Anda di halaman 1dari 5

Resume Fossil fuels consumption, carbon emissions, and economic growth in Indonesia

Sumber : http://hdl.handle.net/11159/2142
Materi :
Hingga sekarang, penggunaan bahan bakar fosil masih mendominasi dunia pasar energi.
Pada tahun 1973, sekitar 75,8% dari total penggunaan energi terkategori sebagai bahan bakar
fosil dengan konsumsi petroleum hampir mencapai setengah dari penggunaan energi di seluruh
dunia (48,1%). Ini menunjukkan bahwa dunia dalam ketergantungan terhadap bahan bakar fosil,
yang mana memiliki dampak yang serius terhadap lingkungan alam. Emisi karbon yang
dihasilkan dari fosil merupakan penyebab terbesar dari pemanasan global. Sekitar 93% dari gas
rumah kaca merupakan emisi karbon yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar. Maka
dari itu, sangat penting untuk mengurangi penggunaan dari bahan bakar fosil karena efeknya
yang berbahaya bagi alam. Bagaimanapun, energi mempunyai peran yang fundamental dalam
membangkitkan pasar negara seperti Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di hampir
seluruh negara berkembang. Yang mana artinya, penggunaan bahan bakar fosil dan pertumbuhan
ekonomi memiliki hubungan yang negatif.
Oleh karena itu, studi lebih lanjut dengan objek studi, periode studi, dan metode analisis
yang berbeda perlu dilakukan untuk menyelidiki hubungan antara konsumsi bahan bakar fosil,
emisi karbon, dan tingkat keluaran dan dengan demikian kami dapat memberikan solusi yang
lebih baik untuk masalah ketergantungan bahan bakar fosil. Dalam studi ini, kami melakukan
studi untuk Indonesia karena konsumsi bahan bakar fosilnya dominan sejak tahun 1965. Pangsa
konsumsi bahan bakar fosil terhadap energi primer di Indonesia rata-rata adalah 96,55%. Apalagi
Indonesia merupakan negara emerging market yang membutuhkan pertumbuhan ekonomi untuk
menjadi negara yang lebih maju dan memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia
setelah China, India, dan Amerika Serikat. Semua ini menunjukkan bahwa Indonesia sangat
membutuhkan energi, terutama bahan bakar fosil.
Bahan bakar fosil dikategorikan menjadi 3 jenis yakni minyak bumi, gas alam, dan batu
bara untuk merancang kebijakan konservasi energi yang lebih baik yang dapat menghindari
penurunan pertumbuhan ekonomi. Selain itu juga dikaji hal mengenai dampak kebijakan
konservasi energi saat ini, visi energi 25/25 yang bertujuan untuk meningkatkan konsumsi energi
terbarukan sebesar 25% dari total konsumsi energi pada tahun 2025, terhadap konsumsi energi
sektoral di Indonesia.
Ozturk menyampaikan bahwa dia memiliki 4 hipotesis yang menjelaskan hubungan
antara penggunaan energi dengan pertumbuhan ekonomi. Hipotesisnya diantaranya yakni :
1. Growth hypothesis, yang merupakan hipotesis yang mengatakan bahwa penggunaan
energi secara langsung mempengaruhi tingkat output, dimana semakin banyak energi yang
dikonsumsi sebagai input dalam proses produksi, semakin banyak pula output yang dihasilkan
sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi juga semakin tinggi.
2. Conservation hypothesis, yang merupakan hipotesis yang mengatakan bahwa laju
pertumbuhan ekonomi menentukan jumlah energi yang dikonsumsi oleh masyarakat.
Berdasarkan hipotesis kedua, penerapan kebijakan konservasi energi tidak akan menurunkan
pertumbuhan ekonomi suatu negara.
3. Feedback hypothesis, yang merupakan hipotesis yang mengatakan bahwa tingkat
konsumsi energi dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan kausalitas dua arah. Yang artinya
variabel – variabel tersebut secara simultan saling mempengaruhi.
4. Neutrality hypothesis, yang merupakan hipotesis yang mengatakan bahwa tidak ada
hubungan sebab akibat antara penggunaan energi dengan pertumbuhan ekonomi, yang mana
kedua variabel berdiri sendiri tanpa saling mempengaruhi.

Pada model dibawah ini, energi diklasifikasikan sebagai sumber daya alam yang menjadi
input dalam produksi teknologi. Secara matematis, dapat ditulis sebagai berikut (Wang, 2012) :

Dimana K melambangkan kapital, L sebagai labor, β dan γ sebagai parameter untuk kapital dan
energi masing – masing, E melambangkan energy, Y adalah pengeluaran kotor, s adalah tingkat
tabungan, dan δ adalah tingkat penyusutan modal dari waktu ke waktu.
Untuk menentukan hubungan antara aktivitas ekonomi dengan tingkat polusi, hampir
seluruh studi menggunakan environmental Kuznets Curve (EKC) model sebagai basis teoritikal.
Dan dari pengembangan lebih lanjut diperoleh pernyataan sebagai berikut :

Dimana E sebagai tingkat emisi, ΩF, sebagai emisi yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi, ΩA
yang merupakan tingkat emisi yang dapat diredakan. Proses pengurangan (A) adalah fungsi dari
skala total kegiatan ekonomi (F) dan upaya pengurangan ekonomi (FA) sedangkan baris
persamaan terakhir menyiratkan bahwa tingkat emisi di suatu negara adalah fungsi dari skala
ekonomi aktivitas dan teknologi produksi yang dilambangkan dengan e(θ).
Metodologi :
1.1 Data
Data diperoleh dari berbagai sumber yang dapat dilihat pada tabel berikut :

Setiap variabel kemudian akan diuji stasioneritas dan kointegrasinya di antara variabel
tersebut untuk menentukan model mana yang harus digunakan dalam penelitian ini: Vector Auto
Regression (VAR) atau VECM. Terakhir, kami melakukan uji kausalitas Granger untuk menguji
arah kausalitas antar variabel.
a) Secara prosedural, VECM dipilih sebagai model estimasi ketika hasil uji akar unit
menunjukkan bahwa semua variabel tidak stasioner pada levelnya tetapi terkointegrasi atau
dengan kata lain ada hubungan teoritis antara variabel-variabel tersebut.
b) VECM dapat diformulasikan sebagai berikut :

atau

atau
Model di atas digunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel X menentukan nilai variabel y.
c) Long-range energy alternatives planning (LEAP), yang merupakan software yang
dikembangkan oleh Stockholm Environment Institute pada 1981, untuk menilai dampak
kebijakan energi dan lingkungan di wilayah tertentu selama rentang periode. Ada empat modul
utama dalam LEAP: Asumsi Kunci, Permintaan, Transformasi, dan Sumber Daya. Secara
matematis kebutuhan energi dapat dijelaskan oleh :

Hasil dan Diskusi :


Hasil dari studi yang telah dikaji ialah sebagai berikut :

Terdapat juga hasil dari VECM Granger Causality, Tulisan ini menggunakan signifikansi
10% sebagai batasan untuk uji kausalitas pada kedua tabel tersebut. Dalam jangka pendek ada
dua kausalitas Granger searah signifikan dari konsumsi batu bara ke output (hipotesis
pertumbuhan) dan juga dari output ke konsumsi minyak (hipotesis konservasi).
Selain itu juga ada hasil dari LEAP Projections, dimana terdapat dua scenario project
dalam studi ini, yakni Bussines as Usual (BAU) scenario, yang mana skenario ini
mengasumsikan bahwa tidak ada perubahan dalam kebijakan energi. Dan ada skenario kedua
yakni implementasi dari National Energy Consevation Master Plan (RIKEN). Skenario RIKEN
mengasumsikan pada tahun 2025 masing-masing sektor dapat melakukan efisiensi energi pada
tingkat tertentu. Berikut adalah model dari LEAP Projection untuk kebutuhan energi final di
Indonesia :
Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
Makalah ini menyelidiki hubungan kausalitas jangka panjang dan jangka pendek antara
konsumsi bahan bakar fosil (minyak, gas alam, dan batubara), emisi karbon, dan output di
Indonesia dengan menggunakan VECM Granger Causality. Hasil empiris menunjukkan masing-
masing jenis bahan bakar fosil memiliki arah kausalitas yang berbeda baik dalam jangka panjang
maupun jangka pendek.
Hasil utamanya adalah sebagai berikut: Pertama, dalam jangka pendek terdapat kausalitas
Granger searah yang berjalan dari konsumsi batubara ke output (hipotesis pertumbuhan) dan dari
output ke konsumsi minyak (hipotesis konservasi). Kedua, dalam jangka panjang hasil
menunjukkan kausalitas Granger searah (hipotesis pertumbuhan) hanya berjalan dari konsumsi
minyak ke output dan emisi karbon sementara variabel lainnya memiliki kausalitas Granger dua
arah (hipotesis umpan balik). Selain itu, kami juga memproyeksikan pengaruh kebijakan
konservasi energi yang telah diadopsi (RIKEN 2005) oleh Pemerintah Indonesia terhadap pola
konsumsi energi di Indonesia dari tahun 2014 hingga 2030. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa
hasil proyeksi LEAP berdasarkan target RIKEN 2005 memiliki tingkat penghematan energi yang
lebih rendah (17,32%) dibandingkan dengan target Vision 25/25 (18%).
Beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan kepada pemerintah Indonesia.
Pertama, kebijakan konservasi energi pada sumber daya minyak dan gas bumi harus dilakukan
dengan cepat karena pengurangan konsumsi minyak dan gas bumi tidak akan berdampak
langsung pada pertumbuhan ekonomi. Kedua, pemerintah harus segera meningkatkan
penyediaan sumber energi nonfosil yang lebih ramah lingkungan karena masyarakat di sektor
domestik dan komersial sangat bergantung pada sumber energi nonfosil.

Anda mungkin juga menyukai