Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Nyeri
2.1.1 Definisi Nyeri
Nyeri adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan
yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan actual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan).12
Nyeri Akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan actual atau potensial atau
yang digambarkan sebagai kerusakan.13
Nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika
jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan rangsangan nyeri.14
Jadi dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan nyeri sebagai suatu
keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik dari serabut
saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis, dan emosional.
2.1.2 Etiologi Nyeri Akut
Adapun penyebab dari Nyeri Akut adalah15 :
1. Agen pencedera fisiologis contohnya seperti inflamasi,iskemia dan
neoplasma
2. Agen pencedera kimiawi contohnya seperti terbakar dan juga bahan
kimia iritan
3. Agen pencedera fisik contohnya seperti abses, amputasi, terbakar, dan
terpotong, mengangkat berat serta, prosedur operasi, trauma dan, latihan
fisik berlebihan.

12
Iqbal, Wahit, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar Buku 2. Jakarta
Selatan. Penerbit Salemba Medika
13
Heather Herdman. 2015. NANDA international inc nursing
diagnoses:definitions & classification 2015-2017.jakarta: EGC
14
Fadhilah. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (edisi 1). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
15
Fadhilah. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (edisi 1). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

2.1.3 Tanda dan Gejala


Adapun tanda dan gejala Nyeri Akut yaitu16 :
Mayor
1) Subjektif
a. Mengeluh nyeri
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya.
1) Objektif
a. Tampak meringis
Muka masam karena menahan nyeri.
b. Bersikap protektif (misalnya waspada, posisi menghindari nyeri)sifat
klien untuk menjaga dan melindungi sesuatu seperti nyeri.
c. Gelisah
Gelisah berarti selalu merasa khawatir, tidak tenang, tidak sabar dan
cemas.
d. Frekuensi nadi meningkat
Frekuensi nadi berada diatas normal biasanya disebabkan oleh frekuensi
jantung juga meningkat.
e. Sulit tidur
Sulit tidur adalah kelainan yang bisa menyebabkan masalah pada pola
tidur, baik karena tidak bisa tertidur, sering terbangun pada malam hari
atau ketidakmampuan untuk kembali tidur setelah terbangun.
Minor
1). Subjektif (Tidak tersedia)
2). Objektif
a. Tekanan darah meningkat
Tekanan darah meningkat yang biasa ditandai dengan sakit kepala parah,
pusing, penglihatan buram, mual, kebingungan, dan sulit bernaf
16
Fadhilah. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (edisi 1). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

b. Pola napas berubah


Pola napas berubah biasanya ini cara tubuh dalam mengompensasi
peningkatan jumlah oksigen dalam paru-paru.
c. Nafsu makan berubah
Hilangnya nafsu makan normal disebabkan oleh penyakit, yang artinya
kondisi tersebut hanya berupa gejala dari sebuah penyakit.
d. Proses berpikir terganggu
Turunnya kesadaran dalam diri manusia.
e.Menarik diri
Suatu percobaan untuk menghindari interaksi atau hubungan dengan orang
lain.
2.1.4 Kondisi Klinis Terkait
Adapun kondisi klinis terkait dari Nyeri Akut adalah17 :
1. Kondisi pembedahan
Tindakan bedah sebagai metode diagnostik untuk menemukan penyakit.
2. Cedera traumatis
Cedera yang biasanya dapat kembali normal dalam waktu empat hari.
3. Infeksi
Suatu keadaan saat tubuh kemasukan bibit penyakit (kuman) sehingga
menimbulkan gejala demam atau panas tubuh.
4. Sindrom koroner akut
Dimana terjadi penyumbatan yang signifikan pada arteri koroner.
5. Glaukoma
Peningkatan tekanan bola mata.

17
Fadhilah. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (edisi 1). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
2.1.5 Penilaian Skala Nyeri
Skala nyeri adalah metode yang digunakan untuk membantu menilai rasa
sakit yang dialami oleh seorang pasien. Pada studi skala penilaian Numerical
Rating Scales (NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata.
Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling
efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi
terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan
patokan 10 cm.18

Gambar 2.2 Numerical rating scales (Wahid dkk,2015 )

2.2 Konsep Sirosis Hepatis


2.2.1 Definisi
Sirosis adalah penyakit kronis yang dicirikan dengan penggantian jaringan
hati normal dengan fibrosis yang menyebar, yang mengganggu struktur dan
fungsi hati. Sirosis, atau jaringan parut pada hati, dibagi menjadi tiga jenis:
alkoholik, paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis, dan jenis sirosis
yang paling umum,; paskanekrotik, akibat hepatitis virus akut sebelumnya; dan
bilierm akibat obstruksi bilier kronis dan infeksi (jenis sirosis yang paling jarang
terjadi.19
18
Iqbal, Wahit, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar Buku 2. Jakarta
Selatan. Penerbit Salemba Medika
19
Bruner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume

Sirosis Hepatis merupakan penyakit hati menahun ditandai adanya


pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan proses
peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul, sehingga menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
sel hepar tidak teratur.20
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitekstur
hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi
sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Nodulnodul regenerasi
ini dapat berukuran kecil (mikronodular) atau besar (makronodular).21
Jadi dapat disimpulkan bahwa sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada
hepar yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat dan pembentukan
nodul.
2.2.2 Anatomi Fisiologi
a. Anatomi

Gambar 2.1 Anatomi Hepar

Gambar 2.2 Sirosis Hepatis


20
Nurarif, A.H., Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnose Medis Dan Nanda ( North American Nursing DiagnosisAssociation)
Jilid 1. Medi Action: Jogjakarta
21
Price & Wilson. 2013. Patofisilogi Konsep Klinis Proses-Proses penyakit. Vol. 1
Jakarta : EGC
Hati adalah organ terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500
gr atau 2% berat badan orang dewasa normal, dan ukuran hati bayi adala 10 %
dari ukuran hati orang dewasa. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan
tercetak oleh struktur sekitarnya. Hati memiliki permukaan superior yang
cembung dan terletak di bawah kubah kanan diagfragma dan sebagian kubah
kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan,
lambung pancreas dan usus. Hati memiliki empat lobus. Dua lobus yang
berukuran besar dan jelas terlihat adalah lobus kanan yang berukuran besar,
sedangkan lobus yang berukuran lebih kecil, berbentuk baji adlah lobus kiri.
Dua lobus lainnya lobus kaudatus dan kuadratus yang berada di permukaan
posterior.Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil
pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Di bawah
peritoneum terdapat jaringan ikat yaitu kapsula Glisson, bagian paling tebal
kapsula ini membentuk rangka untuk cabang vena porta, arteri hepatica, dan
saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hati tempat masuknya vena
porta dan arteri hepatica serta tempat keluarnya duktus hepatica.22
Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut
sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap
lobules merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati
berbentuk kubus tersusun radial mengelilingi vena sentralis yang mengalirkan
darah dari lobules.  Hati manusia memiliki maksimal 100.000 lobulus. Di antara
lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sinusoid, yang
merupakan cabang vena porta dan arteria hepatica. Sinosoid adalah kapiler yang
dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan sistem
monosit-makrofag, yang fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda
asing lain dalam darah. 50% makrofag dalam hati adalah sel Kupffer, sehigga
hati  merupakan salah satu organ penting dalam pertahanan melawan invasi
bakteri dan agen toksik.

22
Syaifuddin. 2015. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Komptensi. Jakarta :
EGC
Terdapat saluran empedu yang melingkari bagian perifer lobulus hati.
Saluran empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang berjalan ditengah
lempengan sel hati. Empedu yang dibentuk dalam hepatosit disekresikan ke
dalam kanalikuli yang bersatu membentuk saluran empedu yang makin lama
makin besar hingga menjadi duktus koledeus.23
Hati mempunyai dua suplai darah- dari saluran cerna dan limpa
melalui vena porta hepatica, dan dari aorta melalui arteri hepatica. Sekitar
sepertiga darah yang masuk adalah darah arteria dan duapertiganya adalah darah
vena dari vena porta. Darah dialirkan melalui vena hepatica kanan dan kiri yang
selanjutnya bermuara pada vena kava inferior.24
Aliran darah porta pada manusia sekitar 1000-1200ml/menit. Dalam
keadaan normal, darah di dalam vena porta hepatis melewati hati dan masuk ke
vena cava inferior, yang merupakan sirkulasi vena sistemik melalui venae
hepaticae. Rute ini merupakan jalan langsung. Akan tetapi, selain itu terdapat
hubungan yang lebih kecil di antara sistem portal dan sistem sistemik, dan
hubungan ini menjadi penting bila hubungan langsung terhambat.25
Vena porta masuk dan membawa darah dari lambung, limpa,
pancreas, usus halus, dan usus besar. Arteri hepatica masuk dan membawa
darah arteri. Arteri merupakan cabang arteri seliaka, yang merupakan cabang
dari aorta abdomen. Arteri hepatica dan vena porta membawa darah ke hati.
Aliran balik bergantung pada banyaknya vena hepatica yang meninggalkan
permukaan posterior dan dengan segera masuk ke vena kava tepat di bawah
diafragma.26

23
Syaifuddin. 2015. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Komptensi. Jakarta :
EGC
24
Syaifuddin. 2015. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Komptensi. Jakarta :
EGC
25
Syaifuddin. 2015. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Komptensi. Jakarta :
EGC
26
Syaifuddin. 2015. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Komptensi. Jakarta :
EGC

b. Fisiologi Hepar
1. Fungsi utama hati adalah membentuk dan mensekresi empedu. Hati
mensekresi sekitar 500 hingga 1.000 ml empedu kuning setiap hari
2. Metabolisme karbohidrat
Hati berperan penting dalam mempertahankan kadar glukosa plasma.
Setelah makan, saat glukosa darah meningkat, glukosa diubah menjadi glikogen
sebagai cadangan dan memengaruhi hormone insulin. Selanjutnya, saat kadar
glukosa turun, hormon glucagon merangsang perubahan glikogen kembali
menjadi glukosa dan menjaga kadar dalam kisaran normal.
3. Metabolisme lemak
Cadangan lemak dapat diubah menjadi suatu bentuk energi yang dapat
digunakan  jaringan.
4. Metabolisme protein
5.  Pemecahan eritrosit dan pertahanan tubuh terhadap mikroba.
6. Detoksifikasi obat dan zat berbahaya.
7. Inaktivasi hormon
8.  Produksi panas
9.  Sekresi empedu
10.   Cadangan glikogen, vitamin yang larut dalam lemak ( A,D,E,K), zat besi,
dan kuprum, serta vitamin yang larut dalam air. (misalnya vitamin B12).
11. Proses pembentukan bilirubin
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin
pada sistem retikuloendotelial. Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada
neonatos lebih tinggi daripada bayi yang lebih tua. Satu gr hemoglobin dapat
menghasilkan 35mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang
bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo, yang bersifat tidak larut dalam
air tetapi larut dalam lemak. Sel parenkim hepar mempunyai cara selektif dan
efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel
ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak.27

Syaifuddin. 2015. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Komptensi. Jakarta :


27

EGC
2.2.3 Etiologi
Penyebab sirosis hepatis belum teridentifikasi dengan jelas,
meskipun demikian,ada beberapa faktor yang menyebabkan sirosis hepatis
yaitu:28
a. Sirosis Pascanekrosis (Makronodular) Merupakan bentuk paling umum
di seluruh dunia.Kehilangan masif sel hati, dengan pola regenerasi sel
tidak teratur. Faktor yang menyebabkan sirosis ini pasca- akut hepatitis
virus (tipe B dan C).
b. Sirosis Billier Merupakan turunnya aliran empedu bersamaan dengan
kerusakan sel hepatosit disekitar duktus empedu seperti dengan kolestasis
atau obstruksi duktus empedu.
c. Sirosis Kardiak Merupakan penyakit hati kronis terkait dengan gagal
jantung sisi kanan jangka panjang, seperti atrioventrikular perikarditis
konstriktif lama.
d. Sirosis Alkoholik (mikronodular Laenec) Merupakan bentuk nodul
kecil akibat beberapa agen yang melukai terus-menerus, terkait dengan
penyalahgunaan alcohol
2.2.4 Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala dari sirosis hepatis yaitu29
1.Sirosis terkompensasi: biasanya ditemukan secara sekunder dari
pemeriksaan fisik rutin, gejala samar.
2.Sirosis terdekompensasi: gejala penurunan protein, faktor pembekuan dan
zat lain serta manifestasi hipertensi porta.
3.Pembesaran hati di awal penyakit (hati berlemak) pada penyakit lanjut,
ukuran hati berkurang akibat jaringan parut.
4.Obstruksi asites portal: organ menjadi tempat bagi kongesti pasif kronis
terjadi dyspepsia dan perubahan fungsi usus

28
Black & Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Jilid 3.
Singaparna: Jakarta
29
Bruner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume.
5.Infeksi dan peritonit: tanda klinis mungkin tidak ada, diperlukan tindakan
parasentesis untuk menegakkan diagnosis.
6.Varises Gastrointestinal: pembuluh darah abdomen terdistensi dan
menonjol pembuluh darah disepanjang saluran GI terdistensi varises
hemoroid hemoragi dari lambung.
7.Edema.
8.Defisiensi vitamin (A, C dan K) dan anemia
9.Perburukan mental diikuti dengan ensefalopati hepatic dan koma hepatik
10. Eritema Palmaris
11. Spider Angioma
12. Jaundis
2.2.5 Komplikasi
Komplikasi dari serosis hepatis adalah sebagai berikut:30
1) Hipertensi Portal
Adalah peningkatan hepatik venous pressure gradient (HVPG) lebih 5
mmHg. Hipertensi portal merupakan suatu sindroma klinis yang sering
terjadi. Bila gradient tekanan portal (perbedaan tekanan antara vena portal
dan vena cava inferior) diatas 10-20 mmHg, komplikasi hipertensi portal
dapat terjadi.
2) Asites
Penyebab asites yang paling banyak pada sirosis hepatis adalah hipertensi
portal, disamping adanya hipoalbuminemia (penurunan fungsi sintesis
pada hati) dan disfungsi ginjal yang akan mengakibatkan akumulasi cairan
dlam peritoniun.
3) Varises Gastroesofagu
Varises gastroesofagus merupakan kolateral portosistemik yang paling
penting. Pecahnya varises esophagus (VE) mengakibatkan perdarahan
varieses yang berakibat fatal. Varises ini terdapat sekitar 50% penderita
sirosis hepatis dan berhubungan dengan derajat keparahan sirosis hepatis.

30
Black & Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Jilid 3.
Singaparna: Jakarta
4) Peritonisis
Bakterial Spontan Peritonisis bakterial spontan (SBP) merupakan
komplikasi berat dan sering terjadi pada asites yang ditandai dengan
infeksi spontan cairan asites tanpa adanya fokus infeksi intraabdominal.
5) Ensefalopati Hepatikum Sekitar 28% penderita sirtosis hepatis
dapat mengalami komplikasi ensefalopi hepatikum (EH). Mekanisme
terjadinya ensefalopati hepatikum adalah akibat hiperamonia , terjadi
penutunan hepatic uptake sebagai akibat dari intrahepatic portal-systemic
shunts dan/atau penurunan sintesis urea dan glutamik.
6) Sindrom Hepatorenal
Merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelainan organik ginjal, yang
ditemukan pada sirosis hepatis lanjut. Sindrom ini sering dijumpai pada
penderita sirosis hepatis dengan asites refrakter. Sindroma Hepatorenal
tipe 1 ditandai dengan gangguan progresif fungsi ginjal dan penurunan
klirens kreatinin secara berrmakna dalam 1-2 minggu. Tipe 2 ditandai
dengan penurunan filtrasi glomerulus dengan peningkatan serum kreatinin.
Tipe 2 ini lebih baik prognosisnya daripada tipe 1
2.2.6 Pemeriksan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada sirosis hepatis yaitu:31
1.Radiologi
a) Foto polos abdomen.
Tujuannya : untuk dapat memperlihatkan densitas klasifikasi pada hati
, kandung empedu, cabang saluran-saluran empedu dan pancreas juga
dapat memperlihatkan adanya hepatomegalimegali atau asites nyata.
a. Ultrasonografi (USG)
b.Metode yang disukai untuk mendeteksi hepatomegalimegali atau
kistik didalam hati.

31
Price & Wilson. 2013. Patofisilogi Konsep Klinis Proses-Proses penyakit. Vol. 1
Jakarta : EGC

c. CT scan pencitraan beresolusi tinggi pada hati, kandung empedu,


pancreas, dan limpa; menunjukan adanya batu, massa padat, kista,
abses dan kelainan struktur: sering dipaki dengan bahan kontras
d.Magnetik Resonance Imaging (MRI) (Pengambilan gambar organ)
e. Pemakaian sama dengan CT scan tetapi memiliki kepekaan lebih
tinggi, juga dapat mendeteksi aliran darah dan sumbatan pembuluh
darah; non invasive.
2. Laboratorium
a) Ekskresi hati dan empedu : Mengukur kemampuan hati untuk
mengonjugasi dan mengekskresi pigmen empedu, antara lain 1)
Bilirubin serum direk (Terkonjugasi) Meningkat apabila terjadi
gangguan ekskresi bilirubin terkonjugasi (Nilai normalnya 0,1-0,3
mg/dl).
b) Bilirubin serum indirek (Tidak terkonjugasi) Meningkat pada
keadaan hemolitik dan sindrom Gilbert (Nilai normalnya 0,2-0,7
mg/dl).
c) Bilirubin serum total Bilirubin serum direk dan total meningkat
pada penyakit hepatoseluler (Nilai normalnya 0,3-1,0 mg/dl).
d) Metabolisme Protein 1) Protein serum total : sebagian besar protein
serum dan protein pembekuan disintesis oleh hati sehingga kadarnya
menurun pada berbagai gangguan hati. (Nilai normalnya 6-8 gr/dl)
Albumin serum (Nilai normalnya : 3,2-5,5 gr/dl) Globulin serum
(Nilai normalnya : 2,0-3,5 gr/dl) 2) Massa Protrombin (Nilai
normalnya : 11-15 detik) Meningkat pada penurunan sintesis
protrombin akibat kerusakan sel hati atau berkurangnya absorpsi
vitamin K pada obstruksi empedu. Vitamin K penting untuk sintesis
prothrombin Prothrombin time (PT) memanjang (akibat kerusakan
sintesis protombin dan faktor pembekuan)
e) Biopsi hepar dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaan serum
dan pemeriksaan radiologis tak dapat menyimpulkan

2.2.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada sirosis hepatis yaitu:32
1) Terapi mencakup antasid, Suplemen vitamin dan nutrisi, diet seimbang;
diuretik penghemat kalium (untuk asites) hindari alkohol
2) Dokter biasanya meresepkan multivitamin untuk menjaga kesehtan.
Sering kali vitamin K diberikan untuk memperbaik faktor pembekuan
3) Dokter mungkin juga meresepkan pemberian albumin IV untuk menjaga
volume plasma
4) Terapi transfusi: platelet, packed red cells, fresh frozen plasma (FFP)
5) Diuretik: spironolakton (Aldactone), Furosemid (lasix)
6) Sedatif: fenobarbital (Luminal)

b.Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksaan keperawatan sebagai berikut:33
1) Mencegah dan memantau perdarahan
Pantau klien untuk perdarahan gusu, purpura, melena, hematuria, dan
hematemesis.Periksa tanda vital sebagai pemeriksa tanda syok. Selain
itu untuk menceah perdarahan, lindungi klien dari cedera fisik jatuh
atau abrasi, dan diberikan suntikan hanya ketika benarbenar diperlukan,
menggunakan jarum sintik yang kecil. Instruksikan klien untuk
menghindari nafas hidung dengan kuat dan mengejan saat BAB.
Terkadang pelunak fases diresepkan untuk mencegah mengejan dan
pecahnya varises.
2) Meningkatkan status nutrisi
Modifikasi diet: diet tinggi proten untuk membangun kembali jaringan
dan juga cukup karbohidrat untuk menjaga BB dan menghemat protein.
32
Black & Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Jilid 3.
Singaparna: Jakarta
33
Bruner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume.

3) Meningkatkan pola pernapasan


efektif Edema dalam bentuk asites, disamping menekan hati dan
memengaruhi fungsinya, mungki juga menyebabkan nafas dangkal dan
kegagalan pertukaran gas, berakibat dalam bahaya pernafasan. Oksigen
diperlukan dan pemeriksaan AGD arteri. Posisi semi fowler, juga
pengkuran lingkar perut setiap hari perlu dilakukan oleh perawat.
4) Menjaga keseimbangan volume cairan
Dengan adanya asites dan edema pembatasan asupan cairan klien harus
dipantau ketat. Memantau asupan dan keluaran, juga mengukur lingkar
perut.
5) Menjaga integritas kulit
Ketika tedapat edema, mempunyai resiko untuk berkembang
kemungkinan lesi kulit terinfeksi. Jika jaundis terlihat, mandi hangat-
hangat kuku dengan pemakai sabun non-alkalin dan penggunaan lotion.
6) Mencegah Infeksi
Pencegahan infeksi diikuti dengan istirahat adekuat, diet tepat,
memonitor gejala infeksi dan memberikan antibiotik sesuai resep.
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis
2.3.1 Pengkajian
Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan
secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah- masalah pasien,
merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta mengevaluasi hasil
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.34
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab) Biasanya identitas klien/
penanggung jawab dapat meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama,
suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa
medis, nomor registrasi, hubungan klien dengan penanggung jawab.

34
Nurarif, A.H., Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnose Medis Dan Nanda ( North American Nursing Diagnosis
Association) NIC-NOC, Jilid 1. Medi Action: Jogjakarta
b. Keluhan Utama: Pada awal sirosis hepatis biasaya orang dengan sirosis sering
terungkap kondisinya secara tidak sengaja ketika mencari pelayanan kesehatan
untuk masalah lain. Beberapa kondisi menjadi alasan masuk pasien yaitu
dengan keluhan Nyeri abdomen bagian atas sebelah kanan, mual, muntah, dan
demam. Sedangkan pada tahap lanjut dengan keluhan adanya ikterus, melena,
muntah berdarah.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang Pada saat perawat melakukan pengkajian
biasanya akan diperoleh komplikasi berat dengan dasar fisiologis; asites
disebabkan malnutrisi, GI muncul dari varises esofagus (pembesaran vena),
sehingga pasien mengeluhkan bengkak pada tungkai, keletihan, anoreksia.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu Biasanya adanya riwayat Hepatitis,
pascaintoksikasi dengan kimia industri, sirosis bilier dan yang paling sering
ditemukan dengan riwayat mengonsumsi alkohol.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga Sirosis Hepatis merupakan penyakit yang
menular, jadi jika ada keluarga yang menderita hepatitis maka akan menjadi
faktor resiko.
f. Pola aktivitas sehari-hari
1) Nutrisi Biasanya nafsu makan pasien akan berkurang, karena adanya mual,
muntah.
2) Eliminasi BAB : biasanya berwarna hitam (melena) BAK : biasanya urine
berwarna gelap
3) Personal Hygiene Biasanya pasien mengalami defisit perawatan diri karena
kelelahan
4) Pola Istirahat dan tidur Biasanya pada ensefalopati pola tidur terbalik,
malam hari terbangun dan siang hari tertidur
5) Pola aktivitas Biasanya aktivitas dibantu keluarga dan perawat karena
adanya kelelahan
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital Biasanya pada diperiksa tingkat
kesadaran, bila pada ensefalopati hepatikum akan terjadi penururnan
kesadaran, Tanda- tanda vital juga diperiksa untuk mengetahui keadaan umum
pasien
2) Kepala Biasanya akan tampak kotor karena pase mengalami defisit
perawatan diri
3) Wajah Wajah biasanya tampak pucat
4) Mata Biasanya sklera ampak ikterik dan konjungtiva tampak anemis
5) Hidung Biasanya tampak kotor
6) Mulut Adanya bau karateristik pernapasan yaitu fetor hepaticus
7) Telinga Biasanya tampak kotor kaena defisit perawatan diri
8) Paru
a) Inspeksi : pasien terlihat sesak
b) Palpasi : fremitus seimbang bila tidak ada komplikasi
c) Perkusi : bila terdapat efusi pleura maka bunyinya hipersonor
d) Auskultasi : secara umum normal, akan ada stridor bila ada akumulasi
sekret.
9) Jantung
a) Inspeksi : anemis, terdapat tanda gejala perdarahan.
b) Palpasi : peningkatan denyut nadi.
c) Auskultasi : biasanya normal
10) Abdomen
a) Inspeksi : perut terlihat membuncit karena terdapat asites.
b) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada perut kuadran kanan atas, hepar teraba
membesar, terdapat shifting dullnes atau gelombang cairan
c) Perkusi : Redup
d) Auskultasi : penurunan bising usus
11) Ekstremitas Biasanya Terdapat udem tungkai, penurunan kekuatan otot,
Eritema Palmaris pada tangan, Jaundis dan CRT >2 detik 12) Genitalia
Biasanya pada wanita menstruasi tidak teratur
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Didapatkan beberapa diagnosa keperawatan pada pasien sirosis hepatitis
antara lain:35
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens fisiologis
2. Defisit Nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat sekunder
terhadap anorexia.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema tungkai.
4. Kerusakan integritsa kulit berhubungan dengan imobilitas sekunder terhadap
kelemahan
2.2.3 Intervensi Keperawtan
Berdasarkan SLKI dan SIKI rencana keperawatan pada masalah nyeri akut,
gangguan mobilitas fisik dan resiko infeksi tertera pada tabel dibawah ini36
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan
No Diagnose SLKI SIKI
keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan tindakan keparawatan Tindakan
dengan agen 1x 24 jam Observasi
fisologis diharapakan tingkat 1. lokasi,karakteristik,
Tanda dan nyeri Menurun durasi,frekuensi, kualitas,
gejala mayor dengan kriteria hasil : intensitas nyeri
Ds : 1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
1. Mengeluh menurun 3. Identifikasi respon nyeri
nyeri 2. Meringis menurun non verbal
Do: 3. Sikap protektif 4. Identifikasi faktor yang
1. Tampak menurun memperberat dan
meringis 4. Gelisah menurun memperingan nyer
2. Bersikap 5. Kesulitan tidur 5. Identifikasi pengetahuan
protektif (mis. menurun dan keyakinan tentang nyeri
waspada, 6. Perasaan takut 6. Identifikasi pengaruh
posisi mengalami cedera budaya terhadap respon
menghindari berulang menurun nyeri
nyeri) 7. Ketegangan otot 7. Identifikasi pengaruh nyeri
3. Gelisah menurun pada kualitas hidup
4. Frekuensi 8. Monitor keberhasilan terapi
nadi komplementer yang sudah
meningkat diberikan
5. Sulit tidur 9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Tanda dan Terapeutik
gejala minor 1. Berikan teknik
Ds : nonfarmakologis untuk
Tidak mengurangi rasa nyeri (mis.
tersedia TENS, hypnosis, akupresur,
Do: terapi musik, biofeedback,
1. Tekanan terapi pijat, aroma terapi,
darah teknik imajinasi terbimbing,
meningkat kompres hangat/dingin,
2. Pola napas terapi bermain)
berubah 2. Control lingkungan yang
3. Nafsu memperberat rasa nyeri
makan (mis. Suhu ruangan,
berubah pencahayaan, kebisingan)
4. Proses 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
berpikir 4. Pertimbangkan jenis dan
terganggu sumber nyeri dalam
5. Menarik pemilihan strategi
diri meredakan nyeri
6. Berfokus Edukasi
pada diri 1. Jelaskan penyebab, periode,
sendiri dan pemicu nyeri
7. Diaforesis 2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Defisit nutrisi L.03030 Manajemen Nutrisi
ditandai Setelah dilakukan Tindakan
dengan tindakan keperawatan Observasi
gangguan selama 1x24 jam 1. Identifikasi status nutrisi
menelan Defisit nutrisi 2. Identifikasi alergi dan
(D.0019) Membaik dengan intoleransi makanan
Gejala dan Kriteria Hasil: 3. Identifikasi makanan yang
Tanda Mayor 1. Porsi makan yang disukai
Subjektif     : dihabiskan 4. Identifikasi kebutuhan kalori
(tidak 2. Kekuatan otot dan jenis nutrient
tersedia) penguyah 5. Identifikasi  perlunya
Objektif : 3. Kekuatan otot penggunaan  selang
1. Berat menelan nasogastrik
badan 4. Serum albumin 6. Monitor asupan makanan
menurun 5. Verbalisasi 7. Monitor berat badan
minimal 10% keinginan untuk 8. Monitor hasil pemeriksaan
di bawah menigkatkan nutrisi laboratorium
rentang 6. Pengetahuan Terapeutik
ideal . tentang pilihan 1. Lakukan oral hygiene
makan yang sehat sebelum makan, jika perlu
Gejala dan 7. Pengetahuan 2. Fasilitasi menentukan
Tanda Minor tentang standar pedoman diet (mis. Piramida
Subjektif : asupan nutris yang makanan)
1. Cepat tepat 3. Sajikan makanan secara
kenyang 8. Penyiapan dan menarik dan suhu yang
setelah makan penyimpanan sesuai
2. Kram atau makanan 4. Berikan makan tinggi serat
nyeri 9. Sikap terhadap untuk mencegah konstipasi
abdomen makanan/minuman 5. Berikan makanan tinggi
3. Nafsu sesuai dengan kalori dan tinggi protein
makan tujuan Kesehatan 6. Berikan suplemen makanan,
menurun  . 10.Perasaan cepat jika perlu
Objektif : kenyang 7. Hentikan pemberian makan
1. Bising 11.Nyeri abdomen melalui selang nasigastrik
usus 12.Sariawan jika asupan oral dapat
hiperaktif 13.Rambut rontok ditoleransi
2. Otot 14.Diaere Edukasi
pengunyah 15.Berat badan atau 1. Anjurkan posisi duduk, jika
lemah IMT mampu
3. Otot 16.Nafsu makan 2. Ajarkan diet yang
menelan 17.Bising usus diprogramkan
lemah 18.Tebali lipatan kulit Kolaborasi
4. Membran trisep 1. Kolaborasi pemberian
mukosa pucat 19.Membrane mukosa medikasi sebelum makan
5. Sariawan (mis. Pereda nyeri,
6. Serum antiemetik), jika perlu
albumin 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
turun untuk menentukan jumlah
7. Rambut kalori dan jenis nutrient yang
rontok dibutuhkan
berlebihan
8. Diare

3. Gangguan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


mobiltas fisik tindakan keperawatan Tindakan
berhubungan selama 1x24 jam Observasi
dengan mobilitas fisik 1. Identifikasi adanya nyeri atau
edema pada Meningkat dengan keluhan fisik lainnya
tungkai Kriteria Hasil: 2. Identifikasi toleransi fisik
Tanda dan 20.Pergerakan melakukan ambulasi
gejala mayor ekstremitas 3. Monitor frekuensi jantung
Ds : meningkat dan tekanan darah sebelum
1. Mengeluh 21.Kekuatan otot memulai ambulasi
sulit meningkat 4. Monitor kondisi umum
menggerakka 22.Nyeri menurun selama melakukan ambulasi
n ekstremitas 23.Kaku sendih Terapeutik
Do : menurun 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi
1. Kekuatan 24.Gerak terbatas dengan alat bantu (mis. tongkat,
otot menurun menurun kruk)
2. Rentang 25.Kelemahan fisik 2. Fasilitasi melakukan
gerak (ROM) menurun mobilisasi fisik, jika perlu
menurun 26.Membrane mukosa 3. Libatkan keluarga untuk
meningkat membantu pasien dalam
Tanda dan meningkatkan ambulasi
gejala minor Edukasi
Ds : 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
1. Nyeri saat ambulasi
bergerak 2. Anjurkan melakukan
2. Enggan ambulasi dini
melakukan 3. Ajarkan ambulasi sederhana
pergerakan yang harus dilakukan (mis.
3. Merasa berjalan dari tempat tidur ke
cemas saat kursi roda, berjalan dari tempat
bergerak tidur ke kamar mandi, berjalan
 Do: sesuai toleransi)
1. Sendi kaku
2. Gerakan
tidak
terkoordinasi
3. Gerakan
terbatas
4. Fisik lemah
4. Gangguan L.14125 Perawatan inergeritas kulit
kerusakan Setelah dilakukan Tindakan
intergeritas tindakan keperawatan Observasi
kulit selama 1x24 jam 1. Identifikasi penyebab
berhubungan intergeritas kulit gangguan integritas kulit
dengan Meningkat dengan (mis. Perubahan sirkulasi,
imobilitas kriteria hasil : perubahan status nutrisi,
sekunder 1. Elastis peneurunan kelembaban,
terhadap 2. Hidrasi suhu lingkungan ekstrem,
kelemahan 3. Perfusi jaringan penurunan mobilitas)
4. Kerusakan Terapeutik
Tanda dan jaringan 1. Ubah posisi setiap 2 jam
gejala mayor 5. Kerusakan lapisan jika tirah baring
Subjektif : kilit 2. Lakukan pemijatan pada
(tidak 6. Nyeri area penonjolan tulang, jika
tersedia) 7. Pendarahan perlu
Objektif  : 8. Kemerahan 3. Bersihkan perineal dengan
Kerusakan 9. Hematuria air hangat, terutama selama
jaringan 10. Pigmentasi periode diare
dan/atau abnormal 4. Gunakan produk berbahan
lapisan kulit 11. Jaringan parut petrolium atau minyak
Gejala Dan 12. Nekrosi pada kulit kering
Tanda 13. Abrasi kornea 5. Gunakan produk berbahan
Minor 14. Suhu kulit] ringan/alami dan
Subjektif 15. Sensasi hipoalergik pada kulit
(tidak 16. Tekstur sensitif
tersedia) 6. Hindari produk berbahan
Objektif dasar alkohol pada kulit
1. Nyeri kering
2. Perdarahan Edukasi
3. Kemerahan 1. Anjurkan minum air yang
4. Hematoma cukup
2. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
3. Anjurkan meningkat asupan
buah dan saur
4. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ektrime
2. Perawatan luka
Tindakan
Observasi
1. Monitor karakteristik luka
(mis:
drainase, warna, ukuran, ba
u
2. Monitor tanda –tanda
inveksi
Terapeutik
1. lepaskan balutan dan plester
secara perlahan
2. Cukur rambut di sekitar
daerah luka, jika perlu
3. Bersihkan dengan cairan
NACL atau pembersih non
toksik,sesuai kebutuhan
4. Bersihkan jaringan nekrotik
5. Berika salep yang sesuai di
kulit /lesi, jika perlu
6. Pasang balutan sesuai jenis
luka
7. Pertahan kan teknik seteril
saaat perawatan luka
8. Ganti balutan sesuai jumlah
eksudat dan drainase
9. Jadwalkan perubahan posisi
setiap dua jam atau sesuai
kondisi pasien
10. Berika diet dengan kalori
30-35  kkal/kg  BB/hari  da
n protein1, 25-1,5 g/kg
BB/hari
11. Berikan suplemen vitamin
dan mineral (mis vitamin
A,vitamin C,Zinc,Asam
amino),sesuai indikasi
12. Berikan terapi
TENS(Stimulasi syaraf
transkutaneous), jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tandan dan gejala
infeksi
2. Anjurkan mengonsumsi
makan tinggi kalium dan
protein
3. Ajarkan prosedur perawatan
luka secara mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi prosedur
debridement(mis: enzimatik
biologis mekanis,autolotik),
jika perlu
- Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu

35
Fadhilah. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (edisi 1). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
36
Fadhilah. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan (1st ed.). Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia

2.2.4 Implementasikeperawatan
Implementasi keperawatan adalah suatau tindakan keperawatan yang
sebelumnya telah di rencanakan pada intervensi keperawatan. Setelah melakukan
implementasi hendaklah perawat melihat respon subjektif maupun objektif
pasien.37

2.2.5 Evaluasikeperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir proses keperawatan yang meliputi evaluasi
proses (formatif) dan evaluasi hasil (sumatif) dan mencakup penilaian hasil
tindakan asuhan keperawatan yang telah dilakukan.38
Evaluasi formatif adalah evalusi yang dilakukan setelah perawat
melakukan tindakan keperawatan yang dilakukan terus menerus hingga
mencapai tujua)39.
Evaluasi somatif adalah evaluasi yang dilakukan setiap hari setelah semua
tindakan sesuai diagnosa keperawatan dilakukan. Evaluasi somatif terdiri dari
SOAP (subjek, objektif, analisis dan planing). Subjek berisi respon yang
diungkapkan oleh pasien dan objektif berisi respon nonverbal dari pasien
respon-respon tersebut didapat setelah perawat melakukan tindakan
keperawatan.40

37
Nursalam, (2012). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakata : Selemba Medika
38
Nursalam, (2012). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakata : Selemba Medika
39
Nursalam, (2012). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakata : Selemba Medika
40
Nursalam, (2012). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakata : Selemba Medika

DAFTAR PUSTAKA

Black & Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Jilid 3. Singaparna:
Jakarta

Bruner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume
Fadhilah. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (edisi 1). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Fadhilah. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan (1st ed.). Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Fadhilah. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan (1st ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Iqbal, Wahit, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar Buku 2. Jakarta
Selatan. Penerbit Salemba Medika

Nurarif, A.H., Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnose Medis Dan Nanda ( North American Nursing Diagnosis
Association) NIC-NOC, Jilid 1. Medi Action: Jogjakarta

Nursalam, (2012). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakata : Selemba Medika

Prasetyo. 2012. Konsep dan Keperawatn Nyeri. Graha Ilmu: Yogyakarta

Price & Wilson. 2013. Patofisilogi Konsep Klinis Proses-Proses penyakit. Vol. 1
Jakarta : EGC

Smeltzer & Bare. (2013). Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC

Syaifuddin. 2015. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Komptensi. Jakarta :


EGC

Anda mungkin juga menyukai