 330.04 315.95 242.11 292.65 a
Rerata 307.50 a 271.43 a 245.09 a (-)
Kontrol 258.36 a
Keterangan: Angka pada baris dan kolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda pada
tingkat nyata (α) 5% menurut uji DMRT. (–) tidak terjadi interaksi antar faktor

4.1.11. Diameter Krop Tanaman (cm)

Hasil sidik ragam anova menunjukkan bahwa perlakuan jenis ekstrak dan konsentrasi
pestisida nabati tidak terjadi interaksi antar perlakuan pada parameter pengamatan diameter
krop. Aras perlakuan jenis ekstrak menunjukan pengaruh pada perlakuan widuri menghasilkan
nilai lebih tinggi yang tidak berbedanyata dengan pepaya dan mimba. Sedangka pada
pengamatan konsentrasi pestisida nabati 3500 Gram/2,5 Liter air memiliki nilai tertinggi yang
tidak berbedanyata dengan aras perlakuan lainnya.

Tabel 11. Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap diameter krop (cm)

Perlakuan Konsentrasi
Waktu
1500 2500 3500
pengamatan
Jenis Ekstrak Gram/2,5 Gram/2,5 Gram/2,5
(HST)
Lliter air Liter air Liter air Rerata
Pepaya 7.667 9.000 9.667 8.6667 a
90 Widuri 8.333 9.667 10.333 9.6667 a
Mimba 9.667 9.333 9.000 9.3333 a
Rerata 8.5556 a 9.3333 a 9.6667 a (-)

33
Kontrol 9.3333 a
Keterangan: Angka pada baris dan kolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda pada
tingkat nyata (α) 5% menurut uji DMRT. (–) tidak terjadi interaksi antar faktor.

4.1.12. Indeks Panen


Hasil sidik ragam anova menunjukkan bahwa perlakuan jenis ekstrak dan konsentrasi
pestisida nabati tidak terjadi interaksi antar perlakuan pada parameter pengamatan indeks
panen. Aras perlakuan jenis ekstrak menunjukan pengaruh pada perlakuan widuri
menghasilkan nilai lebih tinggi yang tidak berbedanyatan dengan perlakuan pepaya dan mimba.
Sedangkan pada pengamatan konsentrasi pestisida nabati 3500 Gram/2,5 Liter air memiliki
nilai tertinggi namun berbedanyata dengan aras perlakuan lainnya.

Tabel 12. Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap indeks panen

Perlakuan Konsentrasi
Waktu
1500 2500 3500
pengamatan
Jenis Ekstrak Gram/2,5 Gram/2,5 Gram/2,5
(HST)
Lliter air Liter air Liter air Rerata
Pepaya 51.513 63.850 66.713 61.424 a
90 Widuri 58.297 63.063 68.767 62.807 a
Mimba 58.147 62.790 63.590 61.249 a
Rerata 55.986 b 63.234 a 66.357 a (-)
Kontrol 61.730 ab
Keterangan: Angka pada baris dan kolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda pada
tingkat nyata (α) 5% menurut uji DMRT. (–) tidak terjadi interaksi antar faktor

4.1.13. Jumlah Populasi Hama Plutella sp

34
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun pepaya yang diberikan pada tanaman maka
akan semakin tinggi residu senyawa aktif dari daun pepaya yang ditinggalkan pada tanaman
(Widayat, 1994). Hasil sidik ragam anova menunjukan bahwa perlakuan jenis ekstrak dan
konsentrasi pestisida nabati terjadi interaksi antar perlakuan pada parameter pengamatan
jumlah populasi hama plutella sp. Aras perlakuan jenis ekstrak menunjukan pengaruh pada
perlakuan pepaya menghasilkan nilai lebih tinggih yang tidak berbedanyata dengan perlakuan
widuri dan mimba. Sedangkan pada pengamatan konsentrasi pestisida nabati 3500 Gram/2,5
Liter air memiliki nilai terendah namun berbeda nyata dengan aras perlakuan lainnya.

Tabel 13. Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap jumlah populasi hama
plutella sp

Perlakuan Konsentrasi
Waktu
1500 2500 3500
pengamatan
Jenis Ekstrak Gram/2,5 Gram/2,5 Gram/2,5
(HST)
Lliter air Liter airLiter air Rerata
Pepaya 9.3333 c 6.6667 fe5.3333 gh 8,9167
80 Widuri 8.6667 cd 7.6667 de6.3333 fg 8,75
Mimba 7.3333 ef 6.6667 ef 4.3333 h 7,5
Rerata 8,4444 7 5,3333 (+)
Kontrol 12,7778
Keterangan: Angka pada baris dan kolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda pada
tingkat nyata (α) 5% menurut uji DMRT. (–) tidak terjadi interaksi antar faktor.

4.1.14. Mortalitas Serangan Hama Plutella sp

35
Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan Bukhari (2009) bahwa konsentrasi
ekstrak daun mimba 100% dapat mengendalikan hama Plutella xylostella pada tanaman sawi.
Enzim papain juga dapat bekerja sebagai enzim protease yang dapat menyerang dan melarutkan
komponen penyusun kutikula serangga pada tanaman sawi yang telah disemprot dengan
ekstrak daun papaya (Trizelia, 2001). Hasil analisis sidik ragam anova antara pelakuan Jenis
ektrak dan konsentrasi pestisida nabati tidak terjadi interaksi terhadap parameter pengamatan
mortalitas hama plutela sp pada semua waktu pengamatan. Hasil uji Duncan menunjukkan
bahwa perlakuan jenis ektrak terjadi beda nyata pada waktu pengamatan 80 HST tetapi tidak
berbeda nyata pada waktu pengamatan 81 dan 82 HST, sedangkan pada perlakuan konsentrasi
terjadi beda nyata pada semua waktu pengamatan.

Tabel 14. Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap mortalitas serangan hama
plutella sp.

Perlakuan Konsentrasi
Waktu
1500 2500 3500
pengamatan
Jenis Ekstrak Gram/2,5 Gram/2,5 Gram/2,5
(HST)
Lliter air Liter air Liter air Rerata
Pepaya 4,33 3,67 2,67 2.6667 b
81 Widuri 4,33 4,33 4,00 3.1667 a
Mimba 3,33 3,33 2,00 2.1667 c
Rerata 4.00 a 3.7778 a 2.8889 b (-)
Kontrol 0c
Pepaya 3,33 2,67 2,33 2.0833 a
82 Widuri 3,00 2,67 1,67 1.8333 a
Mimba 3,00 2,67 1,67 1.8333 a
Rerata 3, 11 a 2.66 a 1.88 b (-)
Kontrol 0.0 c
Pepaya 1,67 0,33 0,33 0.5833 a
83 Widuri 1,33 0,67 0,67 0.6667 a
Mimba 1,00 0,67 0,67 0.5833 a
Rerata 1.33 a 0,55 b 0,55 b (-)

36
Kontrol 0.00 b
Keterangan: Angka pada baris dan kolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda pada
tingkat nyata (α) 5% menurut uji DMRT. (–) tidak terjadi interaksi antar faktor.

4.1.15. Jumlah Populasi Hama Spodoptera sp

Menurut Pracaya (1993), serangan ulat krop pada tanaman sawi mulai terlihat pada
tahap perkembangan larva instar I. Larva memakan daun dengan meninggalkan lubang-lubang,
bila bagian pucuk yang terserang maka tanaman tidak dapat membentuk krop sama sekali
(Pracaya, 1993). Senyawa-senyawa aktif seperti alkaloid, polifenol, kuinon, flavonoid,
terpenoid dan enzim papain dapat mempengaruhi beberapa sistem fisiologis yang mengatur
perkembangan hama (Sastrodihardjo, 1992). Hasil analisis sidik ragam anova antara pelakuan
Jenis ektrak dan konsentrasi pestisida nabati tidak terjadi interaksi terhadap parameter
pengamatan jumlah populasi hama spodoptera sp. Aras perlakuan jenis ekstrak menunjukan
pengaruh pada perlakuan widuri menghasilkan nilai lebih tinggi yang tidak berbeda nyata
dengan perlakuan pepaya dan mimba. Sedangkan pada pengamatan konsentrasi pestisida nabati
3500 Gram/2,5 Liter air memiliki nilai terendah namun berbeda nyata dengan aras perlakuan
lainnya.

Tabel 15. Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap jumlah populasi hama
spodoptera sp

Perlakuan Konsentrasi
waktu
1500 2500 3500
pengamatan
Jenis Ekstrak Gram/2,5 Gram/2,5 Gram/2,5
(HST)
Lliter air Liter air Liter air Rerata
Pepaya 40.000 36.667 36.667 4.0000 a
40 Widuri 36.667 43.333 46.667 4.5000 a
Mimba 30.000 26.667 16.667 3.4167 b

37
Rerata 3.5556 b 3.5556 b 3.3333 b (-)
Kontrol 5.4444 a
Keterangan: Angka pada baris dan kolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda pada
tingkat nyata (α) 5% menurut uji DMRT. (–) tidak terjadi interaksi antar faktor

4.1.16. Mortalitas Hama Spodoptera sp

Enzim papain dapat bekerja sebagai enzim protease yang dapat menyerang dan
melarutkan komponen penyusun kutikula serangga pada tanaman sawi yang telah disemprot
dengan ekstrak daun papaya (Trizelia, 2001). Hasil analisis sidik ragam anova antara
pelakuan Jenis ektrak dan konsentrasi pestisida nabati tidak terjadi interaksi terhadap
parameter pengamatan mortalitas hama spodoptera sp pada semua waktu pengamatan. Hasil
uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan jenis ektrak tidak terjadi beda nyata pada waktu
pengamatan 42 HST tetapi berbeda nyata pada waktu pengamatan 40 dan 41 HST. Sedangkan
pada perlakuan konsentrasi terjadi beda nyata pada 40 HST namun tidak berbedanyata pada
pengamatan 41 dan 42 HST.

Tabel 16. Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap mortalitas hama spodoptera
sp.

Perlakuan Konsentrasi
Waktu
1500 2500 3500
pengamatan
Jenis Ekstrak Gram/2,5 Gram/2,5 Gram/2,5
(HST)
Lliter air Liter air Liter air Rerata
Pepaya 2.00 2.00 1.66 1.4167 b
41 Widuri 2.00 2.33 3.00 2.5000 a
Mimba 1.66 2.00 1.33 1.2500 b
Rerata 1.8889 a 2.1111 a 20.000 (-)
Kontrol 0.1667 b
Pepaya 1.33 1.33 1.33 1.0000 b
42 Widuri 1.33 1.66 1.66 1.7500 a
Mimba 1.00 0.33 0.33 0.4167 c

38
Rerata 1.2222 a 1.1111 a 1.1111 a (-)
Kontrol 0.7778 a
Pepaya 0.66 0.33 1.00 0.5000 a
43 Widuri 0.33 0.33 0.00 0.2500 a
Mimba 0.33 0.33 0.00 0.1667 a
Rerata 0.4444 a 0.3333 a 0.3333 a (-)
Kontrol 0.1111 a
Keterangan: Angka pada baris dan kolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda pada
tingkat nyata (α) 5% menurut uji DMRT. (–) tidak terjadi interaksi antar faktor

4.1.17. Populasi Penyakit Busuk Daun (Phitotora sp)

Hasil analisis sidik ragam anova antara pelakuan Jenis ektrak dan konsentrasi pestisida
nabati tidak terjadi interaksi terhadap parameter pengamatan populasi penyakit busuk daun.
Aras perlakuan jenis ekstrak menunjukan pengaruh pada perlakuan pepaya menghasilkan nilai
lebih tinggi yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan widuri dan mimba. Sedangkan pada
pengamatan konsentrasi pestisida nabati 2500 Gram/2,5 Liter air dan 3500 Gram/2,5 Liter air
memiliki nilai terendah namun berbeda nyata dengan aras perlakuan lainnya.

Tabel 17. Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap populasi penyakit busuk
daun

Perlakuan Konsentrasi
Waktu
1500 2500 3500
pengamatan
Jenis Ekstrak Gram/2,5 Gram/2,5 Gram/2,5
(HST)
Lliter air Liter air Liter air Rerata
Pepaya 0.3333 0.0000 0.0000 0.2500 a
30 Widuri 0.3333 0.0000 0.0000 0.1667 a
Mimba 0.0000 0.0000 0.0000 0.0833 a
Rerata 0.2222 ab 0.0000 b 0.0000 b (-)
Kontrol 0.4444 a
Keterangan: Angka pada baris dan kolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda pada
tingkat nyata (α) 5% menurut uji DMRT. (–) tidak terjadi interaksi antar faktor.

39
4.1.18. Mortalitas Penyakit Busuk Daun
Hasil analisis sidik ragam anova antara pelakuan Jenis ektrak dan konsentrasi pestisida
nabati tidak terjadi interaksi terhadap parameter pengamatan mortalitas penyakit busuk daun.
Aras perlakuan jenis ekstrak pestisida nabati menunjukan tidak berbedanyata pada semua
waktu pengamatan. Sedangkan pada perlakuan konsentrasi pestisida nabati tidak
berbedanyata pada semua waktu pengamatan.

Tabel 18. Pengaruh bahan dan konsentrasi pestisida nabati terhadap mortalitas penyakit busuk
daun

Perlakuan Konsentrasi
Waktu
1500 2500 3500
pengamatan
Jenis Ekstrak Gram/2,5 Gram/2,5 Gram/2,5
(HST)
Lliter air Liter air Liter air Rerata
Pepaya 0.0000 0.0000 0.0000 0.08333 a
61 Widuri 0.0000 0.0000 0.0000 0.08333 a
Mimba 0.0000 0.0000 0.0000 0.08333 a
Rerata 0.0000 b 0.0000 b 0.0000 b (-)
Kontrol 0.3333 a
Pepaya 0.0000 0.0000 0.0000 0.08333 a
72 Widuri 0.3333 0.0000 0.0000 0.08333 a
Mimba 0.0000 0.0000 0.0000 0.00000 a
Rerata 0.1111 a 0.0000 a 0.0000 a (-)
Kontrol 0.1111 a
Pepaya 0.3333 0.0000 0.0000 0.08333 a
85 Widuri 0.0000 0.0000 0.0000 0.00000 a
Mimba 0.0000 0.0000 0.0000 0.00000 a
Rerata 0.11111 a 0.00000 a 0.00000 a (-)

40
Kontrol 0.00000 a
Keterangan: Angka pada baris dan kolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda pada
tingkat nyata (α) 5% menurut uji DMRT. (–) tidak terjadi interaksi antar faktor.

4.2. Pembahasan

Hasil penelitian lapangan menunjukan bahwa perlakuan jenis ekstrak dan konsentrasi
pestisida nabati tidak menunjukan pengaruh interaksi pada variable yang diamati akan tetapi
pada pengamatan suhu tanah menunjukan suhu tertinggi pada perlakuan jenis ekstrak dan
konsentrasi pestisida nabati 21 HST memiliki nilai rata rata tertinggi 31.33, pH tanah tertinggi
4.18oc, kelembapan tertinggi 81.72%, kadar lengas tanah tertinggi 33.28, berat volume tanah
0.065.

Berdasarkan parameter pada lapangan melalui perlakuan jenis ekstrak dan konsentrasi
pestisida nabati sesuai hasil sidik ragam anova perlakuan dua faktor ini memberikan pengaruh
positif pada perlakuan jenis ekstrak terhadap tanaman petsai, dimana tinggi tanaman dan
jumlah daun pada pengamatan 14,28,42 dan pada pengamatan 56 HST memiliki tinggi tanaman
tertinggi dengan nilai tertinggi 21.88 cm dan jumlah daun terbanyak pada pengamatan 56 HST
pada perlakuan 1500 Gram/2,5 Liter air yang tidak berbeda nyata dengan aras perlakuan
lainnya.

41
Hasil sidik ragam anova menunjukan bahwa pada pengamatan berat segar tanaman
petsai menghasilkan berat segar terbesar tanaman yang tidak berbedanyata antara perlakuan
widuri signifikan sangat tinggih yang tidak berbedanyata dengan ekstrak pepaya dan mimba
antar aras perlakuan. Menurut Sumarmi dan Sartono (2007), tinggi rendahnya berat segar
tanaman juga dipengaruhi oleh ada tidaknya serangan hama.

Berdasarkan hasil sidik ragam anova menunjukan bahwa perlakuan jenis ekstrak dan
konsentrasi pestisida nabati dalam penelitian menghasilkan berat segar ekonomis tanaman
petsai dengan perlakuan jenis ekstrak terbesar, berat segar non ekonomis terbesar, diameter
krop tanaman terbesar.

Pemberian perlakuan jenis ekstrak dan konsentrasi pestisida nabati pada tanaman petsai
mampu dan berpengaruh dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman petsai yang ditunjukan
pada hasil pengamatan tinggi tanaman 56 HST dengan rata rata tanaman tertinggi 21.88 cm,
jumlah daun dengan rata rata hasil pengamatan 13.00, berat segar tanaman 747.20 gram, berat
segar ekonomis tanaman 478.66, berat segar non ekonomis tanaman 292.65, diameter krop
tanaman 9.66 cm, indeks panen 62.80, sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan jenis ekstrak
dan konsentrasi pestisida nabati dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman petsai.
Menurut Satti et al (2013), meneliti bahwa hampir diseluruh bagian tumbuhan mimba memiliki
senyawa aktif yang dapat direkomendasikan sebagai pestisida nabati dalam mengendalikan
hama pada tanaman sayur sayuran. Mimba merupakan tanaman yang mengandung bahan aktif
berupa Azadirachtin. Kandungan Azadirachtin dapat dapat bekerja selektif dalam
mengendalikan hama pada tanaman. (Irfan,2016) menyatakan bahwa pestisida nabati memiliki
kelebihan antara lain ramah lingkungan, tidak beracun bagi tanaman, murah dan mudah
didapat, tidak menyebabkan hama menjadi resisten, mengandung unsur hara yang dibutuhkan
tanaman.

Menurut Schmutterer (1990), ekstrak mimba dapat mempengaruhi serangga melalui


berbagai macam cara diantaranya yaitu menghambat perkembangan telur, larva atau pupa,
menghambat pergantian kulit pada stadia larva, penolak makan, mencegah betina meletakan
telur, mengurangi nafsu makan atau memblokir kemampuan makan dan menghambat
reproduksi (Saenong,2007). Hal ini berkaitan dengan adanya senyawa antifeedant dan repellent
yang terkandung pada mimba (Karta et al.,2017).

42
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Organisme pengganggu tanaman yang menyerang tanaman petsai meliputi hama Plutella sp,
Spodoptera sp dan penyakit Busuk daun (Phitotora sp).

2. Populasi organisme pengganggu tanaman petsai dapat di tekan dengan menggunakan


ekstrak daun Mimba dengan konsentrasi 3500 gram/2,5 liter air. Hal ini dibuktikan dengan
nilai mortalitas atau tingkat serangan hama terendah pada parameter mortalitas hama
Spodoptera sp dan Plutella sp.

3. Pemberian perlakuan jenis ekstrak dan konsentrasi pestisida nabati pada tanaman petsai
mampu dan berpengaruh dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman petsai yang ditunjukan
pada hasil pengamatan tertinggi pada parameter tinggi tanaman tertinggi, jumlah daun, berat
segar tanaman, berat segar ekonomis tanaman, berat segar non ekonomis tanaman, diameter

43
krop tanaman, indeks panen, sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan jenis ekstrak dan
konsentrasi pestisida nabati dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman petsai.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan agar dalam upaya membudidayakan


tanaman petsai agar meperoleh pertumbuhan dan hasil yang optimal serta dapat menekan
serangan hama maupun penyakit perlunya penggunaan ekstrak daun Mimba dengan
konsentrasi 3500 gram/2,5 liter air.

DAFTAR PUSTAKA

Andrahenadin R, Gillot.C.1998. Resistance Of Brassica, especially B. Juncea (L). Czern,


genotyphes to the Diamondback month, Plutella xytostella (L). Crop protection (17):85-
94.

Anonim, 2000, Pedoman Pengendalian Hama Terpadu Holtikultura, Direktorat


Perlindungan Tanaman Pangan, Agromedia Pustaka, Jakarta

Bukhari, 2009, ‘Efektifitas Ekstra Daun Mimba Terhadap Pengendalian Hama Plutella
xylostella L. Pada Tanaman Sawi. Dalam Prosiding Hasil Penelitian dalam rangka
Pemanfaatan Pestisida Nabati’, D. Soetopo (editor), Bogor.

CABI, 2015. Invasive Species Compendium: Plutella xytostella (Diamondback Month).

Gapoktan. 2009. Pengendalian Hama dan Penyakit dengan Pestisida Nabati.


http://gapoktanimaju.blogspot.com. Diakses tanggal. 10/05/2014

44
Hanafiah, AK, 2004, Rancangan Percobaan, Edisi Ketiga, Cetakan Kesembilan, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta

Haryanto, E, 2003, Sawi dan Selada, Penebar Swadaya, Jakarta

Ibrahim, A., S. Ilyas, D. Manohara. 2014. Perlakuan benih cabai (Capsicum annuum L.)
dengan rizobakteri untuk mengendalikan Phytophthora capsici, meningkatkan vigor
benih, dan pertumbuhan tanaman. Bul Agrohorti. 2(1

Iffah, D.H., Gunandini, D.J. & Kardinan, A., 2008. Pengaruh Ekstrak Kemangi (Ocimum
basilicum forma citratum) terhadap Perkembangan Lalat Rumah (Musca domestica) (L).
Jurnal entomologi, 5(1), pp.36–44.

Julaily, N., Mukarlina, dan Setyawati T. R. 2013. Pengendalian Hama pada Tanaman
Sawi (Brassica juncea L.) Menggunakan Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.). Jurnal
Protobiont, 2(3): 171-175

Konno, K, 2004, ‘Papain Protects Papaya Trees from Hervivorous Insect: Role of
Cysteine Proteases in Latek’ Plant Journal vol. 37, no. 3, hal. 370- 378

Mau, R.F.L. dan J.L.M. Kessing. 1992. Plutella xytostella linn. Dept. Of Entomology

Pracaya. 1993, Hama dan Penyakit Tanaman, Penebar Swadaya, Jakarta

Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rukmana, R. 1994. Bertani Petsai dan Sawi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 57 hal.

Samsudin. 2008. Pengendalian Hama dengan Insektisida Botani. Lembaga Pertanian


Sehat. www.pertaniansehat.or.id. Diakses 29 September 2014.

Sartono & Sumarmi, 2007, Kajian Insektisida Hayati terhadap Daya Bunuh Ulat Plutella
xylostella dan Crocidolomia binotalis pada Tanaman Kubis Krop. Fakultas Pertanian

Sastrosiswojo,S.,Tinny S.U., dan Rachmat S. 2005 Penerapan Teknologi PHT


padaTanaman Kubis. Bandung Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

45
Sastrodihardjo, S, Adianto & Yusuf, M, 1992, ‘The Impact of Several Insecticides on
Ground and Water Communities’, Proceedings south-east asian workshop on pestiside
management, vol. 7, hal 117-125

Sriniastuti, 2005, Efektifitas Penggunaan Bacillus thuringiensis terhadap Serangan Ulat


Daun (Plutella xylostella) pada Tanaman Sawi (Brassica juncea) di Sungai Selamat,
Skripsi, Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura, Pontianak

Trizelia, 2001, ‘Pemanfaatan Bacillus thuringiensis untuk Pengendalian Crocidolomia


binotalis, Zell (Lepidotera: Pyralidae)’ Jurnal Argrikultura, vol. 19, no. 3, hal. 184-190

Sudarmo, S. 1994. Pengendalian Serangga Hama Sayuran dan Palawija. Yogyakarta:


Kanisius.

Ulmer B. Gillott C, Woods D, Erlandson M. 2002.

Widayat, W, 1994, ‘Pengaruh Lamanya Waktu Perendaman Serbuk Daun dan Biji Nimba
(Azadirachta indica) terhadap Ulat Jengkal’, Prosiding Hasil Penelitian Dalam Rangka
Pemanfaatan Pestisida Nabati. D. Soetopo (editor), Bogor

Wiratno, 2010, Beberapa Formula Pestida Nabati dari Cengkeh, Journal Agritek, vol. 13,
no. 1, hal. 6- 12

Worthing, CR, 1979, The Pesticide Manual: A World Compendium, Gloss House Crop
Research Institute

Wudianto, R, 1992, Petunjuk Penggunaan Pestisida, Penebar Swadaya, Jakarta

46
LAMPIRAN

LAMPIRAN I
LAY OUT PENELITIAN
BLOK I BLOK II BLOK III
D1KO D1K1 D1K2

D1K3 D1K3 D1K0

D1K1 D1K0 D1K3

D1K2 D1K2 D1K1

D2K2 D2K0 D2K3

D2K1 D2K3 D2K1

D2K0 D2K2 D2K0

D2K3 D2K1 D2K2

D3K3 D3K2 D3K0

47
D3K1 D3K1 D3K3

D3K0 D3K3 D3K1

D3K2 D3K0 D3K2

KETERANGAN:

Jarak antara polybag :30 cm


Jarak antara blok :90 cm
Ukuran polybag P x L :40cm x 30 cm
Ukuran lahan :200 m2

LAMPIRAN II

DAFTAR DOKUMENTASI PENELITIAN

48

Anda mungkin juga menyukai