Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KEPANITERAAN

ODONTEKTOMI GIGI 38

Nama Mahasiswa : Novita Suciani Imaristantika


(20110340052)
Gustia Rully Pertiwi
(20100340070)
Nama Pasien : Riski Kanti P.
No.RM : 039896

MODUL ORAL SURGERY ADND EMERGENCY


PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017

1
I. DESKRIPSI KASUS
a. Identitas Pasien :
Nama Pasien : Riski Kanti P.
RM : 039896
Jenis Kelamin : Laki - laki
Umur : 24 Tahun
Alamat : Yogyakarta

b. Pemeriksaan Subjektif:
• Keluhan Utama
Pasien datang mengeluhkan kondisi yang tidak nyaman akibat gigi belakang kiri
bawahnya tumbuh terlalu menyentuh area pipi dan membuat makanan sering
terjebak pada daerah tersebut.
• Riwayat perjalanan penyakit
Keluhan dirasakan sejak ± 1 tahun yang lalu dan dirasakan sakit untuk
mengunyah makanan dan saat ada makanan yang terjebak pada daerah tersebut.
Saat dilakukan pemeriksaan, pasien tidak sedang dalam kondisi sakit akibat gigi
tersebut. Pasien belum pernah mengkonsumsi obat untuk meredakan kondisi
tersebut.
• Medical History
Pasien tidak dicurigai memiliki penyakit sistemik.

c. Pemeriksaan Objektif:
• Pemeriksaan pada 38:

2
Terdapat gigi 38 partial erupsi, pada daerah bukal terdapat warna keputihan akibat
sisa makanan yang terselip pada daerah tersebut, terdapat area kemerahan pada
daerah distal gigi 38.
Perkusi : (-)
Palpasi : (-)
Sondasi : (-)
CE : (+)
Vital Sign :
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : Afebris
d. Pemeriksaan Penunjang
Interpretasi Rongent OPG gigi 38:
- Jenis radiograf : OPG
- Elemen gigi : 38
- Mahkota: terdapat area radiolusen dari arah oklusal hingga kedalaman pulpa
- Akar : jamak, pada bagian mesial dan distal, akar distal dilaserasi kearah distal
- Ligament: menebal pada 1/3 ujung apikal akar mesial dan distal
- Lamina dura: menghilang pada sekeliling apikal
- Alveolar crest: dbn
- Furkasi : dbn
- Periapikal : terdapat area radiolusen pada ujung apikal akar mesial dan distal
Gambaran Radiografi

3
e. Assassment
Impaksi vertikal kelas 1A

f. Treatment Planning
1. Ekstraksi dengan open method
2. Kontrol

II. EKSTRAKSI DENGAN OPEN METHOD


Pencabutan gigi teknik open method extraction adalah teknik mengeluarkan
gigi dengan cara pembedahan dengan melakukan pemotongan gigi atau tulang.
Prinsip pada teknik ini adalah pembuatan flap, membuang sebagian
tulang,pemotongan gigi, pengangkatan gigi, penghalusan tulang, kuretase, dan
penjahitan (Dimitroulis,1997). Pencabutan gigi dengan teknik open method extraction
diindikasikan untuk kasus sebagai berikut (Howe, 1993 Peterson, 2003):
1. Adanya gigi yang menahan usaha pencabutan intra-alveolar bila
diaplikasikantekanan yang sedang besarnya.
2. Sisa akar yang tidak bisa dipegang dengan tang atau dikeluarkan dengan
3. elevator, khususnya yang berdekatan dengan sinus maksilaris.
4. Adanya riwayat kesulitan atau kegagalan pencabutan gigi sebelumnya.
5. Gigi dengan restorasi yangluas, khususnya bila saluran akar telah dirawat atau
pulpa telah nonvital.
6. Gigi hipersementosis dan ankilosis.
7. Gigi dilaserasi atau geminasi.
8. Gigi dengan gambaran radiografi bentuk akar yang rumit, atau akar yang
kurang menguntungkan atau berlawanan dengan arah pencabutan.
9. Bila ingin dipasangkan geligi tiruan imediat atau beberapa saat setelah
pencabutan. Metode ini memungkinkan dilakukannya penghalusan tulang
alveolar agar protesa dapat dipasang.

a. Flap
Untuk memperoleh akses yang jelas terhadap gigi yang akan dicabut atau
daerah pembedahan maka dibuat flap mukoperiostal. Flap yang dibuat harus cukup
suplai darah, memberikan lapang pandang / jalan masuk yang cukup, dan tepian flap
harus berada diatas tulang. Dasar flap harus lebih lebar dibanding bagian yang bebas.

4
Sebagian besar flap yang dibuat untuk tujuan bedah mulut adalah dibagian
bukal,karena rute ini merupakan rute yang paling langsung dan tidak rumit untuk
mencapai gigi yang terpendam atau fragmen ujung akar. Desain flap yang biasa
digunakan untuk mencabut gigi adalah flap envelope dengan atau tanpa perluasan ke
bukal/labial (Dym, 2001, Howe, 1993, Pedersen, 1996, Pedlar,2001).
b. Bentuk / Klasifikasi Flap
Berdasarkan Lokasi
1. Bukal
2. Lingual
3. Palatal
Berdasarkan Ketebalan
1. Full thickness (mukoperiosteal)
2. Partial thickness (hanya mukosa)
Berdasarkan Outline
1) Envelope
Dalam kebanyakan kasus, desain ini sudah cukup.
Flap envelope ini merupakan hasil dari insisi
horizontal sepanjang garis servikal gigi. Insisi pada
flap envelope ini dibuat pada bagian sulcus gingiva
yang diperluas sepanjang 4 – 5 gigi. Indikasi dari
flap jenis ini untuk bedah gigi insisivus, premolar, dan molar, di permukaan
labial atau bukal dan palatal atau lingual, dan juga diindikasikan pada perawatan
apikoektomi, kista, dan gigi impaksi.Pada teknik ini biasanya dilakukan insisi
horizontal pada tepi gingival, kemudian dimodifikasi seperlunya, beberapa
modifikasi tersebut, seperti :
• Dengan satu insisi tambahan serong di anterior (mesial)
• Rektangular, dengan dua insisi tambahan (mesial dan distal)
• Contiguous (dua flap yang disingkirkan dari satu insisi misal utk Alveoplasti)
• Apabila diperlukan jalan masuk apikal yang besar, maka ditambahkan insisi
serong disebelah posterior.
2) Triangular
Teknik ini dibuat dengan membuat insisi horizontal pada tepi gingiva kemudian
dilakukan satu kali insisi serong seperlunya pada sebelah mesial atau distal.

5
Pada kasus ini akan digunakan
design flap triangular, karena
gigi 48 berada di paling
posterior dan akses terhalang
gigi 47, sehingga pembuatan
flap dari bagian distobukal gigi 48 hingga distal gigi 47
3) Trapezium
Teknik ini hampir sama dengan triangular, dibuat dengan membuat insisi
horizontal pada tepi gingiva kemudiandilakukan dua kali insisi serong seperlunya
pada sebelah mesial dan juga distal.

4) Semilunar
Biasanya ditempatkan pada permukaan bukal prosessus alveolaris disebelah
apikal dari pertemuan antara mukosa bergerak dan cekat. Keuntungan desain ini
adalah perlekatan gingival dan sebagian besar mukosa cekat tetap terpelihara
dengan baik, walaupun tetap diperoleh jalan masuk ke region apikal dan
sekitarnya. Flap semilunar digunakan untuk menghindari tepi mahkota protesa,
untuk pembedahan periradikular dan untuk mendapat jalan masuk ke sinus
maxillaries dan region yang jauh lainnya.

5) Pedikel
Flap pedikel dibuat baik di bukal, lingual atau palatal. Biasanya digunakan untuk
migrasi atau transportasi untuk memperbaiki suatu cacat, misalnya fistula
oroantral atau nasoalveolar.

c. Alat dan Bahan


Alat :
a) Set diagnostic c) Scalpel
b) Bur tulang round &fissure d) Blade no 15

6
e) Forcep estraksi gigi 48 l) Jarum suturing
f) Bein m) Needle holder
g) Luxator n) Cheek retraction
h) Kuret o) Citoject
i) Bonefile p) Lampu pirtus
j) Raspatorium q) Burnisher
k) Gunting bedah
Bahan:
a) Povidone iodine
b) Kapas
c) Spongostan 2 buah
d) Benzocaine
e) Pehacaine HCL 2%
f) Spuit injeksi 3 cc
g) Salin
h) Benang Silk 3.0

d. Teknik Anestesi
Teknik Indirect Blok N. Alveolaris Inferior:
Tentukan sasaran anestesi dengan meraba linea oblique
externa dan interna
Posisi I: dari arah C/P kontralateral
Posisi II: digeser ke permukaan oklusal ipsilateral,
sejajar occlusal plane
Posisi III : hampir sama dengan posisi I
Insersi jarum 1.5-2 cc
Aspirasi (aman) kemudian deponir 1.5-2 cc larutan. Tarik jarum pelan sambil
deponirkan sisa larutan

e. Penatalaksanaan Odontektomi
1) Asepsis, dengan melakukan desinfeksi dengan menggunakan kapas yang diolesi
povidone iodin pada area yang akan dilakukan anastesi dan flap.
2) Anastesi topical dengan menggunakan benzocaine pada area insersi jarum
3) Anestesi blok n.alveolaris inferior kanan 1 cc dilakukan dengan menggunakan spuit

7
3cc yang berisi pehacaine HCl dan 0.5 cc untuk n. lingualis serta 0.5 cc untuk
n.bucalis.
4) Design flap full thickness (mucoperiosteal) triangular dilakukan dari tepi distal gigi
38 hingga setengah distal gigi 37
5) Dilakukan pemisahan mukoperiosteum dengan tulang menggunakan raspatorium
hingga terlihat area tulang yang akan dilakukan pengurangan
6) Jika akses yang diperoleh telah adekuat maka dilakukan pengurangan tulang
menggunakan round bur/fissure di bagian bukal dan sedikit bagian distal.
7) Bagian furkasi dilakukan separasi menggunakan bur bulat kearah oklusal searah
aksis gigi, tidak boleh kearah horizontal untuk mencegah bagian bur mencapi
lingual, hingga seluruh gigi terpisah menjadi bagian distal dan mesial.
8) Penggunaan bein / luxator dilakukan untuk menggoyahkan gigi akar mesial. Setelah
dirasakan gigi mulai terluksasi maka dilakukan pengambilan dengan menggunakan
forcep
9) Bein akar distal dengan cara mengurangi tulang bagian distal hingga terasa longgar
dan cukup untuk menggerakkan akar distal. Pengamnbilan akar distal dengan
menggunakan bein dan forcep
10) Dilakukan kuretase jaringan granulasi pada socket paska pengambilan seluruh gigi,
dan penghalusan tepi-tepi tulang yang terasa tajam dengan bone file, di dep
menggunakan tampon serta dilakukan spooling dengan povidone iodin yang
dicampur salin dan dilakukan massage / pemijatan daerah socket
11) Pemberian spongostan pada soket dan dilakukan suturing interrupted menggunakan
benang silk 3.0
12) Suturing interrupted sebanyak 4 x dimulai dari proksimal sisi distal terlebih dahulu,
dan berlajut hingga ke mesial
13) Jika terjadi komplikasi perdarahan maka dilakukan kauterisasi dengan menggunakan
burnisher yang dipanaskan
14) Pasien diinstruksikan menggigit tampon selama 15-30 menit

f. Teknik Penjahitan Luka Bedah


Teknik utama yang akan digunakan dalam kasus ini adalah interupted, yang merupakan
teknik paling sederhana dan paling sering digunakan. Tahapannya sebagai berikut:
a) Jarum masuk 2-3 mm dari batas flap (jaringan seluler) dan keluar pada jarak yang
sama di sisi yang berlawanan.
8
b) Kedua ujung benang ini kemudian diikat dalam simpul dan dipotong 0,8 cm di
atas simpul. Untuk menghindari robeknya flap, jarum harus melewati satu batas
luka tertentu dan minimal 0,5 cm dari tepi.
c) Jahitan yang terlalu kencang juga harus dihindari (risiko nekrosis jaringan), serta
posisi tumpang tindih pada luka ketika disimpul.
d) Keuntungan dari jahitan terputus adalah bahwa ketika jahitan ditempatkan dalam
satu baris, dilonggarkan salah satu sisi ,maka sisi yang lainnya tidak
berpengaruh.
f. Komplikasi pencabutan
Pada saat dilakukan bedah minor maka terdapat beberapa komplikasi yang terbagi
menjadi komplikasi operatif, post operatif dan delay. Berikut beberapa jenis
komplikasi yang kemungkinan terjadi saat operatif :
1) Perdarahan
Faktor penyebab komplikasi ekstraksi terbagi menjadi factor lokal dan sistemik.
Faktor lokal diantaranya terpotongnya arteri lingualis, terpotongnya pembuluh
darah pada saat splitting bifurkasi gigi. Cara penatalaksanaan perdarahan tersebut
bisa dengan 1) dep dengan tampon, 2) kauterisasi manual / elektrik, 3) injeksi
Asam Tranexamat melalui intramuscular atau intravena. Sedangkan faktor
sistemik seperti adanya riwayat penyakit gangguan koagulasi, hemostasis,
jantung, dsb. Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan dengan pemberian yaitu
vitamin K yang diminum2 x sehari pada saat medikasi sebelum tindakan operatif
atau pengecekkan lab sebelum dilakukan tindakan bedah untuk mengetahui CT
(Clotting Time), BT (Bleeding Time), PT (Protrhombin Time), APTT (activated
Partial Thromboplastin Time).
2) Nyeri
Adanya inflamasi dan infeksi kronis pada gigi yang akan dilakukan pencabutan
dapat menyebabkan efek anastesi tidak tercapai secara adekuat, sehingga perlu
pemberian medikasi sebelum pencabutan secara tepat. Jika perlu dapat dilakukan
cek angka leukosit akibat riwayat infeksi yang berulang. Penanganan nyeri pada
saat operatif dapat dilakukan dengan anastesi blok ulang atau anastesi lidokain
murni. Jika masih terdapat nyeri setelah anastesi ulang maka perlu dilakukan
penundaan pencabutan dan pemberian medikasi ulang.
3) Parastesi
Apabila terjadi sensasi kebas paska tindakan bedah maka kemungkinan terjadi
9
trauma pada saraf sehingga perlu diberikan terapi vitamin saraf selama 6 bulan
dengan kontrol rutin. Beberapa contoh vitamin saraf diantaranya Neurobion,
Alinamin F., Vitamin B6
4) Trismus
Tindakan operatif bedah minor yang terlalu lama dapat menyebabkan kesulitan
membuka mulut. Oleh karena itu perlu dilakukan ekstraksi yang atraumatik dan
meminimalisir terjadinya komplikasi.
g. Medikasi Pasca Operatif
Pasca operasi pasien juga diberikan medikasi untuk mengatasi komplikasi
yangditimbulkan pasca ekstraksi. Pasien diketahui memiliki riwayat alergi terhadap
antibiotik Amoxcillin, maka alternatif obat diberikan medikasi Clindamycin 300 mg
sebanyak 15 buah yang diminum 3 x sehari untuk mencegah infeksi pasca pencabutan
selama 5 hari, Asam Mefenamat500mg sebanyak 15 buah diminum 3 x sehari selama
5 hari untuk mengatasi sakit yang dirasakan setelah efek anestesi hilang, apabila rasa
sakit sudah menghilang maka obat boleh dihentikan. Gigit tampon selama setengah
jam. Jika tampon basah, ganti dengan tampon yang baru.
a) Jangan berkumur-kumur dan makan minum yang panas selama minimal 2 jam.
b) Jangan menggunakan daerah bekas operasi untuk mengunyah.
c) Kompres luka dengan air es.
d) Instruksi untuk kontrol kembali 1 minggu ke depan.
g. Kontrol post operasi
Setiap tindakan bedah yang dilakukan selalu ada kemungkinan untuk terjadi
komplikasi, begitu pula pada tindakan pencabutan pada gigi 38. Beberapa komplikasi
yang dapat muncul pasca ekstraksi antara lain rasa sakit, timbulnya rasa tidak enak
pasca operasi (ketidak nyamanan), hematoma, pembengkakan yang berlebihan, proses
penyembuhan yang lambat, resorbsi tulang berlebihan, tulang yang patah atau
pengambilan tulang yang terlalu banyak, dan osteomyelitis. Untuk meminimalisir hal
tersebut, dapat dilakukan beberapa hal seperti:
o Daerah bekas pencabutan dijepit dengan ibu jari dan telunjuk, hal ini merupakan
perlakuan sederhana pada tindakan post operatif tehnik alveolopalstis.
o Ketidak nyaman sesudah pencabutan biasanya diikuti dengan rasa sakit,
perdarahan, dan pembengkakan dalam berbagai tingkatan. Rasa sakit bisa di atasi
dengan pemberian obat.

10
o Jika ada edema, kompres es dengan potongan-potongan es dalam kantung plastic
yang kemudian dibungkus sebuah atau dua buah handuk adalah metode yang tepat
untuk aplikasi dingin. Selama 24 jam pertama pasca perawatan, dianjurkan aplikasi
dingin selama 30 menit. Pemberian minuman panas sebaiknya dihindari karena
akan meningkatkan edema.
h. Klasifikasi Gigi Impaksi
Klasifikasi gigi impaksi berdasarkan hubungan dengan ramus mandibula,
inklinasi dan kedalaman dapat dilihat berdasarkan klasifikasi menurut Pell dan
Gregory, George Winter dan Archer.
a. Klasifikasi menurut Pell dan Gregory
 Berdasarkan hubungan antara ramus mandibula dengan molar kedua
dengan caramembandingkan lebar mesio-distal molar ketiga dengan
jarak antara bagian distalmolar kedua ke ramus mandibula.
o Kelas I : Ruangan yang tersedia cukup untuk erupsi molar tiga
antara batas anterior ascending ramus dengan distal gigi molar
dua.
o Kelas II : Ruangan yang tersedia untuk erupsi molar tiga antara
batas anterior ascending ramus dengan distal gigi molar dua
kurang dari ukuaran mesio-distal molar tiga.
o Kelas III: Seluruh atau sebagian besar molar tiga berada dalam
ramus mandibula

 Berdasarkan letak molar ketiga di dalam rahang.


o Posisi A : Bagian tertinggi gigi molar tiga berada setinggi garis
oklusal.
o Posisi B : Bagian tertinggi gigi molar tiga berada di bawah garis
oklusal tapi masihlebih tinggi daripada garis servikal molar dua.
o Posisi C: Bagian tertinggi gigi molar tiga berada di bawah garis
servikal molar dua.

11
b. Klasifikasi menurut George Winter
 Klasifikasi yang dicetuskan oleh George Winter ini cukup
sederhana. Gigi impaksidigolongkan berdasarkan posisi gigi molar
tiga terhadap gigi molar dua. Posisi-posisimeliputi mesioangular
(miring ke mesial), distoangular (miring ke distal), vertika,
horizontal, bukoangular (miring ke bukal), linguoangular (miring ke
lingual), inverted dan posisi tidak biasa lainnya yang disebut
unusual position.

c. Klasifikasi Menurut Archer


 Archer memberikan klasifikasi untuk impaksi yang terjadi di rahang
atas. Klasifikasi ini sebetulnya sama dengan klasifikasi Pell dan
Gregory. Bedanya, klasifikasi ini berlaku untuk gigi atas.

12
o Kelas A: Bagian terendah gigi molar tiga setinggi bidang oklusal
molar dua.
o Kelas B: Bagian terendah gigi molar tiga berada di atas garis
oklusal molar dua tapi masih di bawah garis servikal molar dua.
o Kelas C: Bagian terendah gigi molar tiga lebih tinggi dari garis
servikal molar dua.
 Klasifikasi ini sebetulnya sama dengan klasifikasi George Winter.
Berdasarkan hubungan molar tiga dengan sinus maksilaris.
o Sinus Approximation (SA): Bila tidak dibatasi tulang, atau ada
lapisan tulangyang tipisdiantara gigi impaksi dengan sinus
maksilaris.
o Non Sinus Approximation (NSA): Bila terdapat ketebalan tulang
yang lebih dari 2 mm antara gigi molar tiga dengan sinus
maksilaris.

III. KESIMPULAN
Akan dilakukan ekstraksi pada gigi 38 dengan teknik open method,
menggunakan flap mukoperiosteal dengan design triangular dan dilakukan suturing
interupted. Prognosa pada kasus ini baik, setelah dilakukan pecabutan gigi tersebut
diharapkan akan meredakan gejala sakit akibat gigi 38 dan menghindari penyebaran
infeksi.

Mengetahui, Agustus 2017

Operator, Dokter Gigi Pembimbing,

Novita Suciani Imaristantika, S.KG drg. Bakhrul L.,Sp. BM,

13
DAFTAR PUSTAKA

Dimitroulis G, 1997. A Synopsis of Minor Oral Surgery. Bostom : Linacre House.


Dym H., Ogle OE. 2001. Atlas of Minor Oral Surgery. Philadelphia, W.B.Saunders:
Company .
Gans, BJ. 1972 .Atlas of Oral Surgery. St Louis: Mosby.
Howe, GE, 1993. Pencabutan Gigi Geligi, (The Extraction of teth), Alih Bahasa: Budiman,
JA. Jakarta :EGC.
Pedersen GW. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (Oral Surgery), Alih Bahasa:
Purwanto. Jakarta ;EGC
Pedlar, J. Frame, JW. 2001. Oral Maxillofacial Surgery. London: Churchill. Livingstone.
Peterson LJ. 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 4th ed. St Louis: Mosby.
Laskin, 1991. Clinicians Manual of Oral and Maxillofacial Surgery. Chicago.Quintessence
Publishing Co.

14

Anda mungkin juga menyukai