Disusun Oleh:
Muhammad Irsyadul Ibad
Andriyeni
Ridwan Wahyudi
Sofwan Hadi
Tahun 2022
I. MEMAHAMI MENGENAI KERJA LAYAK
Konsep decent work merupakan aspek penting dalam pembangunan berkelanjutan atau Sustainable
Development Goals (SDGs). Pekerjaan layak untuk mencapai pembangunan berkelanjutan tertuang
dalam goal 8, yakni mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja
produktif serta pekerjaan layak untuk semua. Kerja layak membantu mengurangi ketidaksetaraan dan
kemiskinan dan memberdayakan masyarakat. Guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan, maka produktivitas tenaga kerja ditingkatkan, mengurangi pengangguran, meningkatkan
akses pada layanan dan manfaat keuangan, mendorong kewirausahaan, penciptaan lapangan kerja,
memberantas kerja paksa, perbudakan dan perdagangan manusia.
Di Indonesia, penyelenggara jaminan sosial adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS kesehatan menyelenggarakan
program jaminan kesehatan. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan
kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Setiap pekerja, termasuk orang asing
yang bekerja paling singkat enam (6) bulan di Indonesia wajib menjadi peserta program jaminan
sosial. Begitu juga dengan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang diwajibkan untuk menjadi peserta
progam jaminan sosial.
4. Dialog sosial
Dialog sosial merupakan pertemuan, negosiasi maupun pertukaran informasi antara perwakilan
pemerintah, pengusaha dan pekerja. Pertemuan tersebut dapat berupa penyelesaian konflik, keadilan
sosial dan implementasi kebijakan bagi kepentingan semua pihak.
Pasar Kerja
Sebelum kita bersama-sama mendefinisikan frasa pasar kerja secara utuh, terlebih dulu kita perjelas arti
kata pasar dan kerja. Kata “pasar” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merujuk pada kata
benda yang berarti tempat orang melakukan jual beli. Sedangkan kata “kerja” menurut KBBI adalah
kegiatan untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain jika dua kata tersebut membentuk frasa “pasar
kerja” menurut Carmody (2009) didefinisikan sebagai tempat berkumpulnya orang dalam melakukan
transaksi jual beli. Hal ini tentu saja jual beli yang dimaksud bukan orangnya yang diperjualbelikan,
melainkan transaksi permintaan dan penawaran atas jasa yang dimiliki oleh seseorang. Orang-orang
yang bertemu di tempat itu merupakan calon pekerja dan pemberi kerja. Karena subjeknya adalah jasa
yang melekat pada kemampuan individu dalam melakukan sesuatu, maka jasa individu tersebut
memiliki karakteristik dan keunikan tersendiri. Sementara dari sisi permintaan kerja, mereka adalah
kelompok industri dan pemerintah yang menyediakan pekerjaan bagi kelompok pekerja.
Pada panduan ini, kita akan menjelajah dan belajar bersama mengenai seluk beluk pasar kerja dan
beberapa istilah yang berkaitan dengan pasar kerja yang sering kita dengar. Sebagai pelengkap pada
bagian ini, pengantar mengenai kompetensi kerja dan mekanisme penempatan kerja akan sedikit
diuraikan sebagai bekal dan bahan pengetahuan bagi para guru-guru SMK untuk disampaikan kepada
para peserta didik.
Secara bersama-sama, indikator KILM memberikan dasar yang kuat untuk menilai dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan kunci terkait dengan pekerjaan produktif dan pekerjaan yang layak. Oleh sebab
itu, dalam pedoman ini tidak semua akan disajikan, melainkan hanya beberapa informasi kunci dan
penting untuk diketahui oleh pengajar SMK dalam memberikan pengetahuan tentang kerja layak dan
terhindar dari praktik perbudakan modern bagi para siswa SMK.
Rerata ini sangat penting bagi sebuah negara karena dapat dipergunakan untuk menentukan ukuran
dan komposisi sumber daya manusia dan proyeksi persediaan tenaga kerja bagi sebuah negara pada
masa mendatang. Selain itu, indikator ini dapat dipergunakan untuk menentukan kebijakan dalam
kebutuhan pelatihan kerja dan masa kerja antara laki-laki dan perempuan, serta memahami perilaku
pasar tenaga kerja berdasarkan usia populasi dan gender. Per Februari 2022, jumlah angkatan kerja
Indonesia sebesar 144,14 juta penduduk dibandingkan jumlah penduduk sekitar 273,87 juta jiwa.
Jumlah angkatan kerja tersebut termasuk mereka yang telah bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
3. Status Pekerjaan
Status pekerjaan didefinisikan sebagai bagaimana seseorang mendapatkan pendapatan, upah, gaji
atau remunerasi dari hasil barang dan/atau jasa yang dihasilkan. Mereka dikategorikan berdasarkan
dua jenis kelompok yakni pekerja yang mendapatkan upah atau gaji dari pemberi kerja dan pekerja
mandiri atau wiraswasta. Dalam konteks sebuah negara, status pekerjaan ini disajikan sebagai
persentase dari total yang dipekerjakan untuk laki-laki dan perempuan secara terpisah. Informasi
tentang subkategori kelompok wiraswasta, yakni wiraswasta dengan karyawan atau seorang
pengusaha, wiraswasta tanpa karyawan (pekerja sendiri), anggota koperasi produsen dan pekerja
keluarga yang berkontribusi (sebelumnya dikenal sebagai pekerja keluarga yang tidak dibayar).
Indikator ini memberikan informasi tentang distribusi tenaga kerja berdasarkan status pekerjaan dan
dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan seperti berapa proporsi orang yang bekerja di suatu
negara (a) bekerja dengan upah atau gaji; (b) menjalankan perusahaannya sendiri, dengan atau tanpa
tenaga kerja; atau (c) bekerja tanpa upah dalam unit keluarga. Informasi pekerjaan secara terperinci
melalui status pekerjaan mampu menyediakan basis statistik untuk menggambarkan kebiasaan dan
kondisi kerja individu dalam kelompok sosial-ekonomi. Berikut ini beberapa istilah yang umum kita
dengar yang patut diperhatikan. Beberapa istilah dipergunakan pada zamannya dan tidak lepas dari
konteks situasi politik, baik sejak awal kemerdekaan, orde lama, order baru, dan reformasi.
a. Tenaga kerja
Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Istilah ini sangat lazim
dipergunakan pada masa awal-awal reformasi hingga sekarang. Namun, menariknya di Indonesia
tidak istilah serikat tenaga kerja.
b. Buruh/Pekerja
Di dalam UU Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh memang menyatakan
dua frasa ini secara konsisten disebutkan di seluruh materi dan muatan undang-undang. Dalam
bahasa inggris kata buruh adalah labour/er sementara kata pekerja adalah worker/s. Di Indonesia,
menurut Payaman (2022) kata buruh mengalami pergeseran makna (peyorasi), di mana kata buruh
dirasakan lebih rendah ketimbang kata pekerja. Dalam arti lain, buruh merujuk pada tenaga kerja
atau kelas berupah rendah yang mengandalkan fisik dan kasar dalam melakukan pekerjaannya
atau dalam frasa umum adalah blue-collar. Di beberapa negara maju masih menyebut tenaga kerja
perusahaan yang mengoperasikan mesin disebut sebagai buruh. Sementara, pekerja tidak
demikian, mereka dikategorikan kelompok tenaga kerja yang mengandalkan pikiran atau white-
collar. Di Indonesia memiliki sejarah panjang mengenai dua kata ini yang lebih mengarah kepada
pertentangan kelas, termasuk bagaimana penguasa mengelompokkan dan menyematkan kata
buruh pada gerakan yang menentang kebijakan penguasa. Istilah buruh lazim dipergunakan pada
awal-awal kemerdekaan atau orde lama. Sedangkan kata pekerja lebih umum dipergunakan pada
orde baru. Namun, seiring berjalannya waktu, kata buruh dan pekerja dapat disandingkan secara
bersama-sama pada era reformasi yang termuat dan secara konsisten disebutkan di dalam UU
Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Hal ini untuk mengakomodasi
seluruh kepentingan kelompok.
c. Karyawan/Pegawai
Kata karyawan berasal dari kata karya yang berarti orang yang mempunyai karya. Sedangkan
kata pegawai asalnya dari kata gawe atau orang yang memiliki gawe dalam bahasa jawa yang
berarti kerja. Pada era orde baru, dua kata ini lazim dipergunakan bagi perusahaan dan pemerintah
yang bertujuan untuk menghindari pertentangan kelas dalam peristilahan buruh dan pekerja yang
begitu santer pada waktu itu. Dengan demikian, kata karyawan merujuk pada tenaga kerja
perusahaan-perusahaan yang tidak ingin terlibat dalam pertentangan kelas. Sementara kata
pegawai lebih sering merujuk pada tenaga kerja pemerintah atau aparat sipil negara.
d. Pemberi kerja/majikan
Individu yang mengerjakan usahanya sendiri atau bersama mitra kerjanya yang menjalankan jenis
pekerjaan yang didefinisikan sebagai “pekerjaan wiraswasta.” Pekerjaan ini menggantungkan
upahnya pada keuntungan yang diperoleh dari barang dan jasa yang diproduksi. Biasanya
kelompok ini mempekerjakan, secara terus-menerus, satu orang atau lebih untuk bekerja kepada
mereka sebagai karyawan.
e. Pekerja mandiri
Pekerja mandiri adalah pekerja yang bekerja atas tanggungan mereka sendiri atau dengan satu
atau lebih mitra, memegang jenis pekerjaan yang didefinisikan sebagai “pekerjaan wiraswasta”
[lihat poin (d) di atas], dan tidak melibatkan karyawan secara terus-menerus bekerja kepada
mereka.
7. Jam kerja
Ukuran waktu yang ditentukan kepada pekerja dalam menjalankan sesuatu pekerjaan yang
menghasilkan barang dan jasa. Terdapat dua kategori perhitungan jam kerja di dunia, yakni diukur
berdasarkan jumlah jam kerja mingguan yang dilakukan oleh seseorang dan rata-rata jam kerja
tahunan yang dikerjakan oleh seseorang. Resolusi International Labour Conference 2008
mendefinisikan jam kerja dalam beberapa konsep yang terkait dengan aktivitas pekerjaan, yakni
sebagai berikut:
a. Jam benar-benar bekerja, konsep kunci waktu kerja yang ditetapkan untuk tujuan statistik
berlaku untuk semua pekerjaan dan semua orang yang bekerja;
b. Jam dibayar, terkait dengan remunerasi jam yang mungkin tidak semuanya sesuai dengan
produksi;
c. Jam kerja normal, mengacu pada jam kerja kolektif yang berlaku secara hukum;
d. Jam kerja kontraktual individu diharapkan bekerja menurut hubungan kontraktual yang
berbeda dari jam normal;
e. Jam kerja biasanya, paling sering dalam pekerjaan selama periode pengamatan yang panjang;
f. Jam kerja lembur, dilakukan di luar kontrak atau norma; dan
g. Tidak masuk jam kerja, ketika orang yang bekerja tidak bekerja.
Ketentuan mengenai jam kerja mendapatkan perhatian khusus dalam pasar kerja oleh masyarakat
global. Terlebih lagi, dinamika ekonomi yang tidak menentu dan krisis menuntut jam kerja yang lebih
fleksibel dengan melandaskan pada basis hasil barang dan jasa pekerja.
a. Ekonomi informal
Semua kegiatan ekonomi oleh pekerja atau unit ekonomi yang dalam hukum atau
praktiknya tidak tercakup atau cukup tercakup oleh pengaturan formal.
b. Sektor informal
Sekelompok unit produksi (perusahaan tidak berbadan hukum yang dimiliki oleh rumah tangga)
termasuk “perusahaan milik sendiri informal” dan “perusahaan pemberi kerja informal.”
f. Pekerjaan informal
Jumlah pekerjaan informal, baik yang dilakukan di perusahaan sektor formal, perusahaan sektor
informal, maupun rumah tangga; termasuk karyawan yang memegang pekerjaan informal (e);
majikan dan pekerja mandiri yang dipekerjakan di perusahaan sektor informal mereka sendiri;
anggota koperasi produsen informal; kontribusi pekerja keluarga di perusahaan sektor formal atau
informal; dan pekerja mandiri yang terlibat dalam produksi barang untuk penggunaan akhir
sendiri oleh rumah tangga mereka.
B. Kompetensi Kerja
Tidak semua individu memenuhi syarat untuk memasuki pasar kerja. Mereka harus memenuhi
kompetensi kerja yang di dalamnya memuat pengetahuan, keterampilan, keahlian, dan sikap kerja yang
tertuang di dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI), Standar Internasional dan Standar Khusus. Oleh sebab itu, para pencari
kerja setidaknya harus memenuhi standar yang tersertifikasi ketika bersaing dalam memasuki pasar
kerja. Pengetahuan kerja adalah hal-hal yang diketahui oleh pekerja melalui semua inderanya.
Keterampilan dan/atau keahlian kerja teknis adalah segala kemampuan teknis yang mesti dimiliki oleh
pencari kerja/pekerja. Hal ini mencakup keterampilan yang secara nyata mampu dilakukan oleh pekerja,
misalnya keterampilan operator, mengemudi, keterampilan memperbaiki/merakit bagian-bagian (spare
part) kendaraan bermotor, mengoperasikan/memperbaiki perangkat keras dan perangkat lunak komputer
dan lainnya. Sementara keterampilan dan/atau keahlian non-teknis yang merupakan sikap kerja
mencakup kemampuan pencari kerja/pekerja dalam melakukan pekerjaan yang tidak nampak dan
interaksi bersama kolega dan atasannya. Hal ini seperti contohnya loyalitas pada perusahaan, patuh pada
aturan perusahaan, ketekunan dalam bekerja, mampu mengatasi stres ketika beban kerja menumpuk, dan
lainnya.
Tenaga kerja harus memiliki keterampilan dan keahlian dalam bekerja dikarenakan hal ini menjadi bekal
seseorang untuk menjalani pekerjaan sehingga memudahkan seseorang tersebut dalam menyelesaikan
pekerjaan dalam jangka waktu yang sudah ditentukan. Selain itu, jumlah tenaga kerja lebih banyak
dibandingkan dengan kesempatan kerja yang tersedia, sehingga masing-masing tenaga kerja
berkompetisi untuk merebut kesempatan yang tersedia itu dengan keterampilan dan keahlian yang
dimiliki dari masing-masing individu. Pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan sistem pelatihan
kerja nasional. Pada intinya, peraturan ini bertujuan untuk 1) mewujudkan pelatihan kerja nasional yang
efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga kerja; 2) memberikan arah dan pedoman
dalam penyelenggaraan, pembinaan, dan pengendalian pelatihan kerja; dan 3) mengoptimalkan
pendayagunaan dan pemberdayaan seluruh sumber daya pelatihan kerja.
Dalam mencapai tujuan di atas, pemerintah bersama kelompok industry/pemberi kerja menyusun acuan
SKKNI dan KKNI secara berjenjang mengenai spesifikasi jabatan kerja. Selanjutnya pemerintah
menetapkan SKKNI dan KKNI yang dapat dijadikan sebagai acuan oleh Balai Latihan Kerja (BLK)
yang tersertifikasi dalam menyelenggarakan program pelatihan kerja, Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)
dalam menguji peserta pelatihan kerja dan Badan Nasional Standarisasi Profesi (BNSP) yang bertugas
untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja. Saat ini, pada tahun 2022 terdapat 857 SKKNI yang
diberlakukan oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
Dalam pelaksanaan penempatan kerja bagi pencari kerja, beberapa pihak yang terlibat dan bertanggung
jawab, yakni pemerintah, pelaksana penempatan swasta, dan bursa kerja khusus (BKK). Pemerintah
merupakan pelaksana penempatan kerja, umumnya melalui skema government to government atau G to
G untuk penempatan kerja luar negeri. Pelaksana penempatan swasta adalah lembaga berbadan hukum
yang mendapatkan izin tertulis untuk menempatkan tenaga kerja melalui sistem AKL, AKAD, dan
AKAN. Lembaga ini mendapatkan penawaran kerja berdasarkan kualifikasi kerja tertentu dari pemberi
kerja yang selanjutnya mencari pencari kerja potensial yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan.
Selanjutnya adalah BKK yang merupakan unit pelayanan pada satuan pendidikan menengah, pendidikan
tinggi, dan lembaga pelatihan kerja yang memberikan fasilitasi penempatan tenaga kerja bagi para
alumni. BKK juga dilarang menempatkan pencari kerja yang bukan alumni dan penempatan tenaga kerja
melalui sistem AKAN.
Mekanisme penempatan pada tiga sistem di atas telah diatur sedemikian rupa oleh pemerintah. Hal ini
berawal dari pencari kerja yang sedang mencari pekerjaan. Mereka harus mendatangi dinas tenaga kerja
kabupaten/kota dengan menyertakan beberapa dokumen syarat kerja yang meliputi:
1. Salinan KTP yang masih berlaku
2. Pas foto terakhir berukuran 3 x 4 sebanyak dua lembar
3. Salinan ijazah terakhir
4. Salinan sertifikat kompetensi kerja bagi yang sudah memiliki
5. Salinan surat keterangan pengalaman kerja
Pencari kerja akan dilayani oleh petugas antar kerja. Petugas akan melakukan wawancara kepada pencari
kerja untuk mengetahui bakat, minat dan kemampuan kerja. Setelah hal itu diselesaikan, pencari kerja
mendapatkan kartu tanda bukti pendaftaran pencari kerja atau formulir angkatan kerja I (AK I). Formulir
ini lazim disebut sebagai kartu kuning bagi kalangan pencari kerja. Selanjutnya, petugas antar kerja
mengisi formular angkatan kerja II (AK II) yang berisi informasi tentang pencari kerja. Formulir AK I
bagi pencari kerja berlaku hingga dua tahun dan akan terus dipantau dan diinformasikan mengenai pasar
kerja oleh petugas antar kerja dalam periode waktu tertentu.
Bagi pelaksana penempatan swasta atau pemberi kerja yang membutuhkan tenaga kerja, mereka dapat
mendaftarkan jenis jabatan lowongan yang tersedia ke dinas tenaga kerja kabupaten/kota. Pelaksana
penempatan swasta atau pemberi kerja akan menyampaikan kualifikasi dan kompetensi kerja yang
dibutuhkan kepada dinas. Selanjutnya, petugas antar kerja mengisi daftar ketersediaan lowongan kerja
yang dibutuhkan oleh pelaksanan penempatan swasta atau pemberi kerja ke dalam formulir angkatan
kerja III (AK III). Petugas antar kerja akan menganalisis antara permintaan kerja dan penawaran kerja
berdasarkan kualifikasi dan kompetensi kerja. Jika hasil identifikasi dan analisis sementara terdapat
kecocokan antara pencari kerja dan pelaksanan penempatan swasta atau pemberi kerja, maka dinas
tenaga kerja akan memanggil pencari kerja dengan menggunakan formulir angkatan kerja IV (AK IV).
Sementara, formulir pemanggilan kepada pelaksanan penempatan swasta atau pemberi kerja
menggunakan angkatan kerja V (AK V).
Setelah kedua belah pihak, pencari kerja dan pelaksanan penempatan swasta, menemukan kecocokan
dalam penyediaan jasa tenaga kerja dan mengisi jabatan yang dibutuhkan, kedua belah pihak
menandatangani perjanjian penempatan kerja. Namun, jika membutuhkan tenaga kerja merupakan
pemberi kerja langsung, maka antara pencari kerja dan pemberi kerja dapat langsung menandatangani
kontrak kerja. Perjanjian penempatan kerja dan perjanjian kerja selanjutnya disahkan oleh dinas tenaga
kerja kabupaten/kota. Proses selanjutnya adalah pencari kerja yang telah mendapatkan pekerjaan yang
tertuang di dalam perjanjian penempatan kerja dan/atau perjanjian kerja wajib mengikuti orientasi pra-
pemberangkatan. Di dalam orientasi pra-pemberangkatan diinformasikan mengenai perjanjian kerja dan
ruang lingkupnya; kondisi kerja, budaya kerja, dan lingkungan kerja; serta mental, disiplin dan etos
kerja.
Dalam hal kerja layak, pemerintah telah menetapkan aturan sedemikian rupa yang bertujuan untuk
melindungi pencari kerja maupun pekerja selama bekerja. Kondisi kerja yang dimaksud telah sesuai
dengan kebiasaan internasional yang disepakati bersama melalui core labour standard (standar inti
ketenagakerjaan), di mana hal itu mencakup:
1. Kebebasan berorganisasi dan membangun solidaritas kolektif
2. Anti kerja paksa dan perbudakan
3. Anti diskriminasi di tempat kerja
4. Bebas dari praktik kerja anak
5. Penyelenggaraan kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja
Istilah biaya perekrutan atau biaya terkait mengacu pada biaya atau biaya yang timbul dalam proses
perekrutan agar pekerja mendapatkan pekerjaan atau penempatan, tanpa memandang cara, waktu atau
lokasi pengenaan atau pemungutannya
Perekrut Tenaga Kerja mengacu pada layanan ketenagakerjaan publik dan agen ketenagakerjaan
swasta serta semua perantara lain atau sub-agen yang menawarkan layanan perekrutan dan penempatan
tenaga kerja. Perekrut tenaga kerja dapat mengambil berbagai bentuk, berlaba maupun nirlaba, atau
beroperasi di dalam atau di luar kerangka hukum dan peraturan
Selain itu, definisi Pekerja Migran Indonesia diatur di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017
Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UUPPMI) setiap warga negara Indonesia yang akan,
sedang, atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah Republik Indonesia.
Penempatan Pekerja
Pasal 33 UU Ketenagakerjaan, Penempatan tenaga kerja terdiri dari:
a. penempatan tenaga kerja di dalam negeri;
b. penempatan tenaga kerja di luar negeri.
Secara spesifik juga diatur mengenai definisi pemberi kerja bagi pekerja migran berdasarkan Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yaitu:
• instansi pemerintah
• badan hukum pemerintah
• badan hukum swasta dan/atau
• perseorangan di negara tujuan penempatan yang mempekerjakan Pekerja Migran Indonesia.
C. Hak Pekerja
Hak-Hak pekerja diatur dalam :
Pasal 104 Setiap pekerja berhak menjadi anggota atau
UU Nomor 13 Tahun 2003 membentuk serikat tenaga kerja. Setiap pekerja
diperbolehkan untuk mengembangkan potensi kerja
sesuai dengan minat dan bakat. Pekerja juga
mendapatkan jaminan dari perusahaan dalam hal
keselamatan, kesehatan, moral, kesusilaan serta
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat
berdasarkan norma serta nilai keagamaan dan
kemanusiaan.
UU Nomor 13 Tahun 2003, UU Nomor 3 Pekerja berhak mendapatkan jaminan sosial yang berisi
Tahun 1992, UU Nomor 1 Tahun 1970, tentang kecelakaan kerja, kematian, hari tua hingga
Ketetapan Presiden Nomor 22 Tahun 1993, pemeliharaan kesehatan. Sekarang ini, implementasi
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun hak pekerja bidang jaminan sosial dan K3 adalah berupa
1993 dan Peraturan Menteri Nomor 4 BPJS. Anda sebagai pemilik perusahaan atau pemberi
Tahun 1993 dan UU Nomor 1 Tahun 1998 kerja wajib mendaftarkan setiap pekerja sebagai
anggota BPJS dalam rangka pemenuhan hak ini.
Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 1999 Pekerja berhak menerima upah yang layak.
Pasal 1 Ayat 1, UU Nomor 13 Tahun
2003, PP Tahun 1981, Peraturan Menteri
Nomor 1 Tahun 1999, Permenaker Nomor
1 Tahun 2017
UU Nomor 13 Tahun 2003, UU Nomor 13 Pekerja berhak membuat perjanjian kerja atau
Tahun 2003 perjanjian kerja bersama. Pekerja yang telah tergabung
dalam serikat pekerja memiliki hak untuk membuat
Perjanjian Kerja yang dilaksanakan berdasarkan proses
musyawarah.
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor Setiap pekerja berhak mendapat perlindungan dan
907/Men.PHI-PPHI/X/2004 bantuan dari pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja
bilamana mengalami PHK secara tidak adil.
UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 76 Ayat 2 Perusahaan atau pengusaha dilarang mempekerjakan
perempuan hamil yang bisa berbahaya bagi
kandungannya dan dirinya sendiri.
UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 82 Ayat 2 Pekerja perempuan memiliki hak untuk cuti keguguran.
Selain itu, diatur juga perihal hak mendapatkan biaya
persalinan.
UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 83 Pekerja perempuan memiliki hak cuti menyusui.
UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 81 Pekerja perempuan memiliki hak cuti menstruasi.
Sedangkan hak dan kewajiban bagi calon dan pekerja migran diatur pada Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang
No.18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia:
a. Mendapatkan pekerjaan di luar negeri dan memilih pekerjaan sesuai dengan kompetensinya;
b. Memperoleh akses peningkatan kapasitas diri melalui pendidikan dan pelatihan kerja;
c. Memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja, tata cara penempatan, dan kondisi kerja
di luar negeri;
d. Memperoleh pelayanan yang profesional dan manusiawi serta perlakuan tanpa diskriminasi pada
saat sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja;
e. Menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianut;
f. Memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan penempatan
dan/atau kesepakatan kedua negara dan/atau Perjanjian Kerja;
g. Memperoleh pelindungan dan bantuan hukum atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan
martabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia dan di negara
tujuan penempatan;
h. Memperoleh penjelasan mengenai hak dan kewajiban sebagaimana tertuang dalam Perjanjian
Kerja;
i. Memperoleh akses berkomunikasi;
j. Menguasai dokumen perjalanan selama bekerja;
k. Berserikat dan berkumpul di negara tujuan penempatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di negara tujuan penempatan;
l. Memperoleh jaminan pelindungan keselamatan dan keamanan kepulangan Pekerja Migran
Indonesia ke daerah asal; dan/atau
m. memperoleh dokumen dan Perjanjian Kerja Calon Pekerja Migran Indonesia dan/atau Pekerja
Migran Indonesia.
D. Kewajiban Pekerja
Perusahaan memiliki hak yang tercantum dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Adapun hak Perusahaan yang menjadi kewajiban pekerja adalah sebagai berikut.
a. Perusahaan berhak atas hasil dari pekerjaan karyawan.
b. Perusahaan berhak untuk memerintah/mengatur pekerja atau tenaga kerja dengan tujuan
mencapai target.
c. Perusahaan berhak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh/pekerja jika
melanggar ketentuan yang telah disepakati sebelumnya.
E. Pemagangan
Pasal 1 Ayat 11 UU 13 Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang
Tahun 2003 tentang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan
Ketenagakerjaan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan
instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses
produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai
keterampilan atau keahlian tertentu.
Pasal 22 (1) UU No. 13 Pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian pemagangan antara
Tahun 2003 tentang peserta dengan pengusaha yang dibuat secara tertulis.
Ketenagakerjaan:
Pasal 22 Ayat (2) Perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang-
kurangnya memuat ketentuan hak dan kewajiban peserta dan pengusaha
serta jangka waktu pemagangan.
Pasal 22 Ayat (3) Pemagangan yang diselenggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dianggap tidak sah dan status
peserta berubah menjadi pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan.
Dengan status sebagai pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan,
maka berhak atas segala hal yang diatur dalam peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
Jangka Jangka waktu pemagangan bervariasi sesuai dengan jangka waktu yang
Waktu diperlukan untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan dalam program
pelatihan pemagangan.
F. Mekanisme Pengaduan
Hubungan antara perusahaan dan pekerja tidak selamanya berjalan baik. Terkadang perusahaan dan
karyawan terlibat suatu perselisihan. Salah satu perselisihan yang sering kali terjadi adalah terkait
dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak.
Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (UU PPHI), Perselisihan pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai PHK yang dilakukan oleh salah satu pihak. Jika terjadi
perselisihan PHK para pihak sebaiknya tidak langsung membawa perselisihan ke Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI). Sebaiknya para pihak melakukan perundingan terlebih dahulu. Perundingan itu dapat
dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:
Perundingan Bipatrit Tripatit
Jangka Pelaksanaan perundingan bipartit harus Mediator dan konsiliator wajib menyelesaikan
Waktu diselesaikan paling lama 30 hari kerja. tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30
hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan
penyelesaian perselisihan.
Kejahatan perdagangan orang merupakan fenomena global. Operasi kejahatan ini dilakukan secara
sistematis, terorganisir, dan lintas batas negara. Pada November 2022, Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan konvensi untuk melawan kejahatan transnasional yang
terorganisasi atau disebut United Nations Convention against Transnational Organized Crime
(UNTOC). Konvensi ini kemudian dilengkapi dengan tiga protokol yang dikenal dengan Protokol
Palermo. Ketiga protokol ini menargetkan bidang tertentu dan manifestasi dari kejahatan terorganisir
yaitu:
1. Protokol untuk Mencegah, Menekan, dan Menghukum Perdagangan Orang, khususnya
Perempuan dan Anak;
2. Protokol untuk Melawan Penyeludupan Migran melalui Darat, Laut, dan Udara;
3. Protokol untuk Menentang Pembuatan dan Perdagangan Gelap Senjata Api, Suku Cadang dan
Komponennya serta Amunisi.
Indonesia telah meratifikasi konvensi UNTOC dan mengesahkannya melalui Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2009 tentang Pengesahan Protokol untuk Mencegah,
Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, terutama Perempuan dan Anak, Melengkapi Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi. Dua tahun
sebelumnya, Indonesia sebenarnya telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO).
Beranjak dari definisi di atas, terdapat tiga unsur dalam kejahatan perdagangan orang, yakni proses,
sarana, dan tujuan.
PROSES perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, dan penerimaan
calon korban
Dalam UU TPPO juga disebutkan eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban
yang meliputi tetapi tidak terbatas pada:
• pelacuran
• kerja atau pelayanan paksa
• perbudakan atau praktik serupa perbudakan
• penindasan
• pemerasan
• pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau;
• secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau
memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan
keuntungan baik materiil maupun immaterial
Pada praktiknya ada beragam modus untuk menjebak korban perdagangan orang melalui penculikan,
iming-iming perekrutan kerja dengan gaji besar, perekrutan pekerja migran, kawin kontrak, atau juga
penipuan program magang atau berbagai modus yang seringkali dilakukan melalui media sosial.
Lalu, dalam konteks migrasi ketenagakerjaan, kita perlu mengantisipasi ciri TPPO yang mungkin
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
• Perekrutan di bawah umur ( < 18 tahun);
• Perekrutan tanpa izin orang tua/wali;
• Pemalsuan dokumen / data diri;
• Perekrutan kerja tanpa surat kontrak kerja & penempatan;
• Penempatan hanya berbekal paspor dengan visa kunjungan;
• Penempatan oleh perseorangan, bukan perusahaan yang mempunyai izin dari Kementerian
Tenaga Kerja;
• Dipindahkan ke majikan lain tanpa kontrak kerja;
• Pembebanan biaya berlebih melebihi nilai yang ditetapkan oleh pemerintah (over charging).
Dalam siaran pers Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA)
bernomor B-265/SETMEN/HM.02.04/07/2021 menyebutkan bahwa kasus TPPO pada tahun 2020
mengalami peningkatan hingga 62,5 persen. Dalam laporan lima tahunan Gugus Tugas Pencegahan dan
Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GTPP-TPPO) pada tahun 2015-2019 menunjukkan
bahwa terdapat 2.648 korban perdagangan orang yang terdiri dari 2.319 perempuan dan 329 laki-laki.
Pada tahun 2020, berdasarkan catatan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), jumlah
permohonan perlindungan saksi TPPO meningkat sebesar 15,3 persen.Menurut data International
Organization for Migrations (IOM) menunjukkan bahwa kasus TPPO pada masa pandemi Covid-19
meningkat sebesar 154 kasus. Data tersebut menunjukkan, bahwa pada masa pandemi Covid-19 dimana
dilakukan pembatasan pergerakan hampir di semua tempat, kasus TPPO justru semakin meningkat.
Apa itu Kerja Paksa?
Kerja Paksa merupakan antitesis dari konsep kerja layak. Dalam Konvensi Organisasi Perburuhan Dunia
(ILO) Nomor 29 Tahun 1930 pasal 2, kerja paksa didefinisikan sebagai:
“Semua pekerjaan atau jasa yang diminta dari siapapun dibawah ancaman denda dan untuk mana
orang tersebut tidak pernah menawarkannya secara sukarela.”
Kemudian, Konvensi ILO Nomor 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa juga disetujui dalam
Konferensi Ketenagakerjaan Internasional pada 25 Juni 1957. Pada konvensi ini meminta kepada semua
negara anggota ILO untuk melarang dan menghapuskan kerja paksa yang digunakan untuk:
1. alat penekanan atau pendidikan politik atau sebagai hukuman atas pemahaman atau
pengungkapan pandangan politik atau ideologi yang bertentangan dengan sistem politik, sosial,
dan ekonomi yang berlaku;
2. cara mengerahkan dan menggunakan tenaga kerja untuk tujuan pembangunan ekonomi;
3. alat untuk mendisiplinkan pekerja;
4. hukuman atas keikutsertaan dalam pemogokan;
5. cara melakukan diskriminasi atas dasar ras, sosial, kebangsaan, atau agama.
Sebagai anggota ILO sejak tahun 1950, Indonesia telah meratifikasi konvensi ILO Nomor 105 Tahun
dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 tentang Penghapusan Kerja Paksa.
1. Penyalahgunaan Kerentanan
Siapapun bisa menjadi korban kerja paksa. Kerentanan bisa muncul karena ketidaktahuan atau
pengetahuan atas bahasa, aturan dan hukum. Kerentanan juga berarti orang hanya memiliki sedikit
pilihan atas mata pencaharian atau berasal dari kelompok minoritas. Kerja paksa terjadi ketika majikan
atau pemberi kerja mengambil keuntungan dari kerentanan-kerentanan itu, misalnya memaksakan jam
kerja yang berlebih atau menahan upah.
2. Penipuan
Penipuan berarti kenyataan atau apa yang didapatkan tidak sesuai dengan yang dijanjikan kepada
pekerja, baik secara lisan maupun tertulis. Korban kerja paksa seringkali dijanjikan pekerjaan dan upah
yang layak. Tetapi, ketika sudah bekerja hal-hal yang dijanjikan tersebut tidak terwujud. Untuk itu, calon
pekerja migran harus selalu memastikan perjanjian kerja dan perjanjian penempatan. Konfirmasi
kebenaran tawaran pekerjaan ke instansi atau lembaga yang berwenang.
4. Diisolasi
Poin ini hampir mirip dengan poin sebelumnya tentang pembatasan ruang gerak. Diisolasi berarti
dijauhkan dari ruang-ruang sosial dan akses keseharian. Seorang korban kerja paksa ditempatkan di
tempat terpencil dan dilarang melakukan kontak dengan dunia luar. Termasuk juga dilarang untuk
menggunakan alat komunikasi. Kondisi ini bisa terjadi pada tempat kerja yang ilegal.
8. Pemotongan Upah
Pemotongan, penahanan, atau upah yang tidak teratur dibayarkan menjadi indikasi terjadinya kerja
paksa. Semakin nyata sebuah praktik kerja paksa apabila upah sengaja ditahan untuk memaksa pekerja
tetap tinggal bekerja.
9. Jerat Hutang
Jeratan hutang yang mengikat menunjukkan ketikdaseimbangan hubungan kuasa antara pekerja dengan
pemberi kerja atau perusahaan penempatan kerja. Hutang juga bisa timbul untuk menutupi biaya
perekrutan, transportasi, atau layanan kesehatan. Perlu dipahami bahwa beban pembiayaan perekrutan
tidak seharusnya ditanggung oleh pekerja.
Sumber: https://buruhmigran.or.id/
Lampiran 1
Daftar Kontak Pengaduan Pemerintah dan Non-Pemerintah (khusus Jawa)
A. Pemerintah
Kementerian
Ketenagakerjaan
Dinas Ketenagakerjaan
Banten
Jawa Barat
ALAMAT : Jl. DR. Sumeru No.33, Kb. Klp., Bogor Tengah, Kota Bogor,
Kab. Bogor Jawa Barat 16125
TELP : (0251) 7568630
FAX : (0251) 7568630
EMAIL : disnakertrans@kotabogor.go.id
WEBSITE : disnakertrans.kotabogor.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)
ALAMAT : Jl. Jend. Ahmad Yani No.13, Marga Jaya, Bekasi Sel., Kota
Kota Bekasi Bks, Jawa Barat 17141
TELP : (021) 8852144
FAX : (021) 8852144
EMAIL :–
WEBSITE : disnaker.bekasikota.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)
Jawa Tengah
ALAMAT : Jalan Panglima Sudirman No.70, Pati Kidul, Pati, Pati Kidul,
Kab. Pati Kec. Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah 59114
TELP : (0295) 381471
FAX :–
EMAIL : disnaker@patikab.go.id
WEBSITE : disnaker.patikab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)
Jawa Timur
ALAMAT : Jl. Raya Jati No.4, Jati, Kec. Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo,
Kab. Sidoarjo Jawa Timur 61226
TELP : (031) 8946664
FAX :–
EMAIL :–
WEBSITE : dinsosnaker.sidoarjokab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)
Yogyakarta
Badan Pelindungan ALAMAT : Jalan MT Haryono Kav 52, Pancoran, Jakarta Selatan 1277
Pekerja Migran TELP : (021) 29244810
Indonesia TELP Halo PMI : 08001000
FAX : (021) 29244810
TELP (luar negeri) : 6221 29244800
EMAIL : halotki@bp2mi.go.id
WEBSITE :BP2MI | BADAN PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN
INDONESIA
FACEBOOK : https://www.facebook.com/bp2mi.ri
UPT BP2MI Wilayah Jakarta, Jl. Pengantin Ali I No. 71, Ciracas, Jakarta Timur, Provinsi DKI
DKI Jakarta Jakarta, Tlp. 021- 87781840, Fax. 021- 87781841
UPT BP2MI Wilayah Serang, Jl. Ciwaru Raya Komp. Depag No. 2, Serang, Provinsi Banten,
Banten Tlp. 0254-204970, Fax. 0254-207963
UPT BP2MI Wilayah Bandung, Jl. Soekarno Hatta No. 587 Kiara Condong, Bandung, Provinsi
Jawa Barat Jawa Barat, 40234, Tlp/Fax. 022-7336965
UPT BP2MI Wilayah Yogyakarta, Jl. Sambisari No. 311A Juwangen, Purwomatani, Kalasan,
DI Yogyakarta Sleman, Yogyakarta, Tlp: 0274-497403, Fax. 0274-497442
UPT BP2MI Wilayah Semarang, Jl. Kalipepe III/64 Pundak Payung, Semarang, Provinsi Jawa
Jawa Tengah Tengah, 50236, Tlp. 024-70799273, Fax. 024-7477223
Infest https://www.infest.or.id
[1] Carmody, P. Labor Market. International Encyclopedia of Human Geography, 2009, hal. 79-84.
https://doi.org/10.1016/B978-008044910-4.00195-4
[2] Key Indicators of the Labour Market, Ninth edition, Geneva, International Labour Office, 2016.
[3] Lihat pasal 69 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
[4] Lihat informasi lebih rinci di website Badan Pusat Statistik melalui pranala berikut ini Badan Pusat
Statistik (bps.go.id)
[5] Payaman, Simanjutak, 2022, Undang-undang yang baru tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh:
Buku Pedomoan. Kantor Perburuhan Internasional, Jakarta,
https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/%40asia/%40ro-bangkok/%40ilo-
jakarta/documents/publication/wcms_120055.pdf
[6] Untuk lebih lengkap baca artikel Sidharta, Semiotika Terminologi Tenaga Kerja,, Buruh, Pekerja,
Pegawai, dan Karyawan, 2015. https://business-law.binus.ac.id/2015/05/01/semiotika-terminologi-
tenaga-kerja-buruh-pekerja-pegawai-dan-karyawan/
[7] Lihat Pasal 1 angka (6) Peraturan Preseiden Nomor 36 tahun 2020 tentang Pengembangan
Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja
[8] Lihat Pasal 1 angka (2) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2016 tentang Sistem
Standardisasi Kompetensi Kerja Nasional
[9] Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional
[10] Untuk informasi lebih lanjut mengenai SKKNI, silakan telusuri melalui pranala berikut ini
https://skkni.kemnaker.go.id/
[11] Modul ILO Prinsip umum dan pedoman operasional untuk perekrutan yang adil dan definisi biaya
perekrutan dan biaya terkait. Lihat https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/publication/wcms_799652.pdf
[12] United Nations. United Nations Convention againts Transnational Organized Crime. Diakses pada Senin,
22 Agustus 2022. https://www.unodc.org/unodc/en/organized-crime/intro/UNTOC.html
[13] Rilis Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak. (2021). KemenPPA: Perempuan dan Anak Banyak
Menjadi Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang. Diakses pada 7 Juli 2022.
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/3309/kemen-pppa-perempuan-dan-anak-banyak-
menjadi-korban-tindak-pidana-perdagangan-orang
[14] kompas.id. (2021, 13 Agustus). Data dan Fakta Perdagangan Orang di Indonesia. Diakses pada 6 Juli
2022. https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/data-dan-fakta-perdagangan-orang-di-indonesia
[15] ILO. K-29 Konvensi Kerja Paksa atau Wajib Kerja, 1930. Diakses pada 6 Juli 2022.
https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/legaldocument/wcms_124556.pdf