Anda di halaman 1dari 10

Lampiran

Kepurusan Direktur Rumah Sakit Raudhah


Nomor : /SK-DIR/RSR/ XII/2021
Tanggal : 01 Desember 2021

BAB I
DEFINISI

Penularan agen infeksius melalui airborne adalah penularan penyakit


yang disebabkan oleh penyebaran droplet nuklei yang tetap infeksius saat
melayang di udara dalam jarak jauh dan waktu yang lama. Penularan melalui
udara dapat dikategorikan lebih lanjut menjadi penularan “obligat” atau
penularan “preferensial”..

Penyakit menular adalah penyakit yang dapat di tularkan (berpindah-


pindah dari orang yang satu ke orang yang lainnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung maupun perantara). Penyakit menular ini ditandai
dengan adanya agen atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah.
Penularan penyakit disebabkan proses infeksi oleh kuman.

Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan/ penyebaran kuman


pathogen dari sumber infeksi (petugas, pasien, pengunjung) ke orang lain.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

Beberapa jenis pathogen dapat menyebabkan infeksi, termasuk bakteri,


virus, jamur, parasit dan prions. Mode transmisi dapat bervariasi tergantung tipe
organisme dan beberapa agen infeksius dapat ditransmisikan lebih dari satu
rute : beberapa ditransmisikan secara primer melalui kontak langsung maupun
tidak langsung (contoh : virus Herpes simplex, respiratory syncytial virus,
staphylococcus aureus), sementara yang lain melalui droplet (virus influenza
B, . Pertussis) atau rute airborne (M. Tuberculosis). Agen infeksius yang lain,
seperti virus bloodborne (virus hepatitis B dan C) dan HIV jarang
ditransmisikan pada fasilitas kesehatan, melalui paparan percutan atau membran
mukosa. Jadi, tidak semua agen infeksius ditransmisikan dari orang ke orang.
Pada fasilitas kesehatan, mikroorganisme ditransmisikan melalui
beberapa rute, dan mikroorganisme yang sama dapat ditransmisikan melalui
lebih dari satu rute. Terdapat lima rute transmisi :
1. Kontak
a. Kontak Langsung
Kontak langsung terjadi ketika mikroorganisme dipindahkan dari
orang yang terinfeksi pada orang lain tanpa melalui perantara objek atau
orang yang terkontaminasi. Contoh :
1) Darah atau cairan tubuh yang mengandung darah pasien secara
langsung memasuki tubuh tenaga kesehatan melalui kontak dengan
membran mukosa atau luka pada kulit
2) Tungau dari pasien dengan scabies memasuki kulit tenaga kesehatan
ketika kontak dengan kulit pasien tanpa memakai sarung tangan
3) Tenaga kesehatan terkena infeksi herpes pada jari tangan setelah
kontak dengan virus herpes simplex ketika melakukan perawatan oral
pada pasien tanpa menggunakan sarung tangan.

2
b. Kontak Tidak Langsung
Kontak antara host yang rentan dengan objek yang terkontaminasi,
biasanya objek yang ada disekitar host, seperti instrumen yang
terkontaminasi, jarum, pembalut luka, atau tangan tenaga medis yang
terkontaminasi. Contoh :
1) Tangan dari tenaga kesehatan dapat mentransmisikan pathogen setelah
menyentuh tubuh pasien yang terinfeksi atau terkolonisasi atau setelah
menyentuh objek sekitar, bila tidak melakukan hand hygiene sebelum
menyentuh pasien yang lain.
2) Alat kesehatan (thermometer elektronik, alat monitoring gula darah)
dapat mentransmisikan pathogen bila alat yang terkontaminasi dengan
darah atau cairan tubuh digunakan bersama-sama pasien tanpa
dibersihkan dan didesinfeksi sebelum digunakan antar pasien.
3) Mainan yang digunakan bersama oleh pasien anak dapat menjadi
sarana transmisi virus respirasi (respiratory syncytial virus) atau
bakteri pathogen (Pseudomonas aeruginosa)
4) Instrumen (endoskopi atau alat operasi) yang tidak dibersihkan secara
adekuat antar pasien, atau yang memiliki defek manufaktur yang
mempengaruhi efektifitas pembersihan, dapat mentransmisikan bakteri
atau virus pathogen.
Baju, seragam, jas laboratorium atau jubah isolasi yang digunakan untuk
alat perlindungan diri petugas, dapat terkontaminasi dengan pathogen
potensial setelah merawat pasien yang terkolonisasi atau terinfeksi dengan
agen infeksius (contoh : MRSA, VRE, dan C. Difficile). Walaupun baju
yang terkontaminasi tidak secara langsung berperan dalam transmisi,
tetapi terdapat kemungkinan untuk perpindahan agen infeksius pada
pasien.

2. Droplet
Transmisi droplet merupakan bentuk transmisi kontak, dan beberapa
agen infeksius ditransmisikan melalui rute droplet juga dapat ditransmisikan
secara langsung maupun tidak langsung. Bagaimanapun, berbeda dengan

3
transmisi kontak, droplet respiratorius membawa pathogen infeksius ketika
berpindah secara langsung dari saluran pernafasan individu infeksius menuju
ke permukaan mukosa host yang rentan, umumnya pada jarak pendek.
Droplet respirasi dikeluarkan ketika seseorang batuk, bersin atau bicara atau
selama prosedur suctioning, intubasi endotracheal, batuk yang diinduksi oleh
fisioterapi dada atau selama resusitasi jantung paru.
Jarak maksimum dari transmisi droplet belum diketahui, walaupun
pathogen yang ditransmisikan melalui rute droplet belum pernah
ditransmisikan melalui udara dalam jarak jauh seperti pathogen airborne.
Berdasarkan epidemiologi, jarak yang beresiko untuk tertular infeksi melalui
rute droplet adalah ≤3 kaki mengelilingi pasien. Menggunakan jarak ini
sebagai acuan penggunaan masker terbukti efektif dalam mencegah transmisi
agen infeksius melalui rute droplet. Bagaimanapun juga, studi eksperimental
dengan smallpox dan investgasi selama outbreak global SARS pada tahun
2003 menyatakan bahwa droplet dari pasien dari 2 jenis infeksi ini dapat
mencapai jarak 6 kaki dari sumbernya. Sehingga disimpulkan bahwa jarak
tempuh droplet tergantung pada kekentalan dan mekanisme dimana droplet
respiratori dilontarkan dari sumbernya, densitas dari sekresi respirasi, faktor
lingkungan seperti suhu dan kelembaban, dan kemampuan pathogen untuk
mempertahankan infektifitas pada jarak tersebut. Jadi, jarak ≤3 kaki dari
sekeliling pasien adalah contoh paling baik dari yang disebut “jarak pendek
dari pasien” dan tidak seharusnya digunakan sebagai kriteria akhir untuk
menyatakan kapan harus digunakan masker untuk melndungi dari paparan
droplet. Berdasarkan penelitian, akan baik jika masker digunakan dalam jarak
6-10 kaki dari pasien, atau selama memasuki kamar pasien, terutama bila
mencegah infeksi dari pathogen yang sangat virulen (highly virulen).
Ukuran droplet masih dalam tahap pembahasan. Secara umum,
droplet didefinisikan berukuran >5µm. Droplet nuclei, partikel yang
merupakan pecahan dari droplets utuh, dihubungkan dengan transmisi
airborne dan didefinisikan berukuran ≤5µm, refleksi dari pathogenisitas
tuberculosis paru yang tidak dapat disamakan dengan organisme lain.
Observasi dari dinamika partikel telah memperlihatkan bahwa kisaran ukuran

4
droplets, termasuk yang berdiameter 30 µm atau lebih, dapat tetap tersuspensi
dalam udara.hal ini mempengaruhi rekomendasi untuk mencegah transmisi.
Bila partikel airborne yang mengandung pathogen dapat tetap infeksius
dalam jarak yang jauh, membutuhkan kamar isolasi infeksi airborne
(Airborne infection isolation room) untuk mencegah penyebarannya.
Organisme yang ditransmisikan melalui rute droplet, dimana tidak infeksius
dalam jarak jauh, tidak membutuhkan penanganan udara dan ventilasi yang
khusus. Contoh agen infeksiusyang ditransmisikan melalui rute droplet yaitu
Bordetella pertussis, influenza virus, adenovirus, rhinovirus, Mycoplasma
pneumoniae, SARS-associated coronavirus (SARS-CoV), group A
streptococcus, dan Neisseria meningitidis. Walaupun respiratory syncytial
virus dapat ditransmisikan melalui rute droplet, kontak langsung dengan
sekresi respiratori yang terinfeksi dapat menjadi mode transmisi utama
sehingga kewaspadaan standart plus kontak mencegah transmisi pada fasilitas
pelayanan kesehatan.
Pada kejadian yang lebih jarang, pathogen yang tidak ditransmisikan
secara rutin melalui rute droplet didispersikan pada udara dalam jarak
pendek. Contohnya, walaupun S. aureus kebanyakan ditransmisikan melalui
rute kontak, infeksi virus saluran pernafasan atas diasosiasikan dengan
peningkatan dispersi S. aureus dari hidung ke udara pada jarak 4 kaki pada
kondisi outbreak, dan dikenal sebagai “cloud baby” dan “cloud adult”

phenomenon .
3. Air Borne
Transmisi airborne dapat timbul akibat penyebaran droplet nuclei
airborne atau partikel kecil pada rentang ukuran yang dapat direspirasi yang
mengandung agen infeksius yang tetap infektif pada waktu yang lama dan
jarak jauh (contoh, spora dari Aspergillus spp. dan Mycobacterium
tuberculosis). Mikroorganisme yang dibawa pada benda ini dapat terdispersi
di udara melalui jarak yang jauh dan dapat diinhalasi oleh individu yang
rentan walaupun tidak kontak langsung (face to face contact) atau dalam
ruangan yang sama dengan individu infeksius.

5
Pencegahan penyebaran pathogen yang ditransmisikan melalui rute
airborne membutuhkan penanganan sistem udara dan ventilasi yang khusus
(contoh, Airborne infection isolation room) untuk menampung dan kemudian
secara aman menyingkirkan agen infeksius. Agen infeksius tersebut antara
lain Mycobacterium tuberculosis, rubeola virus (measles), and varicella-
zoster virus (chickenpox). Sebagai tambahan, virus variola (smallpox) dapat
juga ditransmisikan melalui udara dan AAIR (Airborne infection isolation
room) dapat direkomendasikan untuk agen ini juga walaupun rute droplet dan
kontak merupakan rute transmisi yang lebih sering pada virus smallpox ini.
Sebagai tambahan pada Airborne infection isolation room, proteksi
respiratori dengan N95 yang disertifikasi oleh NIOSH (National Institute for
Occupational Safety and Health) atau respirator dengan level yang lebih
tinggi, direkomendasikan untuk tenaga medis yang memasuki AAIR untuk
mencegah masuknya infeksius agen seperti M. Tuberculosis.
Untuk agen respiratori infeksius yang lain seperti influenza,
rhinovirus dan bahkan beberapa virus gastrointestinal (norovirus dan
rotavirus), terdapat beberapa evidence bahwa pathogen tersebut dapat
ditransmisikan melalui partikel aerosol kecil. Transmisi tersebut diketahui
menempuh jarak lebih dari 3 kaki, tetapi pada ruangan pasien ternyata
didapatkan bahwa agen ini tidak viable untuk menempuh jarak jauh. AIIRS
tidak diperlukan secara rutin untuk mencegah transmisi pada agen ini.

6
PERIODE INKUBASI PADA PENYAKIT INFEKSI

Penyakit Periode Durasi Infeksius


Inkubasi
Varicella 13-21 hari 1-5 hari sebelum muncul rash hingga vesikel
mengalami krustasi
Measles 7-18 hari Dari awal gejala prodromal hingga 4 hari
setelah muncul rash
Mumps 12-25 hari 1 minggu sebelum dan hingga 9 hari setelah
muncul pembengkakan
Rubella 14-23 hari 7 hari sebelum hingga 4 hari setelah muncul
rash
RSV 3-7 hari 3 hari sebelum muncul gejala hingga
asimptomatis
Influenza 1-5 hari 1 hari sebelum hingga 4 hari setelah muncul
gejala klinis
Avian Influenza 1-4 hari Dewasa : 7 hari bebas panas
Anak-anak (<12 tahun) : 21 hari bebas panas
Pertussis 7-10 hari 21 hari setelah muncul paroxismal
Rotavirus 1-3 hari Dari muncul gejala hingga 5 hari setelah
resolusi
Herpes Simplex Virus 2-11 hari Infeksi primer : 3-4 minggu
Infeksi sekunder :3-5 hari
Hepatitis A 15-50 hari 7 hari setelah muncul jaundice
Penyakit 2-10 hari 24 jam setelah pemberian terapi adekuat
Meningococcal
Difteri 2-5 hari Mendapat terapi : 3 hari
Tidak mendapat terapi : 28 hari

7
BAB III
TATALAKSANA

A. ALUR PENGELOLAAN PASIEN DENGAN INFEKSI AIRBORNE


1. Pasien masuk triase dengan gejala-gejala ISPA yang disertai demam.
2. Petugas kesehatan harus membersihkan tangan secara memadai, menggunakan
masker bedah, dan menggunakan pelindung mata (kacamata pelindung/pelindung
wajah) bila diperkirakan akan terjadi percikan pada mata
3. Pasien anak-anak yang memperlihatkan gejala dan tandatanda klinis yang
menunjukkan diagnosis tertentu (misalnya, croup untuk parainfluenza, bronkiolitis
akut untuk RSV), khususnya selama wabah musiman, mungkin memerlukan
kewaspadaan isolasi sesegera mungkin.
4. Lakukan pengendalian sumber infeksi (misalnya, menggunakan tisu, saputangan, atau
masker bedah) pada pasien di ruang tunggu saat batuk atau bersin, dan pembesihan
tangan setelah kontak dengan sekresi pernapasan.
5. Petugas kesehatan harus menggunakan APD (masker, pelindung mata, gaun
pelindung, dan sarung tangan), dan membersihkan tangan yang memadai
6. Ruang pencegahan penularan melalui udara atau penempatan di ruang untuk satu
pasien yang berventilasi baik, letakkan pasien di dalam satu ruangan tersendiri
7. Bila ruang untuk satu pasien tidak tersedia, gabungkan (cohorting) pasien-pasien yang
diagnosis penyebab penyakitnya sama.minimal jarak 1 m

8
B. TATA CARA :
MEMASUKI RUANGAN
 Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan
 Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
 Pakai APD
 Masuk ruangan dan tutup pintu
MENINGGALKAN RUANGAN
 Di pintu keluar, lepaskan APD dengan urutan yang benar
 Sarung tangan: lepas dan buang ke dalam tong sampah medis
 Kac mata atau pelindung wajah: letakkan dalam peralatan bekas pakai
 Gaun: dengan tidak memegang bagian luar gaun, masukkan kedalam tempat cucian
 Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrup berbasis akohol
 Tinggalkan ruangan
 Lepaskan masker atau brespirator dengan memegang elestis di belakang
 Telinga, jangan memegang depan masker
 Setelah keluar ruangan, gunakan kembali handrub berbasis alcohol atau cuci tangan
dengan air mengalir
 Petugas mandi dikamar mandi yang disediakan di kamar ganti sebelum
meninggalkan ruangan dan mengenakan pakaian dari rumah

9
BAB IV

DOKUMENTASI

Dokumentasi yang tersedia di standar isolasi


a. SPO pengolaan alat makan pasien dengan penyakit menular dan tidak
menular
b. SPO transfer pasien
c. SPO pengunaan kamar isolasi
d. SPO pelaksanaan etika batuk
e. SPO menyuntik aman
f. SPO cuci tangan dengan handrub dan hand wash

10

Anda mungkin juga menyukai