Anda di halaman 1dari 31

DRAFT BUKU MANUAL PASAR

KERJA DAN PEKERJAAN YANG


BERTANGGUNG JAWAB

Disusun Oleh:
Muhammad Irsyadul Ibad
Andriyeni
Ridwan Wahyudi
Sofwan Hadi

Tahun 2022
I. MEMAHAMI MENGENAI KERJA LAYAK

A. Pengertian Kerja Layak


Konsep decent work atau kerja layak pertama kali muncul pada tahun 1999 dalam laporan yang disusun
oleh Direktur Jenderal International Labour Organization (ILO), Juan Somavia pada saat Konferensi
Perburuhan Internasional. ILO mendefinisikan kerja layak sebagai pekerjaan bagi perempuan dan laki-
laki dengan kondisi kebebasan, kesetaraan, keamanan dan martabat manusia. Sebuah kondisi kerja
dianggap layak ketika pemberi kerja menghormati hak-hak dasar manusia seperti hak dalam
pengupahan, hak dalam keamanan dan keselamatan kerja dan menghormati integritas fisik dan mental
pekerja dalam melaksanakan tugas/pekerjaannya.

Konsep decent work merupakan aspek penting dalam pembangunan berkelanjutan atau Sustainable
Development Goals (SDGs). Pekerjaan layak untuk mencapai pembangunan berkelanjutan tertuang
dalam goal 8, yakni mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja
produktif serta pekerjaan layak untuk semua. Kerja layak membantu mengurangi ketidaksetaraan dan
kemiskinan dan memberdayakan masyarakat. Guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan, maka produktivitas tenaga kerja ditingkatkan, mengurangi pengangguran, meningkatkan
akses pada layanan dan manfaat keuangan, mendorong kewirausahaan, penciptaan lapangan kerja,
memberantas kerja paksa, perbudakan dan perdagangan manusia.

B. Empat Pilar Kerja Layak


1. Pemenuhan Hak
Salah satu komponen untuk mewujudkan pekerjaan yang layak dengan memenuhi hak-hak pekerja.
Dalam standar Hak Asasi Manusia (HAM), negara harus mengupayakan untuk pemenuhan hak
pekerja secara maksimal, baik melalui peraturan hukum atau kebijakan. Hak-hak pekerja yang berada
di Indonesia diatur dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hak tersebut meliputi:
a. Hak untuk mendapatkan kesempatan dan perlakuan yang sama dari pemberi kerja tanpa
diskriminasi
b. Hak untuk memperoleh, meningkatkan, mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja.
c. Hak untuk memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang
diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau
pelatihan di tempat kerja.
d. Hak untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang
layak di dalam atau di luar negeri.
e. Hak untuk memperoleh upah yang layak.
f. Hak untuk melaksanakan kerja sesuai waktu yang ditentukan.
g. Hak mendapatkan perlindungan atas kesehatan dan keselamatan kerja.
h. Hak mendapatkan kesejahteraan melalui jaminan sosial tenaga kerja.
i. Hak ikut serta dalam serikat pekerja atau buruh.
j. Hak mendapatkan cuti.
k. Hak istirahat.
l. Hak cuti melahirkan dan cuti haid khusus karyawan perempuan.
m. Hak melaksanakan ibadah.
n. Hak melakukan mogok kerja.

2. Penciptaaan Lapangan Kerja


Pekerjaan layak akan tercapai jika terdapat lapangan pekerjaan yang berkelanjutan. Jumlah lapangan
kerja yang tersedia harus mencukupi semua orang yang akan mencari pekerjaan. Menciptakan
lapangan pekerjaan penuh dan produktif adalah tujuan utama dalam agenda pekerjaan layak.
Penciptaan lapangan kerja yang berkelanjutan harus ditempatkan sebagai tujuan utama kebijakan-
kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah.
3. Jaminan sosial
Pilar perlindungan sosial merupakan sebuah upaya untuk melindungi pekerja dari pelbagai
kerentanan saat bekerja. Kerentanan tersebut dapat berupa, kerugian yang diakibatkan karena
kehilangan pekerjaan, kecelakaan kerja, sakit maupun karena usia yang sudah mulai menua. Dalam
UU Nomor 4 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), jaminan sosial adalah salah
satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya yang layak. Sedangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara
penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial.

Di Indonesia, penyelenggara jaminan sosial adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS kesehatan menyelenggarakan
program jaminan kesehatan. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan
kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Setiap pekerja, termasuk orang asing
yang bekerja paling singkat enam (6) bulan di Indonesia wajib menjadi peserta program jaminan
sosial. Begitu juga dengan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang diwajibkan untuk menjadi peserta
progam jaminan sosial.

4. Dialog sosial
Dialog sosial merupakan pertemuan, negosiasi maupun pertukaran informasi antara perwakilan
pemerintah, pengusaha dan pekerja. Pertemuan tersebut dapat berupa penyelesaian konflik, keadilan
sosial dan implementasi kebijakan bagi kepentingan semua pihak.

II. MENGENAL PASAR KERJA

Pasar Kerja
Sebelum kita bersama-sama mendefinisikan frasa pasar kerja secara utuh, terlebih dulu kita perjelas arti
kata pasar dan kerja. Kata “pasar” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merujuk pada kata
benda yang berarti tempat orang melakukan jual beli. Sedangkan kata “kerja” menurut KBBI adalah
kegiatan untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain jika dua kata tersebut membentuk frasa “pasar
kerja” menurut Carmody (2009) didefinisikan sebagai tempat berkumpulnya orang dalam melakukan
transaksi jual beli. Hal ini tentu saja jual beli yang dimaksud bukan orangnya yang diperjualbelikan,
melainkan transaksi permintaan dan penawaran atas jasa yang dimiliki oleh seseorang. Orang-orang
yang bertemu di tempat itu merupakan calon pekerja dan pemberi kerja. Karena subjeknya adalah jasa
yang melekat pada kemampuan individu dalam melakukan sesuatu, maka jasa individu tersebut
memiliki karakteristik dan keunikan tersendiri. Sementara dari sisi permintaan kerja, mereka adalah
kelompok industri dan pemerintah yang menyediakan pekerjaan bagi kelompok pekerja.

Pada panduan ini, kita akan menjelajah dan belajar bersama mengenai seluk beluk pasar kerja dan
beberapa istilah yang berkaitan dengan pasar kerja yang sering kita dengar. Sebagai pelengkap pada
bagian ini, pengantar mengenai kompetensi kerja dan mekanisme penempatan kerja akan sedikit
diuraikan sebagai bekal dan bahan pengetahuan bagi para guru-guru SMK untuk disampaikan kepada
para peserta didik.

A. Indikator Pasar Kerja


Dalam memenuhi pasar kerja yang unik dan kompetitif, Organisasi Perburuhan Dunia (ILO) telah
menganalisis situasi di dalam pasar kerja sejak 1999. Analisis ini berisi tentang indikator kunci pasar
kerja. Mengingat pasar kerja yang bergerak sangat cepat dan dinamis, ILO telah merevisi penerbitan
secara periodik Key Indicator of Labour Market (KILM). Tujuan diterbitkannya KILM adalah untuk
menyajikan seperangkat indikator inti pasar kerja dan memperbaiki ketersediaan indikator untuk
memantau tren ketenagakerjaan. Saat ini, KILM terbaru adalah edisi kesembilan yang terbit pada tahun
2015 dan belum dilakukan pembaruan lagi hingga sekarang. Di dalam KILM ke-9 terdapat 17 kunci
indikator, namun pada pedoman ini hanya akan dijelaskan secara ringkas indikator 1 hingga 11 saja,
yang meliputi sebagai berikut:
1. Rerata partisipasi angkatan kerja
2. Rasio pekerjaan dan populasi
3. Status dalam pekerjaan
4. Pekerjaan berdasarkan sektor
5. Pekerjaan berdasarkan jabatan
6. Pekerja sambilan (part-time)
7. Jam kerja
8. Pekerjaan dalam ekonomi informal
9. Pengangguran
10. Pengangguran remaja
11. Pengangguran jangka panjang
12. Terkait waktu setengah pengangguran
13. Penduduk di luar angkatan kerja
14. Pencapaian pendidikan dan kebutaaksaraan
15. Upah dan biaya-biaya kompensasi
16. Produktivitas tenaga kerja
17. Kemiskinan, distribusi pendapatan dan pekerjaan

Secara bersama-sama, indikator KILM memberikan dasar yang kuat untuk menilai dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan kunci terkait dengan pekerjaan produktif dan pekerjaan yang layak. Oleh sebab
itu, dalam pedoman ini tidak semua akan disajikan, melainkan hanya beberapa informasi kunci dan
penting untuk diketahui oleh pengajar SMK dalam memberikan pengetahuan tentang kerja layak dan
terhindar dari praktik perbudakan modern bagi para siswa SMK.

1. Rerata Partisipasi Angkatan Kerja


Rerata partisipasi angkatan kerja adalah ukuran proporsi sebuah negara yang penduduknya telah
memasuki pasar kerja, baik mereka yang sedang bekerja maupun yang sedang mencari kerja. Proporsi
menunjukkan jumlah persediaan angkatan kerja yang mampu melakukan kegiatan menghasilkan
barang dan jasa. Hal ini dihitung dengan cara membandingkan antara jumlah orang bekerja dengan
jumlah populasi sebuah negara yang telah siap kerja. Seseorang siap kerja berdasarkan usia,
pemerintah Indonesia telah menetapkan angkatan kerja pada rentang usia 15 – 65 tahun. Pemerintah
Indonesia telah menetapkan usia dewasa adalah lebih dari 18 tahun. Namun, bagi anak yang masih
berusia 13 - 15 tahun boleh dipekerjakan dengan syarat tertentu dan pekerjaanya tidak mengganggu
perkembangan anak baik dari sisi fisik, mental dan sosial. Adapun syarat-syaratnya adalah sebagai
berikut:
a. Izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
c. Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. Keselamatan dan kesehatan kerja;
f. Adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Rerata ini sangat penting bagi sebuah negara karena dapat dipergunakan untuk menentukan ukuran
dan komposisi sumber daya manusia dan proyeksi persediaan tenaga kerja bagi sebuah negara pada
masa mendatang. Selain itu, indikator ini dapat dipergunakan untuk menentukan kebijakan dalam
kebutuhan pelatihan kerja dan masa kerja antara laki-laki dan perempuan, serta memahami perilaku
pasar tenaga kerja berdasarkan usia populasi dan gender. Per Februari 2022, jumlah angkatan kerja
Indonesia sebesar 144,14 juta penduduk dibandingkan jumlah penduduk sekitar 273,87 juta jiwa.
Jumlah angkatan kerja tersebut termasuk mereka yang telah bekerja atau sedang mencari pekerjaan.

2. Rasio Pekerjaan dan Populasi


Rasio pekerjaan terhadap penduduk didefinisikan sebagai proporsi penduduk usia kerja suatu negara
yang bekerja. Rasio yang tinggi berarti bahwa sebagian besar penduduk suatu negara bekerja,
sedangkan rasio yang rendah berarti bahwa sebagian besar penduduk tidak terlibat langsung dalam
kegiatan yang berhubungan dengan pasar, karena mereka menganggur atau mungkin bukan bagian
dari angkatan kerja secara keseluruhan. Indikator ini memberikan informasi tentang kemampuan
suatu ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja. Meskipun rasio keseluruhan yang tinggi biasanya
dianggap positif, indikator saja tidak cukup untuk menilai tingkat pekerjaan yang layak atau defisit
pekerjaan yang layak. Oleh karena itu, dalam menilai keseluruhan rasio ini, maka perlu penilaian
yang terukur terkait dengan kondisi kerja dan jaminan sosial yang disediakan dalam melihat
kesejahteraan pekerja. Di Indonesia sendiri, rasio pekerjaan terhadap populasi per Februari 2022
berada pada 94,17 persen. Ini berarti 135,61 juta penduduk bekerja dibandingkan 144,14 juta
Angkatan kerja.

3. Status Pekerjaan
Status pekerjaan didefinisikan sebagai bagaimana seseorang mendapatkan pendapatan, upah, gaji
atau remunerasi dari hasil barang dan/atau jasa yang dihasilkan. Mereka dikategorikan berdasarkan
dua jenis kelompok yakni pekerja yang mendapatkan upah atau gaji dari pemberi kerja dan pekerja
mandiri atau wiraswasta. Dalam konteks sebuah negara, status pekerjaan ini disajikan sebagai
persentase dari total yang dipekerjakan untuk laki-laki dan perempuan secara terpisah. Informasi
tentang subkategori kelompok wiraswasta, yakni wiraswasta dengan karyawan atau seorang
pengusaha, wiraswasta tanpa karyawan (pekerja sendiri), anggota koperasi produsen dan pekerja
keluarga yang berkontribusi (sebelumnya dikenal sebagai pekerja keluarga yang tidak dibayar).
Indikator ini memberikan informasi tentang distribusi tenaga kerja berdasarkan status pekerjaan dan
dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan seperti berapa proporsi orang yang bekerja di suatu
negara (a) bekerja dengan upah atau gaji; (b) menjalankan perusahaannya sendiri, dengan atau tanpa
tenaga kerja; atau (c) bekerja tanpa upah dalam unit keluarga. Informasi pekerjaan secara terperinci
melalui status pekerjaan mampu menyediakan basis statistik untuk menggambarkan kebiasaan dan
kondisi kerja individu dalam kelompok sosial-ekonomi. Berikut ini beberapa istilah yang umum kita
dengar yang patut diperhatikan. Beberapa istilah dipergunakan pada zamannya dan tidak lepas dari
konteks situasi politik, baik sejak awal kemerdekaan, orde lama, order baru, dan reformasi.

a. Tenaga kerja
Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Istilah ini sangat lazim
dipergunakan pada masa awal-awal reformasi hingga sekarang. Namun, menariknya di Indonesia
tidak istilah serikat tenaga kerja.

b. Buruh/Pekerja
Di dalam UU Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh memang menyatakan
dua frasa ini secara konsisten disebutkan di seluruh materi dan muatan undang-undang. Dalam
bahasa inggris kata buruh adalah labour/er sementara kata pekerja adalah worker/s. Di Indonesia,
menurut Payaman (2022) kata buruh mengalami pergeseran makna (peyorasi), di mana kata buruh
dirasakan lebih rendah ketimbang kata pekerja. Dalam arti lain, buruh merujuk pada tenaga kerja
atau kelas berupah rendah yang mengandalkan fisik dan kasar dalam melakukan pekerjaannya
atau dalam frasa umum adalah blue-collar. Di beberapa negara maju masih menyebut tenaga kerja
perusahaan yang mengoperasikan mesin disebut sebagai buruh. Sementara, pekerja tidak
demikian, mereka dikategorikan kelompok tenaga kerja yang mengandalkan pikiran atau white-
collar. Di Indonesia memiliki sejarah panjang mengenai dua kata ini yang lebih mengarah kepada
pertentangan kelas, termasuk bagaimana penguasa mengelompokkan dan menyematkan kata
buruh pada gerakan yang menentang kebijakan penguasa. Istilah buruh lazim dipergunakan pada
awal-awal kemerdekaan atau orde lama. Sedangkan kata pekerja lebih umum dipergunakan pada
orde baru. Namun, seiring berjalannya waktu, kata buruh dan pekerja dapat disandingkan secara
bersama-sama pada era reformasi yang termuat dan secara konsisten disebutkan di dalam UU
Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Hal ini untuk mengakomodasi
seluruh kepentingan kelompok.
c. Karyawan/Pegawai
Kata karyawan berasal dari kata karya yang berarti orang yang mempunyai karya. Sedangkan
kata pegawai asalnya dari kata gawe atau orang yang memiliki gawe dalam bahasa jawa yang
berarti kerja. Pada era orde baru, dua kata ini lazim dipergunakan bagi perusahaan dan pemerintah
yang bertujuan untuk menghindari pertentangan kelas dalam peristilahan buruh dan pekerja yang
begitu santer pada waktu itu. Dengan demikian, kata karyawan merujuk pada tenaga kerja
perusahaan-perusahaan yang tidak ingin terlibat dalam pertentangan kelas. Sementara kata
pegawai lebih sering merujuk pada tenaga kerja pemerintah atau aparat sipil negara.

d. Pemberi kerja/majikan
Individu yang mengerjakan usahanya sendiri atau bersama mitra kerjanya yang menjalankan jenis
pekerjaan yang didefinisikan sebagai “pekerjaan wiraswasta.” Pekerjaan ini menggantungkan
upahnya pada keuntungan yang diperoleh dari barang dan jasa yang diproduksi. Biasanya
kelompok ini mempekerjakan, secara terus-menerus, satu orang atau lebih untuk bekerja kepada
mereka sebagai karyawan.

e. Pekerja mandiri
Pekerja mandiri adalah pekerja yang bekerja atas tanggungan mereka sendiri atau dengan satu
atau lebih mitra, memegang jenis pekerjaan yang didefinisikan sebagai “pekerjaan wiraswasta”
[lihat poin (d) di atas], dan tidak melibatkan karyawan secara terus-menerus bekerja kepada
mereka.

f. Anggota koperasi produsen


Pekerja yang memiliki “pekerjaan wiraswasta” [lihat (d) atau (e) di atas] di koperasi yang
memproduksi barang dan jasa.

g. Pekerja yang mendukung keluarga


Pekerja yang memiliki “pekerjaan wiraswasta” sebagai pekerja mandiri [lihat (e) di atas] di
perusahaan berorientasi pasar yang dioperasikan oleh orang terkait yang tinggal bersama di dalam
satu di rumah yang sama.

h. Kelompok pekerja yang bukan diklasifikasikan di atas


Pekerja yang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan status termasuk mereka yang tidak
memiliki cukup informasi yang relevan, dan/atau yang tidak dapat dimasukkan dalam kategori
sebelumnya.

4. Pekerjaan Berdasarkan Sektor


Pada dasarnya jenis pekerjaan berdasarkan sektor dikategorikan berdasaarkan tiga sektor utama,
yakni industri, pertanian dan jasa. Informasi ini penting dianalisis dan diketahui oleh pengambil
kebijakan dalam melihat pergeseran tenaga kerja antar industri dan tren pembangunan pada suatu
periode tertentu. Hal ini tentu saja sangat berkaitan dengan perkembangan teknologi dan kualifikasi
pendidikan sumber daya manusia yang memasuki angkatan kerja. Hal ini juga dapat
dipertimbangankan bagaimana menghubungkan antara sektor satu dengan lainnya untuk
pembangunan dalam konteks ketenagakerjaan. Berikut ini adalah sektor pekerjaan di Indonesia:
1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
2. Jasa Perusahaan
3. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
4. Jasa Keuangan dan Asuransi
5. Konstruksi
6. Industri Pengolahan
7. Transportasi dan Pergudangan
8. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
9. Penyedia Akomodasi, Makanan, dan Minuman
10. Informasi dan Komunikasi
11. Pengadaan Air, Pengolahan sampah, Limbah dan Daur Ulang
12. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Pertambangan dan Penggalian
13. Pengadaan Listrik, Gas
14. Real Estate
15. Jasa Pendidikan
16. Jasa lainnya

5. Pekerjaan Berdasarkan Jabatan


Indikator pekerjaan berdasarkan pekerjaan terdiri dari statistik pekerjaan yang diklasifikasikan
menurut kelompok utama sebagaimana didefinisikan dalam satu atau lebih versi International
Standard Classification of Occupations (ISCO). Versi terbaru dari ISCO, ISCO-08, membedakan
sepuluh kelompok utama: (1) Manajer; (2) Profesional; (3) Teknisi dan profesional asosiasi; (4)
Pekerja pendukung klerikal; (5) Pekerja layanan dan penjualan; (6) Pekerja pertanian, kehutanan dan
perikanan yang terampil; (7) Pekerja kerajinan dan perdagangan terkait; (8) Operator dan perakit
pabrik dan mesin; (9) Pekerjaan dasar; dan (10) Jabatan pekerjaan di angkatan bersenjata. Namun,
tidak semuanya diadaptasi oleh pemerintah mengenai jenis jabatan tersebut. Biasanya, informasi yang
disajikan dalam ruang lingkup ini termasuk jumlah pekerja menurut pekerjaan dan bagian pekerja
dalam kelompok pekerjaan sebagai persentase dari jumlah total orang yang dipekerjakan untuk pria
dan wanita secara terpisah. Tujuan indikator pasar kerja berdasarkan jabatan disajikan untuk
memformulasikan tata cara kesehatan dan keselamatan kerja berdasarkan jabatan tertentu. Selain itu,
penyajian ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana pergeseran jabatan pekerjaan berdasarkan
demografi dan kompetensi kerja.

6. Pekerja paruh waktu (part-time)


Pekerja paruh waktu berfokus pada individu yang total jam kerjanya kurang dari "penuh waktu",
sebagai proporsi dari total pekerjaan. Karena tidak ada definisi yang diterima secara internasional
mengenai jumlah jam minimum dalam seminggu yang merupakan pekerjaan penuh waktu, garis
pemisah ditentukan baik berdasarkan negara per negara atau melalui penggunaan perkiraan khusus.
Dua ukuran dihitung untuk indikator ini: total pekerjaan paruh waktu sebagai proporsi dari total
pekerjaan, kadang-kadang disebut sebagai "tingkat pekerjaan paruh waktu"; dan persentase tenaga
kerja paruh waktu yang terdiri dari perempuan. Di Indonesia, pekerjaan penuh standarnya adalah 8
jam per hari atau minimal 40 jam per minggu. Dengan kata lain, jika seorang pekerja bekerja kurang
dari 8 jam per hari atau kurang dari 40 jam per minggu disebut sebagai pekerja paruh waktu. Pekerja
paruh waktu tercipta ketika terjadinya fleksibilitas tuntutan pekerjaan dan perubahan aturan pemberi
kerja. Bisanya pekerjaan jenis ini berbasis pada output yang terukur. Meski demikian, pekerjaan ini
berisiko karena kurang aman dan stabil dalam konteks ekonomi ketimbang pekerja penuh waktu.
Tujuan indikator ini menyajikan proporsi penawaran kerja dari kelompok pekerja paruh waktu.

7. Jam kerja
Ukuran waktu yang ditentukan kepada pekerja dalam menjalankan sesuatu pekerjaan yang
menghasilkan barang dan jasa. Terdapat dua kategori perhitungan jam kerja di dunia, yakni diukur
berdasarkan jumlah jam kerja mingguan yang dilakukan oleh seseorang dan rata-rata jam kerja
tahunan yang dikerjakan oleh seseorang. Resolusi International Labour Conference 2008
mendefinisikan jam kerja dalam beberapa konsep yang terkait dengan aktivitas pekerjaan, yakni
sebagai berikut:
a. Jam benar-benar bekerja, konsep kunci waktu kerja yang ditetapkan untuk tujuan statistik
berlaku untuk semua pekerjaan dan semua orang yang bekerja;
b. Jam dibayar, terkait dengan remunerasi jam yang mungkin tidak semuanya sesuai dengan
produksi;
c. Jam kerja normal, mengacu pada jam kerja kolektif yang berlaku secara hukum;
d. Jam kerja kontraktual individu diharapkan bekerja menurut hubungan kontraktual yang
berbeda dari jam normal;
e. Jam kerja biasanya, paling sering dalam pekerjaan selama periode pengamatan yang panjang;
f. Jam kerja lembur, dilakukan di luar kontrak atau norma; dan
g. Tidak masuk jam kerja, ketika orang yang bekerja tidak bekerja.

Ketentuan mengenai jam kerja mendapatkan perhatian khusus dalam pasar kerja oleh masyarakat
global. Terlebih lagi, dinamika ekonomi yang tidak menentu dan krisis menuntut jam kerja yang lebih
fleksibel dengan melandaskan pada basis hasil barang dan jasa pekerja.

8. Pekerjaan dalam ekonomi informal


Pekerjaan dalam ekonomi informal merupakan ukuran proporsi pekerjaan di luar dari total pekerjaan
non-pertanian. Hal ini mesti berhati-hati dalam menghitung dan mempertimbangan mengenai
pekerjaan informal karena setiap negara merujuk definisi yang berbeda-beda. Di Indonesia, kegiatan
ekonomi informal merujuk pada jenis jabatan atau sektor pekerjaan yang belum spesifik diatur
mengenai norma, standar, prosedur dan kriterianya. Contoh yang paling umum sektor dan jabatan
pekerjaan informal adalah di bidang jasa pekerja rumah tangga, pekerja rumahan dan lainnya. Meski
demikian, pekerjaan dalam ekonomi informal sangat penting keberadaannya. Eksistensinya bahkan
memainkan peran utama dalam penciptaan lapangan kerja, produksi, dan menghasilkan pendapatan.
Di beberapa negara maju, pekerjaan dalam ekonomi informal menyerap Angkatan kerja yang besar.
Bahkan, negara-negara ini mendatangkan tenaga kerja dari luar negeri untuk mengisi pekerjaan
tersebut. Hal ini juga ditambah dengan tingginya partisipasi perempuan untuk memasuki pasar kerja.
Beberapa terminologi berikut ini mungkin sedikit membingungkan, tapi patut untuk diketahui
bersama-sama:

a. Ekonomi informal
Semua kegiatan ekonomi oleh pekerja atau unit ekonomi yang dalam hukum atau
praktiknya tidak tercakup atau cukup tercakup oleh pengaturan formal.

b. Sektor informal
Sekelompok unit produksi (perusahaan tidak berbadan hukum yang dimiliki oleh rumah tangga)
termasuk “perusahaan milik sendiri informal” dan “perusahaan pemberi kerja informal.”

c. Usaha sektor informal


Perusahaan swasta tidak berbadan hukum dan tidak terdaftar oleh pemerintah dan/atau berskala
kecil yang bergerak di bidang non-pertanian dengan sedikitnya sebagian barang atau jasa yang
dihasilkan untuk dijual atau dibarter.

d. Pekerjaan di sektor informal


Semua pekerjaan di perusahaan sektor informal (c), atau semua orang yang bekerja di setidaknya
satu perusahaan sektor informal, terlepas dari status pekerjaan mereka dan apakah itu pekerjaan
utama atau pekerjaan sampingan.

e. Pekerjaan dengan upah informal


Semua pekerjaan karyawan yang dicirikan oleh hubungan kerja yang tidak tunduk pada undang-
undang ketenagakerjaan nasional, pajak penghasilan, perlindungan sosial, atau hak atas tunjangan
pekerjaan tertentu.

f. Pekerjaan informal
Jumlah pekerjaan informal, baik yang dilakukan di perusahaan sektor formal, perusahaan sektor
informal, maupun rumah tangga; termasuk karyawan yang memegang pekerjaan informal (e);
majikan dan pekerja mandiri yang dipekerjakan di perusahaan sektor informal mereka sendiri;
anggota koperasi produsen informal; kontribusi pekerja keluarga di perusahaan sektor formal atau
informal; dan pekerja mandiri yang terlibat dalam produksi barang untuk penggunaan akhir
sendiri oleh rumah tangga mereka.

g. Pekerjaan dalam ekonomi informal


Jumlah pekerjaan di sektor informal (d) dan pekerjaan informal (f) di luar sektor informal.
9. Pengangguran
Pengangguran didefinisikan sebagai semua orang dalam usia kerja yang tidak bekerja, melakukan
kegiatan untuk mencari pekerjaan selama periode terakhir tertentu dan saat ini tersedia untuk
mengambil pekerjaan karena kesempatan kerja. Dengan kata lain, tingkat pengangguran dapat
dihitung dengan membandingkan antara jumlah angkatan kerja yang lebih besar ketimbang lapangan
kerja. Informasi mengenai jumlah pengguran dipergunakan sebagai ukuran pasokan tenaga kerja
yang tidak dimanfaatkan. Oleh karena itu, pertimbangan gender, usia, dan lokasi merupakan
informasi penting untuk diketahui dalam mengidentifikasi kelompok yang rentan tidak memiliki
pekerjaan. Meskipun dapat dianggap sebagai indikator pasar tenaga kerja paling informatif yang
mencerminkan kinerja umum pasar tenaga kerja dan ekonomi secara keseluruhan, tingkat
pengangguran tidak boleh ditafsirkan sebagai ukuran kesulitan ekonomi atau kesejahteraan sebuah
negara. Karenanya, ada banyak faktor untuk menilai hal tersebut. Pengangguran dikategorikan
sebagai kategori tertutup dan terbuka. Mereka yang termasuk kategori pengangguran tertutup adalah
setiap kegiatan yang dilakukan, selama periode terakhir yang terdiri dari empat minggu atau satu
bulan terakhir, untuk tujuan mencari pekerjaan atau mendirikan bisnis atau usaha pertanian pekerjaan.
Hal ini termasuk jenis pekerjaan paruh waktu, informal, sementara, musiman atau kasual, di dalam
wilayah nasional atau di luar negeri. Sementara yang termasuk kelompok pengangguran terbuka
adalah sebagai berikut:
a. Pencari kerja didefinisikan sebagai orang “tidak bekerja” dan “saat ini tersedia” yang tidak
“mencari pekerjaan”, karena mereka telah membuat pengaturan untuk memulai pekerjaan
dalam waktu singkat berikutnya, yang ditetapkan sesuai dengan lamanya waktu tunggu untuk
memulai pekerjaan baru dalam konteks nasional tetapi umumnya tidak lebih dari tiga bulan;
b. Peserta dalam pelatihan keterampilan atau skema pelatihan ulang dalam program promosi
pekerjaan, yang atas dasar itu, “tidak bekerja”, tidak “saat ini tersedia” dan tidak “mencari
pekerjaan” karena mereka memiliki tawaran pekerjaan untuk memulai dalam periode
berikutnya yang singkat umumnya tidak lebih dari tiga bulan;
c. Orang “tidak sedang bekerja” yang melakukan kegiatan migrasi ke luar negeri untuk bekerja
untuk mendapatkan bayaran atau keuntungan tetapi masih menunggu kesempatan untuk pergi.

10. Pengangguran Remaja


Remaja didefinisikan sebagai penduduk yang berusia antara 15 – 24 tahun. Namun pada beberapa
negara mungkin definisi ini berbeda-beda. Batas terendah usia remaja umumnya ditentukan ketika
remaja tersebut telah menyelesaikan pendidikan dasar yang ditetapkan oleh pemerintah. Para remaja
saat ini sedang menghadapi ketidakpastian mengenai harapan dalam memasuki dan menjalani pasar
kerja. Kekhawatiran mereka dapat merusak individu, komunitas dan ekonomi yang lebih besar.
Karenanya, mereka merupakan harapan masa depan sebuah bangsa. Remaja pengangguran atau
setengah menganggur ini dinilai kurang memiliki kontribusi terhadap pembangunan sebuah negara.
Mereka memiliki kemampuan pengeluaran yang rendah, tabungan yang tidak banyak, alih-alih untuk
berinvestasi. Oleh sebab itu, suara mereka terkadang kurang dipertimbangkan. Namun, di sisi lain
mereka juga kurang mendapatkan kesempatan dalam memasuki pasar kerja karena pertimbangan
pengalaman kerja dan kompetensi. Indikator ini bermanfaat bagi pemerintah dalam mengembangkan
program prioritas yang dapat meningkatkan kesempatan mereka dalam memasuki dunia kerja.

11. Pengangguran Jangka Panjang


Pengangguran jangka panjang didefinisikan sebagai seseorang yang secara terus menerus
menganggur minimal satu tahun atau lebih. Pengangguran jangka panjang jelas terkait dengan
karakteristik pribadi dari penganggur, dan sering dialami oleh pekerja yang lebih tua atau tidak
terampil, dan mereka yang kehilangan pekerjaan karena pemutusan hubungan kerja. Sementara durasi
pengangguran jangka panjang dirinci sebagai berikut:
a. Pengangguran yang berdurasi kurang dari satu bulan
b. Pengangguran yang berdurasi lebih dari satu bulan dan kurang dari tiga bulan
c. Pengangguran yang berdurasi lebih dari tiga bulan dan kurang dari enam bulan
d. Pengangguran yang berdurasi lebih dari enam bulan dan kurang dari satu tahun
e. Pengangguran yang berdurasi lebih dari satu tahun
Indikator berdasarkan pengkategorian itu penting untuk dianalisis dalam menyusun kebijakan
pengurangan pengangguran dan/atau perluasan kesempatan kerja. Pengkategorian itu dimaksudkan
melihat efek seperti hilangnya pendapatan dan berkurangnya kemampuan mencari kerja khususnya bagi
pengangguran jangka pendek. Eksistensinya mereka tampaknya kurang diperhatikan, terutama ketika
orang yang menganggur dilindungi oleh skema asuransi pengangguran atau bentuk dukungan serupa.
Karenanya, bagi negara-negara maju, jika informasi statistik menunjukkan durasi pengangguran jangka
panjang, sementara mereka terlindung oleh skema perlindungan sosial, maka hal ini merefleksikan
masalah struktural pasar kerja yang tidak kuat sedang dihadapi oleh sebuah negara.

B. Kompetensi Kerja
Tidak semua individu memenuhi syarat untuk memasuki pasar kerja. Mereka harus memenuhi
kompetensi kerja yang di dalamnya memuat pengetahuan, keterampilan, keahlian, dan sikap kerja yang
tertuang di dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI), Standar Internasional dan Standar Khusus. Oleh sebab itu, para pencari
kerja setidaknya harus memenuhi standar yang tersertifikasi ketika bersaing dalam memasuki pasar
kerja. Pengetahuan kerja adalah hal-hal yang diketahui oleh pekerja melalui semua inderanya.
Keterampilan dan/atau keahlian kerja teknis adalah segala kemampuan teknis yang mesti dimiliki oleh
pencari kerja/pekerja. Hal ini mencakup keterampilan yang secara nyata mampu dilakukan oleh pekerja,
misalnya keterampilan operator, mengemudi, keterampilan memperbaiki/merakit bagian-bagian (spare
part) kendaraan bermotor, mengoperasikan/memperbaiki perangkat keras dan perangkat lunak komputer
dan lainnya. Sementara keterampilan dan/atau keahlian non-teknis yang merupakan sikap kerja
mencakup kemampuan pencari kerja/pekerja dalam melakukan pekerjaan yang tidak nampak dan
interaksi bersama kolega dan atasannya. Hal ini seperti contohnya loyalitas pada perusahaan, patuh pada
aturan perusahaan, ketekunan dalam bekerja, mampu mengatasi stres ketika beban kerja menumpuk, dan
lainnya.

Tenaga kerja harus memiliki keterampilan dan keahlian dalam bekerja dikarenakan hal ini menjadi bekal
seseorang untuk menjalani pekerjaan sehingga memudahkan seseorang tersebut dalam menyelesaikan
pekerjaan dalam jangka waktu yang sudah ditentukan. Selain itu, jumlah tenaga kerja lebih banyak
dibandingkan dengan kesempatan kerja yang tersedia, sehingga masing-masing tenaga kerja
berkompetisi untuk merebut kesempatan yang tersedia itu dengan keterampilan dan keahlian yang
dimiliki dari masing-masing individu. Pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan sistem pelatihan
kerja nasional. Pada intinya, peraturan ini bertujuan untuk 1) mewujudkan pelatihan kerja nasional yang
efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga kerja; 2) memberikan arah dan pedoman
dalam penyelenggaraan, pembinaan, dan pengendalian pelatihan kerja; dan 3) mengoptimalkan
pendayagunaan dan pemberdayaan seluruh sumber daya pelatihan kerja.

Dalam mencapai tujuan di atas, pemerintah bersama kelompok industry/pemberi kerja menyusun acuan
SKKNI dan KKNI secara berjenjang mengenai spesifikasi jabatan kerja. Selanjutnya pemerintah
menetapkan SKKNI dan KKNI yang dapat dijadikan sebagai acuan oleh Balai Latihan Kerja (BLK)
yang tersertifikasi dalam menyelenggarakan program pelatihan kerja, Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)
dalam menguji peserta pelatihan kerja dan Badan Nasional Standarisasi Profesi (BNSP) yang bertugas
untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja. Saat ini, pada tahun 2022 terdapat 857 SKKNI yang
diberlakukan oleh Kementerian Ketenagakerjaan.

C. Mekanisme Penempatan Kerja


Kementerian Ketenagakerjaan RI telah menetapkan peraturan Menteri Ketengakerjaan Nomor 39 tahun
2016 tentang Penempatan Kerja. Definisi penempatan kerja sendiri adalah proses pelayanan penempatan
yang diberikan kepada pencari kerja untuk memperoleh pekerjaan. Sedangkan, pelayanan penempatan
tenaga kerja adalah kegiatan untuk mempertemukan tenaga kerja dengan pemberi kerja, sehingga tenaga
kerja dapat memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuang, serta pemberi
kerja dapat memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhannya. Dalam penempatan tenaga kerja
terdapat sistem antar kerja yang meliputi pelayanan informasi pasar kerja, penyuluhan dan bimbingan
jabatan, dan perantaraan kerja. Terdapat tiga sistem penempatan kerja. Pertama, antar kerja lokal (AKL)
adalah sistem penempatan tenaga kerja dalam satu daerah kabupaten/kota atau lebih dalam satu provinsi.
Kedua, antar kerja antar daerah (AKAD) adalah sistem penempatan tenaga kerja antar daerah antar
provinsi. Ketiga, antar kerja luar negeri (AKAN) adalah sistem penempatan tenaga kerja ke luar negeri.

Dalam pelaksanaan penempatan kerja bagi pencari kerja, beberapa pihak yang terlibat dan bertanggung
jawab, yakni pemerintah, pelaksana penempatan swasta, dan bursa kerja khusus (BKK). Pemerintah
merupakan pelaksana penempatan kerja, umumnya melalui skema government to government atau G to
G untuk penempatan kerja luar negeri. Pelaksana penempatan swasta adalah lembaga berbadan hukum
yang mendapatkan izin tertulis untuk menempatkan tenaga kerja melalui sistem AKL, AKAD, dan
AKAN. Lembaga ini mendapatkan penawaran kerja berdasarkan kualifikasi kerja tertentu dari pemberi
kerja yang selanjutnya mencari pencari kerja potensial yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan.
Selanjutnya adalah BKK yang merupakan unit pelayanan pada satuan pendidikan menengah, pendidikan
tinggi, dan lembaga pelatihan kerja yang memberikan fasilitasi penempatan tenaga kerja bagi para
alumni. BKK juga dilarang menempatkan pencari kerja yang bukan alumni dan penempatan tenaga kerja
melalui sistem AKAN.

Mekanisme penempatan pada tiga sistem di atas telah diatur sedemikian rupa oleh pemerintah. Hal ini
berawal dari pencari kerja yang sedang mencari pekerjaan. Mereka harus mendatangi dinas tenaga kerja
kabupaten/kota dengan menyertakan beberapa dokumen syarat kerja yang meliputi:
1. Salinan KTP yang masih berlaku
2. Pas foto terakhir berukuran 3 x 4 sebanyak dua lembar
3. Salinan ijazah terakhir
4. Salinan sertifikat kompetensi kerja bagi yang sudah memiliki
5. Salinan surat keterangan pengalaman kerja

Pencari kerja akan dilayani oleh petugas antar kerja. Petugas akan melakukan wawancara kepada pencari
kerja untuk mengetahui bakat, minat dan kemampuan kerja. Setelah hal itu diselesaikan, pencari kerja
mendapatkan kartu tanda bukti pendaftaran pencari kerja atau formulir angkatan kerja I (AK I). Formulir
ini lazim disebut sebagai kartu kuning bagi kalangan pencari kerja. Selanjutnya, petugas antar kerja
mengisi formular angkatan kerja II (AK II) yang berisi informasi tentang pencari kerja. Formulir AK I
bagi pencari kerja berlaku hingga dua tahun dan akan terus dipantau dan diinformasikan mengenai pasar
kerja oleh petugas antar kerja dalam periode waktu tertentu.

Bagi pelaksana penempatan swasta atau pemberi kerja yang membutuhkan tenaga kerja, mereka dapat
mendaftarkan jenis jabatan lowongan yang tersedia ke dinas tenaga kerja kabupaten/kota. Pelaksana
penempatan swasta atau pemberi kerja akan menyampaikan kualifikasi dan kompetensi kerja yang
dibutuhkan kepada dinas. Selanjutnya, petugas antar kerja mengisi daftar ketersediaan lowongan kerja
yang dibutuhkan oleh pelaksanan penempatan swasta atau pemberi kerja ke dalam formulir angkatan
kerja III (AK III). Petugas antar kerja akan menganalisis antara permintaan kerja dan penawaran kerja
berdasarkan kualifikasi dan kompetensi kerja. Jika hasil identifikasi dan analisis sementara terdapat
kecocokan antara pencari kerja dan pelaksanan penempatan swasta atau pemberi kerja, maka dinas
tenaga kerja akan memanggil pencari kerja dengan menggunakan formulir angkatan kerja IV (AK IV).
Sementara, formulir pemanggilan kepada pelaksanan penempatan swasta atau pemberi kerja
menggunakan angkatan kerja V (AK V).

Setelah kedua belah pihak, pencari kerja dan pelaksanan penempatan swasta, menemukan kecocokan
dalam penyediaan jasa tenaga kerja dan mengisi jabatan yang dibutuhkan, kedua belah pihak
menandatangani perjanjian penempatan kerja. Namun, jika membutuhkan tenaga kerja merupakan
pemberi kerja langsung, maka antara pencari kerja dan pemberi kerja dapat langsung menandatangani
kontrak kerja. Perjanjian penempatan kerja dan perjanjian kerja selanjutnya disahkan oleh dinas tenaga
kerja kabupaten/kota. Proses selanjutnya adalah pencari kerja yang telah mendapatkan pekerjaan yang
tertuang di dalam perjanjian penempatan kerja dan/atau perjanjian kerja wajib mengikuti orientasi pra-
pemberangkatan. Di dalam orientasi pra-pemberangkatan diinformasikan mengenai perjanjian kerja dan
ruang lingkupnya; kondisi kerja, budaya kerja, dan lingkungan kerja; serta mental, disiplin dan etos
kerja.

Dalam hal kerja layak, pemerintah telah menetapkan aturan sedemikian rupa yang bertujuan untuk
melindungi pencari kerja maupun pekerja selama bekerja. Kondisi kerja yang dimaksud telah sesuai
dengan kebiasaan internasional yang disepakati bersama melalui core labour standard (standar inti
ketenagakerjaan), di mana hal itu mencakup:
1. Kebebasan berorganisasi dan membangun solidaritas kolektif
2. Anti kerja paksa dan perbudakan
3. Anti diskriminasi di tempat kerja
4. Bebas dari praktik kerja anak
5. Penyelenggaraan kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja

III. PRINSIP DAN MEKANISME PEREKRUTAN

A. Apa itu Perekrutan?


Istilah Perekrutan mencakup periklanan, penyebaran informasi, seleksi, pengangkutan, penempatan ke
pekerjaan dan – untuk pekerja migran – kembali ke negara asal jika berlaku. Ini berlaku untuk pencari
kerja maupun mereka yang sudah terikat dalam hubungan kerja

Istilah biaya perekrutan atau biaya terkait mengacu pada biaya atau biaya yang timbul dalam proses
perekrutan agar pekerja mendapatkan pekerjaan atau penempatan, tanpa memandang cara, waktu atau
lokasi pengenaan atau pemungutannya

Perekrut Tenaga Kerja mengacu pada layanan ketenagakerjaan publik dan agen ketenagakerjaan
swasta serta semua perantara lain atau sub-agen yang menawarkan layanan perekrutan dan penempatan
tenaga kerja. Perekrut tenaga kerja dapat mengambil berbagai bentuk, berlaba maupun nirlaba, atau
beroperasi di dalam atau di luar kerangka hukum dan peraturan

B. Prinsip dan Mekanisme Perekrutan Sesuai dengan Peraturan/Prinsip Umum Perekrutan


Prinsip Umum Perekrutan:
1. Perekrutan harus dilakukan dengan cara yang menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi
manusia yang diakui secara internasional, termasuk hak yang dinyatakan dalam standar
ketenagakerjaan internasional, dan khususnya hak atas kebebasan berserikat dan perundingan
bersama, serta pencegahan dan penghapusan kerja paksa, pekerja anak dan diskriminasi dalam
hal pekerjaan dan jabatan.
2. Perekrutan harus menjawab kebutuhan pasar tenaga kerja yang ada, dan tidak berfungsi sebagai
sarana untuk menggantikan atau mengurangi angkatan kerja yang ada, menurunkan standar
ketenagakerjaan, upah, atau kondisi kerja, atau merusak kerja layak.
3. Undang-undang dan kebijakan yang sesuai tentang ketenagakerjaan dan perekrutan harus
berlaku untuk semua pekerja, perekrut tenaga kerja dan pemberi kerja.
4. Perekrutan harus mempertimbangkan kebijakan dan praktik yang mendorong efisiensi,
transparansi, dan perlindungan bagi pekerja dalam prosesnya, misalnya pengakuan timbal-balik
keterampilan dan kualifikasi

C. Menolak perekrutan yang eksploitatif


Pasal 1 Ayat 7 UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang:
Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas
pada:
• pelacuran
• kerja atau pelayanan paksa
• perbudakan atau praktik serupa perbudakan
• penindasan
• pemerasan
• pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau;
• secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau
memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan
keuntungan baik materiil maupun immaterial

IV. PEKERJA DAN PEMBERI KERJA

A. Apa itu Pekerja (Pekerja di darat dan di laut)


Apa itu pekerja?
Definisi Pekerja menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU
Ketenagakerjaan): Pekerja/ buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain.

Selain itu, definisi Pekerja Migran Indonesia diatur di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017
Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UUPPMI) setiap warga negara Indonesia yang akan,
sedang, atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah Republik Indonesia.

Penempatan Pekerja
Pasal 33 UU Ketenagakerjaan, Penempatan tenaga kerja terdiri dari:
a. penempatan tenaga kerja di dalam negeri;
b. penempatan tenaga kerja di luar negeri.

Pasal 4 UU PPMI menyebutkan bahwa Pekerja migran Indonesia meliputi:


a. Pekerja Migran Indonesia yang bekerja pada Pemberi Kerja berbadan hukum;
b. Pekerja Migran Indonesia yang bekerja pada Pemberi Kerja Perseorangan atau rumah tangga;
dan
c. Pelaut awak kapal dan pelaut perikanan.

B. Siapa saja pemberi kerja


Definisi pemberi kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
adalah:
• orang perseorangan
• pengusaha
• badan hukum, atau
• badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain.

Secara spesifik juga diatur mengenai definisi pemberi kerja bagi pekerja migran berdasarkan Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yaitu:
• instansi pemerintah
• badan hukum pemerintah
• badan hukum swasta dan/atau
• perseorangan di negara tujuan penempatan yang mempekerjakan Pekerja Migran Indonesia.
C. Hak Pekerja
Hak-Hak pekerja diatur dalam :
Pasal 104 Setiap pekerja berhak menjadi anggota atau
UU Nomor 13 Tahun 2003 membentuk serikat tenaga kerja. Setiap pekerja
diperbolehkan untuk mengembangkan potensi kerja
sesuai dengan minat dan bakat. Pekerja juga
mendapatkan jaminan dari perusahaan dalam hal
keselamatan, kesehatan, moral, kesusilaan serta
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat
berdasarkan norma serta nilai keagamaan dan
kemanusiaan.

UU Nomor 13 Tahun 2003, UU Nomor 3 Pekerja berhak mendapatkan jaminan sosial yang berisi
Tahun 1992, UU Nomor 1 Tahun 1970, tentang kecelakaan kerja, kematian, hari tua hingga
Ketetapan Presiden Nomor 22 Tahun 1993, pemeliharaan kesehatan. Sekarang ini, implementasi
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun hak pekerja bidang jaminan sosial dan K3 adalah berupa
1993 dan Peraturan Menteri Nomor 4 BPJS. Anda sebagai pemilik perusahaan atau pemberi
Tahun 1993 dan UU Nomor 1 Tahun 1998 kerja wajib mendaftarkan setiap pekerja sebagai
anggota BPJS dalam rangka pemenuhan hak ini.

Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 1999 Pekerja berhak menerima upah yang layak.
Pasal 1 Ayat 1, UU Nomor 13 Tahun
2003, PP Tahun 1981, Peraturan Menteri
Nomor 1 Tahun 1999, Permenaker Nomor
1 Tahun 2017

UU Nomor 13 Tahun 2003, UU Nomor 13 Pekerja berhak membuat perjanjian kerja atau
Tahun 2003 perjanjian kerja bersama. Pekerja yang telah tergabung
dalam serikat pekerja memiliki hak untuk membuat
Perjanjian Kerja yang dilaksanakan berdasarkan proses
musyawarah.

Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor Setiap pekerja berhak mendapat perlindungan dan
907/Men.PHI-PPHI/X/2004 bantuan dari pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja
bilamana mengalami PHK secara tidak adil.

UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 76 Ayat 2 Perusahaan atau pengusaha dilarang mempekerjakan
perempuan hamil yang bisa berbahaya bagi
kandungannya dan dirinya sendiri.

UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 82 Ayat 2 Pekerja perempuan memiliki hak untuk cuti keguguran.
Selain itu, diatur juga perihal hak mendapatkan biaya
persalinan.

UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 83 Pekerja perempuan memiliki hak cuti menyusui.

UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 81 Pekerja perempuan memiliki hak cuti menstruasi.
Sedangkan hak dan kewajiban bagi calon dan pekerja migran diatur pada Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang
No.18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia:
a. Mendapatkan pekerjaan di luar negeri dan memilih pekerjaan sesuai dengan kompetensinya;
b. Memperoleh akses peningkatan kapasitas diri melalui pendidikan dan pelatihan kerja;
c. Memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja, tata cara penempatan, dan kondisi kerja
di luar negeri;
d. Memperoleh pelayanan yang profesional dan manusiawi serta perlakuan tanpa diskriminasi pada
saat sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja;
e. Menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianut;
f. Memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan penempatan
dan/atau kesepakatan kedua negara dan/atau Perjanjian Kerja;
g. Memperoleh pelindungan dan bantuan hukum atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan
martabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia dan di negara
tujuan penempatan;
h. Memperoleh penjelasan mengenai hak dan kewajiban sebagaimana tertuang dalam Perjanjian
Kerja;
i. Memperoleh akses berkomunikasi;
j. Menguasai dokumen perjalanan selama bekerja;
k. Berserikat dan berkumpul di negara tujuan penempatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di negara tujuan penempatan;
l. Memperoleh jaminan pelindungan keselamatan dan keamanan kepulangan Pekerja Migran
Indonesia ke daerah asal; dan/atau
m. memperoleh dokumen dan Perjanjian Kerja Calon Pekerja Migran Indonesia dan/atau Pekerja
Migran Indonesia.

Setiap Pekerja Migran Indonesia memiliki kewajiban:


a. Menaati peraturan perundang-undangan, baik di dalam negeri maupun di negara tujuan
penempatan;
b. Menghormati adat-istiadat atau kebiasaan yang berlaku di negara tujuan penempatan;
c. Menaati dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan Perjanjian Kerja; dan
d. Melaporkan kedatangan, keberadaan, dan kepulangan Pekerja Migran indonesia kepada
Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan penempatan

Setiap Keluarga Pekerja Migran Indonesia memiliki hak:


a. Memperoleh informasi mengenai kondisi, masalah, dan kepulangan Pekerja Migran Indonesia;
b. Menerima seluruh harta benda Pekerja Migran Indonesia yang meninggal di luar negeri;
c. Memperoleh salinan dokumen dan Perjanjian Kerja Calon Pekerja Migran Indonesia dan/atau
Pekerja Migran Indonesia; dan
d. memperoleh akses berkomunikasi.

D. Kewajiban Pekerja
Perusahaan memiliki hak yang tercantum dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Adapun hak Perusahaan yang menjadi kewajiban pekerja adalah sebagai berikut.
a. Perusahaan berhak atas hasil dari pekerjaan karyawan.
b. Perusahaan berhak untuk memerintah/mengatur pekerja atau tenaga kerja dengan tujuan
mencapai target.
c. Perusahaan berhak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh/pekerja jika
melanggar ketentuan yang telah disepakati sebelumnya.

E. Pemagangan
Pasal 1 Ayat 11 UU 13 Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang
Tahun 2003 tentang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan
Ketenagakerjaan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan
instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses
produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai
keterampilan atau keahlian tertentu.

Pasal 22 (1) UU No. 13 Pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian pemagangan antara
Tahun 2003 tentang peserta dengan pengusaha yang dibuat secara tertulis.
Ketenagakerjaan:

Pasal 22 Ayat (2) Perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang-
kurangnya memuat ketentuan hak dan kewajiban peserta dan pengusaha
serta jangka waktu pemagangan.

Pasal 22 Ayat (3) Pemagangan yang diselenggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dianggap tidak sah dan status
peserta berubah menjadi pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan.
Dengan status sebagai pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan,
maka berhak atas segala hal yang diatur dalam peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.

Hak dan Peserta Pemagangan Pengusaha


Kewajiban

Hak • memperoleh uang saku • berhak atas hasil kerja/jasa


dan/atau uang transpor peserta pemagangan
• memperoleh jaminan sosial • merekrut pemagang sebagai
tenaga kerja pekerja/buruh bila memenuhi
• memperoleh sertifikat apabila persyaratan
lulus di akhir program dari
perusahaan

Kewajiban • menaati perjanjian pemagangan • menyediakan uang saku


• mengikuti tata tertib program dan/atau uang transpor bagi
pemagangan, dan mengikuti peserta pemagangan
tata tertib perusahaan. • menyediakan fasilitas
pelatihan
• menyediakan instruktur, dan
perlengkapan keselamatan dan
kesehatan kerja

Jangka Jangka waktu pemagangan bervariasi sesuai dengan jangka waktu yang
Waktu diperlukan untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan dalam program
pelatihan pemagangan.

F. Mekanisme Pengaduan
Hubungan antara perusahaan dan pekerja tidak selamanya berjalan baik. Terkadang perusahaan dan
karyawan terlibat suatu perselisihan. Salah satu perselisihan yang sering kali terjadi adalah terkait
dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak.

Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (UU PPHI), Perselisihan pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai PHK yang dilakukan oleh salah satu pihak. Jika terjadi
perselisihan PHK para pihak sebaiknya tidak langsung membawa perselisihan ke Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI). Sebaiknya para pihak melakukan perundingan terlebih dahulu. Perundingan itu dapat
dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:
Perundingan Bipatrit Tripatit

Definisi Perundingan bipartit adalah Perundingan Tripartit Perundingan tripartit


perundingan antara pekerja/buruh atau merupakan penyelesaian perundingan lanjutan
serikat pekerja/serikat buruh dengan dari perundingan bipartit yang dianggap gagal.
pengusaha untuk menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial.
Semua jenis perselisihan hubungan
industrial, termasuk perselisihan PHK
wajib mengupayakan penyelesaiannya
melalui perundingan bipartit.

Cara • Perundingan bipartit dilakukan • Perundingan tripartit dilakukan dengan cara


secara musyawarah untuk melibatkan pihak ketiga yang menjadi
mencapai mufakat. perantara dalam penyelesaian perselisihan
PHK.
• Perundingan tripartit dilakukan dengan dua
• Jika perundingan bipartit para cara sebagai berikut:
pihak telah mencapai kata sepakat, 1. Mediasi
maka selanjutnya para pihak Mediasi merupakan penyelesaian
membuat perjanjian bersama. perselisihan melalui musyawarah yang
Kemudian perjanjian bersama Itu ditengahi oleh mediator. Mediator itu
didaftarkan kepada PHI setempat. merupakan pegawai instansi pemerintah
Namun jika salah satu pihak ada yang bertanggung jawab dibidang
yang menolak atau tidak mencapai ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-
kata sepakat, maka perundingan syarat sebagai mediator yang ditetapkan
dianggap gagal. oleh Menteri Ketenagakerjaan. Jika
mediasi berhasil, maka dibuat perjanjian
bersama yang ditandatangani oleh para
pihak dan disaksikan oleh mediator
serta didaftar di pengadilan hubungan
industrial pada pengadilan negeri di
wilayah hukum pihak-pihak
mengadakan perjanjian bersama untuk
mendapatkan akta bukti pendaftaran.
2. Konsiliasi
Konsiliasi merupakan penyelesaian
perselisihan melalui musyawarah yang
ditengahi oleh seorang atau lebih
konsiliator. Konsiliator adalah seorang
atau lebih yang memenuhi syarat-syarat
sebagai konsiliator ditetapkan oleh
Menteri Ketenagakerjaan. Konsiliator
wajib memberikan anjuran tertulis
kepada para pihak yang berselisih. Jika
kedua perundingan tersebut telah
dilaksanakan dan belum menemukan
kesepakatan, maka dapat dilanjutkan
dengan mengajukan gugatan ke PHI.
Namun perlu diketahui, bagi pengusaha
dan karyawan diharuskan melakukan
segala upaya untuk menghindari PHK.
Apabila segala upaya telah dilakukan
dan PHK tidak dapat dihindari, maka
kedua perundingan dapat digunakan
untuk menyelesaikan perselisihan PHK.

Jangka Pelaksanaan perundingan bipartit harus Mediator dan konsiliator wajib menyelesaikan
Waktu diselesaikan paling lama 30 hari kerja. tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30
hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan
penyelesaian perselisihan.

V. MENGENAL TENTANG PERBUDAKAN MODERN

Apa itu Perbudakan Modern?


Perbudakan modern merupakan istilah umum yang digunakan untuk menyebut ragam bentuk
eksploitasi. Perbudakan modern mencakup serangkaian konsep hukum mengenai perdagangan orang,
kerja paksa, jeratan hutang, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, dan pernikahan paksa. Dalam
pembahasan kali ini, kita akan mendiskusikan mengenai perdagangan orang dan kerja paksa.

Apa itu perdagangan Orang?


Mendengar istilahnya saja cukup bagi kita untuk langsung tahu bahwa, tindak pidana perdagangan orang
merupakan kejahatan yang keji. Kendati ada motif ekonomi di dalamnya, namun objek atau korban
perdagangan orang ini adalah manusia. Untuk itu, tindak pidana perdagangan orang termasuk kejahatan
kemanusiaan karena melanggar harkat, martabat, dan hak asasi manusia.

Kejahatan perdagangan orang merupakan fenomena global. Operasi kejahatan ini dilakukan secara
sistematis, terorganisir, dan lintas batas negara. Pada November 2022, Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan konvensi untuk melawan kejahatan transnasional yang
terorganisasi atau disebut United Nations Convention against Transnational Organized Crime
(UNTOC). Konvensi ini kemudian dilengkapi dengan tiga protokol yang dikenal dengan Protokol
Palermo. Ketiga protokol ini menargetkan bidang tertentu dan manifestasi dari kejahatan terorganisir
yaitu:
1. Protokol untuk Mencegah, Menekan, dan Menghukum Perdagangan Orang, khususnya
Perempuan dan Anak;
2. Protokol untuk Melawan Penyeludupan Migran melalui Darat, Laut, dan Udara;
3. Protokol untuk Menentang Pembuatan dan Perdagangan Gelap Senjata Api, Suku Cadang dan
Komponennya serta Amunisi.

Indonesia telah meratifikasi konvensi UNTOC dan mengesahkannya melalui Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2009 tentang Pengesahan Protokol untuk Mencegah,
Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, terutama Perempuan dan Anak, Melengkapi Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi. Dua tahun
sebelumnya, Indonesia sebenarnya telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO).

Pada UU Nomor 21 Tahun 2007, Perdagangan Orang didefinisikan sebagai:


“Tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan
seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan,
pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau
memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang
kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk
tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.”

Beranjak dari definisi di atas, terdapat tiga unsur dalam kejahatan perdagangan orang, yakni proses,
sarana, dan tujuan.
PROSES perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, dan penerimaan
calon korban

SARANA ancaman, kekerasan, penculikan, penyekapan, penipuan, jerat hutang, pemalsuan


dokumen, informasi palsu, hingga penyalahgunaan kekuasaan

TUJUAN eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Dalam UU TPPO juga disebutkan eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban
yang meliputi tetapi tidak terbatas pada:
• pelacuran
• kerja atau pelayanan paksa
• perbudakan atau praktik serupa perbudakan
• penindasan
• pemerasan
• pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau;
• secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau
memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan
keuntungan baik materiil maupun immaterial

Pada praktiknya ada beragam modus untuk menjebak korban perdagangan orang melalui penculikan,
iming-iming perekrutan kerja dengan gaji besar, perekrutan pekerja migran, kawin kontrak, atau juga
penipuan program magang atau berbagai modus yang seringkali dilakukan melalui media sosial.

Lalu, dalam konteks migrasi ketenagakerjaan, kita perlu mengantisipasi ciri TPPO yang mungkin
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
• Perekrutan di bawah umur ( < 18 tahun);
• Perekrutan tanpa izin orang tua/wali;
• Pemalsuan dokumen / data diri;
• Perekrutan kerja tanpa surat kontrak kerja & penempatan;
• Penempatan hanya berbekal paspor dengan visa kunjungan;
• Penempatan oleh perseorangan, bukan perusahaan yang mempunyai izin dari Kementerian
Tenaga Kerja;
• Dipindahkan ke majikan lain tanpa kontrak kerja;
• Pembebanan biaya berlebih melebihi nilai yang ditetapkan oleh pemerintah (over charging).

Siapa yang bisa menjadi pelaku dan korban?


Siapa sangka, dalam praktik kejahatan perdagangan orang, siapa pun bisa menjadi pelaku. Tak terkecuali
orang terdekat atau keluarga. Dalam kasus TPPO, mayoritas korban merupakan perempuan dan anak.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa laki-laki juga bisa menjadi korban.

Dalam siaran pers Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA)
bernomor B-265/SETMEN/HM.02.04/07/2021 menyebutkan bahwa kasus TPPO pada tahun 2020
mengalami peningkatan hingga 62,5 persen. Dalam laporan lima tahunan Gugus Tugas Pencegahan dan
Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GTPP-TPPO) pada tahun 2015-2019 menunjukkan
bahwa terdapat 2.648 korban perdagangan orang yang terdiri dari 2.319 perempuan dan 329 laki-laki.

Pada tahun 2020, berdasarkan catatan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), jumlah
permohonan perlindungan saksi TPPO meningkat sebesar 15,3 persen.Menurut data International
Organization for Migrations (IOM) menunjukkan bahwa kasus TPPO pada masa pandemi Covid-19
meningkat sebesar 154 kasus. Data tersebut menunjukkan, bahwa pada masa pandemi Covid-19 dimana
dilakukan pembatasan pergerakan hampir di semua tempat, kasus TPPO justru semakin meningkat.
Apa itu Kerja Paksa?
Kerja Paksa merupakan antitesis dari konsep kerja layak. Dalam Konvensi Organisasi Perburuhan Dunia
(ILO) Nomor 29 Tahun 1930 pasal 2, kerja paksa didefinisikan sebagai:
“Semua pekerjaan atau jasa yang diminta dari siapapun dibawah ancaman denda dan untuk mana
orang tersebut tidak pernah menawarkannya secara sukarela.”

Kemudian, Konvensi ILO Nomor 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa juga disetujui dalam
Konferensi Ketenagakerjaan Internasional pada 25 Juni 1957. Pada konvensi ini meminta kepada semua
negara anggota ILO untuk melarang dan menghapuskan kerja paksa yang digunakan untuk:
1. alat penekanan atau pendidikan politik atau sebagai hukuman atas pemahaman atau
pengungkapan pandangan politik atau ideologi yang bertentangan dengan sistem politik, sosial,
dan ekonomi yang berlaku;
2. cara mengerahkan dan menggunakan tenaga kerja untuk tujuan pembangunan ekonomi;
3. alat untuk mendisiplinkan pekerja;
4. hukuman atas keikutsertaan dalam pemogokan;
5. cara melakukan diskriminasi atas dasar ras, sosial, kebangsaan, atau agama.

Sebagai anggota ILO sejak tahun 1950, Indonesia telah meratifikasi konvensi ILO Nomor 105 Tahun
dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 tentang Penghapusan Kerja Paksa.

11 Indikator Kerja Paksa menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO)

1. Penyalahgunaan Kerentanan
Siapapun bisa menjadi korban kerja paksa. Kerentanan bisa muncul karena ketidaktahuan atau
pengetahuan atas bahasa, aturan dan hukum. Kerentanan juga berarti orang hanya memiliki sedikit
pilihan atas mata pencaharian atau berasal dari kelompok minoritas. Kerja paksa terjadi ketika majikan
atau pemberi kerja mengambil keuntungan dari kerentanan-kerentanan itu, misalnya memaksakan jam
kerja yang berlebih atau menahan upah.

2. Penipuan
Penipuan berarti kenyataan atau apa yang didapatkan tidak sesuai dengan yang dijanjikan kepada
pekerja, baik secara lisan maupun tertulis. Korban kerja paksa seringkali dijanjikan pekerjaan dan upah
yang layak. Tetapi, ketika sudah bekerja hal-hal yang dijanjikan tersebut tidak terwujud. Untuk itu, calon
pekerja migran harus selalu memastikan perjanjian kerja dan perjanjian penempatan. Konfirmasi
kebenaran tawaran pekerjaan ke instansi atau lembaga yang berwenang.

3. Pembatasan Ruang Gerak


Pekerja paksa tidak hanya terjadi dalam kondisi kita dikurung dalam ruang kerja dan tidak diperbolehkan
keluar. Pembatasan ruang gerak juga berarti kita tidak leluasa untuk melakukan mobilitas di ruang kerja,
seperti selalu diawasi dan diikuti ketika di luar tempat kerja. Pembatasan hanya boleh terjadi untuk
memastikan keselamatan dan keamanan pekerja di tempat kerjanya dari hal-hal yang berbahaya.

4. Diisolasi
Poin ini hampir mirip dengan poin sebelumnya tentang pembatasan ruang gerak. Diisolasi berarti
dijauhkan dari ruang-ruang sosial dan akses keseharian. Seorang korban kerja paksa ditempatkan di
tempat terpencil dan dilarang melakukan kontak dengan dunia luar. Termasuk juga dilarang untuk
menggunakan alat komunikasi. Kondisi ini bisa terjadi pada tempat kerja yang ilegal.

5. Kekerasan Fisik dan Seksual


Poin ini sudah sangat jelas. Pekerja paksa dapat mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual. Kekerasan
juga termasuk memaksa pekerja untuk menggunakan atau mengonsumsi alkohol, narkoba, atau makanan
yang tidak diperbolehkan.
6. Intimidasi dan Ancaman
Ancaman dan intimidasi juga termasuk dalam kategori kekerasan. Kasus-kasus kekerasan berupa
ancaman rentan terjadi pada pekerja yang tidak berdokumen atau dokumennya ditahan, seperti ancaman
dilaporkan ke pihak berwajib ketika tidak mau melakukan sebuah pekerjaan atau sejenisnya. Kekerasan
juga bersifat psikologis seperti paksaan, hinaan, meremehkan, atau menciptakan kondisi-kondisi
ketakutan bagi pekerja.

7. Penahanan Dokumen Identitas Pribadi


Penahanan dokumen dan identitas pribadi oleh pemberi kerja atau perusahaan penempatan tidak
diperbolehkan. Hal tersebut membuat pekerja berada dalam kondisi rentan dan sulit untuk mengakses
berbagai layanan. Penahanan dokumen pribadi sering terjadi. Jadi, jangan pernah bersedia untuk
menyerahkan dokumen pribadimu kepada pemberi kerja.

8. Pemotongan Upah
Pemotongan, penahanan, atau upah yang tidak teratur dibayarkan menjadi indikasi terjadinya kerja
paksa. Semakin nyata sebuah praktik kerja paksa apabila upah sengaja ditahan untuk memaksa pekerja
tetap tinggal bekerja.

9. Jerat Hutang
Jeratan hutang yang mengikat menunjukkan ketikdaseimbangan hubungan kuasa antara pekerja dengan
pemberi kerja atau perusahaan penempatan kerja. Hutang juga bisa timbul untuk menutupi biaya
perekrutan, transportasi, atau layanan kesehatan. Perlu dipahami bahwa beban pembiayaan perekrutan
tidak seharusnya ditanggung oleh pekerja.

10. Pekerjaan dan Tempat Tinggal yang Tidak Layak


Korban kerja paksa dipaksa untuk bertahan hidup dan bekerja pada kondisi yang merendahkan atau
berbahaya. Pekerja paksa ditempatkan pada kondisi yang tidak layak, tempat tinggal yang sesak dan
tidak sehat atau tidak adanya ruang privasi. Kondisi tidak layak seringkali “diterima” karena kurangnya
alternatif pekerjaan. Namun, kondisi tidak layak seharusnya menjadi peringatan terjadinya paksaan dan
eksploitasi.

11. Jam Kerja Berlebih


Pekerja paksa mungkin berada pada situasi jam kerja yang berlebihan atau dipaksa bekerja di luar waktu
yang disepakati atau diatur dalam hukum. Termasuk tidak diberikannya waktu istirahat atau hari libur
pada akhir pekan. Seorang pekerja yang dipaksa melakukan pekerjaan melebihi waktu kerjanya tanpa
ada kesepakatan dan upah lembur, inilah kerja paksa.

Sumber: https://buruhmigran.or.id/
Lampiran 1
Daftar Kontak Pengaduan Pemerintah dan Non-Pemerintah (khusus Jawa)
A. Pemerintah

Kementerian
Ketenagakerjaan

Dinas Ketenagakerjaan

Banten

ALAMAT : Jl. KH.Syech Nawawi Al-Bantani Palima Kota Serang


Prov. Banten TELP : (0254) 267111
FAX :–
EMAIL : ppid.disnakertrans@bantenprov.go.id
WEBSITE : disnakertrans.bantenprov.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Raya Parahu, Parahu, Sukamulya, Tangerang, Banten


Kab. Tangerang 15610
TELP : (021) 55798228
FAX :–
EMAIL : disnaker.tangerangkab.go.id
WEBSITE : tangerangkab.go.id/disnaker
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jalan Perintis Kemerdekaan II No.1, Cikokol, Babakan,


Kota Tangerang Tangerang, Babakan, Kec. Tangerang, Kota Tangerang, Banten 15111
TELP : (021) 55798228
FAX : (021) 55798228
EMAIL :–
WEBSITE : disnaker.tangerangkota.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

Jawa Barat

ALAMAT : Jalan Soekarno Hatta No.532, Sekejati, Buahbatu, Sekejati,


Prov. Jawa Barat Buahbatu, Kota
Bandung, Jawa Barat 40286
TELP : (022) 7507284
FAX : (022) 7507284
EMAIL : disnakertrans@jabarprov.go.id
WEBSITE : disnakertrans.jabarprov.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. DR. Sumeru No.33, Kb. Klp., Bogor Tengah, Kota Bogor,
Kab. Bogor Jawa Barat 16125
TELP : (0251) 7568630
FAX : (0251) 7568630
EMAIL : disnakertrans@kotabogor.go.id
WEBSITE : disnakertrans.kotabogor.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Dr. Cipto Mangunkusumo No. 01, Pekiringan, Kesambi,


Kab. Cirebon Kota Cirebon,
Jawa Barat 45131
TELP : (0231) 203622
FAX :–
EMAIL : disnaker@cirebonkota.go.id
WEBSITE : disnaker.cirebonkota.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Gatot Subroto Nomor 1, Indramayu, Pekandangan, Kec.


Kab. Indramayu Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat 45216
TELP : 0234 274382
FAX :–
EMAIL : disnaker.imy.gatsu@gmail.com
WEBSITE : disnaker.indramayukab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Warungbambu, Karawang Tim., Kabupaten Karawang,


Kab. Karawang Jawa Barat 41371
TELP : (0267) 432008
FAX : (0267) 432008
EMAIL :–
WEBSITE : disnakertrans.karawangkab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jalan RE.Martadinata KM.6, Kuningan 45573


Kab. Kuningan TELP : (0232)-871661
FAX : (0232)-871661
EMAIL : info@disnakertrans.kuningankab.go.id
WEBSITE : disnakertrans.kuningankab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Siliwangi No.73, Kahuripan, Tawang, Tasikmalaya, Jawa


Kab. Tasikmalaya Barat 46115
TELP : (0265) 313997
FAX : (0265) 313997
EMAIL : disnaker.kotatasik@gmail.com
WEBSITE : disnaker.tasikmalayakota.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. R.A.A. Marta Negara No.4, Turangga, Lengkong, Kota


Kota Bandung Bandung, Jawa Barat 40264
TELP : (022) 7313130 / (022) 7313130
FAX :–
EMAIL : disnaker@bandung.go.id
WEBSITE : disnaker.bandung.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Gerilya Pamongkoran Banjar Jawa Barat 46311


Kota Banjar TELP :–
FAX :–
EMAIL :–
WEBSITE : dinsosnaker.banjarkota.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Jend. Ahmad Yani No.13, Marga Jaya, Bekasi Sel., Kota
Kota Bekasi Bks, Jawa Barat 17141
TELP : (021) 8852144
FAX : (021) 8852144
EMAIL :–
WEBSITE : disnaker.bekasikota.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

Jawa Tengah

ALAMAT : Jalan Pahlawan 16, Pleburan, Semarang Selatan, Pleburan,


Prov. Jawa Tengah Semarang Sel., Kota Semarang, Jawa Tengah 50241
TELP : (024) 8311713
EMAIL : disnakertrans@jatengprov.go.id
WEBSITE: disnakertrans.jatengprov.go.id
JAM BUKA: Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jalan Letnan Karjono No. 193, Krandegan, Banjarnegara,


Kab. Banjarnegara Parakancanggah, Kec. Banjarnegara, Banjarnegara, Jawa Tengah 53412
TELP : (0286) 591189
FAX :–
EMAIL :–
WEBSITE : dinsosnakertrans.banjarnegarakab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Kol Sugiono No.17, Purwanegara, Purwokerto Tim.,


Kab. Banyumas Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah 53116
TELP : (0281) 632338
FAX : (0281) 7772505
EMAIL :–
WEBSITE : dinnakerkopukm.banyumaskab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Bhayangkara Baru No.105, Bintoro, Kabupaten Demak,


Kab. Demak Jawa Tengah 59515
TELP : (0291) 681142
FAX : (0291) 685262
EMAIL :–
WEBSITE : dinnakerind.demakkab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Bhayangkara Baru No.105, Bintoro, Kabupaten Demak,


Kab. Grobogan Jawa Tengah 59515
TELP : (0291) 681142
FAX : (0291) 685262
EMAIL :–
WEBSITE : dinnakerind.demakkab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Cendrawasih No.28, Tamanwinangun, Kec. Kebumen,


Kab. Kebumen Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah 54313
TELP : (0287) 381462
FAX : (0287) 381462
EMAIL : Disnakerkukm@kebumenkab.go.id
WEBSITE : disnakerkukm.kebumenkab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Raya Soekarno – Hatta No.62, Pakauman, Kendal,


Kab. Kendal Kabupaten Kendal, Jawa Tengah 51319
TELP : (0294) 381275
FAX : (0294) 381275
EMAIL : naker.kabkendal@gmail.com
WEBSITE : disnaker.kendalkab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (07.00 – 14.00 WIB)

ALAMAT : Jl. A. Yani No.319, Kramat Sel., Magelang Utara, Kota


Kab. Magelang Magelang, Jawa Tengah 59155
TELP : (0293) 362860
FAX : (0293) 362860
EMAIL : disnakertransos_kota_magelang@yahoo.com
WEBSITE : disnaker.magelangkota.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jalan Panglima Sudirman No.70, Pati Kidul, Pati, Pati Kidul,
Kab. Pati Kec. Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah 59114
TELP : (0295) 381471
FAX :–
EMAIL : disnaker@patikab.go.id
WEBSITE : disnaker.patikab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jalan Letjend S. Parman No. 5, Bancar, Kec. Purbalingga,


Kab. Purbalingga Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah 53316
TELP : (0281) 894861
FAX :–
EMAIL :–
WEBSITE : dinnaker.purbalinggakab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Kyai Brengkel No. 13 – 15, Baledono, Kec. Purworejo,


Kab. Purbalingga Baledono, Kec. Purworejo, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah 54119
TELP : (0275) 321070
FAX :–
EMAIL : dinperinaker@purworejokab.go,id
WEBSITE : dinperinaker.purworejokab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Kyai Brengkel No. 13 – 15, Baledono, Kec. Purworejo,


Kab. Purworejo Baledono, Kec. Purworejo, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah 54119
TELP : (0275) 321070
FAX :–
EMAIL : dinperinaker@purworejokab.go,id
WEBSITE : dinperinaker.purworejokab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)
ALAMAT : Jl. Raya Rembang – Blora, Ngotet, Kec. Rembang,
Kab. Rembang Kabupaten Rembang, Jawa Tengah 59219
TELP : (0295) 691349
FAX : (0295) 691349
EMAIL : pm.kab.rembang@gmail.com
WEBSITE : dpmptspnaker.rembangkab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Ki Penjawi No.12a, Sidorejo Lor, Sidorejo, Kota


Kab. Salatiga Salatiga, Jawa Tengah 50714
TELP : (0298) 313492
FAX :–
EMAIL :–
WEBSITE : dinsosnakertrans-salatiga.hol.es
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 15.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Pemuda No.7, Ungaran, Ungaran Bar., Semarang, Jawa


Kab. Semarang Tengah 50511
TELP : (024) 6921160
FAX : (024) 6925222
EMAIL :–
WEBSITE : disnaker.semarangkab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Brigjend Slamet Riyadi No.306, Sriwedari, Laweyan,


Kab. Surakarta Kota Surakarta, Jawa Tengah 57141
TELP : (0271) 714800
FAX : (0271) 714800
EMAIL : disnakerperin@surakarta.go.id
WEBSITE : disnakerperin.surakarta.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Dr. Soetomo No. 12, Slawi, Kab. Tegal


Kab. Tegal TELP : 08283491784
FAX :–
EMAIL :–
WEBSITE : disperinnaker.tegalkab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jalan Gajah Mada No. 76, Sidorejo, Temanggung, Sidorejo,


Kab. Temanggung Kec. Temanggung, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah 56221
TELP : (0293) 491949
FAX : (0293) 491949
EMAIL :–
WEBSITE : disnaker.temanggungkab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Pemuda 1 No.5, Giripurwo, Kec. Wonogiri, Kabupaten


Kab. Wonogiri Wonogiri, Jawa Tengah 57612
TELP : (0273) 321029
FAX :–
EMAIL :–
WEBSITE : disnakerwonogiri.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)
ALAMAT : Jl. A. Yani No. 83, Jaraksari, Kecamatan Wonosobo,
Kab. Wonosobo Jaraksari, Kec. Wonosobo, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah 56314
TELP : (0286) 321338
FAX : (0286) 321338
EMAIL : diskominfo.wonosobo@gmail.com
WEBSITE : disnakerintrans.wonosobokab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Hos Cokroaminoto, Kuripan Lor, Pekalongan Sel., Kota


Kota Pekalongan Pekalongan, Jawa Tengah 51136
TELP : (0285) 425287
FAX :–
EMAIL :–
WEBSITE : dinsosnakertrans.pekalongankota.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

Jawa Timur

ALAMAT : Jl. KH. Agus Salim No. 9 Banyuwangi


Kab. Banyuwangi TELP : +62 333 421135
FAX :–
EMAIL : nakertrans@banyuwangikab.go.id
WEBSITE : http://nakertrans.banyuwangikab.go.id/
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Jawa No. 64 Blitar


Kab. Blitar TELP : (0342) 801292 Fax. (0342) 804422
FAX :–
EMAIL : dinsosnaker@blitarkota.go.id
WEBSITE : dinsosnaker.blitarkota.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : JL. BASUKI RAHMAT NO. 04 BOJONEGORO


Kab. Bojonegoro TELP : (0353) 3412556
EMAIL : dinperinaker.bojonegoro@gmail.com
WEBSITE : http://dinperinaker.bojonegorokab.go.id/
FAX : (0353) 3412556
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 233 Gresik


Kab. Gresik TELP : 031-3953159
FAX : 031-3953159
EMAIL : info@disnaker-gresik.or.id
WEBSITE : www.disnaker-gresik.or.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Jaksa Agung Suprapto, Sukoanyar, Kec. Lamongan,


Kab. Lamongan Kabupaten Lamongan, Jawa Timur 62218
TELP : 0322-321704
FAX :–
EMAIL :–
WESITE : http://lamongankab.go.id/disnaker/
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)ALAMAT: Jalan
Bolodewo No. 8 Kota Madiun
TELP: (0351)454288
FAX : –
EMAIL: Naker.Madiunkota@gmail.com
WEBSITE: disnaker.madiunkota.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT: Jalan Bolodewo No. 8 Kota Madiun


Kab. Madiun TELP: (0351)454288
FAX : –
EMAIL: Naker.Madiunkota@gmail.com
WEBSITE: disnaker.madiunkota.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : JL. Mayjen. Sungkono, No. 12, 63319, Sukowinangun, Kec.


Kab. Magetan Magetan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur 63319
TELP : (0351) 895195
FAX : (0351) 895195
EMAIL : disnaker@magetan.go.id
WEBSITE : disnaker.magetan.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Bhayangkara No.42, Jagalan, Magersari, Kota


Kab. Mojokerto Mojokerto, Jawa Timur 61321
TELP : (0321) 321439
FAX : (0321) 593581
EMAIL :–
WEBSITE : disnaker.mojokertokab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Budi Utomo No.12, Ronowijayan, Siman, Kabupaten


Kab. Ponorogo Ponorogo, Jawa Timur 63471
TELP : (0352) 481931
FAX : (0352) 481931
EMAIL :–
WEBSITE : disnaker.ponorogo.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Raya Jati No.4, Jati, Kec. Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo,
Kab. Sidoarjo Jawa Timur 61226
TELP : (031) 8946664
FAX :–
EMAIL :–
WEBSITE : dinsosnaker.sidoarjokab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Trunojoyo, Kedungpedaringan, Kepanjen, Malang,


Kota Malang Jawa Timur 65163
TELP : (0341) 393933
FAX : (0341) 393933
EMAIL : disnakertrans@malangkota.go.id
WEBSITE : disnaker.malangkota.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Jemursari Tim. II No.2, Jemur Wonosari, Wonocolo,


Kota Surabaya Kota SBY, Jawa Timur 60237
TELP : (031) 8481040
FAX :–
EMAIL : disnaker.surabaya@yahoo.com
WEBSITE : disnaker.surabaya.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

Yogyakarta

ALAMAT : Jl. Ringroad Utara, Maguwoharjo, Kec. Depok, Kabupaten


Prov. Yogyakarta Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55282
TELP : (0274) 885147
FAX : (0274) 885147
EMAIL : disnakertrans@jogjaprov.go.id
WEBSITE : www.nakertrans.jogjaprov.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Gatot Subroto No.44, Ringinharjo, Kec. Bantul, Bantul,


Kab. Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta 55711
TELP : (0622) 74367277
FAX : (0622) 74367277
EMAIL : disnakertrans@bantulkab.go.id
WEBSITE : disnakertrans.bantulkab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Sugiman, NO. 03, Wates, Margosari, Pengasih,


Kab. Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta 55651
TELP : (0274) 774639
FAX : (0274) 774639
EMAIL : nakertrans@kulonprogokab.go.id
WEBSITE : nakertrans.kulonprogokab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

ALAMAT : Jl. Parasamya, Beran, Tridadi, Sleman, DI Yogyakarta


Kab. Sleman TELP : 0274-868429
FAX : 0274-868429
EMAIL :–
WEBSITE : disnaker.slemankab.go.id
JAM BUKA : Senin – Jum’at (08.00 – 16.00 WIB)

Badan Pelindungan ALAMAT : Jalan MT Haryono Kav 52, Pancoran, Jakarta Selatan 1277
Pekerja Migran TELP : (021) 29244810
Indonesia TELP Halo PMI : 08001000
FAX : (021) 29244810
TELP (luar negeri) : 6221 29244800
EMAIL : halotki@bp2mi.go.id
WEBSITE :BP2MI | BADAN PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN
INDONESIA
FACEBOOK : https://www.facebook.com/bp2mi.ri

UPT BP2MI Wilayah Jakarta, Jl. Pengantin Ali I No. 71, Ciracas, Jakarta Timur, Provinsi DKI
DKI Jakarta Jakarta, Tlp. 021- 87781840, Fax. 021- 87781841

UPT BP2MI Wilayah Serang, Jl. Ciwaru Raya Komp. Depag No. 2, Serang, Provinsi Banten,
Banten Tlp. 0254-204970, Fax. 0254-207963
UPT BP2MI Wilayah Bandung, Jl. Soekarno Hatta No. 587 Kiara Condong, Bandung, Provinsi
Jawa Barat Jawa Barat, 40234, Tlp/Fax. 022-7336965

UPT BP2MI Wilayah Yogyakarta, Jl. Sambisari No. 311A Juwangen, Purwomatani, Kalasan,
DI Yogyakarta Sleman, Yogyakarta, Tlp: 0274-497403, Fax. 0274-497442

UPT BP2MI Wilayah Semarang, Jl. Kalipepe III/64 Pundak Payung, Semarang, Provinsi Jawa
Jawa Tengah Tengah, 50236, Tlp. 024-70799273, Fax. 024-7477223

Infest https://www.infest.or.id

Non Pemerintah Solidaritas Perempuan https://www.solidaritasperempuan.org

Serikat Buruh Migran Indonesia https://sbmi.or.id


DAFTAR PUSTAKA

[1] Carmody, P. Labor Market. International Encyclopedia of Human Geography, 2009, hal. 79-84.
https://doi.org/10.1016/B978-008044910-4.00195-4
[2] Key Indicators of the Labour Market, Ninth edition, Geneva, International Labour Office, 2016.
[3] Lihat pasal 69 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
[4] Lihat informasi lebih rinci di website Badan Pusat Statistik melalui pranala berikut ini Badan Pusat
Statistik (bps.go.id)
[5] Payaman, Simanjutak, 2022, Undang-undang yang baru tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh:
Buku Pedomoan. Kantor Perburuhan Internasional, Jakarta,
https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/%40asia/%40ro-bangkok/%40ilo-
jakarta/documents/publication/wcms_120055.pdf
[6] Untuk lebih lengkap baca artikel Sidharta, Semiotika Terminologi Tenaga Kerja,, Buruh, Pekerja,
Pegawai, dan Karyawan, 2015. https://business-law.binus.ac.id/2015/05/01/semiotika-terminologi-
tenaga-kerja-buruh-pekerja-pegawai-dan-karyawan/
[7] Lihat Pasal 1 angka (6) Peraturan Preseiden Nomor 36 tahun 2020 tentang Pengembangan
Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja
[8] Lihat Pasal 1 angka (2) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2016 tentang Sistem
Standardisasi Kompetensi Kerja Nasional
[9] Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional
[10] Untuk informasi lebih lanjut mengenai SKKNI, silakan telusuri melalui pranala berikut ini
https://skkni.kemnaker.go.id/
[11] Modul ILO Prinsip umum dan pedoman operasional untuk perekrutan yang adil dan definisi biaya
perekrutan dan biaya terkait. Lihat https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/publication/wcms_799652.pdf
[12] United Nations. United Nations Convention againts Transnational Organized Crime. Diakses pada Senin,
22 Agustus 2022. https://www.unodc.org/unodc/en/organized-crime/intro/UNTOC.html
[13] Rilis Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak. (2021). KemenPPA: Perempuan dan Anak Banyak
Menjadi Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang. Diakses pada 7 Juli 2022.
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/3309/kemen-pppa-perempuan-dan-anak-banyak-
menjadi-korban-tindak-pidana-perdagangan-orang
[14] kompas.id. (2021, 13 Agustus). Data dan Fakta Perdagangan Orang di Indonesia. Diakses pada 6 Juli
2022. https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/data-dan-fakta-perdagangan-orang-di-indonesia
[15] ILO. K-29 Konvensi Kerja Paksa atau Wajib Kerja, 1930. Diakses pada 6 Juli 2022.
https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/legaldocument/wcms_124556.pdf

Anda mungkin juga menyukai