Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA

(Ideologi dan Sistem Komunikasi)

Disusun Guna Memenuhi Tugas Sistem Komunikasi Indonesia

Dosen Pengampu : Yasundari, M.I.kom.

Disusun Oleh :

Muhammad Azhary 41820241

Ishak Stefan Fabias 41820282

Jauharudin Shadam Ardiansyah 41820223

Rere Reynaldi 41820234

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah yang berjudul “Ideologi dan Sistem komunikasi” ini dapat
tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Yasundari M.I.Kom dan semua pihak yang telah membantu dan berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Kami sangat
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan, kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kami merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, November 2022

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................ 2


DAFTAR ISI ....................................................................................... 3
BAB I ................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ............................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 4
1.1 Rumusan Masalah .................................................... 5
BAB II .................................................................................................. 6
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 6
BAB III ................................................................................................ 7
ANALISIS DAN PEMBAHASAN .................................................... 7
A. IDEOLOGI DAN SISTEM KOMUNIKASI............................... 7
3.1.1 Pancasila dan Aneka Ideologi................................... 7
3.1.2 Jenis Ideologi dan Ragam Sistem Komunikasi ....... 8
3.1.3 Kompetisi dan Kontroversi Idelogi .......................................... 9
B. IDEOLOGI DAN SISTEM MEDIA MASSA ........................... 10
3.2.1 Sistem Pers Otoritarian .......................................... 11
3.2.2 Sistem Pers Libertarian .......................................... 12
3.2.3 Sistem Pers Komunis Soviet ................................... 14
C. MODIFIKASI DAN SISTEM ALTERNATIF ......................... 17
3.3.1 Sistem Pers Tanggung Jawab Sosial ...................... 17
3.3.2 Sistem Media Demokratik Partisipan ................... 18
3.3.3 Sistem Media Pembangunan .................................. 20
BAB IV .............................................................................................. 24
PENUTUP ......................................................................................... 24
4.1 Kesimpulan ............................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 25

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem Komunikasi Indonesia dikembangkan sebagai upaya “peng
Indonesiaan” ilmu komunikasi. Dalam rangkaian kata “Sistem Komunikasi
Indonesia” kata Indonesia memberikan makna karakterisitik esensi sistem
komunikasi yang berkaitan dengan filsafat, ideologoi, dan konstitusi Negara
Indonesia.
Berbeda secara substansial dengan rangkaian kata “Sistem Komunikasi di
Indonesia” yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah tempat terjadinya sistem
komunikasi. Sistem Komunikasi Indonesia dapat diartikan sebagai penerapan
wawasan ke-Indonesiaan dalam komunikasi.
Wawasan keindonesiaan merupakan cara pandang dan kemampuan dalam
menganalisis kehidupan sosial politik yang mencakup komunikasi bangsa
indonesia berdasarkan falsafah hidup, gagasan vital, dan kondisi objektif
masyarakat Indonesia.
Sistem Komunikasi Indonesia dapat diartikan sebagai bagian sistem
kenegaraan Indonesia dengan meletakkan informasi publik yang mencakup
kebebasan dan tanggung jawab yang seimbang sebagai pusat kajiannya. Sistem
Komunikasi Indonesia adalah subsistem dari sistem kenegaraan Indonesia dalam
bentuk tatanan hubungan manusia Indonesia melalui informasi publik yang
mencakup kebebasan dan tanggung jawab yang seimbang. Sistem Komunikasi
Indonesia adalah subsistem dari sistem kenegaraan Indonesia dalam bentuk tatanan
hubungan manusia Indonesia melalui informasi publik yang mencakup kebebasan
dan tanggung jawab yang seimbang.

4
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka didapat rumusan masalah sebagai
berikut:

1. Bagaimana Sistem komunikasi dan Ideologi?


2. Apa saja Usur-unsur Sistem Komunikasi dan Ideologi?
3. Bagaimana pendapat kelompok kami pada Sistem tersebut?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sistem komunikasi Indonesia merupakan sebuah kajian ilmiah yang


dikembangkan di perguruan tinggi sebagai upaya peng-Indonesiaan atau
pribumisasi ilmu komunikasi dengan menggunakan wawasan ke-Indonesiaan
berdasarkan pemahaman bahwa ilmu komunikasi sebagai ilmu sosial bersifat tidak
bebas nilai.

Sistem komunikasi Indonesia memiliki karakteristik tersendiri sehingga


sangat berbeda dengan sistem komunikasi di negara-negara lain. Karakteristik itu
lahir sebagian dari sistem kenegaraan Indonesia berdasarkan filsafat Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian sistem komunikasi Indonesia
terwujud dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.

Dalam buku ini Prof. Dr. Anwar Rifin mengembangkan kajian sistem
komunikasi Indonesia dengan bertitik tolak pada pasar 28 UUD 1945, tentang
kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan yang disebut juga
dengan istilah kemerdekaan informasi publik. Hal itu dikembangkan dengan asas
kebebasan dan tanggung jawab yang seimbang sebagai implementasi Ideologi
Pancasila.

Berdasarkan persepektif ideologi itu, maka sistem komunikasi Indonesia


dapat juga disebut sebagai sistem komunikasi Pancasila yang berbeda dengan
sistem komunikasi otoritarian, sistem komunikasi libertarian, dan sistem
komunikasi komunis. Sistem komunikasi Indonesia juga merupakan himpunan dari
sejumlah subsistem yang memiliki sistemnya sendiri yaitu Pancasila.

6
BAB III

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. IDEOLOGI DAN SISTEM KOMUNIKASI


3.1.1 Pancasila dan Aneka Ideologi
Pada hakikatnya ideologi dipandang sama dengan filsafat dasar (filosofische
groudslag) dan pandangan hidup (way of life) suatu bangsa dalam suatu negara,
yaitu asas yang kebenarannya diyakini. Namun dalam kaliat ilmiah ketiga istilah
itu dapat dibedakan. Ideologi dan filsafat bersumber dari pandangan hidup,
sehingga pandangan hidup mendahului ideologi dan filsafat. Pandangan hidup itu
eksis dan berada sebagai suatu realitas dalam kehidupan sosial. Sedangkan ideologi
dan filsafat berada dalam lingkungan ilmu pengetahuan.

Pandangan hidup sering juga diartikan lebih spesifik yaitu keyakinan dan
asumsi-asumsi dasar. Pandangan hidup merupakan gagasan vital yang menyangkut
masalah hidup dan kristalisasi nilai-nilai (values) yang dimiliki oleh masyarakat,
serta diyakini kebenarannya sehingga diusahakan untuk selalu diwujudkan dan
dilestarikan dalam kehidupan sehari-hari. Filsafat adalah hasil penalaran dan
kontemplasi yang mendalam tentang segala fenomena. Ideologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang ide, gagasan atau konsepsi manusia yang harus diwujudkan
dalam kehidupan nyata.

Istilah ideologi pertama kali diperkenalkan oleh Destutt de Tracy, yang


mengartikan ideologi sebagai ilmu pengetatuan yang mempelajari eksistensi ide.
Ideologi dapat juga disebut ilmu pengetahuan tentang ide. Dalam berbagai kamus,
disebutkan bahwa ide bermakna juga gagasan, cita-cita, rancangan yang tersusun
dalam pikiran manusia, atau perasaan yang benar-benar menyelimuti pikiran.
Dengan demikian. ide senantiasa berkaitan dengan pikiran atau penalaran manusia
yang dapat berbentuk gagasan, cita-cita atau konsepsi yang harus diwujudkan
dalam kehidupan nyata.

7
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa ideologi adalah nilai (value) atau
pandangan atau gagasan vital manusia dalam bidang tertentu seperti bidang politik,
ekonomi, agama, atau komunikasi manusia. Meskipun demikian, Anwar Arifin
(2010: 43) menyatakan bahwa istilah ideologi lebih banyak dikaitkan dengan
kehidupan sosial politik, sehingga ideologi lebih banyak diartikan pandangan
politik, pemikiran politik, atau aliran politik.

Secara khusus ideologi dapat diartikan sebagai suatu perangkat pandangan,


serta sikap-sikap dan nilai-nilai, atau orientasi berpikir tentang manusia dan
masyarakat yang dapat dimiliki oleh seseorang, juga dapat dimiliki bersama oleh
anggota masyarakat (Adorno, 1950:2). Ideologi juga dapat mengandung asumsi dan
kumpulan keyakinan tentang lingkungan sosial politik yang mungkin belum diuji
kebenarannya (Connolly, 1967:2). Ideologi biasanya diwarnai oleh emosi dan
penuh dengan mitos, sistem kepercayaan dan nilai-nilai (Rejai,1971:10).

3.1.2 Jenis Ideologi dan Ragam Sistem Komunikasi


Secara garis besar terdapat dua jenis ideologi dasar yang berada pada. dua
kutub yang berbeda dan saling bertentangan satu dengan lainnya yaitu ideologi
otoritarian (otoritarianisme) dan ideologi libertarian (liberalisme). Diantara kedua
kutub yang berbeda itu terdapat banyak varian yang berkembang, sesuai dengan
konteks historis, kultural, sosiel, politik, dan ekonomi setiap bangsa. Salah satu
varian ideologi yang berada di luar otoritarian dan libertarian itu, ialah ideologi
Pancasila.

Pancasilaism sebagaimana telah dijelaskan di muka. Pancasila merupakan


ideologi alternatif yang dipuji oleh Presiden Amerika Serikat, Barack Obama ketika
memberikan kuliah umum di Universitas Indonesia Jakarta tahun 2010 lalu.
Sebelum lahirnya Pancasila, pada permulaan abad ke 20 di Eropa Timur telah
berkembang juga suatu varian ideologi yaitu ideologi komunis (komunisme) yang
sangat berpengaruh di dunia pada Perang Dunia II.

8
Ideologi yang paling tua adalah otoritarian yang bertolak dari hasil. olah
intelektual sejak zaman Plato dan Machiavelli yang mengembang-kan filsafat
otoritarian terutama dalam bidang politik yang mencakup juga bidang komunikasi
publik. Otoritarianisme yang berkembang pesat hingga awal abad ke 19 itu, bukan
saja melahirkan sistem politik, melainkan juga melahirkan sistem komunikasi yang
dikenal sebagai sistem komunikasi otoritarian, terutama dalam penerbitan pers atau
surat kabar. Dalam sistem komunikasi otoritarian tidak dikenal adanya kekebasan
bagi rakyat dalam menyatakan pendapat dan menyebarkan informasi publik
(freedom of information), tidak dikenal juga adanya kebebasan pers (freedom of the
pers) karena pers harus memiliki izin dan disensor oleh penguasa.

Pancasila melahirkan juga sistem komunikasi yang dapat disebut sebagai


Sisten Komunikasi Pancasila yang berbeda dengan Sistem Komunikasi Libertarian
dan Sistem Komunikasi Komunis, sebagai suatu taksononi atau kategorisasi
berdasarkan perspektif ideologi. Dalam buku ini, Sistem Komunikasi Pancasila
dipahami sebagai Sistem Komunikasi Indonesia dari aspek ideologi. Hal itu
mencakup terutama penerbitan pers atau surat kabar, film, penyiaran radio, dan
televisi.

3.1.3 Kompetisi dan Kontroversi Idelogi


Adanya beberapa jenis ideologi dasar dengan variannya masing-masing,
membuktikan bahwa dalam sejarah manusia terdapat kompetisi dan kontroversi
antar ideologi, baik antara ideologi yang mengutamakan kebendaan (materi)
maupun antara ideologi dan agama. Setiap penganut filsafat dasar atau ideologi
tertentu senantiasa berusaha memperkuat diri dan memandang bahwa hanya
ideologi yang paling benar, sehingga ideologi yang lain harus dibendung dan
dikalahkan. Komunisme sangat kontra terhadap liberalisme dan semua yang berbau
agama, karena semuanya tidak objektif dan tidak berwujud dalam realitas
masyarakat serta hanya memberikan ilusi semata. Liberalisme juga menimbulkan
ketidakadilan sosial melalui kapitalisme, serta memberikan kebebasan bersuara
kepada individu mengontrol pemerintah dan membiarkan kapitalisme menguasai
media massa sebagai industri untuk mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya.

9
Adanya perbedaan ideologi di berbagai negara secara garis besar juga
mema-nifestasikan sistem sosial, sistem politik dan sistem ekonomi serta sistem
komunikasi yang berbeda. Tiga varian ideologi melahirkan varian sistem
komunikasi. Dengan demikian Indonesia memiliki ideologi Pancasila dan Sistem
Komunikasi Indonesia, yang berbeda dengan Sistem Komunikasi Amerika Serikat
dan negara-negara lainya. Perbedaan-perbedaan tersebut dilatar-belakangi oleh
adanya perbedaan seiarah dan kultural serta filsafat sosial masing-masing negara-
bangsa.

Pandangan hidup dan filsafat dasar atau ideologi itu sangat terkait dengan
bentuk sistem komunikasi suatu negara. Hal itu menyangkut kebebasan informasi
publik, tanggung jawab sosial dan tanggung jawab nasional. Ideologi itu
melahirkan model hubungan media massa dengan negara, dan hubungan media
massa dengan masyarakat termasuk hubungan dengan partai politik. Hal itu
berkaitan juga dengan budaya komunikasi.

B. IDEOLOGI DAN SISTEM MEDIA MASSA


Ragam ideologi yang bersifat kontroversi dan berkompetisi itu berkaitan
dengan media massa. Menurut UU Pers 1999 mengartikan pers sebagai lembaga
sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik
melalui media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Istilah pers di Indonesia mencakup juga semua jenis media yang melaksanakan
kegiatan jurnalistik.

Pers sebagai media cetak yang melaksanakan kegiatan jurnalistik, lahir dan
berkembang pada masa jayanya sistem otoritarian, dan telah banyak melahirkan
filsafat dan teori terutama yang berkaitan dengan ideologi yang mencakup
mengenai kebebasan pers (freedom of the press).

10
Dalam ilmu komunikasi telah lama dikaji tentang beberapa ideologi yang
telah melahirkan teori tentang pers, terutama yang berkaitan dengan kebebasan dan
tanggung jawab pers. Di semua negara terdapat filsafat atau ideologi dan teori pers
sebagai bagian dari sistem komunikasi, sesuai dengan filsafat atau ideologinya.

Sistem Teori Pers menurut Siebert, Peterson dan Schramm (1956) :

3.2.1 Sistem Pers Otoritarian


Sistem Pers Otoritarian yang dikembangkan menjadi teori pers otoritarian
oleh Siebert (1956), bertolak dari hasil olah intelektual Plato sampai Machiavelli
yang mengembangkan filsafat otoritarian. Telah disinggung di muka bahwa filsafat
atau ideologi otoritarian itu dibangun dari suatu asumsi dasar bahwa manusia pada
umumnya tidak mampu menemukan kebenaran, kecuali jika ia dibimbing oleh raja
dan kaum bangsawan.

Itulah sebabnya raja dan keluarganya (bangsawan) dipandang sebagai wakil


Tuhan di dunia, dan berkewajiban untuk membimbing dan membina agar rakyat
(jelata) dapat menemukan kebenaran. Dalam pandangan otoritarian, raja dan
keluarganya memiliki hak-hak istimewa dalam politik karena memang memiliki
kelebihan-kelebihan seperti kaya, pintar (terdidik), dan berkuasa. Sedangkan rakyat
(jelata) berada pada posisi yang serba kurang, miskin, bodoh, dan jauh dari
kekuasaan. Itulah sebabnya negara otoritarian itu disebut sebagai negara kekuasaan.

Filsafat atau ideologi otoritarian itu kemudian melahirkan suatu sistem dan
teori pers yang dikenal dengan teori dan sistem pers otoritarian, yang meletakkan
pers sebagai pelayan negara, yang bertanggung jawab kepada negara. Dalam sistem
itu, pers digunakan oleh penguasa untuk menyampaikan informasi kepada rakyat
tentang kebijakan, dan pers juga harus mendukung kebijakan itu, sehingga pers
tidak memiliki kebebasan untuk melakukan kontrol dan kritik terhadap kebijakan
penguasa. Kebebasan pers sangat terbatas, karena hanya dapat diwujudkan untuk
kepentingan penguasa (raja dan bangsawan).

11
Pers hanya dapat diterbitkan oleh lembaga swasta (masyarakat) jika
memperoleh izin dari penguasa, dan izin itu dapat dicabut kembali kapan saja jika
dipandang perlu. Isi surat kabar juga harus disensor oleh petugas negara sebelum
terbit (Siebert 1986).

Pada hakikatnya sistem pers otoritarian menurut McQuail mengandung beberapa


prinsip dasar yaitu:

• Pers harus tunduk kepada penguasa.


• Pers tidak boleh merusak wewenang penguasa.
• Pers seyogianya menghindari perbuatan yang menentang nilai-nilai
moral dan politik atau dominannya mayoritas.
• Perlu ada izin terbit dan penyensoran oleh negara.
• Wartawan tidak memiliki kebebasan dalam organisasi persnya.

3.2.2 Sistem Pers Libertarian


Teori Pers Liberatarian bersumber dari filsafat libertarian yang berkembang
sebagai reaksi total terhadap otoritarian. Filsafat libertarian itu tidak dapat
dilepaskan dari hasil olah intelektual Para pemikir seperti John locke, John Milton,
John Stuart Mill, dan Thomas Jefferson. Filsafat libertarian yang mulai tumbuh
pada abad ke-1 dan berkembang pesat pada abad ke-19 itu dibangun di atas asumsi
dasar bahwa manusia adalah makhluk yang berakal dan dengan kekuatan akalnya
ia mampu menemukan kebenaran. Selain itu, menusia pada hakikatnya dilahirkan
sama (paham egaliter) dan tidak ada perbedaan antara satu dengan lainnya (raja dan
rakyat).

Dari pandangan tersebut lahirlah paham liberal yang pada intinya


mengajarkan bahwa manusia secara individu mampu berdiri sendiri dan memiliki
kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri. Hal itulah kemudian yang
mendorong lahirnya kapitalisme dalam ekonomi dan demokrasi dalam bidang
politik. Pada dasarnya, demokrasi dibangun sebagai sistem politik untuk
melindungi kepentingan kaum kapitalis, sekaligus kepentingan individu. Itulah
sebabnya negara didirikan pada awalnya hanyalah ibarat sebagai penjaga malam

12
yang dikenal dengan sebutan, "negara jaga malam" (nachtwachrstaat), yaitu
menjaga agar kepentingan setiap individu (terutama kapitalis) tidak terganggu.

Individualisme dan liberalisme kemudian melahirkan sistem politik liberal


atau sistem politik demokrasi. Siebert (1986), yang mengulas teori pers libertarian
itu menulis bahwa libertarian memutarbalikkan posisi manusia dan negara
sebagaimana yang dipandang oleh otoritarian.

Sistem politik liberal atau sistem politik demokrasi itu, kemudian


melahirkan suatu sistem pers yang dinamakan Sistem Pers Libertarian yang mulai
tumbuh pada abad ke-17, benar-benar hadir pada abad ke-18 dan berkembang pesat
pada abad ke 19. Sistem ini memandang. bahwa pers merupakan mitra dalam
mencari kebenaran, sehingga pers bukan lagi menjadi alat penguasa, melainkan
sarana bai individu untuk mengawasi kekuasaan, agar kebenaran dapat
menampakkan diri. Semua pendapat harus memperoleh kesempatan yang sama
untuk didengar melalui bursa ide yang bebas dan disuarakan melalui pers yang
bebas pula. Pers dalam pengertian media massa dimiliki oleh swasta, tidak perilu
gurat izin dan tidak dikenal adanya sensor oleh negara.

Pada hakikatnya sistem pers libertarian memiliki beberapa prinsip dasar,


antara lain yaitu:

• Publikasi seyogianya bebas dari setiap penyensoran pendahuluan pihak


lain.
• Penerbitan dan pendistribusian seyogianya terbuka bagi setiap orang
atau kelompok tanpa memerlukan izin atau lisensi.
• Kecaman terhadap pemerintah, pejabat, atau partai politik, seyogianya
tidak dipidana.
• Seyogianya tidak ada kewajiban memublikasikan segala hal.
• Seyogianya tidak ada pembatasan hu-kum yang diberlakukan terhadap
upaya pengumpulan informasi untuk kepentingan publikasi.
• Seyogianya tidak ada pembatasan yang diber-lakukan terhadap upaya
pengumpulan informasi untuk kepentingan publikasi.

13
• Seyogianya tidak ada batasan yang diberlakukan dalam impor atau
ekspor atau pengiriman pesan diseluruh pelosok negeri.
• Wartawan seyogianya mampu menuntut otonomi proprofesional yang
sangat tinggi dalam organisasi mereka.

Prinsip-prinsip dasar tersebut dapat dipaham karena dalam sistem pers


libertarian itu, ternyata masih ada pemerintah yang berusaha memberlakukan
pembatasan melalui regulasi atau kebijakan dalam sistem pos yang
mendistribusikan surat kabar. Ada juga negara yang memberlakukan pembatasan
pers dalam “penggunaan telepon dan telegram serta kebijakan dalam bidang impor
dan ekspor”. Selain itu ada juga negara yang menggunakan sistem peradilan dalam
membatasi kebebasan pers, karena pengadilan memiliki kukuasaan prima, terutama
di negara yang memiliki supremasi hukum yang tinggi. Oleh karena itu sistem
libertarian sangat disenangi ole para pemilik modal atau pengusaha dalam bidang
pers (kapitalis pers) untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Dalam
perkembangannya, pers libertarian telah melahirkan raksasa penerbitan pers dari
hasil persaingan bebas antara satu penerbitan pers dengan penerbitan pers lainnya

3.2.3 Sistem Pers Komunis Soviet


Sistem pers komunis Soviet merupakan antitesa (kebalikan) dari sistem
libertarian dengan paradigma utama membebaskan pers dari kontrol, pengendalian,
dan pemilikan pers atau media oleh kapitalis ata" borjuis (pemilik modal) yang
dianggapnya sebagai "pers mata duitan". Pers atau media harus dimiliki oleh rakyat
melalui partai komunis satu satunya di Uni Soviet (partai tunggal). Media dapat
berfungsi sebagai alat bagi rakyat dalam mencapai masyarakat sosialis dan
masyarakat komunis.

Dalam hal itu orang komunis berpendapat bahwa pers komunis merupakan
pers yang paling bebas di dunia karena bebas dari pengendalian kapitalis atau
borjuis, dan sebaliknya pers yang paling tidak bebas di dunia adalah pers Amerika
dan negara-negara demokrasi liberal lainnya, karena dikendalikan oleh kapitalis
(borjuis).

14
Pada dasarnya teori dan sistem pers komunis Soviet itu sangat berkaitan
dengan teori demokrasi yang dikembangkan, yaitu demokrasi rakyat yang
bersumber dari ajaran komunis, yang mencita-citakan pemerintah yang tidak boleh
dibatasi kekuasaannya (machtsstaat) dan bersifat totaliter. Hal itu bertolak belakang
dengan teori demokrasi konstitusional yang mencita-citakan pemerintah yang
terbatas lekuasaan-nya dan merupakan sebuah negara hukum (rechsstaat) yang
tunduk pada rule of law.

Dalam sistem pers komunis Soviet diajarkan bahwa selama kelas kapitalis
mengendalikan dan memiliki media, kelas pekerja tidak akan pernah mendapat
kesempatan yang seimbang untuk menggunakan saluran komunikasi. Jika kelas
pekerja ingin memanfaatkan saluran komunikasi, mereka harus memiliki media.
Teori pers komunis Soviet pada prinsipnya lebih menekankan pada pemilikan
media dan pengendalian media oleh partai komunis dan dalam berbagai level
dipadukan dengan instrumen lain dari kehidupan politik.

Wilbur Schramm dalam Siebert (1956) yang mengulas Sistem Pers


Komunis Soviet dan dikembangkan menjadi Teori Pers Komunis Soviet,
melukiskan bahwa sistem ini muncul untuk menentang sistem libertarian. Telah
dijelaskan sebelumnya bahwa orang-orang komunis Soviet meng-anggap pers
libertarian adalah "pers mata duitan" dan pers yang paling tidak bebas di dunia
karena dikuasai oleh kaum borjuis (kapitalis). Sebaliknya pers komunis Soviet
bebas dari kaum borjuis (kapitalis) schingga bebas menyatakan kebenaran partai
dan pemerintah yang berkuasa serta bebas menyampaikan ajaran Marxis, Lenin,
dan Stalin. Bahkan pers di Uni Soviet dahulu diberi tugas sebagai agitator kolektif,
propagandis kolektif, dan organisator kolektif.

15
Pada dasarnya Sistem Pers Komunis Soviet mengandung beberapa prinsip, yaitu:

1. Media seyogianya melayani kepentingan dan berada di bawah pengendalian


kelas pekerja.
2. Media seyogianya tidak dimiliki secara pribadi.
3. Media harus melakukan fungsi positif basi masyarakat dengan sosialisasi
terhadap norma yang dinginkan, pendidikan, informasi, motivasi, dan
mobilisasi.
4. Media seyogianya tanggap terhadap keinginan khalayaknya.
5. Media perlu menyediakan pandangan yang purna (complete) dan objektif
tentang masyarakat dan dunia, dalam batas-batas prinsip Marxisme-
Leninisme.
6. Media hendaknya mendukung gerakan progresif di dalam dan di luar negeri
7. Wartawan adalah ahli yang bertanggung jawab yang tujuan dan cita-citanya
sevogianya serupa dengan kepentingan terbaik masyarakat (ibid., 1109).

Teori dan sistem pers komunis Soviet memiliki prinsip kebebasan untuk
menyatakan pendapat sesuai dengan kepentingan rakyat, dan negara akan
melindunginya selama tidak bertentangan dengan negara. Sedang kebebasan yang
bertentangan dengan negara tidak diperbolehkan, karena setiap sesuatu yang
merugikan negara berarti akan merugikan kelas pekerja. Penyensoran dan hukuman
terhadap media karena mengecam atau merugikan citra negara dibenarkan dalam
sistem dan teori pers komunis Soviet.

16
C. MODIFIKASI DAN SISTEM ALTERNATIF
Sistem Pers Otoritarian yang ditumbangkan oleh Sistem Pers Libertarian,
yang juga dilawan oleh Sistem Komunis Soviet, tidak saja bersifat kontroversi,
tetapi juga berkompetisi merebut pengaruh di dunia. Dalam perkembangannya
sistem pers libertarian mengalami revisi dan modifikasi pada permulaan abad ke 20
di Amerika Serikat dalam bentuk Sistem Pers Tanggung Jawab Sosial, yang
kemudian juga dimodifikasi oleh Sistem Media Demokratik Partisipan pada paruh
ketiga abad ke 20.

Sementara itu di negara-negara yang sedang berkembang, lahir dan tumbuh


pula sejumlah teori pers yang kemudian dinamakan Sistem Pers Pembangunan.
Sedang di Indonesia sebagai negara sedang berkembang, lahir dan tumbuh pula
sistem Pers Pancasila yang kemudian oleh Anwar Arifin (1992) dikembangkan
menjadi Teori Pers Pancasila. Sistem Pers Pembangunan Sitem Pers Pancasila
merupakan sistem pers alternatif yang berkembang pada paruh ketiga abad ke 20.

3.3.1 Sistem Pers Tanggung Jawab Sosial


Pada hakikatnya teori dan Sistem Pers Tanggung Jawab Sosial tetap berada
dalam kerangka libertarian, karena meskipun pers diberi tanggung jawab sosial,
titik beratnya tetap kepada kebebasan. Pers diberi kebebasan tetapi dalam rangka
menjalankan kebebasannya itu, pers harus memiliki tanggung jawab kepada
masyarakat. Teori itu juga menjalar ke berbagai negara meskipun dengan berbagai
varian. Di Indonesia, teori itu dikembangkan dalam kerangka Sistem Pers Pancasila
yaitu menempatkan kebebasan dan tanggung jawab secara seimbang, yang titik
beratnya pada kebebasan dan tanggung jawab sekaligus.

Namun sistem dan teori itu mengawinkan tiga prinsip yang berbeda, yaitu :

• Pinsip kebebasan dan pilihan individu.


• Prinsip kebebasan media.
• Prinsip kewajiban media terhadap masyarakat.

17
Prinsip utama dalam teori dan Sistem Pers Tanggung Jawab Sosial, antara lain :

1. Media seyogianya menerima dan memenuhi kewajiban tertentu kepada


masyarakat.
2. Menetapkan standar yang tinggi atau profesional tentang keinformasian,
kebenaran, ketepatan, objektivitas, dan keseimbangan.
3. Media seyogianya dapat mengatur diri sendiri dalam kerangka hukum dan
lembaga yang ada.
4. Media seyogianya menghindari segala sesuatu yang mungkin menimbulkan
kejahatan, kerusakan atau ketertiban umum atau penghinaan terhadap
minoritas etnik atau agama.
5. Media secara keseluruhan bersifat pluralis dan mencerminkan kebhinekaan
masyarakatnya, dengan memberikan kesempatan yang sama untuk
mengungkapkan berbagai sudut pan-dang dan hak untuk menjawab.
6. Masyarakat dan publik memiliki hak dalam mengharapkan standar prestasi
yang tinggi dan intervensi dapat dibenarkan untuk mengamankan
kepentingan umum; dan
7. Wartawan dan media profesional seyogianya bertanggung jawab terhadap
masyarakat dan juga kepada majikan serta pasar.

Satu hal yang baru dari teori dan Sistem Pers Tanggung Jawab Sosial itu
adalah kehadiran kode etik jurnalistik (KEJ) dengan substansi agar Wartawan dan
pers bertanggung jawab terhadap masyarakat. Kode etik pada awalnya diciptakan
oleh The Cannos of Journalism dan kemudian diadopsi oleh Masyarakat Penerbit
Surat Kabar Amerika (1923). Kode etik juga diharapkan mempermantap posisi
wartawan sebagai sebuah profesi, vang, selanjutnya akan berguna dalam upaya
mencapai standar prestasi.

3.3.2 Sistem Media Demokratik Partisipan


Teori dan Sistem Media Demokratik Partisipan mengungkapkan timbulnya
rasa kecewa terhadap peranan pers atau media massa yang bersifat liberal, yang
kelihatannya telah tercabut dari akarnya yang asli. Dalam hal itu terdapat reaksi

18
terhadap "pemassalan" atau "masyarakat massa" yang diakibatkan oleh pers
industri yang memiliki tiras yang sangat besar, sehingga tidak memberikan peluang
bagi individu dan masyarakat minoritas mengungkapkan aspirasinya.

Teori dan Sistem Media Demokratik Partisipan menghendaki dilakukannya


pengaplikasian dan dikembangkannya media massa dalam skala kecil dan tersebar
diseluruh wilayah dalam suatu negara, agar dapat menjamin keanekaragaman dan
kebebasan informasi publik. Teori itu memusatkan perhatian pada kebutuhan,
kepentingan, dan aspirasi penerima dalam masvarakat. Hal itu, berkaitan dengan
hak akan informasi yang relevan, hak untuk menjawab kembali, hak untuk
menggunakan sarana komunikasi untuk berinteraksi dalam kelompok masyarakat
berskala kecil dan kelompok kepentingan subkultur. Teori in menolak keharusan
adanya media yang seragam, sentralistis, mahal, sangat diprofesionalkan dan
dikendalikan oleh sekolompok kecil pemilik media.

Sistem Media Demokratik Partisipan menekankan bahwa organisasi dan isi


media hendaknya tidak tunduk pada pengendalian politik atau pengendalian
ekonomi. Warga negara secara individu dan kelompok minoritas memiliki hak
untuk memanfaatkan media dan hak untuk dilayani oleh media sesuai dengan
kebutuhan. Untuk media yang berskala kecil interaktif dan partisipatif lebih baik
daripada media berskala besar, satu arah dan diprofesionalkan. Oleh karena itu
kelompok, organisasi, dan masyarakat lokal seharusnya memiliki media sendiri.

Teori dan Sistem Media Demokratik Partisipan menentang adanya


komersialisasi dan monopolistik pers ole swasta, namun mengutamakan penerima
sebagai ajaran intinya (people's right to know), dan tetap menghendaki adanya
kebebasan pers. Justru itu tidak ada pihak yang boleh mendominasi penampilan
pekerjaan, tugas, dan fungsinya baik pemerintah maupun pengusaha dan khalayak
serta pemasang klan. Hak pihak-pihak itu adalah sejajar, shingga tampak adanya
unsur baru dalam teori ini.

19
Ada beberapa prinsip yang mendasari Sistem Media Demokratik Partisipan,
yaitu :

• Warga negara secara individu dan kelompok minoritas memiliki hak


pemanfaatan media (hak untuk berkomunikasi) dan hak untuk dilayani oleh
media sesuai dengan kebutuhan yang dinginkannya.
• Organisasi dan isi media seyogianya tidak tunduk pada pengendalian politik
yang terpusat atau pengendalian negara.
• Media seyogianya eksis untuk melayani khalayak, dan bukan untuk organisasi
media, para pengelola media tersebut.
• Kelompok, organisasi, dan masyarakat lokal seyogianya memiliki media sendiri
media yang berskala kecil lebih baik daripada media yang berskala besar, satu
aral, boleh diabaikan oleh para ahli dan diprofesionalkan.
• Komunikasi terlalu penting, sehingga tidak Hadirnya media baru sejak akhir
abad ke-20 yang dikenal dengan sebutan media sosial atau media interaktif
melalui internet, akronim international connection networking, dapat disebut
sebagai sebuah jalan bagi terwujudnya media demokratik partisipan di banyak
negara.
3.3.3 Sistem Media Pembangunan
Teori dan Sistem Media Pembangunan bertolak dari filsafat atau ideologi
pembangunan yang dikenal juga dengan istilah pembangunanisme yang memberi
pembenaran adanya intervensi negara dalam berbagai bidang, termasuk dalam
bidang pers atau media massa.

McQuail (1996: 118-121) menyebutkan bahwa teori dan Sistem Media


Pembangunan yang dijumpai di negara berkembang menekankan bahwa
pembangunan, pembagiannya menerima dan melaksanakan tugas pembangunan,
sehingga kebebasan media hendaknya dibatasi sesuai dengan prioritas ekonomi dan
kebutuhan pembangunan. Bagi kepentingan tujuan pembangunan pemerintah
memiliki hak untuk mengatur kehidupan media massa.

20
Prinsip utama Sistem Media Pembangunan yaitu :

• Media hendak-nya menerima dan melaksanakan tugas pembangunan positif


sejalan dengan kebijakan yang ditetapkan secara nasional.
• Kebebasan media seyogianya dibatasi sesuai dengan prioritas ekonomi dan
kebutuhan pembangunan masyarakat.
• Media perlu pemprioritaskan isinya pada kebudayaan dan bahasa nasional.
• Media hendaknya memproritaskan berita dan informasinya pada negara
sedang berkembang lainnya yang erat kaitannya secara geografis,
kebudayaan, atau politik. negara memiliki hak untuk campur tangan dalam,
atau membatasi pengoperasian media serta sarana penyensoran, subsidi, dan
pengendalian langsung dapat dibenarkan, dan
• Wartawan dan karyawan media lainnya memiliki tanggung jawab serta
kebebasan dalam tugas mengumpulkan informasi dan penyebarluasannya.
3.3.4 Sistem Pers Pancasila

Pendekatan ideologi atau filsafat yang digunakan dalam mengkaji ke-


hidupan pers atau media massa sebagaimana yang dilakukan oleh Sierbert, Peterson
dan Wilbur Schramm tahun 1956 di Amerika dan Eropa, dilakukan juga di
Indonesia. Jika Siebert memperkenalkan Teori Pers Libertarian yang bersumber
dari ideologi dan filsafat liberal, Schramm menyajikan Teori Pers Komunis Soviet
yang bertumpu dari filsafat komunis, Anwar Arifin juga mengembangkan Teori
Pers Pancasila (1992) yang mengacu kepada filsafat dan ideologi Pancasila (1982).

Teori itu dikembangkan dari Sistem Pers Pancasila yang telah diterapkan
berdasarkan keputusan Dewan Pers (1984) yang merumuskan secara singkat
hakikat dan definisi Pers Pancasila bagi Indonesia. Sistem Pers Pancasila dalam
banyak aspek memiliki kemiripan dengan teor; dan Sistem Pers Tanggung Jawab
Sosial yang bersumber dari filsafat liberal dan berkembang di Amerika Serikat pada
awal abad ke-20.

21
Republik Indonesia memiliki asumsi dasar bahwa manusia adalah makhluk
Tuhan Yang Maha Esa, setiap individu itu dilahirkan dalam keadaan yang sama
(egalitarian), memiliki akal pikiran untuk mencari dan menemukan kebenaran.
Namun, karena akal pikiran itu memunyai kemampuan yang terbatas dalam
menentukan kebenaran, akal pikiran itu harus dibantu oleh wahyu, yaitu ajaran-
ajaran Tuhan YME yang disampaikan kepada manusia melalui para nabi dan rasul-
Nya.

Dengan bertitik tolak kepada filsafat tersebut, pers diletakkan sebagai mitra
dalam mengisi kemerdekaan dengan pembangunan dalam segala bidang. Pada saat
teori dan Sistem Pers Pancasila itu dirumuskan, pers ditempatkan tidak jauh dari
rakyat dan juga tidak jauh dari penguasa, dalam kerangka konsep interaksi positif
antara pemerintah, pers, dan masyarakat.

Pada prinsipnya Sistem Pers Pancasila menghendaki kebebasan dan


tanggung jawab pers yang berada pada posisi yang seimbang sesuai dengan ideologi
Pancasila, yang mengacu kepada nilar-nilai dasar :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan dan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pada hakikatnya prinsip utama dalam Sistem Pers Pancasila ialah:

• Pers memiliki kedudukan sebagai alat perjuangan yang


mengutamakan kepentingan dan keselamatan bangsa.
• Pers memiliki kebebasan dan sekaligus tanggung jawab.
• Pers dapat diterbitkan oleh pemerintan maupun oleh organisasi
sosial, organisasi politik, dan swasta (pengusaha).

22
• Pers dapat menerima pengawasan, pembinaan, dan bantuan dari
pemerintah.
• Pers melakukan interaksi positif dengan pemerintah dan masyarakat,
dan menciptakan hubungan yang bersifat mitra;
• Pers mengakui pentingnya ketakwaan kepada Tuhan YME, sebagai
sumber kesetiakawanan profesi.kekuatan moral dan etik.
• Pers memiliki rasa kebersamaan dan perlu juga dipahami bahwa
Sistem Pers Pancasila menggabungkan beberapa paham yaitu
individualisme dan kolektivisme (kekeluargaan) serta teoisme dan
humanisme.

Sistem Pers Pancasila juga berusaha mengawinkan antara beberapa prinsip yang
saling bertentangan yaitu:

(a) Kebebasan dan tanggung jawab nasional.

(b) Tanggung jawab sosial dan tanggung jawab kepada Tuhan.

(c) Kemitraan dan interaksi positif pers, pemerintah dan masyarakat.

(d) Kebersamaan dan kesetiakawanan profesi.

(e) Idealisme dan komersialisme.

23
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Ideologi dalam Sistem Komunikasi Indonesia sangat berperan
penting dalam proses terjalinnya komunikasi. Ideologi komunikasi
mempunyai beberapa aspek yang mencakup ragam dan jenis ideologi di
berbagai negara khususnya Indonesia. Kompetisi dan Kontroversi ideologi
pada sistem media massa yang mencakup pers otoritarian, libertarian, dan
komunis Soviet menjadi acuan bagi para jurnalistik untuk meluncurkan pers
di dunia. Selain itu, modifikasi dan sistem alternatif juga menjadi
konsentrasi yang penting dalam ideologi sistem komunikasi Indonesia
karena hal tersebut sangat berperan penting dalam sistem komunikasi
Indonesia.

24
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Anwar. 2020. Sistem Komunikasi Indonesia. Bandung: Simbiosa


Rekatama Media.

https://youtu.be/Tj1KD3ioGFY

http://digilib.ubl.ac.id/index.php?p=show_detail&id=1793

25

Anda mungkin juga menyukai