Anda di halaman 1dari 17

HERPES SIMPLEKS

Tugas Mata Kuliah Praktikum Imunologi

Herlisa Anggraini, S.KM, M.Si,Biomed dan Meutia Srikandi Fitria, S.Si., M.


Biotech

Program Studi DIV Analis Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Semarang

2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap Puji Syukur kepada Allah SWT, penulis akhirnya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “HERPES SIMPLEKS”. Makalah ini
ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh nilai dalam mata kuliah
praktikum imunologi.

Semoga Allah membalas budi baik semua pihak yang telah memberi kesempatan,
dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari
bahwa makalah ini jauh dari sempurna, tetapi kami berharap makalah ini
bermanfaat bagi pembaca .
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................
A. LATAR BELAKANG..........................................................

B. RUMUSAN MASALAH ....................................................

C. TUJUAN .............................................................................
BAB II PEMBAHASAN........................................................................
A. Definisi herpes .....................................................................
B. Klasifikasi herpes ................................................................
C. Etiologi,pathogenesis dan epidemiologi herpes...................

D. Gejala
herpes .......................................................................

E. Pencegahan
herpes ..............................................................

F. Pengobatan
herpes ...............................................................

I. Pemeriksaan Herpes

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..........................................................................

B. Saran ....................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Herpes simplex virus (HSV) merupakan salah satu virus


penyebab infeksi menular seksual yang meluas di seluruh dunia. HVS sendiri
dibagi menjadi dua tipe yakni HVS tipe 1 dan HVS tipe 2. Penyakit herpes
genitalis disebabkan oleh HSV anggota keluarga herpesviridae. Herpes
simplek/herpes genitalis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
simplek tipe 2 di mukosa alat kelamin.

Yang beresiko terkena virus herpes adalah ibu hamil, bayi, dan orang
yang suka bergonta ganti pasangan seksual. Pada wanita hamil, bayi sangat
beresiko terkena virus herpes. Virus dapat ditularkan dari ibu ke bayinya melalui
plasenta selama kehamilan atau secara persalinan secara normal. Sekitar 30-50%
bayi yang lahir melalui vagina seorang ibu yang terinfeksi virus herpes

Wanita hamil yang menderita herpes dapat menginfeksi bayinya. Bayi


yang lahir dengan herpes dapat meninggal atau mengalami gangguan pada otak,
kulit atau mata. Wanita hamil dengan herpes dapat mengakibatkan herpes
neonatal disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) atau herpes virus
tipe simpleks 2 jenis virus (HSV-2) sebagai salah dapat menyebabkan herpes
genital pada ibu. Sekitar 50% dari neonatal herpes disebabkan HSV-1 dan 50%
karena HSV-2. Sebagian besar kasus herpes neonatal terjadi sebagai akibat dari
kontak langsung dengan sekret ibu yang terinfeksi, meskipun dalam 25% kasus
kemungkinan sumber Infeksi postnatal diidentifikasi, biasanya kerabat dekat dari
infeksi Postnatal mother terjadi sebagai akibat dari paparan infeksi herpes oro-
labial.(Foley et all, 2014).
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah yang akan dibahas
pada makalah ini adalah

1. Definisi herpes ?

2. Apa saja klasifikasi herpes ?

3. Bagaimana Etiologi, Pathogenesis dan Epidemiologi herpes ?

4. Bagaimana gejala herpes?

5. Bagaimana cara pencegahan herpes ?

6. Bagaimana pengobatan herpes?

7. Bagaimana pemeriksaan laboratorium penyakit herpes ?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai pada makalah ini adalah

1. Dapat mengetahui definisi herpes.

2. Dapat mengetahui klasifikasi herpes

3. Dapat mengetahui Etiologi, Pathogenesis dan Epidemiologi herpes

4. Dapat mengetahui gejala herpes

5. Dapat mengetahui cara pencegahan herpes

6. Dapat mengetahui pengobatan herpes


7. Dapat mengetahui prosedur pemeriksaan laboratorium herpes
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Herpes

Herpes merupakan nama kelompok virus herpesviridae yang dapat menginfeksi


manusia. Infeksi virus herpes dapat ditandai dengan munculnya lepuhan kulit dan
kulit kering. Jenis virus herpes yang paling terkenal adalah herpes simplex virus
atau HSV. Herpes simplex dapat menyebabkan infeksi pada daerah mulut, wajah,
dan kelamin (herpes genitalia). Herpes merupakan kondisi jangka Panjang. Akan
tetapi, banyak orang yang tidak memunculkan gejala herpes padahal mereka
memiliki virus herpes di dalam tubuhnya. (Monica Shendy, 2016)

B. Klasifikasi Herpes

a. Herpes Zoster /Varicella Zoster Virus (VZV)

Herpes zoster yang sering disebut dengan istilah shingles adalah penyakit
yang disebabkan oleh varicella zoster virus (VZV), dengan manifestasi klinis
berupa nyeri disertai blister yang muncul mengikuti dermatom saraf dan sering
terbatas pada area di satu sisi tubuh dan membentuk garis. Infeksi awal herpes
zoster adalah varicella atau cacar air yang biasanya menyerang pada usia anak
hingga remaja. Setelah varicella sembuh, virus ini akan dalam keadaan dorman di
ganglion saraf dan dapat teraktivasi menimbulkan herpes zoster apabila imunitas
menurun (CDC,2008).

b. Herpes Simplex Virus 1 (HSV 1)

Infeksi Herpes Simpleks Virus 1 (HSV 1) pada rongga mulut


merupakan suatu penyakit yang diawali gejala prodromal yaitu demam diikuti
munculnya vesikel pada wajah, mukosa mulut, dan bibir. HSV 1 bersifat laten di
dalam tubuh dan dapat rekuren yang dipicu oleh paparan sinar matahari, stres
emosional, kondisi imunosupresi, kelainan hormonal dan trauma saraf. Herpes
Simpleks Keratitis (HSK) merupakan salah satu penyebab kerusakan kornea. HSK
terjadi akibat infeksi Herpes Simplex Virus tipe 1 (HSV-1). HSK memiliki
manifestasi klinik dari epitel sampai endotel. Diagnosis didukung dengan
penurunan sensibilitas kornea, pemeriksaan Giemsa dan Papaniculou. ( Raihana
Rustam, 2018)

C. Herpes Simplex Virus 2 (HSV 2)

Infeksi Herpes simpleks virus (HSV) dapat berupa kelainan pada


daerah orolabial atau herpes orolabialis serta daerah genital dan sekitarnya atau
herpes genitalis, dengan gejala khas berupa adanya vesikel berkelompok di atas
dasar makula eritematosa. Herpes simpleks genitalis merupakan salah satu Infeksi
Menular Seksual (IMS) yang paling sering menjadi masalah karena sukar
disembuhkan, sering berulang (rekuren), juga karena penularan penyakit ini dapat
terjadi pada seseorang tanpa gejala atau asimtomatis. Kata herpes dapat diartikan
sebagai merangkak atau maju perlahan (creep or crawl) untuk menunjukkan pola
penyebaran lesi kulit infeksi herpes simpleks genitalis.Gejala herpes meliputi
lecet, bisul, nyeri saat buang air kecil, dan keputihan. (Laissa Bonita, 2017)

C. Etiologi, Pathogenesis dan Epidemiologi Herpes

a. Etiologi Herpes

Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 3 tipe virus herpes :

1. Virus Herpes Simpleks Tipe I (HSV I)

Penyakit kulit/selaput lendir yang ditimbulkan biasanya


disebut herpes simpleks saja, atau dengan nama lain herpes labialis, herpesfebrilis.
Biasanya penderita terinfeksi virus ini pada usia kanak-kanak melalui udara dan
sebagian kecil melalui kontak langsung seperti ciuman, sentuhan atau memakai
baju/handuk mandi bersama. Lesi umumnya dijumpai pada tubuh bagian atas
termasuk mata dengan rongga mulut, hidung dan pipi; selain itu, dapat juga
dijumpai di daerah genitalia, yang penularannya lewat koitusoro genital (oral sex).

2. Virus Herpes Simpleks Tipe II (HSV II)

Penyakit ditularkan melalui hubungan seksual, tetapi dapat juga terjadi


tanpa koitus, misalnya dapat terjadi pada dokter gigi dan tenaga medik. Lokalisasi
lesi umumnya adalah bagian tubuh di bawah pusar, terutama daerah genitalia lesi
ekstra-genital dapat pula terjadi akibat hubungan seksualorogenital.

HSV tipe 1 dan 2 merupakan virus hominis yang merupakan virus DNA.
Pembagian tipe 1 dan 2 berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur,
antigenic marker, dan lokasi klinis yaitu tempat predileksi.

Terdapat tumpang tindih yang cukup besar antara HSV-1 dan HSV-2,
yang secara klinis tidak dapat dibedakan. HSV-1 Kontak manusia melalui mulut,
orofaring, permukaan mukosa, vagina, dan serviks tampak merupakan sumber
penting untuk tertular penyakit. Tempat lain yang rentan adalah laserasi pada kulit
dan konjungtiva. Biasanya virus mati pada ruangan akibat kekeringan. Saat
replikasi virus tidak terjadi , virus naik ke saraf sensori perifer dan tetap tidak
aktif dan ganglia saraf. Wabah lain terjadi ketika hospes menderita stres. Pada
wanita hamil dengan herpes aktif, bayi yang dilahirkan pervagina dapat terinfeksi
oleh virus.Terdapat resiko morbiditas dan mortalitas janin.

3. Varisella Zoster Virus

Herpes zoster disebabkan oleh Varisella Zoster Virus yang


mempunyai kapsid tersusun dari 162 subunit protein dan berbentuk simetri
ikosehedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm
dan hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius. Virus varisela dapat
menjadi laten di badan sel saraf, sel satelit pada akar dorsalis saraf, nervus
kranialis dan ganglio autonom tanpa menimbulkan gejala. Pada individu yang
immunocompromise, beberapa tahun kemudian virus akan keluar dari badan saraf
menuju ke akson saraf dan menimbulkan infeksi virus pada kulit yang dipersarafi.
Virus dapat menyebar dari satu ganglion ke ganglion yang lain pada satu
dermatom.

b. Pathogenesis Herpes

HSV-1 dan HSV-2 adalah termasuk dalam famili herphesviridae, sebuah


grup virus DNA rantai ganda lipidenveloped yang berperanan secara luas pada
infeksi manusia. Kedua serotipe HSV dan virus varicella zoster mempunyai
hubungan dekat sebagai subfamili virus alpha-herpesviridae. Alfa herpes virus
menginfeksi tipe sel multiple, bertumbuh cepat dan secara efisien menghancurkan
sel host dan infeksi pada sel host. Infeksi pada natural host ditandai oleh lesi
epidermis, seringkali melibatkan permukaan mukosa dengan penyebaran virus
pada sistem saraf dan menetap sebagai infeksi laten pada neuron, dimana dapat
aktif kembali secara periodik. Transmisi infeksi HSV seringkali berlangsung
lewat kontak erat dengan pasien yang dapat menularkan virus lewat permukaan
mukosa.

Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring, virus menyebar melalui


droplet pernapasan, atau melalui kontak langsung dengan saliva yang terinfeksi.
HSV-2 biasanya ditularkan secara seksual. Setelah virus masuk ke dalam tubuh
hospes, terjadi penggabungan dengan DNA hospes dan mengadakan multiplikasi
serta menimbulkan kelainan pada kulit. Waktu itu pada hospes itu sendiri belum
ada antibodi spesifik. Keadaan ini dapat mengakibatkan timbulnya lesi pada
daerah yang luas dengan gejala konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar
melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf regional dan berdiam di sana serta
bersifat laten. Infeksi orofaring HSV-1 menimbulkan infeksi laten di ganglia
trigeminal, sedangkan infeksi genital HSV-2 menimbulkan infeksi laten di
ganglion sakral. Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus (trigger factor), virus
akan mengalami reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah infeksi
rekuren. Pada saat ini dalam tubuh hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga
kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak seberat pada waktu infeksi
primer.

Faktor pencetus antara lain adalah trauma atau koitus, demam, stres fisik
atau emosi, sinar UV, gangguan pencernaan, alergi makanan dan obat-obatan dan
beberapa kasus tidak diketahui dengan jelas penyebabnya. Penularan hampir
selalu melalui hubungan seksul baik genito genital, ano genital maupun oro
genital. Infeksi oleh HSV dapat bersifat laten tanpa gejala klinis dan kelompok ini
bertanggung jawab terhadap penyebaran penyakit. Infeksi dengan HSV dimulai
dari kontak virus dengan mukosa (orofaring, serviks, konjungtiva) atau kulit yang
abrasi. Replikasi virus dalam sel epidermis daan dermis menyebabkan destruksi
seluler dan keradangan.

Lalu pada Herpez zoster disebabkan oleh varicello zoster (VZV). Pada
episode infeksi primer, virus dari luar masuk ke tubuh hospes (penerima virus).
Selanjutnya, terjadilah penggabungan virus dengan DNA hospes, mengadakan
multiplikasi atau replikasi sehingga menimbulkan kelainan pada kulit. Virua akan
menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf dan berdiam secara
permanen dan bersifat laten. Infeksi hasil reaktivasi virus varicella yang menetap
di ganglion sensori setelah infeksi chickenpox pada masa anak – anak. Ketika
reaktivasi virus berjalan dari ganglion ke kulit area dermatom.

c.Epidemiologi Herpes

Data World Health Organization (WHO) diperkirakan usia 15-49 tahun


yang hidup dengan infeksi HSV-2 di seluruh dunia pada tahun 2003 sejumlah 536
juta. Wanita lebih banyak yang terinfeksi dibanding pria, dengan perkiraan 315
juta wanita yang terinfeksi dibandingkan dengan 221 juta pria yang terinfeksi.
Jumlah yang terinfeksi meningkat sebanding dengan usia terbanyak pada 25-39
tahun. Sedangkan, jumlah infeksi HSV-2 baru pada kelompok usia 15-49 tahun di
seluruh dunia pada tahun 2003 sejumlah 236 juta, di antaranya 12,8 juta adalah
wanita dan 10,8 juta adalah pria. (Lisa Bonita, 2017)
D. Gejala Herpes

Gejala genital HSV adalah kondisi seumur hidup yang dapat ditandai
dengan sering gejala kekambuhan. Sebagian besar infeksi awal tidak
menunjukkan gejala atau atipikal, karena mayoritas orang dengan HSV-2 infeksi
belum didiagnosis. Meskipun HSV-1 dan HSV-2 biasanya ditularkan melalui rute
yang berbeda dan mempengaruhi area tubuh yang berbeda, tandatanda dan gejala
tumpang tindih. Episode pertama dari gejala dari genital HSV-1 infeksi tidak
dapat klinis dibedakan dari infeksi HSV-2; hanya melalui tes laboratorium yang
infeksi ini dapat dibedakan. Ketika vesikel tidak hadir, konfirmasi laboratorium
mungkin diperlukan untuk menyingkirkan penyebab lain ulkus genital.
Kebanyakan orang akan mengalami satu atau lebih gejala kekambuhan dalam
waktu satu tahun setelah gejala pertama episode infeksi HSV-2. Dengan genital
HSV-1 infeksi, episode gejala yang jauh lebih kecil kemungkinan kambuh.
Kekambuhan gejala umumnya kurang parah dari pertama. HSV-2 infeksi biasanya
menyebabkan pelepasan virus intermiten dari mukosa genital, bahkan dalam
ketiadaan gejala. Akibatnya, HSV-2 sering ditularkan oleh orang yang tidak
menyadari infeksi mereka atau yang asimtomatik pada saat kontak seksual.

E. Cara Pencegahan Herpes

Pencegahan Tertularnya Herpes

1. Menghindari kontak fisik dengan orang lain, terutama kontak dari koreng
yang muncul akibat herpes.
2. Mencuci tangan secara rutin.

3. Mengoleskan obat antivirus topikal menggunakan kapas agar kulit tangan


tidak menyentuh daerah yang terinfeksi virus herpes.
4. Jangan berbagi pakai barang-barang yang dapat menyebarkan virus,
seperti gelas, cangkir, handuk, pakaian, make up, dan lip balm.
5. Jangan melakukan oral seks, ciuman atau aktivitas seksual lainnya,
selama munculnya gejala penyakit herpes.
BAB III
PROSEDUR KERJA

A. Prinsip Tes
Kit ELISA DRG Herpes Simplex Virus Type 1 lgG adalah uji
imunosorben terkait enzim fase padat (ELISA)Sumur mikrotiter sebagai fase
padat dilapisi dengan antigen Herpes Simplex Virus Type 1. Spesimen pasien
yang diencerkan dan kontrol siap pakai dipipet ke dalam sumur ini. Selama
inkubasi, antibodi spesifik Herpes Simplex Virus Tipe 1 dari spesimen positif
dan kontrol terikat pada antigen yang tidak bergerak. Setelah langkah
pencucian untuk menghilangkan sampel yang tidak terikat dan bahan kontrol
antibodi anti-manusia lgG terkonjugasi horseradish peroxidase disalurkan ke
dalam sumur. Selama inkubasi kedua, konjugat anti-lgG ini berikatan secara
khusus dengan antibodi lgG yang menghasilkan pembentukan kompleks imun
terkait enzim. Setelah langkah pencucian kedua untuk menghilangkan
konjugat yang tidak terikat, kompleks imun yang terbentuk (dalam kasus hasil
positif) dideteksi dengan inkubasi dengan substrat TMB dan pengembangan
warna biru. Warna biru berubah menjadi kuning dengan menghentikan reaksi
indikator enzimatik dengan asam sulfat.

Intensitas warna ini berbanding lurus dengan jumlah antibodi lgG


spesifik Herpes Simplex Virus Type 1-spesifik dalam spesimen pasien.
Absorbansi pada 450 nm dibaca menggunakan pembaca pelat mikrotiter
ELISA.

B. Komponen Kit
a. Isi Kit
1. Microtiterwells, strip 12 x 8 (pisahkan), 96 sumur; Sumur dilapisi
dengan antigen Herpes Simplex Virus Type 1. (termasuk 1 strip holder
dan 1 foil penutup)
2. Sampel Pengencer 1 vial, 100 mL, siap pakai, berwarna kuning; pH
7,2 ± 0,2.
3. Pos. Kontrol *, 1 vial, 1,0 mL, siap digunakan; berwarna kuning, tutup
merah.
4. Neg. Kontrol *, 1 vial, 2,0 mL, siap digunakan; berwarna kuning, tutup
kuning.
5. Cut-off Control *, 1 vial, 2,0 mL, siap digunakan; berwarna kuning,
tutup hitam.
6. Enzim Konjugat 1 vial, 20 ml-, siap digunakan, berwarna merah,
antibodi terhadap lgG manusia yang terkonjugasi dengan horseradish
peroxidase.
7. Larutan Substrat, 1 vial, 14 mL, siap pakai, Tetramethylbenzidine
(TMB).
8. Stop Solution, 1 vial, 14 mL, siap digunakan, mengandung 0,2 mol/L
H2S04 Hindari kontak dengan larutan penghenti. Ini dapat
menyebabkan iritasi kulit dan luka bakar.
9. Larutan Pencuci *, 1 vial, 30 ml- (20X pekat untuk 600 mL), pH 6,5 ±
0,1 lihat "Persiapan Reagen".

b. Bahan yang perlu disediakan


1. Pembaca terkalibrasi pelat mikrotiter (450/620nm ±IO nm)
2. (misalnya Pembaca Pelat Mikrotiter Instrumen DRG)
3. Mikropipet presisi variabel yang dikalibrasi
4. Inkubator 37 oc
5. Peralatan manual atau otomatis untuk membilas sumur
6. Mixer tabung vortex
7. Air suling yang dideionisasi atau (baru) disuling
8. Pengatur waktu
9. Kertas penyerap

c. Kondisi Penyimpanan dan stabilitas Kit

Ketika disimpan pada suhu 2 oc hingga 8 oc reagen yang belum dibuka


akan mempertahankan reaktivitas hingga tanggal kedaluwarsa. Jangan
gunakan reagen melebihi tanggal ini. Reagen yang telah dibuka harus
disimpan pada suhu 2 oC hingga 8 oC. Sumur mikrotiter harus disimpan pada
suhu 2 oC hingga 8 oC. Setelah kantong foil dibuka, harus berhati-hati untuk
menutupnya kembali dengan rapat. Kit yang dibuka mempertahankan aktivitas
selama dua bulan jika disimpan seperti dijelaskan di atas.

d. Persiapan Reagen

Biarkan reagen ali dan jumlah strip yang diperlukan mencapai suhu
kamar sebelum digunakan. Larutan Pencuci diencerkan Larutan Pencuci 1 +
19 (misalnya 10 mL + 190 mL) dengan air redistilasi segar dan bebas kuman.
Larutan pencuci yang diencerkan ini memiliki nilai pH 7,2 ± 0,2. Konsumsi: 5
ml- per penentuan. Kristal dalam larutan hilang dengan pemanasan hingga 37
oc dalam penangas air. Pastikan bahwa kristal benar-benar larut sebelum
digunakan. Larutan Pencuci yang diencerkan stabil selama 4 minggu pada
suhu 2 oc hingga 8 oc.

e. Pembuatan Kit

Pembuangan kit harus dilakukan sesuai dengan peraturan nasional.


Informasi khusus untuk produk ini diberikan dalam Lembar Data Keselamatan
Bahan.

f. Uji kityang rusak

Jika terjadi kerusakan parah pada kit uji atau komponen, DRG harus
diinformasikan secara tertulis, selambat-lambatnya satu minggu setelah
menerima kit. Komponen tunggal yang rusak parah tidak boleh digunakan
untuk uji coba. Komponen-komponen tersebut harus disimpan sampai solusi
akhir ditemukan. Setelah itu, komponen-komponen ini harus dibuang sesuai
dengan peraturan resmi.

C. Spesimen

Serum dapat digunakan dalam pengujian ini. Jangan gunakan spesime


haemoiytic, icteric atau lipaemic. Harap dicatat: Sampel yang mengandung
natrium azida tidak boleh digunakan dalam pengujian.

1. Serum pengumpulan spesimen

Kumpulkan darah dengan venipuncture (misalnya Sarstedt Monovette


#02.1388.001), biarkan menggumpal, dan pisahkan serum dengan
sentrifugasi pada suhu kamar. Jangan melakukan sentrifugasi sebelum
pembekuan total terjadi. Pasien yang menerima terapi antikoagulan
mungkin memerlukan peningkatan waktu pembekuan.

2. Penyimpanan spesimen

Spesimen harus ditutup dan dapat disimpan hingga 24 jam pada suhu 2
oc hingga 8 oc sebelum pengujian. Spesimen yang disimpan untuk waktu
yang lebih lama harus dibekukan hanya sekali pada -20 o c sebelum
pengujian. Sampel yang dicairkan harus dibalik beberapa kali sebelum
pengujian.

3. Pengenceran specimen

Sebelum pengujian, encerkan setiap spesimen pasien 1 + 100 dengan


Pengencer Sampel, misalnya 10 gl- spesimen + 1 ml- Pengencer Sampel,
aduk rata, diamkan selama 15 menit, aduk kembali dengan lembut.
Harap dicatat: Kontrol sudah siap untuk digunakan dan tidak boleh
diencerkan!
D. Prosedur Pengujian
a. Keterangan Umum
- Sangat penting untuk membawa semua reagen, sampel, dan kontrol
ke suhu kamar sebelum memulai uji coba!
- Setelah pengujian dimulai, semua langkah harus diselesaikan tanpa
gangguan.
- Gunakan ujung pipet plastik pembuangan baru untuk setiap standar,
kontrol atau sampel untuk menghindari kontaminasi silang
- Absorbansi adalah fungsi dari waktu inkubasi dan suhu. Sebelum
memulai pengujian, disarankan agar reagen ali siap, tutup dilepas,
semua sumur yang dibutuhkan diamankan di dudukan, dll. Ini akan
memastikan waktu yang sama untuk setiap langkah pemipetan tanpa
gangguan.
- Sebagai aturan umum reaksi enzimatik berbanding lurus dengan
waktu dan suhu.
- Tutup botol reagen dengan rapat segera setelah digunakan untuk
menghindari penguapan dan kontaminasi mikroba.
- Untuk menghindari kontaminasi silang dan hasil yang salah, pipet
sampel pasien dan keluarkan konjugat tanpa percikan secara akurat ke
dasar sumur.
- Selama inkubasi, tutup strip mikrotiter dengan foil untuk
menghindari penguapan.

Jika - karena alasan teknis - pembaca ELISA tidak dapat disesuaikan dengan nol
menggunakan substrat kosong di sumur Al, kurangi nilai absorbansi ofuell Al dari
semua nilai absorbansi lainnya yang diukur untuk mendapatkan hasil yang dapat
diandalkan!

Ukur absorbansi semua sumur pada 450 nm dan catat nilai absorbansi untuk setiap
kontrol dan sampel pasien dalam rencana distribusi dan identifikasi.

Disarankan untuk membaca panjang gelombang ganda menggunakan 620 nm


sebagai panjang gelombang referensi.

Jika berlaku hitung nilai absorbansi rata-rata dari semua duplikat.


BAB IV
HASIL
A. Validasi Uji Coba

Uji coba dapat dianggap valid asalkan kriteria berikut terpenuhi: Substrat
kosong di Al: Nilai absorbansi lebih rendah dari 0,100 Neg. Kontrol dalam Bl:
Nilai absorbansi lebih rendah dari 0,200 Kontrol Cut-off di CllD1: Nilai
absorbansi antara 0,350 - 0,850 Pos. Kontrol di El: Nilai absorbansi antara 0,650
- 3,000 Nilai absorbansi dari Pos. Kontrol harus lebih besar dari nilai absorbansi
Kontrol Cut-off!.

B. Perhitungan

Nilai absorbansi rata-rata dari Kontrol Cut-off [CO] Hitung nilai absorbansi
rata-rata dari dua (2) penentuan Kontrol Cut-off (misalnya dalam CI/DI). Contoh:
(0,44 + 0,46) : 2 = 0,45 = CO

C. Interpretasi

POSITIF ZONA HIJAU

NEGATIF Nilai absorbansi pasien (rata-rata) lebih dari 10% di atas CO (Rata-rata
OD pasien > 1,1 x CO) Pasien (rata-rata) nilai absorbansi dari 10% di atas hingga
10% di bawah CO tes ulang 2 - 4 minggu kemudian - dengan sampel pasien baru
(0,9 XCO Mean OD pasien 1,1 xC0)

Hasil pada tes kedua lagi di zona abu-abu NEGATIF

Nilai absorbansi pasien (rata-rata) lebih dari 10% di bawah CO (Rata-rata OD


pasien < 0,9 x CO)

D. Hasil dalam Unit ORG [DU]

Nilai absorbansi pasien (rata-rata) x 10 = [Unit DRG = DU] CO

Contoh: 1,580 x 10 = 35 DU 0.45

Interpretasi Hasil

Nilai batas: Zona abu-abu:

Negatif: DU Positif: > 11 DU


D. Kontrol Kualitas

Dianjurkan untuk menggunakan sampel kontrol sesuai dengan peraturan


negara bagian dan federal. Penggunaan sampel kontrol disarankan untuk
memastikan validitas hasil dari hari ke hari. Gunakan kontrol pada tingkat normal
dan patologis. Juga disarankan untuk menggunakan program Penilaian Kualitas
nasional atau internasional untuk memastikan keakuratan hasil.

Jika hasil pengujian tidak sesuai dengan rentang yang dapat diterima yang
telah ditetapkan dari bahan kontrol hasil pasien harus dianggap tidak valid. Dalam
hal ini, silakan periksa area teknis berikut: Perangkat pemipetan dan pengaturan
waktu; fotometer, tanggal kedaluwarsa reagen, kondisi penyimpanan dan
inkubasi, metode aspirasi dan pencucian. Setelah memeriksa item yang disebutkan
di atas tanpa menemukan kesalahan, hubungi distributor Anda atau DRG secara
langsung.

Anda mungkin juga menyukai