Anda di halaman 1dari 20

Resume Jurnal Pengaruh Pengolahan Terhadap Gizi Pangan

M. Tegar Bawanaputra
2004517
Jurnal 1
PERUBAHAN KANDUNGAN GIZI DAN ANTI GIZI PADA PENGOLAHAN
KACANG KORO BENGUK GORENG.
Kacang Koro Benguk merupakan kacang-kacangan yang merupakan sumber protein nabati non
kedelai. Kacang ini bisa menjadi pengganti kacang pokok. Hal ini dikarenakan kacang
benguccolo memiliki kandungan gizi yang hampir sama dengan kacang kedelai dan kacang
tanah. Kandungan proteinnya lebih rendah dibandingkan kacang kedelai dan kacang tanah, yaitu
mencapai 30,90 gram per 100 gram untuk kedelai dan 23-34 gram per 100 gram untuk kacang
tanah.
Berbeda dengan kacang utama. , kacang kolo juga mengandung beberapa senyawa beracun dan
berbahaya secara nutrisi, yaitu glikosida sianogenik dan asam fitat. Namun kacang koro jenis ini
juga berpotensi sebagai pangan fungsional karena adanya polifenol. Mengukus mempersulit uap
air untuk menembus ke dalam kacang, sehingga sulit untuk direhidrasi. Kesamaan karakteristik
kacang korobenk dengan kacang-kacangan utama seperti kedelai, kacang tanah, kacang hijau,
kacang adzuki, dan kacang bogor diharapkan dapat menghasilkan produk turunan yang
berkualitas. Kandungan HCN yang tinggi dari kacang korobenc berarti bahwa pengolahan
kacang goreng melibatkan beberapa langkah: mencuci, merendam, merebus, dan menggoreng.
Untuk mempertahankan kandungan nutrisi dan mengurangi senyawa antinutrisi, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perubahan kandungan nutrisi dan senyawa antinutrisi dari biji
Bengu Kukoro mentah menjadi kacang goreng.
data dievaluasi secara deskriptif dan nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil analisis laboratorium
disajikan dalam bentuk grafik.
Nutrisi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan abu, protein dan karbohidrat sangat stabil, 4%,
24-48% sebelum dan sesudah pengolahan krobenkuk menjadi gorengan. Kadar air dan serat
kasar menurun 30 ± 20,24% dan lemak dan energi meningkat menjadi 17,41 ± 446,89
kalori/100g. Pengolahan kolak coloben goreng menurunkan kadar senyawa antinutrisi (HCN)
sebesar 26,78% dari 89,24% menjadi 23,9%.

Jurnal 2
NILAI INDEKS GLIKEMIK PRODUK PANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMENGARUHINYA
Nilai IG produk pangan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain kadar serat pangan, kadar
amilosa dan amilopektin, kadar lemak dan protein, daya cerna pati, dan cara pengolahan.
Sementara itu, daya cerna pati yang tinggi menyebabkan nilai IG yang tinggi. Pemahaman
terhadap nilai IG bahan pangan sangat penting karena dapat menjadi landasan ilmiah dalam
memilih jenis, bentuk asupan, dan jumlah karbohidrat yang dikonsumsi sesuai respons glikemik
seseorang. Penderita diabetes yang berumur 2079 tahun di dunia mencapai 382 juta orang .
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang, ditandai dengan
kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme insulin. DM jangka
panjang dapat menimbulkan rangkaian gangguan metabolis yang menyebabkan kelainan
patologis makrovaskuler dan mikrovaskuler . DM yang sangat bergantung pada suntikan insulin.
DM tipe 2 adalah jenis penyakit diabet yang paling lazim dan berkaitan dengan riwayat diabetes
keluarga, usia lanjut, obesitas, perubahan pola makan, dan aktivitas fisik yang kurang.
Jurnal 3
DENATURASI DAN DAYA CERNA PROTEIN PADA PROSES PENGOLAHAN
LAWA BALE (MAKANAN TRADISIONAL SULAWESI SELATAN)
Pengolahan makanan berprotein tinggi yang tidak terkontrol dengan baik dapat mengurangi nilai
gizinya. Ikan banyak diminati sebagai sumber protein karena tidak hanya murah dan enak, tetapi
juga dapat diolah menjadi berbagai produk tradisional dan modern. adalah alam. Nilai gizi
protein dalam makanan tidak hanya tergantung pada kandungan proteinnya, tetapi juga pada
ketersediaannya, atau apakah protein tersebut digunakan oleh tubuh, yang didefinisikan sebagai
efektifitas penyerapan protein oleh tubuh.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecernaan Protein. B. Natiers yang terbuat dari kacang
mentah kurang mudah dicerna daripada yang didenaturasi oleh panas. Selain itu, reaksi antara
protein dan asam amino dengan bahan lain dan bahan tambahan kimia dapat terjadi, mengurangi
kecernaan protein.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah mengungkapkan bahwa setelah memasak udang
ronggeng, kandungan proteinnya menurun dari 87,09% menjadi 86,33%, diikuti dengan
penurunan kandungan karbohidrat dan lemak.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian laboratorium dengan desain kontrol post-test
murni. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan analisis laboratorium dan
menggunakan tiga perlakuan per formulasi, dengan dua ulangan untuk setiap perlakuan.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah Rawa Bale di sebuah rumah makan di kota Makassar. Sampel
dalam penelitian ini adalah tiga formulasi Bale Lawa yang diekstraksi berdasarkan resep dari
restoran yang bersedia menyajikan resep yang mengandung bahan yang diekstraksi
menggunakan teknik sampling.
Perlakuan ketiga formula Lawa Bale menunjukkan penurunan kadar karena denaturasi protein
dan perubahan kecernaan protein. Penurunan kadar dan perubahan kecernaan protein tergantung
pada perlakuan yang diterima. Untuk denaturasi protein, perendaman dalam cuka menggunakan
resep A menghasilkan denaturasi 25,48%. Ini mengurangi kandungan protein sebesar 3,82
gram. , protein mungkin menjadi kurang bergizi. Penambahan jeruk nipis saat mengolah resep A
menghasilkan denaturasi 12,55% pada resep B dan 9,67% denaturasi. Perbedaan ini disebabkan
oleh perbedaan jumlah cuka dan waktu yang tersisa setelah pemberian. Bila formula

B diperlakukan dengan 4,36% atau kandungan proteinnya berkurang 0,45 gram. , seperti
memiliki permukaan ikan yang tidak bersentuhan langsung dengan air mendidih. Proses
denaturasi panas disebabkan oleh pemecahan ikatan hidrogen protein dan interaksi hidrofobik
non-polar. Penurunan kandungan protein pada perlakuan Rawaber ini sejalan dengan penelitian
Lingga7 yang menunjukkan adanya penurunan kandungan protein daging rajungan akibat
pemanasan menggunakan media udara mengalami penurunan %. Pengurangan ini terjadi ketika
asam amino rasemisasi dan berubah dari bentuk-L menjadi bentuk-D. Dalam hal ini, bentuk-L
dari asam amino diubah menjadi bentuk-D dan tidak dapat digunakan oleh tubuh. kurang bergizi
karena berkurangnya potensi.
Jurnal 4
PENGARUH LAMA PENCUCIAN TERHADAP KADAR VITAMIN B1 PADA
BERAS PUTIH DAN BERAS MERAH SECARA SPEKTROFOTOMETER
VISIBEL
Vitamin dapat dibagi menjadi dua kelompok besar: vitamin yang larut dalam lemak, yang
meliputi vitamin A, D, E, dan K, dan vitamin yang larut dalam air, yang meliputi vitamin C dan
vitamin B. Vitamin yang larut dalam lemak ditemukan dalam kacang tanah, kedelai , dll. kaya
akan minyak ikan dan biji-bijian. Vitamin mudah rusak selama pengolahan dan mudah hilang
karena pencucian atau pelarutan dalam air. Contoh vitamin yang larut dalam air adalah vitamin
B1. Tiamin juga dikenal sebagai vitamin B1 dan bentuk murninya adalah tiamin hidroklorida.
Thiamin adalah vitamin yang dibutuhkan untuk merangsang nafsu makan, membantu tubuh
menggunakan karbohidrat, dan berperan penting dalam sistem saraf.
Beri-beri adalah kekurangan vitamin B1. Daging, unggas, ikan dan telur juga merupakan sumber
vitamin B1. Tiamin stabil adalah jenis vitamin yang sangat tidak stabil.
Berdasarkan hal di atas, peneliti ingin mengetahui perbedaan kadar vitamin. Dalam penelitian ini
kadar vitamin B1 ditentukan dengan menggunakan spektrofotometri sinar tampak. Data survei
diuji secara statistik menggunakan ANOVA satu arah dengan persamaan regresi kurva kalibrasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian kadar vitamin B1 dilakukan pada waktu pencucian beras putih atau beras merah dari
kota Sorok yang didistribusikan di pasar Alai kota Padang untuk mengetahui pengaruh waktu
pencucian untuk memastikan vitamin B1. Kadar yang terdapat pada nasi putih atau nasi merah
putih setelah dicuci. Sampel yang digunakan dicuci terlebih dahulu selama 1, 2, dan 3 menit.
Kemudian proses penggilingan berlangsung. Kehalusan untuk memudahkan pengukuran,
tempatkan sampel dalam Erlemeyer, sesuaikan dengan tanda dengan aquadest, saring larutan ke
dalam labu takar berisi Aquadest. Kompleks
vitamin B1 + dan bromotimol biru adalah kompleks berasosiasi ion berwarna yang dapat diamati
pada panjang gelombang serapan maksimum 431,0 nm. Kondisi pH tinggi dan rendah dapat
mempengaruhi peran bromotimol biru sebagai indikator, karena keasaman larutan memainkan
peran penting dalam reaksi kromogenik.
Bromothymol Blue dengan BM 624,38. Warna krem, kelarutan:
Tidak larut dalam air, larut dalam etanol, larut dalam alkali hidroksida. indikator pH 6 dan 7.6.
Ini berubah warna dari hijau tua menjadi kuning.
Beras putih bebas bilas 1 menit Vitamin B1 Beras merah bebas bilas 1 menit rata-rata (%) adalah
1, (%) Beras putih 1 menit setelah dicuci (%) Beras merah setelah dicuci 0,0154, 1 menit dan 3
pada 3 menit jumlah air yang digunakan untuk mencuci beras adalah 0,0223. Beras merah adalah
0,0207 pada 1 menit dan 0,0204 pada 2 menit, diikuti oleh studi lanjutan Duncan tentang
kandungan vitamin B1 dalam nasi putih, dan ada perbedaan kadar vitamin B1 pada pencucian 1
menit. Untuk beras merah terdapat perbedaan pada menit pertama pencucian, dan terdapat
perbedaan kadar vitamin B1 pada air cucian beras putih setelah pencucian selama 1, 2, dan 3
menit, yaitu perbedaan dapat dicuci. Kedua kadar vitamin B1 beras ditemukan pada beras putih
bila dicuci selama 1 menit
Jurnal 5
Pengaruh Penyosohan Gabah dan Pemasakan terhadap Kandungan Vitamin B
Beras Merah
Beras merah bermanfaat sebagai pangan fungsional karena mengandung antosianin yang
memiliki sifat antioksidan, antikanker, dan antiaterogenik. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh perlakuan terhadap kadar vitamin B1, B2, B3, dan B6 pada kultivar unggul
baru, kultivar lokal, dan galur beras merah. Bahan yang digunakan adalah beras merah galur
BP18041f-9, BP1804-1f-14-3, Aek Sibundong, Jembar Beureum, Jatiluwih dan Ciherang. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa proses penggilingan dan pemasakan menyebabkan penurunan
kadar vitamin B1, B2, B3, dan B6 pada galur dan varietas beras merah putih Ciherang.
Beras dan Beras Beureum Jembar merupakan beras merah lokal varietas Jawa Barat dengan
kadar vitamin B1 dan B3 tertinggi. Beras Jatiluwih dan beras merah lokal Bali memiliki kadar
B2 dan B6 tertinggi. Beras merah varietas lokal memiliki kandungan vitamin B yang lebih tinggi
dibandingkan dengan beras merah varietas Aek Sibundong dan nasi putih Ciherang yang
dikembangkan. Oleh karena itu, dengan menggunakan varietas beras merah lokal sebagai tetua,
varietas unggul beras merah dapat disilangkan untuk meningkatkan kandungan vitamin B.
Kultivar lokal dilaporkan memiliki kandungan riboflavin yang lebih tinggi daripada kultivar.
Vitamin B3 atau niasin terdiri dari dua bentuk, nikotin dan nikotinamida. Sebagai nikotinamida
adenin dinukleotida, niasin membentuk gugus prostetik untuk beberapa enzim yang terlibat
dalam reaksi transfer elektron dan fosforilasi oksidatif dari rantai pernapasan.
Kennedy dan Burlingame melaporkan berbagai kandungan niasin dalam 79 varietas beras,
dengan beras ungu berbiji panjang Cina yang memiliki kandungan niasin tertinggi. Informasi
tentang kadar vitamin B1, B2, B3, dan B6 pada beberapa galur beras merah masih terbatas,
namun penggunaannya memerlukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh proses penggilingan dan pemasakan terhadap kadar vitamin B1, B2, B3,
dan B6 pada beberapa galur beras merah. Larutan sampel
didinginkan dan diatur hingga pH 4,5 dengan menambahkan 30 ml natrium asetat 0,3 M.
Selanjutnya ditambah 0,2 g enzim Takadiastase yang dilarutkan dengan 10 ml aquades. Larutan
sampel dibiarkan semalam pada suhu 37oC, didinginkan dan ditambah 1 ml indikator
Bromcresolgreen. Selanjutnya dibaca pada panjang gelombang 520 nm. Larutan sampel
dipanaskan di atas waterbath selama HPLC dilengkapi dengan kolom C18 dan detektor UV yang
memiliki panjang gelombang 262 nm , 257 nm , dan 290 nm.
Pada penelitian ini, kehilangan thiamin pada pemasakan nasi dari beras derajat sosoh 80�n
100%, dimasak dengan cara direbus/diliwet selama 20 menit berturut-turut sebesar 10,3�n
16,8%.
Kandungan vitamin B1 pada sampel beras merah, beras dan 80% beras poles, 100% beras poles
dan beras umumnya mengalami penurunan pada beras merah, 80% dan 100% beras poles dan
nasi tanak. Hal ini disebabkan oleh hilangnya lapisan aleuron selama penggilingan, pencucian,
dan pemanasan selama memasak.
Kadar vitamin B6 menurun dari beras merah menjadi 80n beras putih. Ketika 80n beras bebas
100% direbus dan dibengkokkan selama 20 menit, kehilangan piridoksin adalah 8,2n±8,9%.

Jurnal 6
PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA
BEBERAPA KOMODITAS
Pada masa ini, terutama pada kota-kota akbar saat taraf polusi lebih tinggi, antioksidan sangat
dibutuhkan. Beban oksidatif pada tubuh pada lingkungan semacam itu jauh lebih tinggi
dibandingkan pada loka menggunakan taraf polusi rendah. Tubuh nir secara alami bisa
menghasilkan antioksidan sinkron kebutuhan sebagai akibatnya perlu mengkonsumsi relatif
kuliner menggunakan kandungan antioksidan tinggi. Untuk memerangi radikal bebas, disarankan
buat mengkonsumsi relatif kuliner yg mengandung antioksidan tiap harinya .
Oleh lantaran itu, wajib didatangkan menurut kuliner. Vitamin termasuk grup zat pengatur
pertumbuhan & pemeliharaan kehidupan. Akan tetapi, lantaran vitamin adalah senyawa, vitamin
bisa rusak lantaran efek penyimpanan & pengolahan .
Vitamin C adalah galat satu vitamin yg diharapkan sang tubuh & berfungsi menaikkan sistem
imunitas tubuh. Vitamin C & vitamin E bekerja sama menjadi penangkal radikal bebas. Vitamin
C jua bisa membantu mengaktifkan pulang vitamin E yg teroksidasi sebagai akibatnya bisa
dipakai pulang. Studi populasi memperlihatkan bahwa vitamin C efektif pada membantu
mencegah kanker tertentu , penyakit kardiovaskular, & katarak dalam mata, yg mungkin
ditimbulkan sang kemampuan antioksidannya . organik
Kekurangan asupan vitamin C bisa mengakibatkan skorbut. Vitamin C atau asam askorbat
memiliki berat molekul 178 menggunakan rumus molekul C6H8O6. Vitamin C bersifat larut
pada air, sedikit larut pada aseton atau alkohol yg memiliki berat molekul rendah. Vitamin C
sukar larut pada chloroform, ether, & benzene, sedangkan reaksi menggunakan logam
menciptakan garam.
Pada pH rendah vitamin C lebih stabil daripada pH tinggi. Vitamin C gampang teroksidasi,
lebih-lebih bila masih ada katalisator Fe, Cu, enzim askorbat aksidase, sinar, & temperatur yg
tinggi. Larutan encer vitamin C dalam pH kurang menurut 7,lima masih stabil bila nir terdapat
katalisator tersebut. Oksidasi vitamin C akan terbentuk asam dihidroaskorbat .
Dalam larutan air vitamin C gampang dioksidasi, terutama bila dipanaskan. Kehilangan vitamin
C acapkalikali terjadi dalam pengolahan, pengeringan, & cahaya. Vitamin C krusial pada
pembuatan zat-zat interseluler, kolagen. Vitamin ini beredar keseluruh tubuh pada jaringan ikat,
rangka, matriks, & lain-lain.
Vitamin C berperan krusial pada hidroksilasi prolin & lisin sebagai hidroksiprolin &
hidroksilisin yg adalah bahan pembentukan kolagen tersebut. Penentuan vitamin C bisa
dikerjakan menggunakan titrasi iodimetri.
Kadar vitamin C tomat yg diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 50,75 – 58,33 mg/100
gram, cabe merah 51,14 – 119,23 mg/100 gram, jambu biji 42,49 – 117,77 mg/100 gram, &
nanas 17,33 – 43,58 mg/100 gram. Beberapa termin pengolahan misalnya penyimpanan, mutilasi
& penggilingan (memakai blender) bisa menghipnotis terjadinya perubahan kadar vitamin C
menurut sampel. Bahan yg mempunyai kandungan vitamin C nisbi tinggi sesudah mengalami
beberapa perlakuan merupakan jambu biji & cabe sedangkan yg mempunyai kandungan vitamin
C rendah merupakan tomat & nanas.
Jurnal 7
PENGARUH SUHU DAN WAKTU PEMANASAN TERHADAP KANDUNGAN
VITAMIN A DAN C PADA PROSES PEMBUATAN PASTA TOMAT
Buah tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan salah satu sayuran buah yang digemari
karena rasanya yang enak. Studi ini harus menguji hubungan antara suhu dan waktu pemanasan
dalam kaitannya dengan kadar vitamin A dan C, menentukan suhu pemanasan yang optimal, dan
mempelajari kinetika dekomposisi termal. Metode penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama,
campuran tomat dipanaskan sampai suhu tertentu dan sampel diambil secara berkala untuk
dianalisis kandungan vitamin C, A, dan vitamin C pada tomat. Beberapa metode termasuk titrasi
yodium dan analisis spektrofotometri.
Semakin lama waktu pemanasan maka semakin tinggi kandungan padatan terlarut pasta tomat.
Hal ini dikarenakan semakin tinggi suhu pemanasan maka semakin rendah kandungan vitamin C
dan semakin rendah kandungan vitamin A. orde reaksi sedemikian rupa sehingga nilai ko dan E
dari reaksi tersebut adalah k. ditinjau dari rasa manis, asam, kekenyalan, dan yang merupakan
komoditas adalah bahwa buah tomat bersifat mudah rusak dalam minggu, dan kerusakan pasca
panen seperti dikonsumsi dalam bentuk buah segar melainkan juga dalam aneka produk olahan
seperti jus, dan ini, yaitu membuat pasta tomat dari buah tomat biaya produksi pasta tomat ini
tidak mahal sehingga dapat menggantikan pasta tomat impor Untuk meningkatkan nilai tambah
pada pasta tomat ini, diupayakan agar kadar vitamin yang terdapat dalam buah tomat tidak
terlalu banyak yang Hal ini dapat dilakukan dengan dari buah tomat menjadi pasta tomat. dengan
tujuan mempelajari hubungan suhu dan waktu pemanasan terhadap kadar vitamin A dan C untuk
mengetahui suhu pemanasan yang optimum pada pembuatan pasta tomat.
Degradasi termal vitamin A dan C, pada Tanaman tomat banyak ditanam di daerah Tanaman
tomat berasal dari. Daun pada tanaman tomat menyirip setengah Buah tomat mengandung Buah
tomat (Lycopersicum Esculentum Mill) termasuk sayuran buah yang banyak digemari karena
rasanya enak, segar dan sedikit menyebut tomat sebagai buah karena sebagaimana buah yang
lain bisa langsung dimakan, selain itu buah tomat bisa dijadikan Di dalam tomat terdapat zat-zat
gizi yang terutama vitamin A dan C serta sumber warna merah yang dapat ditemukan dalam
buah- buahan seperti tomat, apel, semangka, dan jambu Seperti halnya vitamin A, C, E, K, dan
beta bersama dengan minyak dan lemak. Bioavailabilitas likopen dalam tomat akan antioksidan
yang kuat dan penangkap radikal efek konsumsi tomat dengan menggunakan porstat apabila
dibandingkan dengan pria yang berbagai macam bentuk dan ukuran buah tomat. Berdasarkan
varietas tomat ini, ada 5 varietas tomat, bulat, agak pipih dan tidak beraturan, varietas tomat ini
sangat umum di pasaran. Tomat berbentuk bulat dan agak keras, mirip dengan apel dan pir, dan
banyak ditemukan di pasaran.

Jurnal 8
PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK GORENG BERULANG TERHADAP
PERUBAHAN NILAI GIZI DAN MUTU HEDONIK PADA AYAM GORENG
Penggorengan dapat didefinisikan sebagai proses pemasakan dan pengeringan produk dengan
media panas berupa minyak sebagai media pindah panas. Ketika bahan pangan digoreng
menggunakan minyak panas maka akan banyak reaksi kompleks terjadi di dalam minyak dan
pada saat itu minyak mengalami kerusakan. Konsumsi minyak goreng di Indonesia semakin
meningkat tiap tahunnyakarena hampir seluruh masakan sehari-hari menggunakan minyak
goreng dalam jumlah cukup bermakna. Minyak goreng yang berulang kali digunakan dapat
menyebabkan penurunan mutu pada minyak goreng tersebut bahkan dapat menimbulkan bahaya
bagi kesehatan.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa
penggunaan minyak goreng berulang dapat merusak kualitas minyak serta bahan pangan yang
digoreng.
Menurut SNI 01-2891-1992, pengujian kadar protein menggunakan metode Semimikro Kjeldahl.
Pertama-tama 0,51 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml,
kemudian ditambahkan 2 g campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat panaskan diatas pemanas
listrik sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijauan biarkan dingin kemudian
diencerkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml tepatkan sampai tanda garis kemudian
larutan tersebut diambil dengan menggunakan pipet tetes 5 ml dan dimasukkan ke dalam alat
penyuling, kemudian ditambahkan 5 ml NaOH 30%dan beberapa tetes indikator PP.

Menurut SNI 01-2891-1992, pengujian kadar lemak menggunakan metode ekstraksi langsung
dengan alat Soxhlet. tahap pertama yaitu sampel ditimbang 1-2 g, kemudian dimasukkan dalam
selongsong kertas yang dilapisi dengan kapas. kemudian didinginkan dan ditimbang.
Pengeringan diulangi hingga tercapai bobot tetap.
Menurut SNI 01-2891-1992, pengujian kadar air menggunakan metode oven. tahap pertama
yaitu pada sebuah botol timbang tertutup yang sudahdiketahui bobotnya, sampel ditimbang 1-2
g. Kemudian sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 3 jam, kemudian
didinginkan dalam eksikator dan ditimbang, ulangi cara kerja yang sama hingga memperoleh
bobot tetap.
Penggunaan minyak goreng berulang dengan pemakaian minyak baru, 1 kali, 2 kali, 3 kali, dan 4
kali pada ayam goreng memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap perubahan nilai
gizi dan mutu hedonik. Hasil analisis yang telah dilakukan dapat dilihat pada Ilustrasi 1.
Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Ayam Goreng
Kadar protein yang terendah terdapat pada T5 yaitu sebesar 19,00%, hal ini disebabkan pengaruh
penggunaan minyak goreng yang berulang kali digunakan. Karena penggunaan minyak goreng
berulang bukan hanya mengakibatkan minyak tersebut rusak, tetapi mempengaruhi bahan
pangan yang digoreng pula. Hal tersebut disampaikan oleh Ketaren (2008), yang menyatakan
bahwa kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi
dari bahan yang digoreng. Pernyataan tersebut diperjelas oleh Almatsier (2001) yang
menyatakan bahwa struktur protein pada umumnya labil, sehingga dalam larutan mudah berubah
bila mengalami perubahan pH, radiasi, cahaya, suhu tinggi, dan sebagainya. Protein yang
berubah ini dinamakan protein Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, halaman 257
denaturasi, yang mempunyai sifat-sifat fisik dan faali yang berbeda dengan protein semula.
Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Lemak Ayam Goreng
Peningkatan kadar lemak terjadi akibat adanya penyerapan minyak dari minyak goreng yang
digunakan karena selama proses penggorengan sejumlah besar minyak terendam di dalamnya.
Olehkarenanya, bahan pangan kehilangan kandungan air yang terdapat di dalamnya dan minyak
masuk ke dalam rongga karena pengaruh suhu, sehingga minyak terserap dalam bahan, serta
viskositas minyak goreng yang digunakan berulang semakin kental maka residu minyakpada
bahan pangan yang digoreng meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapatPinthus dan Saguy
(1994) bahwa penyerapan minyak akan meningkat dengan semakin banyak penggorengan
berulang. Fardiaz et al., (1991) menambahkan bahwa penggunaan minyak didalam proses
penggorengan kini semakin meningkat karena sifatnya sebagai penghantar panas.
Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Air Ayam Goreng.
Penurunan kadar air tersebut disebabkan karena air yang terkandung didalam bahan menguap,
sehingga yang terserap di dalam bahan pangan adalah minyak. Penyerapan minyak meningkat,
maka kadar air menurun karena posisi air digantikan oleh minyak sebagai media penghantar
panas. Hal tersebut terjadi karena pengaruh suhu dan lama penggorengan. Pinthus dan Saguy
(1994) bahwa penyerapan minyak akan meningkat dengan semakin banyak penggorengan
berulang.Pokorny (1989) menyebutkan bahwa penyerapan minyak oleh produk goreng
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: 1) suhu dan waktu yang berbandung lurus dengan
peningkatan jumlah minyak yang diserap oleh produk goreng, 2) air yang terkandung dalam
bahan pangan yang akan tergantikan oleh minyak selama proses penggorengan, dan 3) kualitas
minyak yang digunakan. Jenis bahan pangan yang digoreng pun akan mempengaruhi penyerapan
minyak. Produk goreng yang berasal dari bahan pangan nabati dan mengandung pati akan
menyerap minyak lebih banyak dari pada bahan pangan hewani.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan minyak goreng yang
berulang tidak hanya merusak mutu minyak goreng tersebut, tetapi juga menurunkan mutu bahan
pangan yang digoreng. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya kandungan kolesterol
pada minyak goreng berulang, menurunnya nilai gizi yaitu protein dan kadar air serta
meningkatnya kadar lemak sehingga jika terus terjadi dapat mengganggu kesehatan masyarakat
yang mengkonsumsinya. Hasil uji organoleptik juga menunjukkan adanya peningkatan intensitas
warna dan kerenyahan produk pangan yang digoreng menggunakan minyak goreng berulang.
Oleh karena itu, disarankan pemakaian minyak goreng tidak lebih dari 4 kali ulangan.

Jurnal 9
PENGARUH SUHU PENGUKUSAN TERHADAP KANDUNGAN GIZI DAN
ORGANOLEPTIK ABON IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus)
Ikan gabus merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang diketahui memiliki manfaat
yang dapat meningkatkan kandungan albumin dan daya tahan tubuh. Untuk mendapatkan
albumin, dilakukan dengan mengekstraknya dengan menggunakan ekatraktor vakum.
Hasil akhir dari ekstraksi ini menghasilkan residu, salah satunya daging yang tidak dapat
diekstrak kembali albuminnya namun masih memiliki kandungan gizi. Perlakuan
dalampenelitian ini adalah variasi suhu pengukusan, kemudian dilakukan analisis pada
abon yang dihasilkan terhadap kadar albumin, kadar protein, kadar lemak, kadar air,
kadar abu dan uji organoleptik .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu pengukusan yang berbeda memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kandungan gizi dan organoleptik abon ikan.
PENDAHULUAN

Ikan gabus merupakan salah satu jenis ikan buas yang hidup di air tawar maupun air
payau. Merupakan ikan pancingan yang banyak ditemui di sungai, rawa, danau dan
saluran-saluran air hingga ke sawah-sawah. Selain itu, ikan ini sering kali diasinkan
dengan harga jual yang lumayan mahal. Untuk mendapatkan albumin dari ikan gabus
dapat dilakukan dengan mengekstraknya dengan menggunakan ekstraktor vakum untuk
memperoleh rendemen dan kualitas yang lebih baik.
Hasil akhir dari ekstraksi albumin akan menghasilkan residu yang tidak dapat diekstrak
kembali untuk menghasilkan albumin, namun residu ini masih memiliki kualitas gizi.
Bertolak dari permasalahan tersebut, pada penelitian ini dilakukan usaha diversifikasi
produk pangan dari salah satu residu hasil ekstraksi albumin ikan gabus yaitu dagingnya
untuk dijadikan abon yang memiliki kualitas gizi yang baik dan diharapkan dapat
diterima masyarakat.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimen. Menurut Nazir
penelitian eksperimental adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan
manipulasi terhadap objek penelitian.
Pembuatan Abon Ikan Gabus
Abon ikan yang dihasilkan dianalisa kimia dan uji organoleptik.
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah kadar albumin, kadar protein, kadar
lemak, kadar air kadar abu dan uji organoleptik serta perlakuan terbaik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian utama ini perlakuan yang digunakan ialah menggunakan suhu
pengukusan yang berbeda pada pembuatan abon ikan gabus . Hasil penelitian pengaruh
suhu pengukusan terhadap kandungan gizi dan organoleptik abon ikan gabus terdiri dari
parameter kimia dan parameter organoleptik .
Kadar Protein
Protein merupakan molekul makro yang mempunyai berat molekul antara 5000 hingga
beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu
sama lain dalam ikatan peptide. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein, karena
terdapat di dalam semua protein, yang memiliki proporsi 16% dari total protein .
Ditambahkan oleh Muchtadi , kadar protein yang dihitung merupakan kadar protein kasar
.
Hal ini karena nitrogen yang terdapat dalam bahan pangan sesungguhnya bukan hanya
berasal dari asam-asam amino protein, tetapi juga dari senyawa-senyawa nitrogen lain
yang dapat/tidak dapat digunakan sebagai sumber nitrogen tubuh. Hasil analisis sidik
ragam menunjukkan bahwa perlakuan pengukusan dengan suhu yang berbeda
memberikan pengaruh yang sang Berdasarkan data Tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa
kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan A yaitu pengukusan dengan suhu 50 C
yaitu sebesar 8,5181%, sedangkan kadar protein terendah yaitu pada perlakuan E yaitu
pengukusan dengan suhu 60 C yaitu sebesar 4,9439%. Semakin tinggi suhu pengukusan
yang digunakan mengakibatkan kadar protein pada abon ikan semakin menurun.
Sebaliknya semakin rendah suhu pengukusan yang digunakan maka kadar protein pada
abon ikan semakin tinggi. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan terjadinya penurunan
kadar protein pada abon ikan perbedaan suhu yang digunakan dengan kadar protein pada
abon ikan gabus dapat dilihat pada terhadap Kadar Protein Abon Ikan Gabus terhadap
kadar protein abon ikan gabus yaitu sebesar y = -0,322x + 24,404 dengan R sebesar
0,886.
Persamaan ini menunjukkan hubungan negatif antara kenaikan suhu pengukusan dengan
kadar protein pada abon ikan gabus, dimana semakin tinggi suhu pengukusan yang
digunakan semakin rendah kadar protein pada abon ikan gabus dengan hubungan
persamaan dimana setiap kenaikan suhu 2,5 C menurunkan kadar protein pada abon ikan
gabus sebesar -0,322x + 24,404 dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0,886 yang
artinya 88,6% penurunan kadar protein pada abon ikan gabus dipengaruhi oleh kenaikan
suhu pengukusan. Berdasarkan SNI , persyaratan standar mutu abon secara umum nilai
kadar protein minimal 15%, dan nilai kadar protein tertinggi pada abon ikan gabus
sebesar 8,5181% sehingga kadar protein pada abon ikan gabus belum memenuhi
persyaratan standar mutu abon. Penentuan kadar lemak suatu bahan dapat dilakukan
dengan menggunanakan soxhlet apparatus.
Hasil uji organoleptik aroma pada abon dari residu daging dari hasil ekstraksi albumin
ikan gabus berkisar antara 8,4222 sampai dengan 8,7333 Hasil rata-rata organoletik
aroma pada abon dari residu daging ekstraksi albumin ikan gabus dapat dilihat pada
Tabel 8.
Rasa
Kenaikan temperatur akan menaikkan rangsangan pada rasa manis tetapi akan
menurunkan rangsangan pada rasa asin dan pahit. Hasil uji organoleptik rasa pada abon
dari residu daging dari hasil ekstraksi albumin ikan gabus berkisar antara 8,3222 sampai
dengan 8,6556. Hasil rata-rata organoletik rasa pada abon dari residu daging ekstraksi
albumin ikan gabus dapat dilihat pada Tabel 9.at nyata terhadap parameter kadar protein.
Hasil uji organoleptik warna pada abon dari residu daging ekstraksi albumin ikan gabus
berkisar antara 8,6889 sampai dengan 8,9556. Hasil rata-rata organoletik warna pada
abon dari residu daging ekstraksi albumin ikan gabus dapat dilihat pada Tabel 10.
Berdasarkan data Tabel 10 diatas dapat diketahui bahwa pada suhu 60 C memiliki nilai
rataO rata organoleptik warna yang tertinggi yaitu 8,9556%, dan pada suhu 55 C
memiliki nilai rata-rata organoleptik warna terendah yaitu 8,6889. Nilai organoleptik
warna pada abon ikan gabus dengan pegukusan yang berbeda tidak memberikan nilai
yang berbeda.
Perlakuan Terbaik
Parameter yang digunakan adalah parameter kimia dan parameter organoleptik.
Sedangkan parameter organoleptik meliputi organoleptik aroma, rasa, tekstur dan warna.
Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah Dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang pembuatan abon ikan gabus dengan mengoptimalkan lama penggorengan dan
daya awet, sehingga dihasilkan abon dengan kualitas gizi dan organoleptik yang baik
serta daya awet yang lama.

Jurnal 10
PENGARUH PROSES PEMASAKAN TERHADAP KOMPOSISI ZAT GIZI
BAHAN PANGAN SUMBER PROTEIN
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh proses pemasakan terhadap komposisi gizi beberapa
bahan pangan sumber protein, baik hewani maupun nabati. Bahan makanan yang dijadikan
sampel adalah daging ayam segar, ikan tenggiri segar, Tempe dan Tahu yang dibeli dari pasar
tradisional di Bogor. Analisis yang dilakukan adalah analisis kadar air, kadar abu, kadar protein
dan kadar lemak. Proses penggorengan menyebabkan penurunan kandungan nutrisi yang sangat
signifikan karena penggorengan menggunakan suhu tinggi sehingga nutrisi seperti protein rusak.
Penelitian ini sudah mendapatkan Surat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer, timbangan analitik dengan
ketelitian 0.1 mg, cawan porselen , oven dengan temperatur yang dapat dikontrol, desikator.
Beker 400 ml, gelas arloji, gelas ukur, labu ukur, alat blender, panci pemasak, wajan, kompor
gas, kantong plastik sampel, kertas lebel, timbangan, dan alat masak lainnya. Bahan percobaan
yang akan dijadikan sampel untuk dianalisis adalah bahan pangan penghasil protein yaitu daging
ayam potong segar, ikan kembung segar, tempe dan tahu yang dijual bebas di pasar tradisional.
Ketiga bentuk perlakuan bahan makanan itu ditimbang sebelum dan sesudah perlakuan untuk
mengetahui berat akhir. Dari hasil penimbangan tersebut ternyata terjadi susut masak pada bahan
pangan uji setelah mendapatkan perlakuan pengolahan. Pada proses pengolahan bahan makanan
dengan cara direbus dan digoreng menurunkan bobotnya . Pada perebusan, susut masak bahan
pangan tertinggi terjadi pada ikan kembung basah terendah terjadi pada tahu , sedangkan pada
proses penggorengan penurunan berat bahan pangan tertinggi terjadi juga pada ikan kembung
basah dan terendah terjadi pada tahu.
Penurunan bobot atau susut masak pada bahan pangan yang digoreng lebih tinggi dibandingkan
yang direbus. Penurunan susut masak pada bahan pangan setelah perebusan maupun
penggorengan disebabkan karena berkurang atau hilangnya kadar air dalam bahan pangan akibat
pemanasan. Semakin besar panas yang diberikan dan semakin lama pemanasan akan
mengakibatkan berkurangnya kadar air pada bahan pangan dalam jumlah banyak. Hasil analisis
kadar air dari 4 sampel bahan pangan dengan masing masing pengolahannya yaitu perebusan dan
penggorengan menjadi 12 sampel terlihat kadar air bahan pangan setelah direbus mengalami
penurunan dari bahan segarnya.

Jurnal 11
PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP NILAI GIZI PROTEIN
Pengolahan bahan pangan berprotein yang tidak dikontrol dengan baik dapat
menyebabkan terjadinya penurunan nilai gizinya. Diantara cara pengolahan tersebut,
yang paling banyak dilakukan adalah proses pengolahan menggunakan pemanasan
seperti sterilisasi, pemasakan dan pengeringan. Sementara itu kita ketahui bahwa protein
merupakan senyawa reaktif yang tersusun dari beberapa asam amino yang mempunyai
gugus reaktif yang dapat berikatan dengan komponen lain, misalnya gula pereduksi,
polifenol, lemak dan produk oksidasinya serta bahan tambahan kimia lainnya seperti
alkali, belerang dioksida atau hidrogen peroksida. Perlakuan dengan alkali dapat
menyebabkan terjadinya rasemisasi asam amino, perubahan bentuk L menjadi bentuk D.
Selain itu juga dapat terjadi reaksi antara asam amino yang satu dengan yang lain,
misalnya terbentuknya lisiolalanin dari lisin dan alanin.
Selain itu reaksi antara protein dengan gula pereduksi yang dikenal dengan reaksi
Maillard, juga merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan protein selama
pengolahan dan penyimpanan. Yang terakhir merupakan hal yang paling penting karena
susu bubuk banyak digunakan untuk bayi dan anak-anak, dimana ketersediaan asam-
asam aminonya sangat penting artinya untuk pertumbuhan. Amadori yang terbentuk
merupakan bentuk utama lisin yang terikat pada bahan pangan setelah terjadinya reaksi
Maillard awal.
Reaksi antara gula pereduksi dengan asam amino pada protein. Suatu penelitian
menggunakan hewan percobaan menunjukkan bahwa produk reaksi Maillardbaik tahap
awal maupun tahap lanjutan tidak dapat dimanfaatkanoleh tubuh. Semakin lanjut reaksi
Maillard berlangsung, akan semakin banyak produk reaksi yangditemukan dalam feses
tikus. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa protein yangtelah mengalami reaksi Maillar
daya cernanya akan menurun, sehingga dikeluarkan melalui feses.
Selain itu, produk yang dapat diserap ususpun tidak dapat digunakan oleh tubuh karena
dalam urin hewan percobaan tersebut terdeteksi adanya produk reaksi Maillard .
Struktur protein merupakan kriteria penting yang dapat mempengaruhi pembentukan
LAL. Jumlah LAL yang terbentuk tergantung pada konsentrasi lisin dan residu sistein
serta serin dalam protein, serta jarak antara lisin ke residu sistin atau serin dalam rantai
protein. Protein yang residu lisin dan sistin atau serinnya berdekatan atau hanya dibatasi
oleh satu atau dua residu lainnya akan dapat segera membentu LAL. Selain terbentuknya
lisinoalanin, terjadinya rasemisasi asam amino merupakan fenomena lain yang terjadi
pada saat protein diperlakukan dalam larutan alkali dan dapat mempengaruhi nilai gizi
protein.
Pada kejadian ini, asam amino bentuk L akan berubah menjadi bentuk D yang tidak dapat
digunakan oleh tubuh. Demikian pila ikatan peptida L-D, D-L atau D-D dari protein juga
tidak dapatdiserang oleh enzim proteolitik, sehingga daya cerna protein menurun. Seperti
telah disebutkan sebelumnya, akan terjadi rasemisasi asam amino dalam larutan alkali
yang berakibat terjadinya penurunan nilai biologis beberapa asam mino tersebut. Oleh
karena itu, dalam proses pembakaran dan pemanggang serealia, kacang-kacangan dan
campuran bahan pangan lain, akan terjadi penurunan nilai biologis protein secara
signifikan.
Penurunan nilai gizi protein juga dapat disebabkan karena terjadinya interaski antara
protein dengan lipid teroksidasi, yang seringkali tidak diperhatikan dalam proses
pengolahan pangan. Produk-produk yang terbentuk tersebut dapat bereaksi dengan
protein, terutama dengan asam amino lisin, membentuk protein modifikasi yang sulit
dicerna oleh enzim proteolitik. Disamping itu, asam amino triptofan dan asam amino lain
yang mengandung sulfur juga dapat rusak teroksidasi oleh adanya radikal bebas dan
hidroperoksida.
Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi karbohidrat
Sebagai contoh, pemanggangan akan menyebabkan gelatinisasi pati yang akan meningkatkan
nilai cernanya. Karena kondisi kelembaban rendah pada ektruder, gelatinisasi secara tradisional
yang melibatkan perobekan dan hidrasi granula pati tidak terjadi. Kondisi ekstrusi yang ekstrim
meningkatkan kadar gula dan insulin dalam plasma lebih epat dibandingkan dengan proses
perebusan. Adanya mono- dan oligosakarida, seperti glukosa, fruktosa, melibiosa, maltosa dan
maltriosa membuktikan bahwa polisakarida didegradasi selama proses ekstrusi untuk
menghasilkan produk yang lebih mudah dicerna.
Hasilnya menunjukkan bahwa rantai makromolekul terpecah menjadi dua molekul tersebut,
amiloda dan amilopektin, yang diindikasikan dari viskositas, permeasi gel-kromatografi dan
berat molekul rata-ratanya. Pati singkong diekstrusi menggunakan ekstruder twinscrew dengan
jumlah dan jenis asam lemak yang bervariasi , monogliserida, emulsifier dan lemak murni.
Sampel diekstrusi dengan 2% asam lemak C12 atau yang lebih panjang lagi, monogliserida dan
emulsifier, terbentuk senyawa kompleks antara fraksi amilosa pati dengan bahan-bahan tersebut.
Kelarutan dalam air senyawa kompleks pati tersebut menurun seiring dengan meningkatnya
panjang rantai asam lemak yang dikompleknya.

Senyawa kompleks fraksi amilosa tersebut resisten terhadap amilolisis oleh enzim alfa-amilase,
sehingga menurunkan daya cerna pati yang banyak mengandung amilosa secara in vitro. Fraksi
larut etanol 80% pati kentang yang diekstrusi dengan twin-screw ekstruder menunjukkan
peningkatan oligosakarida dengan berat molekul di bawah 2000 seiring dengan meningkatkan
temperatur proses. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi ektrusi berpotensi untuk diaplikasikan
dalam industri makanan bayi mengingat anak-anak kemungkinan defisiensi enzimenzim yang
memecah rantai cabang yang terdapat dalam pati. Berbagai uji telah diterapkan untuk mengukur
serat pangan, termasuk metode penentuan kadar serat kasar secara klasik yang hasilnya biasanya
lebih rendah dibandingkan penentuan serat pangan secara enzimatis.
Serat kasar merupakan bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan
kimia yang digunakan untuk menentukan serat kasar seperti 1.25% H2SO4 dan 1.25%NaOH.
Oleh karena itu nilai kadar serat kasar biasanya lebih rendah dari serat pangan karena asam sulfat
dan natrium hidroksida mempenuyai kemampuan yang lebih besaar dalam menghidrolisis
komponen bahan pangan dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan. Serealia dan kulit
sekamnya dianggap merupakan sumber serat yang baik. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan diketahui bahwa proses ekstrusi hanya sedikit mempengaruhi kandungan serat dalam
bahan pangan yang diuji.
Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi lemak
Pada umumnya setelah proses pengolahan bahan pangan, akan terjadi kerusakan lemak yang
terkandung di dalamnya. Tingkat kerusakannya sangat bervariasi tergantung suhu yang
digunakan serta lamanya waktu proses pengolahan. Makin tinggi suhu yang digunakan, maka
kerusakan lemak akan semakin intens. Pada proses pemanggangan yang ekstrim, asam linoleat
dan kemungkinan juga asam lemak yang lain akan dikonversi menjadi hidroperoksida yang tidak
stabil oleh adanya aktivitas enzim lipoksigenase.
Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi vitamin
Vitamin ini juga akan lebih sensitif terhadap sinar ultra violet dibandingkan dengan sinar pada
panjang gelombang yang lain. Sebesar 50% biotin akan hilang pada saatdirebus selama 6 jam
dalam laritan 30% HCl atau 17 jam dalam KOH 1N, yang sebelumnya relatif stabil dalam udara
dan oksigen atau ketika diekspospada sinar ultra violet. Niasinamid akan terhidrolisis sebagian
dalam asam dan alkali.namun masih mempunyai nilai biologis yang sama. Kolin sangat alkalis
dan sedikit tidak stabil dalam latutan yang mengandung oksigen.
Oleh karena itu, riboflavin dalam susu akan hilang secara cepat ketika terekspos dengan sinar
matahari dan akan menghasilkan senyawa derivatif yang juga akan merusak asam askorbat
dalam susu. Hal ini terutama disebabkan karena terjadi destruksi tokoferol oleh derivat asam
lemak yang secara kimia aktif, yang terbentuk selama pemanasan dan oksidasi.
Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi mineral

Meskipun beberapa komponen pangan rusak dalam proses pemanggangan bahan pangan, proses
tersebut tidak mempengaruhi kandungan mineral dalam bahan pangan. Sebaliknya, perlakuan
panas akan sangat mempengaruhi absorpsi atau penggunaan beberapa mineral, terutama melalui
pemecahan ikatan, yang membuat mineral-mineral tersebut kurang dapat diabsorpsi meskipun
dibutuhkan secara fisiologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua senyawa besi yang
digunakan dalam pengolahan krakers soda mempunyai nilai biologis yang berbeda jauh . Selain
itu, zat besi dalam krakers yang dibuat dengan soda, tanpa soda dan ditambahkan pada tahap
akhir mempunyai nilai biologis yang sama.
Selain proses pengolahan yang tidak diinginkan karena banyak merusak bersifat menguntungkan
terhadap beberapa komponen zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan tersebut, yaitu
perubahan kadar kandungan zat gizi, peningkatan daya cerna dan ketersediaan zat-zat gizi serta
penurunan berbagai senyawa antinutrisi yang terkandung di dalamnya. Cara pengolahan yang
paling banyak dilakukan adalah menggunakan pemanasan seperti sterilisasi, pemasakan dan
pengeringan. Sementara itu protein merupakan senyawa reaktif yang dapat berikatan dengan
komponen lain, misalnya gula pereduksi, polifenol, lemak dan produk oksidasinya serta bahan
tambahan kimia lainnya seperti alkali, belerang dioksida atau hidrogen peroksida. Selain itu
reaksi antara protein dengan gula pereduksi yang dikenal dengan reaksi Maillard, juga
merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan protein selama pengolahan dan penyimpanan.
Rekasi-reaksi yang terjadi selama pengolahan bahan pangan pangan dapat menyebabkan
menurunnya nilai gizi protein akibat terjadinya penurunan daya cerna protein dan ketersediaan
atau availabilitas asam-asam amino esensial. Sebaliknya, perlakuan panas akan sangat
mempengaruhi absorpsi atau penggunaan beberapa mineral, terutama melalui pemecahan ikatan,
yang membuat mineral-mineral tersebut kurang dapat diabsorpsi oleh usus.

Jurnal 12
Food Processing and Impact on Nutrition
Pemrosesan membuat makanan lebih sehat, lebih aman, lebih enak, dan lebih stabil di rak.
Meskipun manfaatnya banyak, pemrosesan juga dapat merugikan, yang memengaruhi kualitas
gizi makanan. Blanching, misalnya, mengakibatkan hilangnya vitamin dan mineral. Terlepas dari
efeknya yang merugikan pada kesehatan kita, tidak mungkin untuk hidup tanpanya.
Dengan demikian, industri pengolahan makanan ini menyediakan keterkaitan dan sinergi yang
vital antara industri dan pertanian. Sektor industri pengolahan makanan merupakan salah satu
yang terbesar dalam hal produksi, konsumsi, ekspor dan prospek pertumbuhan.
Pemerintah India untuk memajukan sektor pengolahan makanan di India adalah sebagai berikut:

Caroline Lloyd & Susan James dalam artikel ini meneliti dampak tekanan rantai pasokan pada
industri pengolahan makanan Inggris dan implikasinya terhadap kesehatan dan keselamatan
kerja. Kementerian Perindustrian Pengolahan Pangan memiliki skema pengembangan sumber
daya manusia di bidang pengolahan pangan. Misi Nasional Pengolahan Pangan.
Efek pengolahan dan penyimpanan makanan
Vitamin yang larut dalam air lebih tidak stabil daripada vitamin yang larut dalam lemak selama
pemrosesan dan penyimpanan makanan.
Pasteurisasi
Pasteurisasi melibatkan pemanasan makanan cair seperti susu dan jus buah ke suhu tertentu
untuk menghancurkan mikro-organisme.
Proses yang mempengaruhi kandungan nutrisi makanan
Proses yang memaparkan makanan pada tingkat panas, cahaya, atau oksigen yang tinggi
menyebabkan hilangnya nutrisi terbesar.
Pemrosesan tekanan tinggi
Metode pengawetan alternatif ini membuat makanan mengalami tekanan tinggi, dengan atau
tanpa menggunakan panas untuk membunuh mikroorganisme.
Pupuk
Tampaknya tidak ada bedanya dengan nilai nutrisi tanaman apakah pupuk itu organik atau tidak.
Penggilingan
Sekam mengandung sebagian besar serat makanan tanaman, vitamin kelompok B, fotokimia dan
beberapa mineral. Itulah sebabnya produk-produk seperti roti putih kurang menyehatkan
dibandingkan varietas gandum utuh, meskipun telah diperkaya secara artifisial dengan beberapa
nutrisi yang hilang setelah penggilingan.
Memucat
Vitamin yang larut dalam air, termasuk vitamin C dan B-kompleks, sensitif dan mudah
dihancurkan dengan blansing.
dehidrasi
Jika makanan dehidrasi dilarutkan dan dimasak dengan air, nutrisi lebih lanjut akan keluar dari
makanan dan hilang dalam air rebusan.
Semakin jauh suatu produk makanan dari bentuk alaminya, semakin sedikit ia mempertahankan
sifat nutrisinya yang menyehatkan. Vitamin menguap, mineral tercuci, dan serat sudah lama
terlupakan. Benar, penurunan nutrisi telah menyebabkan pengayaan dan fortifikasi, tetapi ini
hanya menambahkan sejumlah kecil nutrisi kembali ke suatu produk, di mana ratusan lainnya
hilang dalam terjemahan dari jeruk asli ke minuman jeruk dalam botol plastik. Peningkatan umur
simpan memerlukan penggunaan bahan pengawet, baik yang alami seperti garam maupun bahan
kimia buatan yang memiliki fungsi lebih spesifik.
Pewarna makanan adalah kategori aditif yang sangat besar. Warna makanan merupakan
pertimbangan psikologis yang penting. Namun dalam banyak kasus, warna produk olahan tidak
setebal yang diharapkan konsumen. Apa pun yang dapat dibuat di laboratorium lebih murah
daripada bahan alami.
Mengganti bahan-bahan berkualitas dengan standbys yang lebih murah atau lebih rendah adalah
satu-satunya cara untuk menekan harga. Mereka menambahkan komponen lemak dan manis
yang membuat begitu banyak junk food enak bagi kita. Garam itu alami dan murah, tetapi
konsumsi yang berlebihan menyebabkan hipertensi dan masalah kesehatan lainnya.
Pengaruh Pengolahan Makanan terhadap Vitamin dan Mineral
Secara khusus, proses yang memaparkan makanan pada tingkat panas, cahaya, dan/atau oksigen
yang tinggi menyebabkan hilangnya nutrisi terbesar. Nutrisi juga dapat "dicuci" dari makanan
oleh cairan yang dimasukkan selama proses memasak.
Hal ini dapat mengubah kecepatan dan tingkat pencernaan pati dan sifat-sifat serat makanan.
Dalam pengukusan makanan, proses gelatinisasi terjadi dalam jumlah kecil dimana sebagian
besar pati yang dapat dicerna dengan lambat diawetkan.
Retrogradasi
Proses re-asosiasi granula pati pada pendinginan pati tergelatinisasi atau pasta pati disebut
gradasi retro.
Gelatinisasi
Pada pemanasan pati dengan adanya air, struktur kristal granula pati hilang secara ireversibel
melalui proses yang disebut gelatinisasi. Hal ini disebabkan penyerapan air oleh granula pati dan
berubah menjadi zat seperti jeli. Dalam makanan.
Efek pada Serat
Makanan Biji-bijian sereal biasanya digiling untuk membentuk tepung halus, yang diproses
untuk menyiapkan produk makanan. Proses penggilingan menghilangkan lapisan luar yang kaya
serat dari biji-bijian, dan mengurangi kandungan serat total.
Pencegahan
Proses makanan seperti pemanasan dan penggorengan menyebabkan polimerisasi lemak yang
menyebabkan perubahan berat molekul, warna, viskositas dan indeks bias lemak atau minyak
yang digunakan. Oksidasi lipid adalah salah satu penyebab utama pembusukan makanan. Reaksi
oksidatif dapat menurunkan kualitas nutrisi makanan dan produk oksidasi tertentu berpotensi
toksik. Di sisi lain, dalam kondisi tertentu, tingkat oksidasi lipid yang terbatas kadang-kadang
diinginkan, seperti pada keju tua dan beberapa makanan yang digoreng.
Berikut adalah sembilan alasan memotivasi mengapa Anda harus memotong makanan olahan
dari diet Anda untuk selamanya:
Makanan olahan sangat adiktif. Tubuh Anda memproses makanan utuh jauh berbeda dari
makanan "sampah" yang diproses, diproses, dan sangat dimodifikasi. Makanan olahan cenderung
terlalu merangsang produksi dopamin, juga dikenal sebagai neurotransmitter "kesenangan", yang
membuat Anda mendambakannya terus-menerus. Tubuh Anda akhirnya tidak mampu menahan
godaan untuk terus makan junk food secara berlebihan, yang dapat menyebabkan kegemukan
dan masalah kesehatan lainnya.
Makanan olahan sering mengandung fosfat yang merusak organ tubuh, tulang. Banyak makanan
olahan mengandung aditif fosfat yang menambah rasa, tekstur, dan umur simpan. Tetapi zat
aditif ini diketahui menyebabkan masalah kesehatan seperti penuaan yang cepat, kerusakan
ginjal dan tulang yang lemah, menurut Rodale Institute, yang membuat makanan yang
mengandung zat-zat tersebut menjadi kurang menarik bagi mereka yang mengetahuinya.
Makanan segar sebenarnya lebih murah daripada makanan olahan.
Orang dengan kecanduan junk food sering mengklaim bahwa makanan segar dan sehat terlalu
mahal. Tetapi menurut banyak penelitian dan penilaian, makanan utuh yang dibuat dari awal
berakhir dengan biaya lebih rendah per porsi daripada makanan olahan yang tidak sehat.
Makanan olahan menyebabkan peradangan kronis. Makanan olahan merusak pencernaan.
Karena serat alami, enzim, vitamin, dan nutrisi lainnya telah dihilangkan, makanan olahan
cenderung merusak saluran pencernaan. Konsumsi makanan semacam itu secara kronis dapat
membuat ekosistem internal Anda tidak seimbang, merugikan bakteri menguntungkan dan
membuat sistem Anda terkena infeksi. Makanan olahan menghancurkan pikiran Anda. Makanan
olahan sarat dengan GMO.
Bahan dasar dari sebagian besar makanan olahan yang ada di pasaran saat ini berasal dari
laboratorium, bukan alam. Organisme yang dimodifikasi secara genetik, yang telah dikaitkan
dengan infertilitas, kerusakan organ, gangguan gastrointestinal, dan kanker, sangat subur dalam
makanan olahan. Makanan olahan sarat dengan pestisida. Untuk menumbuhkan GMO yang
digunakan dalam makanan olahan secara efektif, petani konvensional harus menerapkan
Roundup dan pestisida serta herbisida lainnya, yang banyak di antaranya berakhir pada produk
akhir.
Makanan olahan sebenarnya bukan makanan. Makanan asli benar-benar akan membusuk atau
menumbuhkan jamur, misalnya, sementara makanan olahan palsu sebagian besar tetap sama
dalam penampilan dan bentuk tidak peduli berapa usianya.
Beberapa mitos dan Fakta
Konsumen saat ini dihadapkan pada berbagai macam pilihan makanan. Makanan olahan
menawarkan variasi dan kenikmatan untuk diet kita. Pada artikel ini kita akan melihat beberapa
mitos dan fakta tentang makanan olahan. Makanan olahan tidak menawarkan manfaat.
Pengolahan memperpanjang umur simpan makanan. Ikan kaleng dan susu UHT adalah dua
contoh makanan bergizi yang mudah didapat dari hasil pengolahan makanan. Pengolahan
makanan membuat banyak makanan tersedia yang tidak bisa kita makan. Tanpa pengolahan
makanan tentu kita tidak akan memiliki banyak variasi produk makanan yang kita lihat di
supermarket dan rak-rak toko.
Pengolahan makanan memungkinkan ketersediaan makanan sepanjang tahun yang memiliki
musim tanam terbatas.
Makanan kaya nutrisi, ketersediaannya, dan keamanan pangannya merupakan area yang menjadi
perhatian dunia yang berkembang karena pengaruhnya secara langsung terhadap kesehatan
manusia. Permintaan pangan global bergantung pada produk pangan olahan karena pengolahan
diperkirakan akan mempengaruhi kandungan, aktivitas dan bioavailabilitas nutrisi. Makanan
olahan yang dibahas dalam tinjauan ini telah menunjukkan kemampuan pengolahan makanan
dalam mengubah status gizi makanan. Namun, kapasitas promosi kesehatan produk makanan
sangat tergantung pada sejarah pengolahannya.

Kombinasi metode pengolahan makanan tradisional dan modern dan kemajuan penelitian dalam
teknik dapat memberikan cara utama untuk meningkatkan kualitas makanan.

Anda mungkin juga menyukai