Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perguruan tinggi merupakan wadah pembelajaran bagi mahasiswa untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan dan menciptakan calon pemimpin bangsa

yang berkualitas. Perguruan tinggi memiliki peran penting untuk melahirkan

sumber daya manusia yang unggul. Individu yang berperan sebagai peserta

didik di perguruan tinggi disebut dengan mahasiswa. Siswoyo (2007)

mengemukakan bahwa mahasiswa merupakan individu yang sedang menuntut

ilmu ditingkat perguruan tinggi negeri maupun swasta. Yusuf (2012)

mengemukakan bahwa mahasiswa dikategorikan pada usia 18 sampai 25

tahun. Usia tersebut tergolong masa remaja akhir hingga dewasa awal yang

dilihat dari tugas perkembangan pada masa ini adalah pemantapan pendirian

hidup.

Amelia, Arief, dan Hidayat (2019) mengemukakan bahwa mahasiswa yang

berkualitas dituntut menjadi manusia yang disiplin, cerdas, kreatif,

menghargai waktu, dan bertanggung jawab atas tugas-tugasnya. Sulaiman dan

Zakaria (2010) mengemukakan bahwa mahasiswa harus bijak dalam

mengelola waktu karena dalam satu hari individu diberikan jumlah waktu

yang sama untuk memenuhi kebutuhan. Mahasiswa sering mengatakan tidak

punya waktu, tidak cukup waktu, terlalu sibuk, dan alasan lainnya untuk

menunda tanggung jawab. Mahasiswa yang tidak segera memulai

1
mengerjakan tugas merupakan aspek dari perilaku menunda. Perilaku

menunda mengerjakan dan menyelesaikan tugas disebut dengan prokrastinasi.

Brown dan Holzman (1995) mengemukakan bahwa prokrastinasi

merupakan perilaku menunda-nunda menyelesaikan tugas. Knaus (2010)

mengemukakan bahwa prokrastinasi merupakan perilaku menunda untuk

mengerjakan aktivitas penting. Prokrastinasi juga dapat menjadi pola yang

dilakukan secara berulang-ulang. Solomon dan Rothblum (1984)

mengemukakan bahwa prokrastinasi merupakan kebiasan menunda untuk

menyelesaikan tugas dan melakukan aktivitas yang tidak bermanfaat sehingga

mengalami ketidaknyamanan pada diri sendiri.

Amelia, Arief, dan Hidayat (2019) mengemukakan bahwa mahasiswa

memiliki banyak tuntutan yang harus dijalankan salah satunya adalah

menyelesaikan tugas akhir atau skripsi. Tatan (2012) mengemukakan bahwa

skripsi merupakan karya tulis ilmiah yang disusun oleh mahasiswa dalam

syarat menyelesaikan program S1. Skripsi merupakan bukti kemampuan

akademik mahasiswa terkait dalam penelitian dengan topik yang sesuai

dengan jurusannya. Mahasiswa sering mengalami hambatan selama proses

pengerjaan dan penyelesaian skripsi sehingga muncul keraguan dalam diri

mengenai kemampuan menyelesaikan skripsi. Proses pengerjaan skripsi sering

kali dipersepsikan sebagai tugas yang menguras pikiran dan menekan

sehingga menimbulkan perilaku prokrastinasi pada mahasiswa.

Tatan (2012) mengemukakan bahwa mahasiswa dituntut

mempertanggungjawabkan karya tulis ilmiah, namun hal tersebut tidak

2
dilakukan dengan baik karena munculnya kemalasan sehingga memunculkan

perilaku prokrastinasi.

Anhar (2007) menemukan bahwa dari 27 mahasiswa memiliki tingkat

prokrastinasi yang tinggi dari 33 mahasiswa yang diteliti. Steel (2010)

mengemukakan bahwa prokrastinasi merupakan perilaku menunda tugas

akademik dengan sengaja dan lebih mengutamakan tugas lain, sehingga

mengakibatkan dampak buruk bagi dirinya sendiri di masa depan. Burka dan

Yuen (2008) mengemukakan bahwa 90% mahasiswa menjadi prokrastinator,

25% mahasiswa sering menunda-nunda mengerjakan dan menyelesaikan

tugas. Ferrari, Johnson, dan McCown (1995) mengemukakan bahwa proses

terbentuknya perilaku prokrastinasi disebabkan oleh faktor internal dan

eksternal.

Seo (2008) mengemukakan bahwa perilaku prokrastinasi yang dilakukan

oleh mahasiswa adalah dengan melakukan penundaan mengerjakan tugas

sehingga berdampak melebihi batas waktu pengumpulan tugas dan tidak

memperdulikan kualitas. Penyebab mahasiswa melakukan prokrastinasi adalah

takut salah dalam mengerjakan tugas, mempersiapkan diri secara berlebihan,

beban tugas yang dirasa berat, tidak mampu mengatur waktu, dan memilih

aktivitas lain yang lebih menyenangkan.

Amelia, Arief, dan Hidayat (2019) mengemukakan bahwa keberhasilan

individu menjadi seorang mahasiswa dapat dilihat dengan kemampuan

mengatur waktu secara efektif dan bertanggung jawab menyelesaikan tugas

dengan tepat waktu. Mahasiswa yang tepat waktu dikategorikan memiliki sifat

3
disiplin. Sears dan Sears (2003) mengemukakan bahwa kedisiplinan

merupakan kemampuan individu dalam melaksanan tugas dengan tepat waktu

dan konsisten.

Amelia, Arief, dan Hidayat (2019) mengemukakan bahwa ciri-ciri individu

disiplin yaitu disiplin dalam penggunaan waktu, disiplin dalam bermasyarakat,

disiplin dalam beribadah, dan disiplin berbangsa dan bernegara. Melaksanakan

salat secara teratur dan tepat waktu merupakan kedisiplinan dalam beribadah

dan menjaga waktu. Sebagaiman diterangkan dalam surah al-ankabut ayat 45:

ؕ‌‫ب َواَقِ ِم الص َّٰلوةَ‌ؕ اِ َّن الص َّٰلوةَ ت َۡن ٰهى َع ِن ۡالفَ ۡح َشٓا ِء َو ۡال ُم ۡن َك ِر‌ؕ َولَ ِذ ۡك ُر هّٰللا ِ اَ ۡكبَ ُر‬ َ ‫اُ ۡت ُل َم ۤا اُ ۡو ِح َى اِلَ ۡي‬
ِ ‫ك ِمنَ ۡال ِك ٰت‬
َ‫َصنَع ُۡون‬ۡ ‫َو ُ يَ ۡعلَ ُم َما ت‬ ‫هّٰللا‬

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-kitab (al-qur’an) dan
dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat)
adalah lebih besar (keutamaannya daripada ibadah-ibadah yang lain). Dan
Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Haryanto (2002) mengemukakan bahwa salat merupakan kegiatan harian,

mingguan, bulanan atau tahunan yang dapat dijadikan sebagai sarana

pembentukan kepribadian. Pembentukan kepribadian yang diinginkan berupa

individu yang disiplin, taat waktu, dan bekerja keras. Islam sangat peduli

dengan dinamika dan semangat beraktivitas di awal waktu. Waktu pagi

merupakan waktu yang istimewa yang selalu diasosiasikan sebagain simbol

kegairahan, kesegaran, dan semangat. Pagi sering dikaitkan dengan harapan,

optimisme, keberhasilan, dan kesuksesan.

Mansyur dan Gismin (2018) mengemukakan bahwa individu yang

melaksanakan salat subuh merupakan individu yang memiliki sifat pribadi

saleh dan mukmin sejati. Terdapat beberapa manfaat dari salat subuh,

4
diantaranya aspek manajemen, pengendalian diri dan emosi, kepemimpinan

dan aspek sosial. Keutamaan dan aspek ruhiyah salat subuh terkandung dalam

kitab suci al-qur’an dan hadist. Salat subuh menjadi perhatian utama diantara

salat wajib lainnya. Allah Swt telah menegaskannya dalam al-qur’an: “Dan

(dirikanlah pula salat subuh), sesungguhnya salat subuh itu disaksikan (oleh

malaikat)” (QS. Al-isra (17):78)

Saltanera Teknologi ( Mansyur & Gismin, 2018 ) mengemukakan bahwa

salah satu tolok ukur cara mengetahui kualitas keimanan seseorang dinilai dari

salat subuhnya. Rasulullah bersabda: “Salat yang paling berat bagi orang-

orang munafik adalah salat isya dan subuh, seandainya mereka mengetahui

keutamaan (pahala) yang terdapat pada keduanya niscaya mereka akan

mendatangi meskipun dengan merangkak (H.R. Ahmad no. 9122, 9635, 9719

dan 10457).

Ridha (2015) mengemukakan bahwa keterlambatan bangun tidur

memengaruhi kondisi psikologis individu. Individu yang terlambat bangun

akan memulai aktivitasnya dengan tergesa-gesa. Mahasiswa yang bangun di

awal waktu merasa lebih produktif. Salat subuh bisa dikatakan sebagai

aktivitas pembuka setiap orang di pagi hari. Salat subuh merupakan aktivitas

pertama umat islam di pagi hari, jika salat subuh dilakukan dengan tidak baik

dan tergesa-gesa, maka akan memengaruhi aktivitas selanjutnya.

Individu yang melaksanakan salat dengan khusyuk maka salat akan

berkualitas. Shiddieqy (Ridha, 2015) mengemukakan bahwa kualitas salat

merupakan aktivitas salat dengan menghadapkan jiwa kepada Allah,

5
mendatangkan takut kepada-Nya, serta menumbuhkan rasa keagungan,

kebesaran, dan kesempurnaan kekuasaan-Nya. Salat yang berkualitas

diibaratkan sebagai pemusatan pikiran dan perasaan untuk menenangkan

pikiran dan jiwa. Riset yang telah dilakukan oleh Davidson menemukan

bahwa salat yang berkualitas bermanfaat untuk menyembuhkan individu yang

stres, emosional, dan mengidap penyakit kronis.

Berdasarkan data awal yang diperoleh dengan menyebar kuesioner secara

online diperoleh bahwa 60 mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi

berpartisipasi dalam mengisi kuesioner. Data yang diperoleh menunjukkan

bahwa 78% mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar

melakukan penundaan dalam mengerjakan dan menyelesaikan skripsi. Selain

itu, hasil pengumpulan data awal yang dilakukan peneliti dengan menyebar

kuesioner diperoleh 60 mahasiswa yang berpartisipasi dalam mengisi

kuesioner. Dari data tersebut diperoleh bahwa 72,9% mahasiswa yang tidak

tepat waktu melaksanakan salat subuh akan memulai aktivitas dengan rasa

malas dan sebanyak 27,1% tidak berpengaruh pada mahasiswa. Selain itu, data

awal yang diperoleh juga menunjukkan bahwa 100% mahasiswa yang bangun

di awal waktu merasa lebih produktif.

Penelitian yang dilakukan oleh Fakhrian (2018) menemukan bahwa

sebelum diberikan perlakuan berupa disiplin melaksanakan salat subuh secara

berjamaah diperoleh tingkat prokrastinasi yang tinggi. Setelah mendapatkan

perlakuan disiplin melaksanakan salat subuh secara berjamaah, individu

mengalami penurunan prokrastinasi akademik. Oleh karena itu, dapat

6
disimpulkan bahwa kedisiplinan melaksanakan salat subuh efektif dalam

menurunkan tingkat prokrastinasi akademik pada mahasiswa

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Ridha (2015) dengan judul

implikasi kualitas salat subuh dalam kehidupan remaja (studi fenomenologi

pada remaja tarbiyah) dengan subjek penelitian sebanyak 4 orang remaja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas salat subuh memiliki pengaruh

positif dalam kehidupan sehari-hari. Keempat subjek merasakan manfaat salat

subuh dalam kehidupan sehari-hari. Subjek lebih menghargai waktu dan

terjadi peningkatan dalam manajemen waktu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa

kepribadian remaja dibentuk oleh adanyan kekonsistenan dalam melaksanakan

salat subuh. Remaja yang memperhatikan kualitas salat subuh maka secara

otomatis meningkatkan kualitas hidup seperti kedisiplinan dalam

memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.

Individu yang melaksanakan salat subuh tepat waktu mengindikasikan

bahwa individu tersebut menghargai waktu dan disiplin. Individu yang mampu

menghargai waktu akan mampu mengelola dan meningkatkan kemampuan

dalam manajemen waktu, sehingga aktivitas berjalan sesuai rencana.

Berdasarkan penjelasan mengenai kedisiplinan salat subuh yang berdampak

pada perilaku prokrastinasi akademik serta hasil penelitian terkait, peneliti

tertarik untuk mengetahui hubungan antara kedisiplinan saalat subuh dengan

prokrastinasi akademik mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi.

7
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu

permasalahan yaitu apakah terdapat hubungan kedisiplinan salat subuh dengan

prokrastinasi akademik mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kedisiplinan

salat subuh dengan prokrastinasi akademik mahasiswa yang sedang

mengerjakan skripsi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi empirik terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan psikologi, khususnya psikologi sosial

dan psikologi islam.

b. Penelitian ini juga dapat menjadi rujukan teoritis bagi peneliti-peneliti

selanjutnya yang ingin meneliti variabel kedisipinan salat maupun

prokrastinasi akademik.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Subjek Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi subjek

penelitian dalam menurunkan tingkat prokrastinasi akademik dengan

meningkatkan kedisiplinan salat subuh.

8
b. Bagi Mahasiswa

Bagi mahasiswa pada umumnya, penelitian ini dapat menjadi sumber

informasi dalam mengantisipasi terjadinya prokrastinasi akademik.

c. Bagi Dosen Pembimbing/ Penasihat Akademik

Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi dosen pembimbing/

penasihat akademik dalam mengatasi mahasiswa-mahasiswa yang

mengalami prokrastinasi akademik dalam penyelesaian studi.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Prokrastinasi Akademik

1. Definisi prokrastinasi akademik

Ghufron (2011) mengemukakan bahwa prokrastinasi berasal dari

bahasa latin yaitu procrastination. Pro berarti mendorong maju atau

bergerak, dan crastinus berarti keputusan hari selanjutnya. Jika

digabungkan maka prokrastinasi merupakan menangguhkan atau menunda

hingga hari berikutnya. Individu yang melakukan perilaku prokrastinasi

disebut prokrastinator. Steel (2010) megemukakan bahwa prokrastinasi

merupakan perilaku menunda secara sengaja terhadap kewajiban meskipun

secara sadar mengetahui dampak buruk di masa yang akan datang.

Steel (2010) mengemukakan bahwa prokrastinasi akademik

merupakan perilaku menunda tugas akademik yang dilakukan oleh

mahasiswa secara sadar dengan mengutamakan tugas lain yang lebih

menyenangkan. Freeman (2011) mengemukakan bahwa prokrastinasi

akademik merupakan fenomena psikologis dalam penundaan tugas pada

awal dan penyelesaian tugas. Ghufron dan Risnawita (2011)

mengemukakan bahwa prokrastinasi akademik merupakan menghindari

pengerjaan dan penyelesaian tugas dengan memilih aktivitas lain.

Berdasarkan definisi prokrastinasi akademik yang telah dikemukakan

oleh para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi

10
akademik merupakan perilaku menunda mengerjakan tugas dengan

sengaja sampai batas waktu bahkan melebihi dari batas waktu yang telah

ditentukan. Prokrastinator memanfaatkan waktu mengerjakan tugas

dengan aktivitas yang tidak berguna dan tidak berkaitan dalam

penyelesaian tugas.

2. Aspek-aspek prokrastinasi akademik

Ferrari, Johnson, dan McCown (1995) mengemukakan bahwa perilaku

prokrastinasi dapat termanifestasikan dalam aspek penundaan dalam

memulai dan menyelesaikan tugas, keterlambatan dalam mengerjakan

tugas, melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan, dan

kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual.

a. Penundaan dalam memulai dan menyelesaikan tugas

Individu dengan perilaku prokrastinasi mengetahui bahwa tugas

yang dihadapi harus segera diselesaikan, namun menunda-nunda untuk

mulai mengerjakan. Individu yang melakukan prokrastinasi akan

menunda-nunda menyelesaikan tugas yang dihadapi sampai tuntas

padahal individu sudah mulai mengerjakan sebelumnya.

b. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas

Individu melakukan penundaan tugas yang mengakibatkan

individu terlambat dalam mengerjakan dan menyelesaikan tugas.

Individu menghabiskan waktu untuk hal yang tidak dibutuhkan dalam

11
penyelesaian tugas. Individu tidak mempertimbangkan waktu yang

dimiliki dalam mengerjakan tugas.

c. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan

Individu yang melakukan perilaku prokrastinasi menggunakan

waktu untuk mengerjakan tugas dengan memilih aktivitas yang lebih

menyenangkan dibanding menyelesaikan tugas. Prokrastinator

melakukan dengan sengaja penundaan mengerjakan tugas karena lebih

memilih aktivitas yang menghibur dan menyenangkan.

d. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual

Individu yang melakukan prokrastinasi memiliki hambatan dalam

mengerjakan tugas sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan

sebelumnya. Individu tidak merealisasikan kinerja aktual dengan apa

yang telah direncanakan sebelumnya. Saat waktu pengumpulan tugas

tiba, individu yang tidak mengerjakan tugas akan menyebabkan

keterlambatan bahkan kegagalan dalam menyelesaikan tugas.

3. Faktor-faktor prokrastinasi akademik

Ghufron dan Risnawita (2011) mengemukakan bahwa faktor-faktor

yang memengaruhi prokrastinasi akademik, yaitu:

a. Faktor internal

Faktor internal terdiri dari kondisi fisik dan psikologis yang berasal

dari dalam diri individu.

1) Kondisi fisik

12
Faktor kondisi fisik individu dapat memengaruhi tindakan

prokrastinasi akademik. Kondisi fisik yang dimaksud dalam hal ini

adalah kondisi kesehatan individu yang buruk yaitu kelelahan.

Individu yang mengalami kelelahan memiliki kecenderungan

melakukan prokrastinasi, sedangkan individu yang sehat secara

fisik memiliki kecenderungan yang lebih rendah untuk melakukan

prokrastinasi.

2) Kondisi psikologis

Faktor kondisi psikologis individu dapat memengaruhi

tindakan prokrastinasi akademik berupa keyakinan tidak rasional

dan perfeksionisme. Keyakinan tidak rasinal yang dimaksud

misalnya tugas yang diberikan susah ataupun sebaliknya. Jika

tugas yang diberikan dianggap susah, maka individu menunda-

nunda untuk mengerjakan karena dari awal individu sudah yakin

tidak mampu menyelesaikan tugas tersebut.

Sedangkan jika tugas yang diberikan mudah, maka individu

menunda-nunda untuk mengerjakan karena menganggap hanya

membutuhkan waktu yang sebentar untuk menyelesaikan. Trait

kepribadian juga turut memengaruhi tindakan prokrastinasi

individu yang meliputi tingkat kemampuan sosial dan kecemasan

dalam melakukan hubungan sosial dengan individu lain.

b. Faktor eksternal

13
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri

individu untuk melakukan tindakan prokrastinasi. Faktor yang berasal

dari luar diri individu berupa gaya pengasuhan orangtua dan kondisi

lingkungan

1) Gaya pengasuhan orangtua

Ferrari dan Ollivete (Ghufron dan Risnawita, 2011)

menemukan bahwa anak perempuan yang diasuh menggunakan

pola asuh otoriter dari Ayah menghasilkan munculnya perilaku

prokrastinasi kronis. Anak perempuan yang diasuh dengan pola

otoritatif dari Ayah menghasilkan perilaku bukan prokrastinator.

Ibu yang menerapkan perilaku avoidance procrastination kepada

anak perempuannya menghasilkan kecenderungan melakukan

perilaku avoidance procrastination juga.

2) Kondisi lingkungan

Individu yang memiliki kondisi lingkungan dengan

pengawasan yang ketat menghasilkan perilaku prokrastinasi yang

lebih rendah dibanding individu dengan kondisi pengawasan

rendah.

Sementara itu, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Fakhrian

(2018) menunjukkan bahwa kedisiplinan salat subuh merupakan salah

satu faktor yang berperan menurunkan tingkat prokrastinasi akademik

pada mahasiswa. Selain itu, hasil penelitian Ridha (2015) juga

menunjukkan hal serupa bahwa salat subuh yang berkualitas

14
berdampak pada kemampuan individu mengelola waktu.

Kekonsistenan dalam melaksanakan salat subuh mampu membentuk

pribadi yang disiplin. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa

salat subuh memengaruhi perilaku prokrastinasi.

4. Prokrastinasi mengerjakan skripsi

Jarwanto (1992) mengemukakan bahwa skripsi merupakan sebuah

karya ilmiah yang disusun oleh mahasiswa program sarjana dari hasil

penelitian dasar analisis data primer dan teknik analisis data sekunder.

Hayyinah (2004) mengemukakan bahwa mahasiswa yang menempuh S1

dengan waktu melebihi 4 tahun maka kecenderungan mahasiswa

melakukan prokrastinasi. Solomon dan Rothblum (1984) mengemukakan

bahwa prokrastinasi merupakan perilaku menunda untuk memulai maupun

menyelesaikan tugas dan lebih memilih melakukan aktivitas yang

berkaitan dengan tugas dan tidak berguna. Surijah dan Tjunding (2007)

mengemukakan bahwa dampak prokrastinasi mengerjakan skripsi adalah

mahasiswa mengalami keterlambatan kelulusan.

Penelitian yang dilakukan oleh Catrunada (2005) mengemukakan

bahwa 40% mahasiswa mengalami hambatan karena kesulitan

berkonsentrasi dengan tugas skripsi. Hal tersebut disebabkan beberapa

faktor seperi mahasiswa yang telah bekerja, telah berkeluarga, dan situasi

lingkungan yang tidak mendukung. Sedangkan hambatan yang paling

15
rendah yaitu sebanyak 13,33% mahasiswa melakukan prokrastinasi

disebabkan oleh daya tahan tubuh menurun.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi

mengerjakan skripsi merupakan perilaku menunda mengerjakan skripsi

yang dilakukan secara berulang dan lebih memilih melakukan aktivitas

lain dan akan berdampak pada keterlambatan kelulusan mahasiswa.

B. Kedisiplinan Salat Subuh

1. Kedisiplinan

Menurut kamus besar (2012) disiplin merupakan tata tertib dan

kepatuhan pada peraturan tata tertib yang telah ditetapkan. Rachman

(1998) mengemukakan bahwa disiplin merupakan kesediaan mematuhi

peraturan dan menjauhi larangan. Disiplin didasari oleh kesadaran untuk

mentaati peraturan dan norma yang berlaku. Disiplin merupakan wujud

nyata implementasi suatu aturan.

Prijosaksono dan Sembel (2003) mengemukakan bahwa kedisiplinan

merupakan kemampuan individu untuk mengalahkan dan mengendalikan

diri guna mencapai impian yang terbaik dalam hidup. Ekosiwoyo dan

Rachman (2000) mengemukakan bahwa kedisiplinan merupakan

sekumpulan tingkah laku individu dan masyarakat untuk menunaikan

tugas dan kewajiban yang mencerminkan rasa ketaatan dan kepatuhan.

16
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan

merupakan kesadaran yang ditanamkan dalam jiwa individu untuk

mematuhi tata tertib yang berlaku.

2. Salat subuh

As-Sirjani (2004) mengemukakan bahwa salat dalam bahasa arab

adalah doa dan memohon kebajikan. Sedangkat menurut syara’ salat

adalah ucapan-ucapan dan perbuatan tertentu. Ucapan yang dimaksud

yaitu bacaan al-qur’an, takbir, tasbih, dan doa, sedangan perbuatan yaitu

gerakan berdiri, ruku, sujud, dan duduk. Salat merupakan kewajiban yang

dilakukan umat muslim minimal lima waktu sehari yang dimulai dengan

takbir dan diakhiri dengan salam.

As-Sirjani (2004) mengemukakan bahwa salat bersumber pada

kesadaran diri individu baik dari aspek spiritual, pikiran, dan mental untuk

beribadah kepada Allah SWT sebagai rasa syukur dan keimanan pada

Allah SWT. Salat akan berdampak pada sikap mental individu dalam

kehidupan sehari-hari. Individu yang melaksanakan salat dengan baik

tidak hanya mengarahkan hati yang tenang, namun dapat mencegah dari

perbuatan keji dan munkar.

Ghofur (2018) mengemukakan bahwa salat subuh merupakan salah

satu salat wajib dari salat lima waktu yang dilakukan di waktu fajar sampai

menjelang matahari terbit. Salat subuh dilakukan sebanyak dua rakaat.

Sebelum mendirikan salat subuh individu disunahkan untuk melakukan

17
salat sunah qobliyah subuh. Salat subuh merupakan salat yang memiliki

keutamaan pahala yang besar bagi individu. Individu yang melewatkan

salat subuh adalah individu yang merugi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa salat subuh

merupakan salat yang dilakukan di waktu fajar sampai menjelang terbitnya

matahari sebanyak dua rakaat. Salat subuh merupakan aktivitas pembuka

bagi umat islam.

3. Kedisiplinan salat subuh

Amelia, Arief, dan Hidayat (2013) kedisiplinan salat merupakan

kesanggupan individu dalam menjaga dan memelihara salatnya yang

muncul karena kesadaran diri dan rasa tanggung jawab. Ghofur (2018)

mengemukakan bahwa kedisiplinan melaksanakan salat subuh merupakan

salat yang dilakukan dengan ketaatan pada peraturan perintah salat sesuai

dengan ketetapan waktu dan disertai dengan bacaan suci yang dimulai dari

takbir hingga salam. Kedisiplinan salat subuh merupakan kegiatan setiap

hari yang dilakukan di waktu fajar tanpa ada yang terlewatkan.

As-Sirjani (2004) mengemukakan bahwa salat subuh yang dilakukan

dengan tepat waktu akan membiasakan hidup teratur dalam seharian

penuh. Salat subuh mengikat ketergantungan umat islam pada Rabbnya

sejak pagi. salat subuh menjadikan individu berada dalam penjagaan dan

perlindungan Allah SWT sepanjang hari.

18
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan salat

subuh merupakan ketaatan individu dalam melaksanakan salat subuh

berdasarkan ketetapan waktu, disertai bacaan dan perbuatan, dan

dilakukan setiap hari.

4. Aspek-aspek kedisiplinan salat subuh

a. Bergegas melaksanakan salat ketika mendengar adzan

Adzan merupakan pemberitahuan kepada umat muslim ketika tiba

waktu salat. Perintah Rasulullah SAW menyeru kepada umatnya

bahwa “jika telah tiba waktu salat, hendakalah salah seorang diantara

kalian mengumandangkan adzan untuk kalian, dan hendaklah orang

yang lebih tua dari kalian menjadi imam.” (HR. Bukhari). Katsir

(2012) mengemukakan bahwa jika adzan telah berkumandang maka

individu segera meninggalkan segala aktivitas untuk melaksanakan

salat.

b. Melaksanakan salat dalam segala kondisi

Katsir (2012) mengemukakan bahwa individu harus senantiasa

memelihara waktu dan kewajiban salat. Hadis yang diriwayatkan oleh

Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Imran bin Husain

mengemukakan bahwa Rasulullah SAW bersabda “salatlah dengan

berdiri, jika tidak mampu berdiri maka lakukan sambal duduk, jika

tidak mampu duduk, maka lakukanlah sambal berbaring”.

c. Melaksanakan salat dengan khusyuk

19
Katsir (2012) mengemukakan bahwa individu harus senantiasa

melaksanakan salat dengan khusyuk. Surah Al- Mu’minun (surah ke-

23): 1-2 mengemukakan bahwa (ayat) “sesungguhnya beruntunglah

orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyuk dalam

salatnya”. Ibnu Qayyim (Shalih, Aziz, & Ruqayyah, 2008)

mengemukakan khusyu’ merupakan khusyuknya hati kepada Allah

SWT dengan mengagungkan, memuliakan, rasa takut, malu, cinta, dan

bersaksi atas nikmat Allah SWT. Jika hati individu telah khusyuk,

maka seluruh anggota badan ikut khusyuk.

5. Manfaat salat subuh

Ghofur (2018) mengemukakan bahwa manfaat mendirikan salat subuh

memiliki banyak keberkahan dan manfaat, yaitu:

a. Kesehatan jasmani

Individu yang bangun di waktu subuh untuk mendirikan salat

subuh mendapatkan udara segar. Udara segar yang masuk ke dalam

tubuh membuat aliran darah menjadi lancar. Aliran darah yang lancar

dengan aliran oksigen ke otak bisa memaksimalkan fungsi otak. Jika

otak berfungsi dengan maksimal, maka daya ingat otak akan

meningkat. Selain itu, udara di pagi hari mampu menyehatkan jantung,

menurunkan kolesterol, dan meningkatkan sistem imun individu.

b. Meningkatkan semangat

20
Individu yang bangun di pagi hari dan menghirup udara pagi

mampu menciptakan energi positif di dalam tubuh. Individu yang

bangun di pagi hari akan lebih bersemangat dibanding individu yang

bangun di siang hari. Individu yang bangun di siang hari akan merasa

malas untuk bangun dari tempat tidurnya bahkan ada yang

melanjutkan tidurnya. Jika individu bersemangat untuk memulai

harinya, maka produktivitas kerjanya akan meningkat.

c. Membentuk sikap positif

Individu yang bangun di pagi hari akan membentuk sikap positif

karena bisa melalui semua aktivitas yang harus dilakukan dengan baik

tanpa tergesa-gesa. Individu yang bangun di siang hari akan memulai

aktivitas dengan tergesa-gesa, seperti mandi tergesa-gesa, berangkat

tergesa-gesa, bahkan meluupakan barang yang akan di bawa pergi

sehingga membuat mood menjadi tidak baik.

d. Mendatangkan rezeki

Individu yang bangun di pagi hari akan memiliki rezeki yang baik.

Individu yang bangun di pagi hari bisa mejemput rezekinya lebih cepat

dan lebih awal dibanding ketika bangun di siang hari.

C. Hubungan Antara Kedisiplinan Salah Subuh dengan Prokrastinasi

Akademik pada Mahasiswa yang sedang Mengerjakan Skripsi

Seo (2008) mengemukakan bahwa prokrastinasi akademik merupakan

kegiatan akademik yang tidak berjalan sesuai rencana. Pada awalnya

21
mahasiswa berniat untuk menyelesaikan, namun sampai pada batas waktu

yang ditentukan mahasiswa belum menyelesaikan tugas tersebut sehingga

menciptakan ketidaknyamanan emosional. Penelitian yang dilakukan oleh

Burka dan Yuen (2008) mengungkapkan bahwa 90% mahasiswa melakukan

prokrastinasi dan 25% melakukan penundaan tugas secara kronis.

Dewi (2014) mengemukakan bahwa prokrastinasi merupakan perilaku

buruk yang harus ditinggalkan dan dijauhi. Individu yang melakukan

penundaan secara tidak langsung telah melanggar hukum yang telah

ditetapkan oleh Allah SWT. Allah SWT telah memperingatkan individu untuk

memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Kebiasaan melakukan

prokrastinasi akan berdampak pada kehidupan sehari-hari. Dalam islam,

perilaku prokrastinasi termasuk penyakit hati. Individu dengan penyakit hati

akan diliputi oleh perasaan gelisah, cemas, dan berpengaruh pada kondisi

fisik.

Katsir (2012) mengemukakan bahwa islam mewajibkan individu untuk

mendirikan salat agar terjauh dari perbuatan buruk dan tercela. Salat juga

mengajarkan individu menjadi pribadi yang disiplin dan tepat waktu. Individu

yang disiplin menjaga salatnya maka disiplin pula dalam mengerjakan dan

menyelesaikan tugas dengan tepat waktu. Salat wajib dalam islam ada lima,

yaitu subuh, zuhur, azhar, magrib, dan isya. Namun, dari kelima salat wajib

tersebut, salat subuh yang susah dikerjakan karena masih banyak individu

yang terlelap.

22
Salat subuh merupakan aktivitas pembuka di pagi hari. Waktu pagi sering

dikaitkan dengan harapan dan keberhasilan individu. Salat subuh memiliki

pengaruh dan manfaat yang besar bagi diri individu, sehingga individu yang

meninggalkan salat subuh termasuk orang yang merugi. Penelitian yang

dilakukan oleh Fahrian (2018) mengemukakan bahwa salat subuh berjamaah

memiliki manfaat dalam peningkatan akademik mahasiswa. Mahasiswa yang

disiplin melaksanakan salat subuh mampu mengurangi sikap menunda-nunda

penyelesaian tugas kuliah sedangkan mahasiswa yang belum disiplin

melaksanakan salat subuh memiliki sikap menunda-nunda mengerjakan

pekerjaan. Sehingga, melaksanakan salat subuh memiliki peran penting dalam

mengurangi sifat prokrastinasi mahasiswa

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa individu yang tidak

disiplin dalam melaksanakan salat subuh cenderung akan melakukan aktivitas

hariannya dengan tergesa-gesa, tidak maksimal, dan memunculkan rasa malas.

Pelaksanaan salat subuh tepat waktu akan menjadi suatu kebiasaan baik pada

kehidupan sehari-hari. Individu yang disiplin akan waktu memberikan pola

perilaku hidup berencana dengan membuat aturan dan ketertiban untuk

dirinya, sehingga ndividu yang menjaga kekonsistenan salat subuh akan

berdampak pada penurunan prokrastinasi akademik mahasiswa yang sedang

mengerjakan skripsi.

23
D. Kerangka Pikir

Burka dan Yuen (2008) mengemukakan bahwa prokrastinasi merupakan

perilaku menunda-nunda tugas sampai waktu atau hari selanjutnya. Dalam dunia

pendidikan perilaku menunda tugas disebut dengan prokrastinasi akademik.

Solomon dan Rothblum (1984) mengemukakan bahwa perilaku prokrastinasi yang

dilakukan oleh mahasiswa yaitu tugas mengarang seperti menulis skripsi.

Umumnya mahasiswa diberikan waktu untuk menyelesaikan skripsi dalam waktu

2 semester sejak memprogramkan proposal dan skripsi di dalam kartu rencana

studi (KRS). Kenyataannya masih ada mahasiswa yang membutuhkan waktu lebih

dari 2 semester, bahkan telah memprogramkan skripsi sebanyak 7 kali.

Mahasiswa yang mengerjakan skripsi lebih dari 2 semester disebut

prokrastinasi dalam mengerjakan skripsi. Perilaku prokrastinasi merupakan

perilaku buruk dan harus dihilangkan dalam diri individu. Dalam islam individu

diajarkan dan diwajibkan melaksanakan salat lima waktu agar terhindar dari

perbuatan buruk. Haryanto (2002) mengemukakan bahwa salat mengajarkan

individu menjadi disiplin dan tepat waktu. Jika individu disiplin melaksanakan

salat, maka disiplin pula mengerjakan tugas dan tepat waktu.

Waktu salat yang paling banyak dikeluhkan dan paling banyak ditinggalkan

adalah salat subuh. Padahal salat subuh merupakan aktivitas pembuka bagi umat

muslim, membangkitkan semangat, kesegaran, dan ketenangan. Individu yang

bangun di awal waktu akan memulai aktivitasnya dengan teratur tanpa tergesa-

gesa.

24
Berdasarkan hasil uraian di atas, maka kerangka pikir penelitian sebagai berikut

Mahasiswa yang sedang mengerjakan


skripsi

Kedisiplinan salat subuh

(Bergegas melaksanakan salat ketika


mendengar azan, melaksanakan salat dalam
Tinggi segala kondisi, dan melaksanakan salat Rendah
dengan khusyuk)

(Katsir, 2012)

Prokrastinasi akademik

(penundaan dalam memulai dan


menyelesaikan tugas, keterlambatan
Rendah Tinggi
dalam mengerjakan tugas, melakukan
aktivitas lain yang lebih menyenangkan,
dan kesenjangan waktu antara rencana
dan kinerja aktual)

(Ferrari, Johnson, & McCown, 1995)


Gambar 1. Kerangka pikir penelitian.

Gambar di atas merupakan kerangka pikir dalam penelitian ini. Kerangka

pikir tersebut mengungkapkan makna bahwa mahasiswa yang sedang

mengerjakan skripsi melaksanakan salat subuh dengan konsisten, maka tingkat

prokrastinasi akademik mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi menurun.

Sebaliknya, mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi tidak melaksanakan

25
salat subuh dengan konsisten, maka tingkat prokrastinasi akademik mahasiswa

yang sedang mengerjakan skripsi meningkat.

E. Hipotesis

Terdapat hubungan negatif antara kedisiplinan salat subuh dengan

prokrastinasi akademik mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi.

26
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel

Adapun variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas : Kedisiplinan Salat Subuh (X)

2. Variabel terikat : Prokrastinasi Akademik (Y)

B. Definisi Operasional Variabel

1. Kedisiplinan salat subuh

Kedisiplinan salat subuh yang dimaksud pada penelitian ini yaitu

kekonsistenan mahasiswa dalam melaksanakan salat subuh di waktu fajar

sampai menjelang terbitnya matahari sebanyak dua rakaat. Kedisiplinan

salat subuh diukur menggunakan skala kedisiplinan salat subuh

berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Katsir (2004) yaitu 1)

bergegas melaksanakan salat ketika mendengar azan; 2) melaksanakan

salat dalam segala kondisi; 3) dan melaksanakan salat dengan khusyuk.

Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi tingkat

kedisiplinan salat subuh. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh

maka semakin rendah tingkat kedisiplinan salat subuh.

2. Prokrastinasi akademik

Prokrastinasi akademik yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu

perilaku penundaan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam mengerjakan

27
dan menyelesaikan skripsi. Prokrastinasi akademik diukur menggunakan

skala prokrastinasi akademik berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan

oleh Ferrari, Johnson, dan McCown (1995) yaitu 1) penundaan dalam

memulai dan menyelesaikan tugas; 2) keterlambatan dalam mengerjakan

tugas; 3) melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan; 4) dan

kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual. Semakin tinggi skor

yang diperoleh maka semakin tinggi tingkat prokrastinasi akademik.

Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah

tingkat prokrastinasi akademik.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Sugiyono (2010) mengemukakan bahwa populasi merupakan

keseluruhan jumlah subjek pada sebuah penelitian. Azwar (2010)

mengemukakan bahwa populasi merupakan sekelompok subjek yang akan

dikenakan generalisasi pada hasil penelitian dan memiliki karakteristik

yang sama sehingga dapat dibedakan dari kelompok yang lain. Populasi

dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas

Negeri Makassar yang beragama islam dan memprogramkan mata kuliah

skripsi.

28
Tabel 1. Jumlah mahasiswa yang beragama islam dan memprogramkan
skripsi
Angkatan Semester Jumlah
2014 14 57
2015 12 66
2016 10 88
Total 211
Sumber: Tata Usaha dan Biro Skripsi Juli, 2021.

2. Sampel

Sugiyono (2010) mengemukakan bahwa sampel merupakan bagian

dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Jika populasi

besar dan peneliti tidak mampu mempelajari semua yang ada pada

populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu maka,

peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi. Teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive

sampling.

Sugiyono (2017) mengemukakan bahwa purposive sampling

merupakan pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu.

Alasan peneliti menggunakan teknik ini yaitu peneliti menetapkan kriteria

tertentu yang harus dipenuhi oleh sampel yang digunakan dalam studi ini.

Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi

Universitas Negeri Makassar, beragama islam, memprogramkan mata

kuliah skripsi yaitu mahasiswa angkatan 2014 sampai angkatan 2016.

Peneliti menentukan jumlah sampel berdasarkan tabel Krejcie. Jika jumlah

populasi sebanyak 211, maka sampel yang dapat mewakili sebanyak 136

subjek.

29
D. Teknik Pengumpulan Data

1. Skala Kedisiplinan Salat Subuh

Peneliti memodifikasi skala kedisiplinan salat subuh yang di buat oleh

Rachmat, A. R. (2014) berdasarkan aspek-aspek kedisiplinan salat subuh

yang dikemukakan oleh Katsir (2004) yaitu 1) bergegas melaksanakan

salat ketika mendengar azan; 2) melaksanakan salat dalam segala kondisi;

3) dan melaksanakan salat dengan khusyuk Skala ini terdiri dari lima

alternatif pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), N (Netral),

TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai). Aitem-aitem yang

digunakan dalam skala kedisiplinan salat subuh ini terdiri dari favorable

dan unfavorable.

Tabel 2. Blue print skala kedisiplinan salat subuh sebelum uji coba
Aspek Favorable Unfavorable Jumlah
Bergegasmelaksanakan
salat ketika mendengar 1, 3, 5 2, 4 5
azan subuh
Melaksanakan salat
6, 8, 10, 11 7, 9 6
dalam segala kondisi
Melaksanakan salat
12, 14 13, 15 4
dengan khusyuk
Total 15

2. Skala Prokrastinasi Akademik

Peneliti mengadaptasi skala prokrastinasi akademik yang dibuat oleh

Utari, A. J. (2019) berdasarkan aspek-aspek yang disusun oleh Ferrari,

Johnson, dan McCown (1995). Alat ukur ini mengukur prokrastinasi

akademik dengan aspek-aspek, yaitu 1) penundaan dalam memulai dan

30
menyelesaikan tugas; 2) keterlambatan dalam mengerjakan tugas; 3)

melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan; 4) dan kesenjangan

waktu antara rencanan dan kinerja aktual. Skala ini terdiri dari lima

alternatif pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), N (Netral),

TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju). Aitem-aitem yang

digunakan dalam skala kedisiplinan salat subuh ini terdiri dari favorable

dan unfavorable.

Tabel 3. Blue print skala prokrastinasi akademik sebelum uji coba


Aspek Favorable Unfavorable Jumlah
Penundaan
dalam
2 1, 3 3
menyelesaikan
skripsi
Keterlambatan
E.
dalam
5, 7, 9 4, 6, 8 6
mengerjakan
Skripsi
Melakukan
aktivitas lain
yang lebih
menyenangkan 11 10, 12, 13 4
dibandingkan
mengerjakan
tugas akademik
Kesenjangan
waktu antara
15, 17 14, 16 3
rencana dan
kinerja aktual
Total 17

Validitas, Daya Diskriminasi Aitem, dan Reliabilitas

1. Validitas

31
Periantalo (2016) mengemukakan bahwa validitas merupakan sejauh

mana keakuratan alat ukur dalam menjalankan fungsi pengukurannya.

Azwar (2010) mengemukakan bahwa validitas sering dikonsepkan dengan

kemampuan alat ukur yang digunakan. Validitas yang digunakan dalam

penelitian ini adalah validitas isi dan validitas faktorial.

Azwar (2016) mengemukakan bahwa validitas isi merupakan validasi

yang dilakukan untuk menguji kelayakan instrumen dengan konstrak yang

diukur berdasarkan penilaian expert judgement. Validitas isi bersifat

subjektif yang dilakukan oleh expert judgement dengan memberikan

penilaian terhadap instrumen mengenai sejauh mana aitem mewakili

konstrak yang diukur. Penilaian dilakukan dengan cara memberikan skor 1

yaitu sangat tidak relevan hingga 5 sangat relevan. Penelitian ini

menggunakan validitas isi untuk menilai sejauh mana instrumen dapat

mengukur apa yang hendak diukur.

Perhitungan koefisien dari validitas isi suatu alat ukur didasarkan dari

penilaian dari para ahli dari segi sejauh mana aitem tersebut mewakili

konstruk yang diukur. Dalam pengukuran indikator keprilakuan penilai

(expert) akan memberikan penilaian berupa rentang 1 (sangat tidak

relevan) sampai dengan 5 (sangat relevan). Para ahli yang terlibat dalam

menilai skala ini yaitu Basti, S.Psi., M.Si., Ahmad Yasser Mansyur, S.Psi.,

M.Si., Ph.D, dan Irdianti, S.Psi., M.si., yang kemudian diminta untuk

menilai apakah suatu aitem relevan atau tidak relevan serta sesuai dengan

aspek-aspek yang ada dalam skala prokrastinasi akademik dan

32
kedisiplinan salat subuh. Perhitungan koefisien Aiken’s V dapat dilakukan

menggunakan rumus:

V: ∑s/n(c-1)
Keterangan:
S: r-lo
lo: angka penilaian validitas terendah
c: angka penilaian validitas tertinggi
r: angka yang diberikan oleh penilai
n: jumlah penilai

Rentang koefisien Aiken’s V antara 0 sampai 1. Semakin mendekati

angka 1, maka akan semakin baik validitas isi dari aitem tersebut. Standar

sebuah aitem dianggap valid yakni lebih besar dari 0,30. Hasil dari

validasi skala kedisiplinan salat subuh menunjukkan bahwa seluruh aitem

dinyatakan esensial, bergerak mulai dari 0,833 hingga 1 dan untuk hasil

validasi skala prokrastinasi akademik menunjukkan bahwa seluruh aitem

dinyatakan esensial, dan bergerak mulai dari 0,916 sampai dengan 1.

2. Daya diskriminasi aitem

Azwar (2012) mengemukakan bahwa daya diskriminasi aitem

merupakan sejauh mana aitem dapat membedakan antara individu atau

kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki kriteria alat ukur.

Daya diskriminasi aitem dapat memberikan gambaran terhadap perbedaan

individu pada aspek yang akan diukur peneliti. Periantalo (2015)

mengemukakan bahwa skor korelasi aitem dengan skor total berkisar

antara 0,00 hingga 1. Semakin tinggi nilai korelasi aitem dengan skor total

maka semakin bagus daya beda aitem, sedangkan semakin rendah nilai

33
korelasi aitem dengan skor total maka semakin rendah daya pembeda

aitem.

Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi total digunakan batasan

0,30 untuk skala kedisiplinan salat subuh dan prokrastinasi akademik. Item

dianggap memiliki daya diskriminasi yang memuaskan ketika melewati

0,30 dan dianggap kurang memuaskan ketika kurang dari 0,30.

a. Daya diskriminasi item untuk skala kedisiplinan salat subuh

berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan

bahwa dari 15 item, terdapat satu item yang gugur yaitu item 15,

sehingga jumlah item yang tersisa adalah 14 item. Aitem-aitem yang

dinyatakan valid memiliki nilai koefisien korelasi aitem total bergerak

dari 0,319 sampai dengan 0,736.

b. Daya diskriminasi item skala prokrastinasi akademik berdasarkan

hasil uji coba yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa dari

17 item dan terdapat tujuh item yang gugur yaitu item 1, 2, 6, 8, 9, 13,

dan 15, sehingga tersisa 10 aitem yang layak digunakan dengan nilai

koefisien korelasi aitem total > 0,30, yang bergerak dari 0,344 sampai

dengan 0,638.

3. Validitas faktorial

Periantalo (2015) mengemukakan bahwa validitas faktorial adalah

pengujian validitas melalui analisis faktor yang merupakan kumpulan

prosedur matematik yang kompleks. Analisis faktor melihat hubungan di

antara variabel dan menjelaskan saling hubungan dalam bentuk variabel

34
yang disebut sebagai faktor. Validitas faktorial yang digunakan adalah

Confirmatory Factor Analysis (CFA), dengan menggunakan software

Jamovi versi 0.14.1.0. Hasil CFA pada skala kedisiplinan salat subuh telah

menunjukkan model yang fit dengan mengacu pada indeks kecocokan

model fit yang direkomendasikan oleh Hair, dkk. (2014) dan Kline (2005),

dengan nilai X2 = 65,653 (df = 49; p = 0,056; p > 0,05); RMSEA = 0,075

(RMSEA < 0,08), NFI = 0,833 (semakin mendekati nilai 1, menunjukkan

kecocokan yang baik), CFI = 0,949 (CFI > 0,90), IFI = 0,952 (IFI > 0,90),

dan PNFI = 0,619 (semakin besar semakin baik). Hasil uji kecocokan

model melaporkan bahwa semua indeks kecocokan telah memenuhi

kriteria sehingga model teoritis yang dibangun sama dengan data empiris

yang ada dilapangan. Model ini diperoleh setelah melakukan pengujian

CFA sebanyak tiga kali dengan tidak melibatkan item yang memiliki nilai

loading faktor < 0,40 dan dengan melakukan modifikasi model.

Selanjutnya, hasil pengujian CFA yang ketiga kalinya menyisahkan 12

item yang valid dengan nilai loading faktor untuk setiap item yang berada

diatas 0,40 (Hair, dkk., 2014), yang bergerak dari nilai 0,401 hingga 0,910.

Berikut adalah blue print item skala kedisiplinan salat subuh yang

digunakan dalam penelitian ini dan telah diurutkan kembali.

Tabel 4. Blue print skala kedisiplinan salat subuh setelah uji coba
Aspek Favorable Unfavorable Jumlah
Bergegas 1, 3, 5 2, 4 5
melaksanakan

35
salat ketika
mendengar azan
subuh
Melaksanakan
salat dalam 6, 10, 11 7, 9 5
segala kondisi
Melaksanakan
salat dengan 12 13 2
khusyuk
Total 12

Hasil CFA pada skala prokrastinasi akademik dilakukan sebanyak dua

kali pengujian telah menunjukkan model yang fit dengan nilai X2 = 18,231

(df = 20; p = 0,572; p > 0,05); RMSEA = 0,000 (RMSEA < 0,08), NFI =

0,860 (semakin mendekati nilai 1, menunjukkan kecocokan yang baik),

CFI = 1,000 (CFI > 0,90), IFI = 1,016 (IFI > 0,90), dan PNFI = 0,614

(semakin besar semakin baik). Hasil uji kecocokan model melaporkan

bahwa semua indeks kecocokan telah memenuhi kriteria sehingga model

teoritis yang dibangun sama dengan data empiris yang ada dilapangan.

Kemudian, hasil pengujian CFA yang kedua juga menunjukkan nilai

loading faktor yang bergerak dari 0,482 hingga 0,753, yang menyisahkan 8

item yang valid. Berikut adalah blue print item skala prokrastinasi

akademik yang digunakan dalam penelitian ini dan telah diurutkan

kembali.

Tabel 5. Blue print skala prokrastinasi akademik setelah uji coba


Aspek Favorable Unfavorable Jumlah
Penundaan dalam - 3 1
menyelesaikan

36
skripsi
Keterlambatan
dalam
5 4 2
mengerjakan
tugas
Melakukan
Ktivitas lain yang
lebih
menyenangkan 11 10, 12 3
dibandingkan
mengerjakan
tugas akademik
Kesenjangan
waktu antara
17 14 2
rencana dan
kinerja aktual
Total 8

4. Reliabilitas

Sugiyono (2009) mengemukakan bahwa reliabilitas alat ukur

merupakan ketetapan alat tersebut dalam mengukur apa yang di ukur.

Reliabilitas alat ukur menunjukkan bahwa sejauh mana hasil pengukuran

dengan alat tersebut dapat dipercaya. Reliabiltas suatu alat ukur dapat

diketahui melalui uji coba terhadap instrumen penelitian yang akan

digunakan. Item dinyatakan reliabel jika nilai koefisiensi reliabilitas

berkisar antara rentang 0 sampai dengan 1 atau jika nilai Alpha Cronbach

> 0,70. Penelitian ini menggunakan aplikasi Jamovi versi 0.14.1.0 untuk

menguji reliabilitas skala dengan menghitung koefisien Alpha Cronbach.

a. Reliabilitas untuk skala kedisiplinan salat subuh berdasarkan hasil uji

coba yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan 12 yang

37
tersisa dari hasil pengujian CFA akhir memperoleh nilai Alpha

Cronbach sebesar 0,879 > 0,70, sehingga skala penelitian telah

tergolong reliabel dengan kategori kuat.

b. Reliabilitas untuk skala prokrastinasi akademik berdasarkan hasil uji

coba yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan 8 item yang

tersisa dari pengujian CFA akhir memperoleh nilai Alpha Cronbach

sebesar 0,807 > 0,70, sehingga skala penelitian telah tergolong

reliabel dengan kategori kuat.

F. Teknik Analisis Data

1. Analisis deskriptif.

Sugiyono (2009) mengemukakan bahwa analisis deskriptif merupakan

statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara

mendeskripsikan data yang telah terkumpul. Azwar (2010)

mengemukakan bahwa hasil analisis deskriptif digunakan untuk

pengkategorian. Hasil analisis deskriptif dimasukkan ke dalam tiga

kategori, yaitu:

Tabel 6. Kategorisasi analisis deskriptif


Norma Kategorisasi
(µ + 1,0ơ) < X Tinggi
(µ - 1,0ơ) < X ≤ (µ + 1,0ơ) Sedang
X ≤ (µ - 1,0ơ) Rendah
Keterangan: µ: mean empirik; ơ: standar deviasi.

2. Uji Hipotesis

38
Sugiyono (2009) mengemukakan bahwa hipotesis merupakan jawaban

teoritis terhadap rumusan masalah. Hipotesis dalam penelitian ini diuji

menggunakan korelasi Spearman Rho dengan bantuan software Jamovi

versi 0.14.1.0 pada taraf signifikansi p < 0,05. Sugiyono (2009)

mengemukakan bahwa Spearman Rho digunakan untuk mencari hubungan

atau menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila masing-masing variabel

yang dihubungkan berbentuk ordinal. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

apakah ada hubungan negatif antara kedisiplinan salat subuh dengan

prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi.

Berikut kriteria koefisien korelasi Spearmen Rho menurut Dancey dan

Reidy (2017) yang disajikan pada tabel dibawah ini.

Tabel 7. Kriteria koefisien korelasi Spearman Rho


Koefisien Korelasi (r) Keterangan
+1 Sempurna
+ 0,7-0,9 Kuat
+ 0,4-0,6 Sedang
+ 0,1-0,3 Lemah

G. Tahap Pelaksanaan Penelitian

1. Tahap Persiapan

Pelaksanaan penelitian diawali pada tahap persiapan yakni mencari

tema penelitian, kemudian setelah mendapatkan tema penelitian

menentukan judul variabel dari permasalahan yang terjadi. Kemudian

peneliti merumuskan masalah berdasarkan jurnal acuan dan data awal

yang telah didapatkan. Peneliti kemudian menyetor judul penelitian ke

Kaprodi untuk mendapatkan dosen pembimbing. Setelah memperoleh

39
persetujuan dari Kaprodi ditetapkanlah dosen pembimbing skripsi Basti,

S.Psi., M.Si sebagai pembimbing utama dan Ahmad Yasser Mansyur,

S.Psi., M.Si., Ph,D sebagai pembimbing pendamping.

Proses bimbingan dan konsultasi dengan pembimbing skripsi

berlangsung sejak dikeluarkannya surat keputusan tersebut yaitu pada

tanggal 25 Oktober 2019. Setelah melalui beberapa kali konsultasi dan

merevisi proposal penelitian dengan dosen pembimbing, ujian proposal

akhirnya dilaksanakan pada tanggal 5 Januari 2021.

2. Tahap Uji Coba

Setelah peneliti melaksanakan ujian proposal secara online, muncul

kendala baru yakni masih terjadinya pandemik Covid 19 yang membuat

mahasiswa tidak boleh beraktivitas di dalam kampus, sehingga peneliti

melakukan pengumpulan data via online. Tahap pengumpulan data

dimulai dengan penyusunan alat ukur yang akan digunakan untuk

penelitian. Alat ukur yang digunakan merupakan skala prokrastinasi

akademik yang di adaptasi dari Utari, A. J. (2019), berdasarkan aspek dari

Ferrari, J. R., Johnson, J. L., & McCown, W. G. (1995) dan skala

kedisiplinan salat subuh yang di modifikasi dari Rachmat, A. R. (2014)

berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Katsir (2004).

Sebelum melakukan uji coba skala, peneliti terlebih dahulu meminta

izin untuk menggunakan skala prokrastinasi akademik kepada Utari, A. J.

Setelah mendapatkan izin kemudian peneliti melakukan validasi skala

yang di validasi oleh Para ahli yaitu Basti, S.Psi., M.Si., Ahmad Yasser

40
Mansyur, S.Psi., M.Si., Ph.D., dan Irdianti, S.Psi., M.Si. diminta untuk

menilai apakah suatu aitem relevan atau tidak relevan serta sesuai dengan

aspek-aspek yang ada dalam skala prokrastinasi akademik dan kedisiplinan

salat subuh. Setelah melakukan validasi peneliti melakukan uji coba skala

yang disebar via online media sosial pada tanggal 14 Juli sampai 19 Juli

2021. Partisipan yang mengisi skala uji coba prokrastinasi akademik dan

kedisiplinan salat subuh sebanyak 60 orang, yang masing-masing terdiri

dari 20 orang angkatan 2014, 2015, dan 2016 mahasiswa psikologi UNM.

Penyebaran skala uji coba dilakukan dengan menyebarkan link skala ke

media sosial berupa Instagram dan WhatsApp.

3. Tahap Pengumpulan Data

Tahap pengumpulan data dilakukan dengan cara menentukan daya

diskriminasi dan reliabilitas dalam menentukan aitem yang gugur

berdasarkan pengolahan hasil uji coba kedua skala. Setelah melalui tahap

uji coba, peneliti kemudian menyebar kembali skala penelitian ke media

sosial berupa whatsapp secara chat personal, status whatsapp maupun

mengirim ke grup whatsapp. Pada tanggal 26 Juli sampai 30 Juli 2021.

Jumlah partisipan yang mengisi skala penelitian sebanyak 136 orang.

Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik purposive sampling

dengan memberikan kriteria khusus pada google form dan link yang

dibagikan lewat media sosial.

4. Tahap Analisis Data

41
Analisis data dimulai dengan memberikan skor tiap aitem pada

masing-masing skala dan diinput ke dalam program microsoft excel 2007.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software Jamovi

versi 0.14.1.0.

BAB IV

42
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Hasil Analisis Deskriptif

a. Deskripsi Responden Penelitian

Responden dalam penelitian ini terdiri dari laki-laki dan perempuan.

Tabel 8. Deskripsi responden penelitian berdasarkan jenis kelamin


Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 30 22,058%
Perempuan 106 77,941%
Total 136 100%

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang

berpartisipasi dan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 136

orang dan terdiri dari 30 responden laki-laki dan 106 responden

perempuan.

Tabel 9. Deskripsi responden penelitian berdasarkan angkatan


Angkatan Jumlah Persentase
2014 34 25%
2015 36 26,470%
2016 66 48,529%
Total 136 100%

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang

berpartisipasi dalam penelitian ini yaitu sebanyak 136 orang. Pada

angkatan 2014 terdapat 34 orang (25%), pada angkatan 2015 terdapat 36

orang (26,470%), dan pada angkatan 2016 terdapat 66 orang (48,529%)

responden.

43
b. Deskripsi Data Penelitian

Data penelitian dideskripsikan dengan membuat kategorisasi skor

skala pada masing-masing variabel. Azwar (2017) mengemukakan bahwa

penskalaan skor dengan rentang angka 1-5 memudahkan dalam

mengasosiasikan pengukuran pada aitem yang terdiri atas lima pilihan.

Skala kedisiplinan salat subuh dan skala prokrastinasi akademik

menggunakan penilaian dengan rentang angka 1 hingga 5 pada aitem

favorable dan pada aitem unfavorable dengan rentang angka 5 hingga 1.

Rentang pilihan jawaban dideskripsikan dalam pernyataan “sangat tidak

sesuai” hingga “sangat sesuai”.

1) Data skala kedisiplinan salat subuh

Data hasil skor responden pada skala kedisiplinan salat subuh

diperoleh dari nilai respon aitem skala. Skala kedisiplinan salat subuh

berjumlah 12 aitem dengan rentang skor 1 hingga 5. Data empirik

didapatkan dengan melakukan perhitungan menggunakan program

Microsoft Excel 2010.

Tabel 12. Data empirik skala kedisiplinan salat subuh


Empirik
Variabel SD
Min Max M
Kedisiplinan
23 58 41,242 7,474
Salat Subuh
Keterangan: M = Mean; SD = Standar Deviasi

Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa skor terendah pada

skala kedisiplinan salat subuh adalah 23 dan tertinggi adalah 58. Nilai

rata-rata skala secara empirik atau mean adalah 41,242. Nilai standar

44
deviasi yang didapatkan adalah 7,474. Kategorisasi skala kedisiplinan

salat subuh disajikan pada tabel berikut:

Tabel 13. Kategorisasi skala kedisiplinan salat subuh


Variabel Interval Kategori Jumlah Persentase
X > 49 Tinggi 20 14,706%
Konflik
33 < X <
Interpersona
49 Sedang 97 71,324%
l
X < 33 Rendah 19 13,971%
Total 136 100%

Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 20

responden berada pada kategori tinggi dengan persentase 14,706%,

terdapat sebanyak 97 responden berada pada kategori sedang dengan

persentase 71,324%, dan terdapat sebanyak 19 responden berada pada

kategori rendah dengan persentase 13,971%. Hasil pengolahan data di

atas menunjukkan bahwa responden kategori sedang yang menjadi

sampel penelitian memiliki tingkat kedisiplinan salat subuh pada

kategori sedang.

2) Data skala prokrastinasi akademik

Data hasil skor responden pada skala prokrastinasi akademik

diperoleh dari nilai respon aitem skala. Skala prokrastinasi akademik

berjumlah 8 aitem dengan rentang skor 1 hingga 5. Data empirik

didapatkan dengan melakukan perhitungan menggunakan program

Microsoft Excel 2010.

Tabel 10. Data empirik skala prokrastinasi akademik


Variabel Empirik SD

45
Min Max M
Prokrastinasi 11 38 22,345 4,835
Akademik
Keterangan: M = Mean; SD = Standar Deviasi

Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa skor terendah pada

skala prokrastinasi akademik adalah 11 dan tertinggi adalah 38. Nilai

rata-rata skala secara empirik atau mean adalah 22,345. Nilai standar

deviasi yang didapatkan adalah 4,835. Kategorisasi skala prokrastinasi

akademik disajikan pada tabel berikut:

Tabel 11. Kategorisasi skala prokrastinasi akademik


Variabel Interval Kategori Jumlah Persentase
X > 28 Tinggi 19 13,971%
Prokrastinas 17 < X <
i Akademik 28 Sedang 99 72,794%
X < 17 Rendah 18 13,235%
Total 136 100%

Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 19

responden berada pada kategori tinggi dengan persentase 13,971%,

terdapat sebanyak 99 responden berada pada kategori sedang dengan

persentase 72,794%, dan terdapat sebanyak 18 responden berada pada

kategori rendah dengan persentase 13,235%. Hasil pengolahan data di

atas menunjukkan bahwa responden kategori sedang yang menjadi

sampel penelitian memiliki tingkat prokrastinasi akademik pada

kategori sedang.

2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode

analisis korelasi Spearmen Rho. Metode ini merupakan statistik

nonparametrik yang tidak dikenai uji asumsi sebelum melakukan uji

46
hipotesis. Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan bantuan

software Jamovi versi 0.41.1.0, yang disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 14. Hasil uji hipotesis


Variabel r p Keterangan
Kedisiplinan Salat Subuh
-0,387 0,000* Signifikan
Prokrastinasi Akademik
Keterangan: *p < 0,05.

Hasil uji hipotesis pada tabel di atas melaporkan bahwa terdapat

hubungan antara kedisiplinan salat subuh dengan prokrastinasi akademik

pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi di Fakultas Psikologi

UNM (r = -0,387; p = 0,000 < 0,05), sehingga hipotesis yang diajukan (H a)

dalam penelitian ini diterima. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa nilai

koefisien korelasi yang diperoleh bernilai negatif, yang berarti bahwa

mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi dengan tingkat kedisiplinan

yang tinggi dalam melaksanakan salat subuh, cenderung memiliki perilaku

prokrastinasi akademik yang rendah. Nilai koefisien korelasi dan arah

hubungan dapat divisualisaikan pada gambar di bawah ini.

Gambar 2. Nilai koefisien korelasi dan arah hubungan

47
Namun kekuatan hubungan antara dua variabel yang diuji dalam

penelitian ini berada pada kategori lemah dengan mengacu pada kriteria D

ancey dan Reidy (2017). Hasil perhitungan nilai koefisien korelasi yang

dikuadratkan juga memperkuat lemahnya kekuatan hubungan anatara kedua

variabel yang diteliti. Kedisiplinan salat subuh hanya memberikan

sumbangsih sebesar 14,9% (r = {-0,387}2 = 0,149) terhadap perilaku

prokrastinasi akademik.

B. Pembahasan

1. Gambaran Deskriptif Kedisiplinan Salat Subuh

Hasil analisis deskriptif data yang diperoleh dari mahasiswa yang

sedang mengerjakan skripsi di Fakultas Psikologi Universitas Negeri

Makassar angkatan 2014 sampai angkatan 2016. Hasil analisis deskriptif

pada tabel 8 menunjukkan bahwa 136 subjek yang berpartisipasi dalam

penelitian ini, diperoleh 20 subjek memiliki tingkat kedisiplinan salat

subuh pada kategori tinggi dengan persentase 14,706%, 97 subjek

menunjukkan tingkat kedisiplinan salat subuh pada kategori tinggi dengan

persentase 71,323%, dan 19 subjek menunjukkan tingkat kedisiplinan salat

subuh pada kategori rendah dengan persentase 13,970%. Hasil kategorisasi

tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian pada

mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi meemiliki tingkat

kedisiplinan salat subuh yang tergolong sedang.

48
Subjek pada umumnya memiliki tingkat kedisiplinan salat subuh pada

kategori sedang. Amelia, Arief, dan Hidayat (2013) mengemukakan

bahwa kedisiplinan salat subuh merupakan kesanggupan individu untuk

memelihara dan menjaga salatnya. Salat subuh dilakukan sesuai dengan

ketetapan waktu serta dengan bacaan suci yang dilakukan dari takbir

hingga salam. Ghofur (2018) mengemukakan bahwa salat subuh

merupakan salat yang dikerjakan di waktu fajar hingga menjelang

terbitnya matahari.

As-Sirjani (2004) mengemukakan bahwa individu yang disiplin

melaksanakan salat subuh akan membiasakan hidup teratur dalam seharian

penuh. Salat yang dilakukan dengan tepat waktu menjadikan individu

terbiasa tepat waktu dan disiplin dalam menyelesaikan seluruh

kegiatannya dalam sehari. Umat muslim yang melaksanakan salat subuh

otomatis membuat individu terbiasa bangun di pagi hari. Dewi (2014)

mengemukakan bahwa individu yang terbiasa bangun di pagi hari akan

membuat badan terasa segar dan sifat malas akan hilang.

Mansyur dan Gismin (2018) mengemukakan bahwa salat mampu

menyehatkan badan karena setiap gerakan, sikap, dan perubahan gerak

dalam salat mulai dari persiapan ibadah seperti wudhu hingga

melaksanakan salat merupakan gerakan yang paling sempurna untuk

memelihara kondisi badan agar tetap sehat. Kondisi badan yang sehat akan

membuat individu terhindar dari perasaan sedih dan gelisah, sehingga

pikiran akan menjadi sehat dan terhindar dari penyakit fisik dan psikis.

49
Mahasiswa dituntut untuk mampu melaksanakan tugas dengan penuh

tanggung jawab serta tekun, dan tidak membuang-buang waktu.

Mahasiswa harus mampu berperang dalam menuntut ilmu terutama bagi

mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi. Mahasiswa yang sedang

mengerjakan skripsi dituntut agar mampu melawan rasa malas, cemas,

khawatir, dan tidak percaya diri dalam dirinya. Rasulullah SAW bersabda

bahwa barang siapa yang ingin menang dalam perang maka salat subuhlah

dan lakukan seusainya. Fahrian (2018) mengemukakan bahwa salah subuh

merupakan kunci kesuksesan bagi orang-orang yang sedang berperang.

Mahasiswa yang memiliki kedisiplinan salat subuh yang baik terutama

bagi mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi lebih mampu mengatur

waktu, disiplin, tepat waktu, dan pekerja keras.

2. Gambaran Deskriptif Prokrastinasi Akademik

Hasil analisis deskriptif prokrastinasi akademik yang dilakukan pada

136 mahasiswa muslim di fakultas psikologi Universitas Negeri Makassar

diperoleh hasil data terbagi menjadi tiga kategori yakni terdapat 15 subjek

yang menunjukkan perilaku prokrastinasi akademik dengan kategori tinggi

(11,029%), terdapat 104 subjek dengan perilaku prokrastinasi akademik

pada kategori sedang (76,470%), dan terdapat 17 subjek dengan perilaku

prokrastinasi akademik pada kategori rendah (12,5%). Hasil tersebut

menunjukkan bahwa prokrastinasi akademik pada mahasiswa muslim

yang sedang mengerjakan skripsi di fakultas psikologi Universitas Negeri

Makassar cenderung pada kategori sedang.

50
Ferrari, Johnson, dan McCown (1995) mengemukakan bahwa

prokrastinasi merupakan jenis penundaan yang dilakukan pada tugas

formal. Tugas formal yang dimaksud termasuk dalam tugas-tugas

akademik. Salah satu syarat untuk lulus di perguruan tinggi adalah

menyelesaiak tugas akhir atau yang biasa disebut dengan skripsi. Andarini

dan Fatma (2013) mengemukakan bahwa mahasiswa mengalami banyak

hambatan dan tantangan dalam menyelesaikan skripsi. Hambatan yang

biasa dialami mahasiswa seperti rasa malas, kesulitan memeroleh

referensi, mis-komunikasi dengan dosen pembimbing, kurangnya

dukungan, dan tidak mampu mengatur waktu dengan baik.

Andarini dan Fatma (2013) mengemukakan bahwa mahasiswa

menganggap skripsi menjadi beban hidup, takut dengan hasil skripsi yang

tidak sesuai ekspektasi, dan kesulitan mengatur waktu dengan aktivitas

lain. Mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi yang merasa terbebani

dan gelisah akan melakukan penundaan mengerjakan skripsi. Mahasiswa

yang melakukan prokrastinasi sulit melakukan tugas sesuai dengan batas

waktu yang telah ditentukan, sering mengalami keterlambatan, dan

mempersiapkan diri secara berlebihan.

Mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi di Fakultas psikologi

Universitas Negeri Makassar tingkat prokrastinasi dalam menyelesaikan

tugas berada pada kategori sedang. Mahasiswa yang sedang mengerjakan

skripsi melakukan penundaan dalam memulai mengerjakan skripsi dan

51
lebih memilih melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan

dibanding mengerjakan skripsinya

3. Hubungan antara kedisiplinan salat subuh dengan prokrastinasi

akademik

Hasil uji hipotesis ditemukan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh

sebesar 0,000 (p < 0,05), sehingga hipotesis yang diajukan (Ha) dalam

penelitian ini diterima, yang berarti bahwa terdapat hubungan antara

kedisiplinan salat subuh dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa

yang sedang mengerjakan skripsi di fakultas psikologi Universitas

Negeri Makassar. Selain itu, nilai koefisien korelasi yang diperoleh

sebesar -0,387. Nilai koefisien korelasi menunjukkan nilai negatif yang

berarti kedisiplinan salat subuh dengan prokrastinasi akademik saling

berkorelasi negatif dan masuk dalam kategori lemah dengan mengacu

pada kriteria Dancey dan Reidy (2017). Dengan demikian, semakin

tinggi kedisiplinan salat subuh yang dialami oleh mahasiswa muslim di

fakultas psikologi Universitas Negeri Makassar, maka kecenderungan

mengalami prokrastinasi akademik semakin menurun.

Sejalan dengan peneltian yang dilakukan oleh Dewi (2014)

menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara

kedisiplinan melaksanakan salat subuh pada mahasiswa Fakultas Agama

Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal ini berarti bahwa

semakin tinggi tingkat kedisiplinan salat subuh mahasiswa maka semakin

52
rendah prokratsinasi akademik. Sebaliknya, semakin rendah tingkat

kedisiplinan salat subuh mahasiswa, maka semakin tinggi tingkat

prokrastinasi akademik.

2
Kedisiplinan salat subuh memberikan sumbangsih sebesar -0,387 =

0,149 atau 14,9% terhadap prokrastinasi akademik. Andarini dan Fatma

(2013) mengemukakan bahwa sebagian besar mahasiswa yang sedang

mengerjakan skripsi merasa diberikan beban berat sehingga perasaan

tersebut berkembang menjadi perasaan negatif yang menimbulkan

kecemasan, kekhawatiran, stres, frustasi, dan kehilangan motivasi. Hal

tersebut menyebabkan mahasiswa melakukan penundaan dalam

menyelesaikan skripsi dan mahasiswa mengalami keterlambatan

kelulusan.

Solomon dan Rothblum (1984) mengemukakan bahwa prokrastinasi

memiliki dampat negatif bagi pelakunya, yaitu tergesa-gesa dalam

menyelesaikan tugas, tidak maksimal dalam menyelesaikan tugas,

menimbulkan rasa cemas, banyak waktu yang terbuang, dan bahkan tidak

mampu menyelesaikan tugas yang diberikan. Ferrari, Johnson, dan

McCown (1995) mengemukakan bahwa terdapat dua faktor yang

menyebabkan individu melaukan prokrastinasi, yaitu faktor internal dan

eksternal. Kedisiplinan salat subuh masuk ke dalam faktor internal yang

memiliki hubungan dengan tindakan prokrastinasi.

Dewi (2014) mengemukakan bahwa individu yang melaksanakan salat

subuh dengan konsisten dan tepat waktu padahal harus melawan rasa

53
kantuk karena dikerjakan di waktu fajar, sehingga hal tersebut melatih

individu menjadi pribadi yang disiplin. Individu yang memiliki tingkat

kedisiplinan tinggi mampu mengontrol dan penuh dengan rasa tanggung

jawab dalam menjalankan kegiatan dan aktivitas lainnya. Selain itu,

mahasiswa yang memiliki kedisiplinan tinggi akan memiliki semangat dari

dalam diri untuk melakukan kegiatan dan memotivasi mahasiswa untuk

menyelesaikan tugas dengan tepat waktu tanpa menunda-nunda.

Mahasiswa yang memiliki tingkat kedisiplinan salat subuh yang rendah

maka tidak memiliki semangat dalam melakukan kegiatan dan

menyebabkan mahasiswa melakukan prokrasktinasi.

54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, maka

dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kedisiplinan salat

subuh dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang sedang

mengerjakan skripsi di Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar

(r= -0,387; p = 0,000 < 0,05), sehingga hipotesis yang diajukan (H a)

dalam penelitian ini diterima. Dengan demikian penelitian ini

menggambarkan bahwa mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi

dengan tingkat kedisiplinan yang tinggi dalam melaksanakan salat

subuh, cenderung memiliki perilaku prokrastinasi akademik yang

rendah.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti memberikan beberapa

saran sebagai berikut :

1. Bagi mahasiswa akhir

Diharapkan mahasiswa akhir yang sedang mengerjakan skripsi

mampu meningkatkan kedisiplinan salat subuh dengan mejaga

kekonsistenan dan tepat waktu.

2. Bagi peneliti selanjutnya

55
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan penelitian serupa

mencari faktor lain yang menyebabkan prokrastinasi pada mahasiswa

yang mngerjakan skripsi dan bagi peneliti yang tertarik dengan

penelitian serupa melakukan penelitian metode eksperimen

56
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Terjemahannya


Anhar, W. N. (2017). Hubungan antara optimism dengan prokrastinasi pada
mahasiswa yang menyusun skripsi. (skripsi tidak diterbitkan). Makassar:
Universitas Negeri Makassar.
Amelia, M., Arief, Y., & Hidayat, A. (2019). Hubungan antara kedisiplinan
melaksanakan shalat wajib dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa
fakultas psikologi universitas islam riau. Jurnal fakultas psikologi. Vol. 13(1).
44-54.
As-Sirjani, R. (2004). Misteri shalat subuh. Solo; Aqwam.
Azwar, S. (2010). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2016). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Brown. W.F., & Holtzman, W. H. (1995). A study-attitudes questionnanie for
predicting academic success. 75-84.
Burka, J. B., & Yuen, L. M. (2008) Procrastination: Why you do it, what to do
about it now. United State of Ameerica: Preseus Book Group.
Catrunada, Lidya, dan Ira, P. (2008). Perbedaan kecenderungan prokrastinasi
tugas skripsi berdasarkan tipe kepribadian introvert dan ekstrovert. Universitas
Gunadarma.
Dancey, C., & Reidy, J. (2017). Statistics without Maths for Psychology (7th Ed.).
London: Pearson Education Limited.
Dewi, D. P. (2014). Hubungan antara kedisiplinan melaksanakan shalat subuh
dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa fakultas agama islam
universitas muhammadiyah Surakarta. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Ekosiwoyo, R. (2000). Motivasi belajar dan disiplin. Artikel.
Fahrian, A. (2018). Efektifitas disiplin melaksanakan shalat subuh berjamaah
terhadap penurunan prokrastinasi akademik. Jurnal riset psikologi, 8(4).

57
Ferrari, J.R., Johnson, J. L., & McCown. W. G. (1995). Procrastionation and task
avoidance: Theory, research, and treatment. New York: Springer Science &
Business Media.
Freeman, E. K. (2011). Extraversion and arousal procrastination: waiting for the
kicks. Curl pshchology, 30(1), 375-382.
Ghofur, M. (2018). Pejuang tahajud dan subuh. Yogyakarta: Araska.
Ghufron, M. N., & Risnawati, R. (2010). Teori-teori psikologi. Jogjakarta: Ar-
Ruzz media.
Hadi, S. (2004). Metodologi research. Yogyakarta: Andi Offset.
Hadi, S. (2009). Metodologi penelitian. Yogyakarta: Andi.
Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R.E. (2014). Multivariate data
analysis (7th Ed.). London: Pearson Education Limited.
Haryanto, S. (2002). Psikologi shalat. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Hayyinah. (2004). Religiusitas dan prokrastinasi akademik mahasiswa. Jurnal
psikologika. 17(1). 31-41.
Kamus besar. (2012). Arti kata disiplin
Katsir, Ibnu. (2012). Tafsir ibnu katsir jilid 10. Terj. M. Abdul Ghoffar E.
M., Abdurrahman Mu’thi, Abu Ihsan Al-Atsari. Pustaka Imam asy-syafi’i: Bogor.
Kline, R. B. (2005). Principles and practice of structural equation modeling (2nd
Ed.). New York: Guilford.
Knaus, W. (2010). End procrastination now! Get it done with a proven
psychological approach. New York. Mc Graw Hill.
Mansyur, A. Y., & Gismin, S. S. (2018). Salat subuh dan dimensi ideal
mahasiswa. Jurnal Psikologi Islami, 4(2), 82-90.
Periantalo, J. (2015). Penyusunan skala psikologi asyik mudah & bermanfaat.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Periantalo, J. (2016). Penelitian kuantitatif untuk psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Prijosaksono, A. & Sembel, R. (2003). Management series. Jakarta: Gramedia.
Ridha, A. A. (2015). Impikasi kualitas shalat subuh dalam kehidupan remaja
(studi fenomenologi pada remaja tarbiyah). Jurnal Nalar, 8(1), 886-893.
ISSN: 1639-7503.
Sears,W., & Sears, M. (2003). The baby book, everything you need to know about
your baby from birth to age two. PT Serambi Ilmu Semesta: Jakarta.

58
Seo, E. H. (2008). Self-efficacy as a mediator in the relationship between self-
oriented perfectionism and academic procrastinaton. Journal Social Behavior
And Personality, 36(6), 753-764. South korea: Seoul women’s University,
Nowon Gu.
Shalih, K.A., Aziz, A., Baz bin & Ruqayyah binti Muhammad Al Maharib.
(2008). Jangan asal shalat!. Solo: Pustaka Iltizam.
Siregar, S. (2013). Metode penelitian kuantitatif. Jakarta: Kencana.
Siswoyo, D. (2007). Ilmu pendidikan. Yogyakarta. UNY press.
Solomon, L. J., & Rothblum, E. D. (1984). Academic procrastination: Frequency
and cognitive-behavioral correlates. Journal Of Counseling Psychology, 81(4),
503-509.
Steel, P. (2010). Arousal, avoidant and decisional procrastinators: Do they exist?
Personality and Individual Differences, 48, 926-934
Sugiyono. (2009). Metode penelitian pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2010). Statistika dalam penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sulaiman, M., & Zakaria, A. (2010). Jejak bisnis rasul. Jakarta Selatan: PT Mizan
Publika.
Surijah, E.A., & Tjundjing, S. (2007). Mahasiswa versus tugas: prokrastinasi
akademik dan conscientiousness. Anima. 22. 352-374.
Tatan, Z. M. (2012). Analisis prokrastinasi tugas akhir/skripsi. Jurnal Formatif, 2
(1), 82-89. ISSN: 2088-351X.
Yusuf, S. (2012). Psikologi Perkembangan anak dan remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

59

Anda mungkin juga menyukai