Anda di halaman 1dari 132

TINGKAT KEPUASAN MAHASISWA TERHADAP METODE

PEMBELAJARAN DI JURUSAN KEPERAWATAN


UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

PROPOSAL

( Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti


Ujian Sarjana Keperawatan )

Oleh

RIRIN ABAS
NIM. 841418020

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
2022

1
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tingkat Kepuasan Mahasiswa Terhadap Metode Pembelajaran Di Program studi


Ilmu Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo

Oleh

RIRIN ABAS

NIM : 841418020

Telah Diperiksa dan Disetujui Untuk Diuji

Pembimbing I Pembimbing II

DR.Hj.Rosmin Ilham,S.Kep.,Ns.,MM Ns.Cindy Puspita S.H.Jafar,S.Kep.,M.Kep

NIP. 19631126 198703 2 004

Mengetahui :

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Ns. Yuniar M. Soeli.,M.Kep.,Sp.Kep.,J

NIP.19850621 200812 2 003

2
LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL

TINGKAT KEPUASAN MAHASISWA TERHADAP METODE


PEMBELAJARAN DI JURUSAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Oleh

RIRIN ABAS

NIM : 841418020

Telah dipertahankan didepan dewan penguji

Hari/Tanggal :

Waktu :

Penguji:

1. Dr.Hj.Rosmin Ilham,S.Kep.,Ns.,MM 1.
NIP. 19631126 198703 2 004

2. Ns.Cindy Puspita S.H.Jafar,S.Kep.,M.Kep2.

3. dr. Sri Andriani Ibrahim, M. Kes 3.


NIP. 197103072000122001

4. Ns. Mihrawaty S. Antu, S. Kep., M. Kep 4.


NUPN. 9900981063
Gorontalo, Mei 2022
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Ns. Yuniar M. Soeli.,M.Kep.,Sp.Kep.,J

NIP.19850621 200812 2 003

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Identifikasi Masalah 8
1.3 Rumusan Masalah 9
1.4 Tujuan Penelitian 9
1.5 Manfaat Penelitian 10
BAB II KAJIAN TEORITIS
2.1 Kajian Teoritis11
2.1.1. Konsep Anak 11
2.1.2. Konsep Bullying 14
2.1.3. Konsep Orang Tua 19
2.1.4. Konsep Verbal Abuse 23
2.2. Kajian Penelitian yang Relevan 30
2.3. Kerangka Berpikir 33
2.3.1. Kerangka Teori 33
2.3.2. Kerangka Konsep 34
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 35
3.1.1. Lokasi Penelitian 35
3.1.2. Waktu Penelitian 35
3.2 Desain Penelitian 35
3.3 Variabel Penelitian 35
3.3.1 Variabel Independen 36
3.3.1 Variabel Dependen 36
3.3.3 Definisi Operasional 36

4
Populasi dan Sampel 37
3.4.1 Populasi 37
3.4.2 Sampel 37
3.4 Teknik Pengumpulan Data 39
3.5.1 Jenis Data 39
3.5.2. Metode Pengumpulan Data 40
3.5.3. Instrumen Penelitian 40
3.6. Teknik Analisa Data 44
3.7. Hipotesis Statistik 47
3.8. Etika Penelitian 47
3.9 Alur Penelitian 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 50
4.2 Hasil Penelitian 50
4.2.1. Karakteristik Responden 50
4.2.2. Analisa Univariat 53
4.3.3. Analisa Bivariat 55
4.3 Pembahasan 56
4.2.1. Verbal Abuse orang tua di SDN 16 Limboto Barat 56
4.2.2. Perilaku Bullying siswa SDN 16 Limboto Barat 61
4.3.3. Hubungan Verbal Abuse Orang Tua Dengan Perilaku

Bullying Pada Sswa Di SDN 16 Limboto Barat 65

4.4 Keterbatasan Penelitian 71


BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan 72
5.2 Saran 72
DAFTAR PUSTAKA 74
LAMPIRAN 82

5
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kajian Penelitian yang Relevan ............................................................30

Tabel 3.1 Definisi Operasional..............................................................................36

Tabel 3.2 Model Skala Verbal Abuse.....................................................................41

Tabel 3.3 Model Skala Perilaku Bullying..............................................................42

Tabel 3.4 Hasil Validitas berdasarkan nilai r hitung dan r table kuisioner perilaku
bullying .................................................................................................43

Tabel 3.5 Hasil Validitas berdasarkan nilai r hitung dan r table kuisioner verbal
abuse .....................................................................................................43

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kelas di SDN 16 Limboto Barat..50

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di SDN 16 Limboto Barat...51

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di SDN 16 Limboto


Barat.......................................................................................................52

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Orang Tua di SDN 16


Limboto Barat........................................................................................52

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Orang Tua di SDN 16


Limboto Barat........................................................................................53

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Verbal Abuse Orang Tua di SDN 16
Limboto Barat........................................................................................54

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Bullying pada Anak Usia
Sekolah di SDN 16 Limboto Barat........................................................54

Tabel 4.8 Hubungan Verbal Abuse Orang Tua dengan Perilaku Bullying pada
Anak Usia Sekolah di SDN 16 Limboto Barat......................................55

6
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori 33
Gambar 2.2 Kerangka Konsep 34

7
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran Halaman

Lampiran 1. Lembar Permohonan Menjadi Responden 82


Lampiran 2. Lembar Persetujuan Responden 83
Lampiran 3. Kuisioner Penelitian. 84
Lampiran 4. Uji Validitas Dan Realibilitas Instrumen. 93
Lampiran 5. Surat Observasi Awal. 99
Lampiran 6. Master Tabel Penelitian 101
Lampiran 7. Output SPSS 104
Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian 109
Lampiran 9. Surat Rekomendasi Penelitian 115
Lampiran 10. Surat Selesai Penelitian 117

8
9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perguruan tinggi merupakan institusi yang memiliki peran dan posisi yang

strategis dalam pencapaian tujuan pendidikan karena perguruan tinggi menjadi

lembaga pendidikan yang menghasilkan lulusan-lulusan yang ahli dalam berbagai

jenis pendidikan. Jenis pendidikan di Indonesia terdiri atas pendidikan vokasi,

akademik dan profesi. Pada setiap jenjang pendidikan perguruan tinggi, wajib

mengembangkan kurikulum perguruan tinggi dengan mengacu pada standar

nasional pendidikan tinggi yang mencakup pengembangan kecerdasan intelektual,

akhlak mulia, dan keterampilan (UU No. 12 tahun 2012).

Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 45

(2002), kurikulum tersebut dikembangkan dan dilaksanakan berbasis kompetensi.

Kompetensi yang harus dicapai pada suatu bidang studi terdiri atas tiga

kompetensi yaitu kompetensi utama, kompetensi penunjang dan kompetensi

lainnya. Standar kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan dan

keterampilan dan dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran lulusan. Salah

satu pendidikan yang berada dibawah naungan perguruan tinggi yaitu pendidikan

keperawatan.

Pendidikan keperawatan merupakan usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya sesuai dengan ilmu dan kiat keperawatan

yang dimilikinya sehingga dapat diaplikasikan dalam bentuk pelayanan

1
profesional yang berbentuk bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif,

ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, baik sehat

maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Setyaningrum,

2020)

Pendidikan keperawatan menjadi salah satu bidang pendidikan dengan

peminat yang terus meningkat, hal ini menyebabkan jumlah lembaga pendidikan

tinggi keperawatan meningkat. Berdasarkan data jumlah perguruan tinggi yang

berada dibawah binaan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan

Nasional, pada tahun 2020 terdapat 600 perguruan tinggi yang telah

menyelenggarakan Program Studi Keperawatan jenjang D3 dan 309 Program

Studi Keperawatan jenjang S1. Menurut BAN-PT (2015), terdapat 664 program

studi keperawatan yang terakreditasi di Indonesia. 552 kampus dengan akreditasi

C, 105 lainnya memiliki akreditasi B, dan hanya 7 yang mempunyai akreditasi A

(Wun & Masman, 2020).

Pendidikan keperawatan sebagai pendidikan profesi mengarahkan hasil

pendidikan menjadi tenaga profesional, serta mempunyai landasan akademik dan

landasan keprofesian, sehingga dituntut untuk dapat melaksanakan pendidikan

vokasi, pendidikan akademik dan pendidikan profesi. Oleh karena itu diperlukan

metode yang tepat guna menunjang tujuan tersebut. Metode pembelajaran

mempunyai andil yang cukup besar dalam proses pembelajaran. Pemilihan

metode pembelajaran yang tepat dapat menumbuhkan minat peserta didik untuk

mengikuti kegiatan belajar-mengajar. Metode pembelajaran berfungsi sebagai

cara untuk menghantarkan bahan pelajaran agar sampai kepada peserta didik

2
untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Metode pembelajaran ini

merupakan metode dalam bentuk teori, praktik, maupun dalam tatanan nyata

praktik di klinik (Rahmi, Putri, & Maiszha, 2019).

Metode teori bertujuan untuk memenuhi penguasaan ilmu pengetahuan

mengembangkan keterampilan teori yang digunakan untuk tuntutan pembelajaran

klinik. Adapun Pembelajaran klinik atau disebut juga pembelajaran lapangan

yakni serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan pada tatanan nyata

pelayanan kesehatan/asuhan keperawatan di Rumah Sakit Pendidikan

Keperawatan dan Pusat Kesehatan Masyarakat serta masyarakat. Pembelajaran

klinik bersama pembelajaran komunitas dan laboratorium memiliki proporsi 30%

dan teori memiliki proporsi 70% dalam kurikulum pendidikan sarjana

keperawatan tahap akademik. Fokus pembelajaran dan pengajaran melibatkan

klien secara langsung dan menjadi jantung dari pendidikan keperawatan

(Munadliroh, Nurmalia & Pujianto, 2015).

Metode pembelajaran teori dan praktik memberikan banyak manfaat kepada

mahasiswa. Mahasiswa belajar mengenai teori yang yang diberikan saat di kelas.

Selanjutnya, mahasiswa akan diajarkan mengintegrasikan teori dengan praktik,

dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Mahasiswa belajar tentang

nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan profesi keperawatan dalam pemberian asuhan

keperawatan kepada klien. Metode pembelajaran ini akan memberikan

pengalaman yang positif pada mahasiswa dalam merawat pasien, manajemen

waktu serta kemampuan berkomunikasi. Pengetahuan dan keterampilan

3
mahasiswa dapat meningkat melalui pembelajaran metode teori dan praktik

(Roberts, dkk, 2017).

Selain memperoleh manfaat, mahasiswa tentu saja akan mengalami masalah

dalam melaksanakan metode pembelajaran yang diterapkan. Masalah yang

muncul diantaranya belum jelasnya tujuan yang ingin dicapai, kesempatan

berdiskusi dan partisipasi masih kurang, iklim yang kurang kondusif untuk

mengembangkan kemampuan, keterampilan dan sikap mahasiswa. Manfaat dan

masalah yang ditemukan mahasiswa saat pelaksanaan metode pembelajaran

tersebut merupakan komponen sangat penting yang dapat dipergunakan untuk

mengetahui kekuatan dan kelemahan pelaksanaan dan hasil metode pembelajaran.

Selanjutnya digunakan sebagai bahan dan dasar peningkatan kualitas metode

pembelajaran. Kualitas metode pembelajaran berfokus pada upaya pemenuhan

kebutuhan dan harapan mahasiswa (Mukarromah, 2016).

Kepuasan adalah hasil akhir yang dirasakan oleh individu setelah

membandingkan antara harapan dengan performa yang didapatkan dari suatu

metode pembelajaran. Proses pembelajaran diartikan sebagai hubungan antara

anak didik dan pendidik. Mahasiswa merupakan pelanggan internal akademik

dalam lingkungan pendidikan tinggi. Tingkat kepuasan yang diukur untuk

mengetahui kualitas metode pembelajaran adalah tingkat kepuasan mahasiswa.

Kepuasan dimaksudkan sebagai pemenuhan kebutuhan dan harapan mahasiswa

sebagai pelanggan pelayanan jasa pendidikan (Abreu & Interpeler, 2015).

4
Dimensi dalam kepuasaan terdiri dari bukti langsung (tangible); meliputi

fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. Keandalan

(reliability); yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan

segera, akurat, dan memuaskan. Daya tanggap (responsiveness) yaitu keinginan

para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan

tanggap. Jaminan (assurance) mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan,

dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko, atau

keragu-raguan. Empati (empathy) meliputi kemudahan dalam melakukan

hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan

para pelanggan (Sartika, 2017).

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan pada 5 mahasiswa

keperawatan di Universitas Negeri Gorontalo terkait kepuasan metode

pembelajaran didapatkan pernyataan bahwa, terdapat mahasiswa yang puas

dengan metode pembelajaran baik teori dan praktik dikarenakan teori yang

diberikan di nilai sangat berguna untuk dibawa pada saat praktik klinik. Teori

yang diberikan tidak hanya sekedar hafalan melainkan dilatih untuk berpikir kritis

melalui pembelajaran asuhan keperawatan, problem basic learning dan

dilanjutkan dengan clinical skill lab. Adapun saat pembelajaran pada saat praktek

klinik di rumah sakit maupun fasilitas kesehatan yang ada dilingkungan

masyarakat, mahasiswa diberikan pemantapan sebelum turun praktik, pada saat

turun praktik mahasiswa diberikan kesempatan bereksplorasi, melatih kemampuan

komunikasi dengan pasien dan juga mempermantap tindakan keperawatan.

5
Adapun mahasiswa yang merasa kurang puas dengan metode pembelajaran

teori karena dinilai terlalu banyak menghafal, kurang diajak berpartisipasi saat

diskusi ataupun berpikir kritis dan juga terlalu banyak mencatat. Sedangkan pada

pembelajaran klinik dirasakan kurang memuaskan karena harus banyak mencatat

laporan dimana kegiatan itu harus dilaksanakan bersamaan dengan dinas sehingga

sangat menyita waktu.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang

“Tingkat Kepuasan Mahasiswa Terhadap Metode Pembelajaran Di Jurusan

Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo’’.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Berdasarkan data jumlah perguruan tinggi yang berada dibawah binaan

Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Nasional, pada

tahun 2020 terdapat 600 perguruan tinggi yang telah menyelenggarakan

Program Studi Keperawatan jenjang D3 dan 309 Program Studi

Keperawatan jenjang S1. Menurut BAN-PT (2015), terdapat 664 program

studi keperawatan yang terakreditasi di Indonesia. 552 kampus dengan

akreditasi C, 105 lainnya memiliki akreditasi B, dan hanya 7 yang

mempunyai akreditasi A.

2. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan pada 5 mahasiswa

keperawatan di Universitas Negeri Gorontalo terkait kepuasan metode

pembelajaran didapatkan pernyataan bahwa, terdapat mahasiswa yang

puas dengan metode pembelajaran baik teori dan praktik dikarenakan teori

yang diberikan di nilai sangat berguna untuk dibawa pada saat praktik

6
klinik. Teori yang diberikan tidak hanya sekedar hafalan melainkan dilatih

untuk berpikir kritis melalui pembelajaran asuhan keperawatan, problem

basic learning dan dilanjutkan dengan clinical skill lab. Adapun saat

pembelajaran pada saat praktek klinik di rumah sakit maupun fasilitas

kesehatan yang ada dilingkungan masyarakat, mahasiswa diberikan

pemantapan sebelum turun praktik, pada saat turun praktik mahasiswa

diberikan kesempatan bereksplorasi, melatih kemampuan komunikasi

dengan pasien dan juga mempermantap tindakan keperawatan. Adapun

mahasiswa yang merasa kurang puas dengan metode pembelajaran teori

karena dinilai terlalu banyak menghafal, kurang diajak berpartisipasi saat

diskusi ataupun berpikir kritis dan juga terlalu banyak mencatat.

Sedangkan pada pembelajaran klinik dirasakan kurang memuaskan karena

harus banyak mencatat laporan dimana kegiatan itu harus dilaksanakan

bersamaan dengan dinas sehingga sangat menyita waktu.

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimana tingkat kepuasan mahasiswa terhadap metode pembelajaran di

jurusan keperawatan Universitas Negeri Gorontalo?

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tingkat kepuasan mahasiswa terhadap metode pembelajaran

di jurusan keperawatan Universitas Negeri Gorontalo?

7
1.5 Manfaat Peneitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat memperkaya dan menambah ilmu

pengetahuan tentang tingkat kepuasan mahasiswa keperawatan tentang metode

pembelajaran.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu

keperawatan serta sebagai bahan masukan penentuan kebijakan pembelajaran

ditahap akademik dan klinik

2. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini dapat memberikan gambaran untuk mempersiapkan diri

menghadapi pembelajaran di tatanan klinik serta memberikan gambaran awal

untuk praktek klinik melalui teori dikelas

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan gambaran dan informasi

mengenai kepuasan mahasiswa terhadap metode pembelajaran serta sebagai

pengalaman penelitian peneliti pada bidang keperawatan

8
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Konsep Anak

1. Pengertian Anak Usia Sekolah

Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan

untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh

keterampilan tertentu (Telaumbauna & Sulastri, 2017). Usia sekolah adalah anak

pada usia 6-12 tahun. Pada masa ini anak-anak mulai bertanggung jawab atas

perilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang tua, teman sebaya, dan orang

lainnya. Usia sekolah merupakan periode anak memperoleh dasar-dasar

pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan

memperoleh keterampilan tertentu (Ruminingsih, 2017).

2. TahapTumbuh-Kembang Anak Usia Sekolah

Tumbuh kembang adalah sebagai satu kesatuan yang mencerminkan berbagai

perubahan yang terjadi selama hidup seseorang. Anak usia sekolah mengalami

beberapa perubahan sampai akhir dari periode masa kanak-kanak dimana anak

mulai matang secara seksual pada usia 12 tahun. Tahap- tahap tersebut meliputi

(Ariyanti, 2016):

1) Pertumbuhan Fisik

Pertumbuhan selama periode ini rata-rata penaikkan berat badan 3-3,5 kg

dan tinggi badan 6 cm atau 2,5 inchi pertahunnya. Lingkar kepala tumbuh

sekitar 2-3 cm, ini menandakan pertumbuhan otak yang melambat karena

proses mielinisasi sudah sempurna pada usia 7 tahun.


9
11
Anak laki-laki usia 6 tahun, cenderung memiliki berat badan sekitar 21 kg,

kurang lebih 1 kg lebih berat daripada anak perempuan. Rata-rata kenaikan

berat badan anak usia sekolah 6 – 12 tahun kurang lebih sebesar 3,2 kg per

tahun. Periode ini, perbedaan individu pada kenaikan berat badan disebabkan

oleh faktor genetik dan lingkungan. Tinggi badan anak usia 6 tahun, baik laki-

laki maupun perempuan memiliki tinggi badan yang sama, yaitu kurang lebih

115 cm. Setelah usia 12 tahun, tinggi badan kurang lebih 150 cm.

Pertumbuhan wajah bagian tengah dan bawah terjadi secara bertahap.

Kekuatan otot, koordinasi dan daya tahan tubuh meningkat secara terus-

menerus. Organ-organ seksual secara fisik belum matang, namun minat pada

jenis kelamin yang berbeda dan tingkah laku seksual tetap aktif pada anak-anak

dan meningkat secara progresif sampai pada pubertas.

2) Perkembangangan Kognitif

Anak usia sekolah mempelajari alfabet dan perluasan simbol yang disebut

kata-kata, yang diatur dalam susunan struktur dan hubungannya dengan

alfabet. Keterampilan yang paling pentingyaitu kemampuan membaca yang

diperoleh selama bertahun-tahun sekolah dan menjadi hal yang paling

berharga untuk mengobservasi kemandirian anak.

3) Perkembangan Psikososial

Anak usia sekolah telah siap untuk bekerja dan berproduksi. Anak mau

terlibat dalam tugas dan aktivitas yang dapat mereka lakukan sampai selesai,

anak menginginkan pencapaian yang nyata. Anak-anak belajar berkompetisi

dan bekerjasama dengan orang lain dan anak juga patuh terhadap aturan-

10
aturan. Periode ini merupakan pemantapan dalam hubungan sosial anak dengan

orang lain.

4) Perkembangan Moral

Dalam tahap perkembangan anak juga mengalamiperkembangan dalam cara

berfikir moral. Pada tahap prakonvensional anak terorientasi secara budaya

dengan label baikatau buruk, benar atau salah. Pada tahap ini anak menentukan

bahwa perilaku yang benar terdiri atas sesuatu yang memuaskan kebutuhan

mereka sendiri. Pada tahap konvensional anak lebih terfokus pada kepatuhan

dan loyalitas. Anak mematuhi aturan, melakukan tugas seseorang,

menunjukkan rasa hormat, dan menjaga aturan sosial.

3. KarakteristikAnak Usia Sekolah

Pada masa usia sekolah terdapat karakteristik yang menonjol dari anak usia

sekolah yaitu (Singgih, 2016) :

1) Pentingnya teman sebaya

Dalam proses sosialisasi dengan lingkungannya, anak memerlukan teman

sebaya. Pada masa ini anak banyak bergaul dengan teman sebaya karena teman

sebaya memberikan pandangan baru dan kebebasan dalam memberikan

pendapat. Selain itu, teman sebaya memberikan motivasi,belajar

kepemimpinan, keterampilan berkomunikasi, bekerja sama, dan belajar aturan-

aturan yang ada.

Anak mulai berpikir logis, meskipun masih konkrit operasional anak sudah

mampu membayangkan suatu peristiwa tanpa harus mengalaminya terlebih

dahulu. Anak mulai menggunakan proses pikir logis dengan materi yang

11
konkret seperti objek, manusia, dan peristiwa yang dapat disentuh dan dilihat.

Pada masa ini anak sudah mulai mampu memilih makanan yang dianggapnya

menarik. Anak mulai mengalami sesuatu yang disebut operasional konkret

yaitu anak mulai menghubungkan serangkaian kejadian untuk menggambarkan

mental yang dapat diungkapkan baik secara verbal maupun simbolik.

2) Meningkatnya kemampuan bahasa dan memori

Terjadi peningkatan penggunaan bahasa dan perluasan pengetahuan

struktural. Anak mengerti bahwa bahasa adalah alat penyampaian untuk

menggambarkan dunia secara subjektif dan kata-kata memiliki arti yang

relative dan bukan absolute. Sehingga anak memahami bahwa satu kata

memiliki lebih dari satu arti dan perbedaan kata untuk objek yang sama.

3) Meningkatnya kemampuan kognitif akibat sekolah formal

Anak usia sekolah dapat berkonsentrasi pada lebih dari satu aspek situasi.

Serta mulai memahami bahwa kuantitas substansi tetap sama meskipun

terjadi perubahan bentuk pada substansi tersebut. Anak usia sekolah juga

mampu membangun alasan mengenai alasan tentang hubungan antar benda.

Selain itu anak juga mampu menggunakan kognitifnya dalam memecahkan

masalah.

2.1.2 Kajian Teori Perilaku Bullying

1. Definisi PerilakuBullying

Menurut Wardiati (2018), bullying merupakan tindakan menekan atau

mengintimidasi anak lain baik secara fisik maupun verbal dan biasanya terjadi

ketidakseimbangan kekuasaan diantara pelaku dan korban bullying. Bullying

12
adalah sebuah penindasan yang mengakibatkan orang lain merasa terganggu.

Bullying adalah bentuk kekerasan dimana terjadi pemaksaan secara psikologis

ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang (Zakiyah, 2017).

2. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Bullying

Menurut Zakiyah, Humaedi & Santoso (2017), faktor-faktor penyebab

terjadinya bullying antara lain:

1) Orang tua

Orang tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan atau situasi

rumah yang penuh stress, agresi, dan permusuhan. Anak akan mempelajari

perilaku bullying ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang

tua mereka kemudian menirunya serta menerapkannya kepada teman-

temannya. Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari lingkungan terhadap

perilaku coba-cobanya itu, ia akan belajar bahwa “mereka yang memiliki

kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku agresif dan perilaku agresif itu

dapat meningkatkan status dan kekuasaan seseorang”. Dari sini anak

mengembangkan perilaku bullying.

2) Sekolah

Pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini. Akibatnya,

anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap

perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain. Bullying

berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah sering memberikan

masukan negatif pada siswanya, misalnya berupa hukuman yang tidak

13
membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan

menghormati antar sesama anggota sekolah.

3) Teman Sebaya

Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar

rumah, kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa anak

melakukan bullying dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa

masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak

nyaman dengan perilaku tersebut.

4) Kondisi Lingkungan Sosial

Kondisi lingkungan sosial dapat pula menjadi penyebab timbulnya perilaku

bullying. Salah satu faktor lingkungan sosial yang menyebabkan tindakan

bullying adalah kemiskinan. Mereka yang hidup dalam kemiskinan akan

berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak heran

jika di lingkungan sekolah sering terjadi pemalakan antar siswanya.

3. Ciri-Ciri Bullying

Menurut Jannatung (2018) ciri-ciri bullying yaitu :

1) Bullying dilakukan oleh seseorang atau kelompok (geng) yang bertujuan

untuk membuat korbannya tidak dapat mempertahankan dirinya.

2) Bullying merupakan tindakan agresif yang dilakukan berkali-kali

3) Bullying menyebabkan perasaan tidak nyaman dan tidak senang pada

seseorang yang dapat menyebabkan sesuatu tertentu.

Hal-hal diatas pantas menjadikan kita khawatir bahwa bullying dapat

berdampak buruk bagi kesehatan mental remaja. Jika terjadi hanya dalam jangka

14
waktu pendek korban bisa menjadi tertekan, dan kehilangan minat untuk

beraktivitas seperti biasa dilingkungan sekitar. Ciri-ciri korban bullying

(Wardhana, 2015) antara lain :

1) Secara akademis, korban terlihat kurang cerdas dari orang yang tidak

menjadi korban atau sebaliknya.

2) Secara sosial, korban terlihat memiliki hubungan erat dengan orang tua

mereka.

3) Secara mental dan perasaan, korban melihat diri mereka sendiri sebagai

orang yang bodoh dan tidak berharga.

4) Secara fisik, korban adalah orang yang lemah, korban yang laki-laki

lebih sering mendapatkan siksaan secara langsung. Korban Perempuan

mendapatkan siksaan tidak langsung yaitu dengan kata-kata.

4. Bentuk-Bentuk Bullying

Hymel, Nickerson, & Swearer (2015), menjelaskan bahwa terdapat beberapa

bentuk bullying yaitu :

1) Bullying Verbal

Bullying Verbal merupakan bentuk bullying yang dapat ditangkap oleh

indra pendengaran, yaitu mengejek, menggoda, menghina, mengolok-olok,

mencela,mengancam, gossip, penghinaan ras, mempermalukan didepan

umum, menuduh, dan lain-lain.

2) Bullying Fisik

Bullyingfisik merupakan bentuk bullying yang terjadi dan dilakukan

dengan sentuhan fisik antara pelaku dan korban yang dapat dilihat dengan

15
mata. Yang termasuk disini yaitu menampar, mencekik, memukul,

mendorong, menendang, meninju, menggigit, mencakar, merusak, meludahi,

memalak, mengacam, dan lain-lain.

3) Bullying Mental/Psikologis

Bullying Mental / Psikologis merupakan bentuk bullying yang tidak

ditangkap mata dan telinga. Yang termasuk disini adalah memandang sinis /

penuh ancaman, mengucilkan, menjauhkan, mendiamkan, mencibir, meneror,

dan lain-lain.

5. Dampak Bullying

Menurut Andi (2018), bahayanya jika bullying menimpa korban secara

berulang-ulang. Konsekuensi bullying bagi para korban, yaitu korban akan merasa

depresi dan marah. Korban marah terhadap dirinya sendiri, terhadap pelaku

bullying, terhadap orang-orang di sekitarnya dan terhadap orang dewasa yang

tidak dapat atau tidak mau menolongnya. Hal tersebut kemudan mulai

mempengaruhi prestasi akademiknya. Berhubung tidak mampu lagi muncul

dengan cara-cara yang konstruktif untuk mengontrol hidupnya, ia mungkin akan

mundur lebih jauh lagi ke dalam pengasingan. Bahkan dampak yang paling buruk

dapat terjadi yaitu percobaan bunuh diri, jika sudah sangat mengganggu kesehatan

mental korban.

Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Jannatung (2018) mengungkapkan

bahwa siswa akan terperangkap dalam peran pelaku bullying, tidak dapat

mengembangkan hubungan yang sehat, kurang cakap untuk memandang dari

perspektif lain, tidak memiliki empati, serta menganggap bahwa dirinya kuat dan

16
disukai sehingga dapat mempengaruhi pola hubungan sosialnya di masa yang

akan datang, Dengan melakukan bullying, pelaku akan beranggapan bahwa

mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan terus-menerus tanpa

intervensi, perilaku bullying ini dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain

berupa kekerasan terhadap anak.

Adapun didapatkan beberapa dampak bullying antara lain:

1) Gangguan psikologis, misalnya rasa cemas dan takut yang berlebihan,

stress, depresi, tertekan, terancam, kesepian, dendam, bahkan

membahayakan dirinya dengan keinginan untuk bunuh diri.

2) Konsep diri sosial korban bullying menjadi kurang karena korban merasa

tidak diterima oleh teman-temannya, malu, merasa rendah diri dan tidak

berharga, sulit berkonsentrasi, ingin keluar sekolah dan membenci

lingkungan sosialnya.

3) Gangguan pada kesehatan fisik misalnya sakit kepala, demam

6. Pencegahan Perilaku Bullying

Menurut Putri dan Suyanto (2016), terdapat beberapa pencegahan perilaku

bullying pada anak baik bersifat preventif maupun interventif, yaitu :

1. Melakukan pendekatan dengan kebijakan, memotivasi siswa dan

menciptakan atmosfer kelas dengan menciptakan hubungan hangat antara

siswa

2. Kurikulum menyediakan informasi mengenai bullying, dampak yang

timbulkan kepada korban dan pertolongan yang didapatkan siswa

3. Mengatasi prejudice sosial dan sikap yang tidak sesuai atau diinginkan

17
4. Pengawasan dan monitoring perilaku siswa diluar kelas dan melibatkan

siswa-siswa yang telah di training sebagai mediator grup untuk membantu

dan mengatasi konflik

5. Memberikan bentuk penalti non fisik atau sanksi

6. Keterlibatan orang tua korban bullying dan mengundang mereka ke sekolah

untuk mendiskusikan tentang intervensi bullying

7. Menyelenggarakan semacam konfrensi komunitas, dimana korban didorong

untuk menyatakan kesedihan mereka di hadapan pelaku bullying dan juga

teman-teman atau pendukung yang terlibat dalam peristiwa bullying tersebut

8. Pendekatan pendekatan lainnya yang bertujuan untuk memberi dampak

perubahan perilaku yang positif kepada siswa dalam masalah bullying.

2.1.3. Konsep Orang Tua

1. Pengertian Orang Tua

Menurut tata bahasa, orang tua adalah ayah, ibu kandung, orang yang dianggap

tua, atau orang yang di hormati atau disegani. Orang tua menjadi lembaga

kesatuan sosial terkecil yang secara kodrati berkewajiban mendidik

anaknya.Semua orang tua adalah pribadi yang dari waktu ke waktu mempunyai

dua macam perasaan berbeda terhadap anak-anak mereka, menerima dan tidak

menerima. Orang tua menunjukan “pribadi yang sesungguhnya” kadang-kadang

merasa dapat menerima tingkah laku anak-anaknya dan kadang-kadang tidak

dapat menerimanya (Gordon, 2020).

2. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua adalah suatu interaksi antara orang tua dengan anak yang

18
mana orang tua akan merawat, membimbing, mendidik anak terhadap jasmani dan

rohani anak menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Eminurlita, 2018).

3. Bentuk Pola Asuh Orang Tua

Beberapa bentuk pola asuh yang diterapkan orang tua pada anak menurut

Tambusai (2018), diantaranya adalah :

1) Pola Asuh Demokrasi

Mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan

kendali pada tindakan mereka. Orang tua demokratis menunjukkan

kesenangan dan dukungan sebagai respons terhadap perilaku konstruktif

anak. Mereka juga mengharapkan perilaku anak yang dewasa, mandiri dan

sesuai dengan usianya.

2) Pola Asuh Permisif

Pola pengasuhan ini menunjukkan dimana orang tua sangat terlibat dengan

anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol mereka. Orang tua

seperti ini membiarkan anak melakukana apa yang ia inginkan. Hasilnya anak

tidak pernah belajar mengendalikan perilakunya sendiri dan selalu berharap

mendapatkan keinginannya. Beberapa orang tua sengaja membesarkan anak

mereka dengan cara ini karena mereka percaya bahwa kombinasi antara

keterlibatan yang hangat dan sedikit batasan akan menghasilkan anak yang

kreatif dan percaya diri.

3) Pola Asuh Otoriter

Pola yang membatasi dan menghukum, dimana orang tua mendesak anak

untuk mengikuti arahan mereka dari menghormati pekerjaan dan upaya

19
mereka. Orang tua yang otoriter menerapkan batas dan kendali yang tegas

pada anak dan meminimalisir perdebatan verbal. Orang tua yang otoriter

mungkin juga sering memukul anak, memaksakan aturan secara kaku tanpa

menjelaskannya dan menunjukkan amarah pada anak dengan mengatakan

kata – kata kasar. Anak dari orang tua yang otoriter seringkali tidak bahagia,

ketakutan, minder ketika membandingkan diri dengan orang lain, tidak

mampu memulai aktifitas, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah.

4. Peran Orang Tua

Menurut Muthmainnah (2015), peran orang tua dalam proses perkembangan

anak yaitu :

1) Mendampingi

Setiap anak memerlukan perhatian dari orang tuanya. Namun, pada orang

tua yang bekerja memiliki sedikit waktu dengan anaknya dan pulang dari

tempat kerja dalam keadaan lelah. Hal ini bukan berarti orang tua tua lepas

dari tanggung jawab dalam mendampingi anak-anaknya di rumah. Meskipun

dengan waktu yang sedikit diharapkan orang tua mampu memberikan

perhatian yang berkualitas dengan fokus menemani anak, mendengar cerita

anak bercanda, bersenda gurau dan bermain bersama. Anak lebih

membutuhkan hubungan sosial khususnya dengan orang di sekitarnya

dibandingkan dengan memberikan fasilitas dan media bermain yang lengkap.

2) Menjalin Komunikasi

Komunikasi menjadi hal yang penting dalam menciptakan kedekatan

hubungan orang tua dan anak. Melalui komunikasi orang tua dapat

20
menyampaikan harapan, dukungan dan motivasi. Begitu pula dengan anak,

anak dapat berbagi cerita dengan orang tua. Komunikasi yang terbuka dapat

menciptakan suasana yang nyaman dan hangat dalam sebuah keluarga.

3) Memberikan Kesempatan

Orang tua perlu memberikan kesempatan kepada anak. Kesempatan ini

akan dimaknai sebagai suatu kepercayaan. Kesempatan ini diberikan disertai

adanya pengawasan dan pengarahan. Anak akan tumbuh menjadi sosok yang

percaya diri apabila diberikan kesempatan untuk mencoba, mengekspresikan

serta mengeksplorasi dan mengambil keputusan. Orang tua kadang kala perlu

membiarkan anak perempuannya berlari-larian selama tidak menambahkan

begitu pula dengan anak laki-laki yang ikut bermain permainan masak-

masakan.

4) Mengawasi

Pengawasan mutlak diberikan kepada anak agar supaya anak dapat

dikontrol dan dapat diarahkan. Pengawasan tetap dilandasi dengan

kepercayaan kepada anak serta komunikasi dan keterbukaan. Orang tua dapat

mengawasi secara langsung maupun tidak langsung dengan siapa dan apa

yang dilakukan anak sehingga dampak negatif dapat diminimalisir. Misalnya

dalam kegiatan bermain anak laki-laki tidak bersikap terlalu kasar dan keras

dalam bermain begitu pula dengan anak perempuan tidak terlalu sensitif dan

cengeng.

5) Mendorong atau Memberikan Motivasi

Setiap anak akan senang apabila diberikan penghargaan dan motivasi.

21
Motivasi inilah yang akan mmbangkitkan semangat anak dalam mencapai

tujuan. Apabila anak belum berhasil, maka motivasi yang akan membuat

anak bangkit dan pantang menyerah.

6) Mengarahkan

Orang tua memiliki posisi yang strategis dalam membantu agar anak

memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri.

2.1.4. Kajian Teori Verbal Abuse

1. Definisi Verbal Abuse

Verbal abuse atau biasanya disebut dengan emotional abuse adalah tindakan

lisan atau perilaku yang menimbulkan konsekuensi emosioanal yang merugikan.

Wujud konkret kekerasan atau pelanggaran jenis ini adalah penggunaan kata-kata

kasar, penyalahgunaan kepercayaan, mempermalukanorang didepan orang lain

atau di depan umum, melontarkan ancaman dengan katakata (Suyanto, 2017).

Verbal abuse terjadi ketika ibu sedang sibuk dan anaknya meminta perhatian

namun si ibu malah menyuruh anaknya untuk “Diam” atau “jangan menangis”

atau bahkan mengeluarkan kata-kata “kamu bodoh”, “kamu cerewet”, “kamu

kurang ajar”, “kamu menyebalkan”, atau yang lainya. Kata-kata seperti itulah

yang dapat diingat oleh anak, bila dilakukan secara berlangsung oleh ibu

(Rakhmat, 2017). Tidak hanya seorang ibu yang bisa melakukan verbal abuse,

seorang ayah pun bisa melakukan verbal abuse ketika ia merasa kesal. “anak jadah

pakai kuping mu untuk mendengarkan nasihat orang tua. Muak aku melihat

perangai mu itu...” adalah contoh verbal abuse ketika seorang ayah merasa kesal

karena nasihatnya tidak di dengarkan oleh anaknya (Sutikno, 2018).

22
2. Karakteristik Verbal Abuse

Anderson (2020) membagi karakteristik dari verbal abuse menjadi tujuh, yaitu:

1) Verbal abuse sangat menyakitkan dan selalu mencela sifat dan

kemampuan.

2) Verbal abuse dapat bersifat terbuka seperti luapan kemarahan atau

memanggil nama dengan sebutan tidak baik dan tertutup seperti

ungkapan atau komentar tajam yang menyakiti korban.

3) Verbal abuse merupakan manipulasi dan mengontrol. Komentar yang

merendahkan mungkin terdengar sangat jujur dan mengenai sasaran.

Tetapi tujuanya adalah untuk memanipulasi dan mengontrol.

4) Verbal abuse merupakan perlakuan jahat secara diam-diam. Verbal

abuse menyusutkan rasa percaya diri seseorang.

5) Verbal abuse tidak dapat diprediksikan. Pada kenyataanya tidak dapat

diprediksikan merupakan satu dari beberapa karakteristik verbal abuse

yang sangat signifikan. Hal ini dapat melalu mencaci maki,

merendahkan, dan komentar menyakitkan.

6) Verbal abuse mengekspresikan pesan ganda. Tidak ada kesesuaian

antara tujuan dari ucapan kasar dan bagaimana perasaannya. Sebagai

contoh mungkin terdengar sangat jujur dan baik jika mengucapkan apa

yang salah dengan seseorang.

7) Verbal abuse selalu meningkat sedikit demi sedikit, meningkat dalam

intensitasnya, frekuensi dan jenisnya. Verbal abuse mungkin dimulai

dengan merendahkan dengan tersembunyi seperti bercanda.

23
3. Bentuk-Bentuk Verbal Abuse

Bentuk-bentuk kekerasan verbal orangtua terhadap anak menurut Titik Lestari

(2016) adalah sebagai berikut:

1) Tidak sayang dan dingin ini misalnya: menunjukkan sedikit atau tidak sama

sekali rasa sayang anak (seperti pelukan) kata-kata sayang.

2) Intimidasi bisa berupa: berteriak, menjerit, mengancam anak, mengomel,

memarahi anak dan menggertak anak.

3) Mengecilkan atau mempermalukan anak tindakan ini dapat berupa seperti

merendahkan anak, mencela nama, membuat perbedaan negatif antar anak,

menyatakan bahwa anak tidak baik, tidak berharga,jelek atau sesuatu

didapat dari kesalahan.

4) Kebiasaan mencela anak tindakan ini bisa dicontohkan seperti mengatakan

semua yang terjadi adalah kesalahan anak.

5) Tidak mengindahkan atau menolak anak bisa berupa: tidak memeperhatikan

anak, memberikan respon dingin, mengurung dalam kamar gelap, mengikat

anak dikursi untuk waktu lama dan meneror.

4. Dampak Verbal Abuse

Tindak kekerasan yang dialami anak-anak sesungguhnya adalah perlakuan

yang senantiasa berdampak jangka panjang, dan menjadi mimpi buruk yang tidak

pernah hilang dari benak anak yang menjadi korban (Suyanto, 2017). Verbal

abuse sangat berpengaruh pada anak terutama perkembangan psikologisnya,

berikut merupakan dampak-dampak psikologis akibat kekerasan verbal menurut

(Soetjiningsih, 2015) diantaranya yaitu:

24
1) Gangguan emosi

Terdapat beberapa gangguan emosi pada korban kekerasan orangtua,

seperti terhambatnya perkembangan konsep diri yang positif, lambat dalam

mengatasi sifat agresif, gangguan perkembangan hubungan sosial dengan

orang lain, termasuk kemampuan untuk percaya diri. Beberapa anak menjadi

agresif dan bermusuhan dengan orang dewasa, sedangkan yang lainya

menjadi menarik diri/menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol, perilaku aneh,

hiperaktif, kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit tidur, temper tantrum dan

sebagainya.

2) Konsep diri rendah

Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicinta,

tidak dikehendaki, muram dan tidak bahagia, dan tidak mampu menyenangi

aktifitas.

3) Agresif

Anak yang mendapat perlakuan salah lebih agresif terhadap teman

sebayanya.Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orangtua mereka

atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai miskinya

konsep diri.

4) Hubungan sosial terganggu

Pada anak-anak dengan gangguan hubungan sosial sering kurang dapat

bergaul dengan teman sebayanya atau dengan orang-orang dewasa. Mereka

mempunyai teman sedikit dan suka mengganggu orang dewasa, misalnya

dengan melempari batu atau perbuatan-perbuatan kriminal lainnya.

25
5) Bunuh diri

Tindakan kekerasan pada anak akan menyebabkan stres mental yang

dialami oleh anak. Stres mental ini apabila tidak tertangani maka

akanberkembangmenjadi percobaan bunuh diri sehingga akan menyebabkan

perilaku bunuh diri oleh anak.

6) Perilaku bullying

Orang tua melakukan verbal abuse karena tidak mengetahui dampaknya

terhdap anak. hal ini diangap wajar dalam mendidik anak. Akan tetapi anak

yang mengalami verbal abuse cenderung akan memiliki perilaku bullying

sebagai pelampiasan kekesalan terhadap orang tua.

5. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Verbal Abuse

Soetjiningsih (2015), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi orang tua

melakukan verbal abuse diantaranya:

1) Faktor pengetahuan orang tua

Orang tua tidak mengetahui atau mengenal sedikit informasi mengenai

kebutuhan perkembangan anak, misalnya usia anak belum memungkinkan

untuk melakukan sesuatu tetapi dipaksa untuk melakukannya dan ketika anak

belum mampu melakukanya orang tua menjadi marah.

2) Faktor pengalaman

Orang tua yang waktu kecilnya mendapat perlakuan salah merupakan situasi

pencetus terjadinya kekerasan pada anak. Semua tindakan kepada anak– anak

akan direkam dalam bawah sadar mereka dan akan dibawa sampai kepada

masa dewasa, dan terus sepanjang hidupnya. Anak yang mendapat perlakuan

26
kejam dari orang tua akan berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orang tua

agresif melahirkan anak agresif, yang pada giliranya akan menjadi dewasa

yang menjadi agresif.

3) Faktor keluarga

Faktor keluarga ini meliputi karakteristik anak, karakteristik orang tua dan

keluarga. Karakteristik anak yang diinginkan, lahir prematur, anak yang

memiliki fisik yang berbeda (cacat), mental berbeda (retardasi mental),

temperamen berbeda (sukar), tingkah laku berbeda (hiperaktif), dan angkat/tiri

berperan dalam orangtua melakukan kekerasan pada anaknya. Karakteristik

orangtua dan keluarga yang juga turut berperan terhadap terjadinya kekerasan

pada anak seperti orang tua yang agresif dan impulsif, keluarga hanya dengan

satu orang tua, orang tua yang dipaksa menikah saat belasan tahun sebelum

siap secara emosional dan ekonomi, dan perkawainan dengan saling

mencederai pasanganya dalam perselisihan.

4) Faktor ekonomi

Sebagian besar kekerasan dalam rumah tangga terjadi karena dipicu faktor

kemiskinan dan tekanan hidup atau tekanan ekonomi, pengangguran, PHK, dan

beban lain kian memperparah kondisi itu. Faktor kemiskinan dan tekanan

hidup yang semakin meningkat disertai dengan kemarahan pada pasangan

karena ketidakberdayaan dalam mengatasi masalah ekonomi menyebabkan

orang tua mudah sekali meluapkan emosi, kemarahan, kekecewaan dan

ketidakmampuannya kepada orang terdekatnya. Anak sebagai makhluk yang

lemah, rentan, dan dianggap milik orang tua, anak paling mudah menjadi

27
sasaran. Faktor ekonomi inni juga meliputi ketimpangan sosial. Kita

menemukan bahwa para pelaku juga korban kekerasan kebanyakan berasal dari

kelompok sosial ekonomi yang rendah. Akibat tekanan ekonomi, orang tua

mengalami stres berkepanjangan. Orang tua menjadi sangat sensitif dan mudah

marah. Kelelahan fisiknya tidak memberinya kesempatan untuk bercanda

dengan anak-anak. Maka terjadilah kekerasan emosional. Pada saat tertentu

orang tua bisa meradang dan membentak anak dihadapan banyak orang,

sehingga terjadilah verbal abuse.

5) Faktor sosial budaya

Faktor sosial budaya ini meliputi nilai/norma yang ada dimsyarakat,

hubungan antara manusia, kemajuan zaman yaitu pendidikan, hiburan,

olahraga, kesehatan dan hukum. Norma sosial mempengaruhi tindakan orang

tua melakukan verbal abuse karena pada masyarakat tidak ada kontrol sosial

pada tindakan kekerasan anak-anak. Nilai-nilai sosial disini adalah dalam artian

hubungan anak dengan orang dewasa berlaku seperti hierarki sosial di

masyarakat.

6) Faktor lingkungan

Faktor lingkungan juga mempengaruhi tindakan kekerasan pada anak.

Lingkungan hidup dapat meningkatkan beban terhadap perawatan anak dan

juga munculnya masalah lingkungan yang mendadak turut berperan untuk

timbulnya kekerasan verbal. Televisi sebagai suatu media yang paling efektif

dalam menyampaikan berbagai pesan-pesan pada masyarakat luas berpotensial

tinggi untuk mempengaruhi perilaku kekersan yang dilakukan orang tua.

28
Televisi merupakan media yang paling dominan pengaruhnya dibanding

majalah maupun surat kabar.

6. Cara Pencegahan Verbal Abuse

Menurut Rochmawati (2018) ada beberapa cara untuk mencegah verbal abuse,

yaitu:

1) Meningkatkan ilmu agama yang menjadikan diri lebih bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa.

2) Meningkatkan ilmu dan Pemahaman tentang hak-hak anak, kesetaraan

gender, dan hak asasi manusia.

3) Meningkatkan sadar hukum dan dampak perilaku tindak kekerasan

terhadap anak.

4) Pengintegrasian program keluarga dalam tindak kekerasan anak.

Kemudian, strategi upaya pencegahan menurut permeneg PP dan PA RI, 2011

dalam Nurhidayah (2015) :

1) Penyusunan Media komunikasi informasi Edukasi tentang pencegahan

kekerasan terhadap anak.

2) Menyebarluaskan peran media komunikasi Informasi Edukasi tentang

pencegahan kekerasan terhadap anak.

3) Mengoptimalkan lembaga pemerintah, masyarakat, keagamaan dan dunia

usaha.

4) Pemanfaatan rumah ibadah, sekolah sebagai tempat sosialisasi mengenai

dampak kekerasan terhadap anak.

29
5) Pemberdayaan keluarga dalam program pencegahan kekerasan anak.

6) Penguatan teman sebaya dalam mengurangi kekerasan pada anak.

7) Pemanfaatan forum-forum anak yang ada di semua wilayah.

8) Memonitoring dan mengawasi berbagai program pencegahan di

lingkungan keluarga, masyarakat dan pendidikan.

9) Meningkatkan program UKS (unit kesehatan Sekolah).

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Tabel 2.1 Kajian Penelitian yang Relevan


Persamaan &
Peneliti/Tahun Judul Metode dan Hasil
Perbedaan
Amah, dkk Hubungan Jenis penelitian Persamaan
(2018) perilaku adalah kuantitatif terdapat pada
verbal abuse dengan pendekatan variabel yang
orang tua dengan cross sectional. diteliti yaitu
perilaku Populasi adalah perilaku verbal
bullying anak usia sekolah abuse orang tua
pada anak usia dan orang tua di dengan
sekolah Desa Jatiharjo Perilaku bullying
sebanyak 88 pada anak usia
orang, dengan sekolah dan jenis
sampel 47 orang. penelitian
Adapun Teknik kuantitatif
pengambilan dengan
sampel pendekatan cross
menggunakan sectional.
simple random Perbedaanya
sampling. terletak pada
Hasil analisa teknik
data dengan uji pengambilan
Chi Square, sampel
didapatkan menggunakan
P value 0,000 purposive
Sehingga terdapat sampling.
hubungan antara
perilaku verbal
abuse orang tua
dengan perilaku
bullying pada
anakusia sekolah

30
di Desa Jatiharjo
Kecamatan
Pulokulon
Kabupaten
Grobogan.

Hidayati, dkk Hubungan verbal Penelitian ini Persamaan


(2019) abuse orang tua menggunakan terdapat pada
dengan perilaku metode kuantitatif variabel yang
bullying padanon eksprimental, diteliti yaitu
remaja smp negeridengan rancangan perilaku verbal
2 gamping sleman deskriptif abuse orang tua
yogyakarta korelasional dan dengan
pendekatan cross Perilaku bullying
sectional. dan jenis
Pengambilan penelitian
sampel kuantitatif
menggunakan dengan
simple random pendekatan cross
sampling dengan sectional.
jumlah responden Perbedaanya
88 siswa kelas VIII. terletak pada
Metode teknik
pengumpulan data pengambilan
menggunakan sampel
kuesioner. Analisis menggunakan
statistik purposive
menggunakan uji sampling dan
somer’d dengan juga pada uji
tingkat pemaknaan statistik yaitu uji
p-value <0,05. Chi square.
Hasil analisis
korelasi yaitu p-
value = 0,009 (p-
value = < 0.05.
Artinya terdapat
hubungan yang
signifikan antara
kedua variabel.
Sedangkan keeratan
hubungannya
adalah 0,264, yang
berarti rendah.
Ladapase & Pengaruh verbal Penelitian ini Persamaan
Novianti (2020) abuse orangtua merupakan terdapat pada
dan konformitas penelitian variabel yang

31
teman sebaya kuantiatif asosiatif. diteliti yaitu
terhadap perilaku Subjek dalam perilaku verbal
bullying pada penelitian ini abuse orang tua
remaja di SMP adalah siswa siswi dengan perilaku
Katolik Virgo SMP Katolik bullying dan jenis
Fidelis Virgo Fidelis penelitian
Maumere Maumere kuantitatif
yang berjumlah dengan
100 orang. Teknik pendekatan cross
pengambilan sectional.
sampel Perbedaannya
menggunakan terletak pada
sampling teknik
accidental. pengambilan
Berdasarkan sampel
hasil analisis data menggunakan
diperoleh nilai purposive
Fhitung = 6.441 sampling dan
dengan nilai P juga pada uji
(Sig) = 0.002 statistik yaitu uji
makaterdapat Chi square.
pengaruh antara
verbal abuse dan
konformitas teman
sebaya
terhadap perilaku
bullying pada
remaja di SMP
Katolik Virgo
Fidelis Maumere.

32
2.3 Kerangka Berfikir
2.3.1 Kerangka Teori

Bentuk-bentuk/Indikator Verbal Abuse orang t


Kekerasan yang Faktor penyebab Verbal Abuse
Tidak sayang dan dingin kepada anak
dilakukan oleh Orang Orang Tua : Intimidasi ( Berteriak, mengancam, mengomel, memara
Tua : 1. Faktor Internal : Faktor Mengecilkan atau mempermalukan anak
1. Kekerasan Emosional pengetahuan, faktor Mencela anak
2. Kekerasan Fisik pengalaman, dan faktor Tidak mengindahkan atau menolak anak. (Lestari, 20
3. Kekerasan Seksual keluarga
4. Kekerasan Verbal 2. Faktor Eksternal : Faktor
Ekonomi, faktor lingkungan,
(Kadir & dan faktor budaya.
Handayaningsih, 2020). (Soetjinigsih, 2015).

Perilaku Verbal Abuse Orang Tua


Dampak Verbal Abuse pada
anak :
1. Gangguan emosi pada anak
2. Konsep diri anak menjadi
rendah
3. Anak menjadi berperilaku
agresifBentuk-bentuk/ Indikator bullying yang dilakukan oleh anak usia sekolah
4. Hubungan sosial anak Penyebab Dampak Bullying
Bullying Verbal
menjadi terganggu Bullying Fisik Bullying yang pada anak usia
5. Bunuh diri dilakukan
Bullying Mental/ Psikologi (Swearer,dkk, 2015) anak sekolah
usia sekolah
6. Perilaku Bullying pada anak 1. Gangguan
usia sekolah 1. Orang Tua
Psikologi pada
2. Sekolah
anak
3. Teman sebaya
2. Konsep diri anak
4. Kondisi
Keterangan : menjadi rendah
lingkungan
Diteliti sosial 3. Gangguan
(Zakiyah, kesehatan fisik

Tidak diteliti Humaedi &


Santoso, 2017).

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber : (Janatung, 2018), (Kadir & Handayaningsih, 2020), (Yusuf, 2018),
(Zakiyah, Humaedi & Santoso, 2017). (Usman, 2016), (Lestari, 2016),

33
(Soetjinigsih, 2015) dan (Swearer, dkk, 2015).
2.2.1 Kerangka Konsep
Perilaku Bullying pada Anak
Verbal Abuse Orang Tua Usia Sekolah

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

Variabel Independen

Variabel Dependen

Hubungan

2.4. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan verbal abuse orang tua

dengan perilaku bullying pada anak usia sekolah di SDN 16 Limboto Barat.

34
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1. Lokasi Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di SDN 16 Limboto Barat.

3.1.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2022.

3.2 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang

menekankan analisisnya berdasarkan data-data numerial (angka) yang diolah

dengan metode statistika. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Rancangan cross

sectional merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau

pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu ) antara variabel independen dan

variabel dependen (Nursalam, 2020). Melalui pendekatan ini akan dilakukan

pengukuran antara verbal abuse orang tua dan perilaku bullying oleh anak secara

bersamaan dalam waktu yang sama.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek

atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016).

35
3.3.1 Variabel Independen 35
Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2016).

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah verbal abuse orang

tua.

3.3.2 Variabel Dependen

Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

bebas, variabel terikat sering disebut sebagai variabel akibat, karena adanya

variabel bebas (Sugiyono, 2016). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel

dependen adalah perilaku bullying pada anak usia sekolah.

3.3.3 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu

variabel dengan cara memberikan suatu operasional yang diberikan untuk

mengukur variabel tersebut (Notoatmodjo, 2015).

Tabel 3.1. Definisi Operasional


Definisi
Variabel Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
Independen: Suatu tindakan Kuisioner Tinggi jika skor Ordinal
Verbal abuse orang tua yang verbal ≥76-100%
dapat menyakiti abuse Sedang jika skor
anak secara terdiri dari 60-75%
psikis dengan 30 Rendah jika skor
indikator berupa item pernya <60%
: Tidak sayang taan yang
dan dingin, berbentuk (Arikunto, 2013)
Itimidasi, skala Likert
Mengecilkan dengan
atau jawaban
mempermalukan positif dan

36
anak, Mencela negatif.
anak, Tidak Jawaban
mengindahkan positif :
atau menolak SS (4)
anak S (3)
TS (2)
STS (1)
Jawaban
negatif :
SS (1)
S (2)
TS (3)
STS (4)
Dependen: Perilaku negatif Kuesioner Tinggi jika skor Ordinal
anak usia dengan 30 ≥76-100%
Perilaku sekolah yang pertanyaan Sedang jika skor
bullying dilakukan secara yang 60-75%
berulang dengan bersifat Rendah jika skor
indikator : favorable <60%
Verbal, Fisik dan
dan Mental/ unfavorable (Arikunto, 2013)
psikologis Jawaban
favorable
SS = 4
S=3
TS =2
STS = 1
Jawaban
unfavorable
SS=1
S=2
TS=3
STS=4
3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1. Populasi

Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah yang

telah memenuhi syarat penelitian (Sugiyono, 2016). Populasi dalam penelitian ini

adalah semua siswa-siswi di SDN 16 Limboto Barat yang berjumlah 161 siswa.

3.4.2. Sampel

37
Sampel merupakan bagian jumlah dari populasi. Dalam penelitian ini teknik

pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Teknik

purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang didasarkan atas

suatu pertimbangan, seperti ciri-ciri atau sifat-sifat suatu populasi (Notoatmodjo,

2015). Sampel pada penelitian ini terdiri dari seluruh siswa-siswi kelas 4, 5 dan

kelas 6 yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan peneliti yaitu di

dapatkan berjumlah 67 responden.

Besar sampel :

n= N.z2p.q
d2 N-1 + z2.p.q

n= 161.(1,96)2 . 0,05 . (1-0,05)


(0,05) . (161-1) + (1,96)2 . 0,05 . (1-0,05)
2

n = 50.43 dibulatkan menjadi 50 responden.

Keterangan :

N = besar populasi

n = besar sampel

d = tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05)

z = nilai standar normal untuk α = 0,05 (1,96)

p = perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%

q = 1-p (100%-p)

3.4.3. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel atau sampling adalah proses menyeleksi porsi

dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2020).

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilaksanakan dengan metode purposive

38
sampling yaitu teknik pengambilan sampel dimana subjek yang termasuk populasi

dijadikan sampel dipilih sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan peneliti

yaitu:

1. Kriteria inklusi

1) Siswa – siswi aktif yang terdaftar di SDN 16 Limboto Barat.

2) Siswa- siswi yang melakukan bullying.

3) Tinggal bersama orang tua.

4) Siswa- siswi yang sedang duduk di kelas 4, 5 dan 6 saat penelitian

berlangsung.

5) Bersedia menjadi responden.

2. Kriteria eksklusi

1) Tidak berada di tempat saat penelitian berlangsung.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.5.1. Jenis Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung dari

responden melalui lembar kuesioner meliputi:

1) Karakteristik responden.

2) Data verbal abuse orang tua dan perilaku bullying diperoleh dengan

menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden.

2. Data Sekunder

39
Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang

sudah ada pada admin di SDN 16 Limboto Barat berupa jumlah siswa- siswi

di SDN 16 Limboto Barat.

3.5.2. Metode Pengumpulan Data

Merupakan data-data yang menyebar pada masing-masing sumber data atau

subjek penelitian yang perlu dikumpulkan untuk selanjutnya ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Responden dalam penelitian ini ialah seluruh

siswa-siswi kelas 5 dan 6 yang bersekolah di SDN 16 Limboto Barat. Responden

tersebut akan dibagi kuesioner untuk menjawab beberapa pernyataan. Namun

sebelum dibagikan kuesioner, peneliti akan menjelaskan tujuan peneliti dan

meminta persetujuan dari responden.

3.5.3. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

kuesioner atau angket. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis

kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan

data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan

tahu apa yang bisa diharapkan responden (Notoatmodjo, 2015). Kuisioner yang

digunakan telah dilakukan uji validitas dengan reliabilitas oleh peneliti

sebelumnya yaitu Siregar (2020).

1. Kuesioner verbal abuse orang tua

40
Instrumen verbal abuse orang tua diadaptasi dari penelitian Siregar (2020)

yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas, berjumlah 30 pertanyaan

yang telah dilakukan uji valid dan reliabilitas sebelumnya. Kuesioner ini

disusun menggunakan skala Likert dengan empat alternatif jawaban yaitu (SS),

sangat setuju (S), setuju (TS), tidak setuju dan (STS), sangat tidak setuju.

Pada pernyataan positif, bila responden menjawab sangat setuju diberi skor 4,

setuju diberi skor 3 , tidak setuju diberi skor 2 dan sangat tidak setuju diberi

skor 1. Adapun untuk pertanyaan negatif jika responden menjawab sangat

setuju diberi skor 1, setuju diberi skor 2, tidak setuju diberi skor 3 dan sangat

tidak setuju diberi skor 4.

Tabel 3.2 Model Skala Verbal Abuse


Komponen Nomor
Positif Negatif
Tidak sayang & dingin 1, 2,4,6 3,5
Intimidasi 8, 10, 12 7, 9, 11
Mengecilkan atau mempermalukan 14, 16, 18, 19 13, 15, 17, 20
Mencela 22, 24, 27 21, 23, 25
Menolak 28, 30 29

Menurut Arikunto (2013), hasil pengukuran verbal abuse dihitung skor dari

setiap responden kemudian dijumlahkan dan dianalisis dengan kategori :

a). Presentase = Jumlah nilai yang benar X 100%

Jumlah soal

Jadi kategori :

Verbal abuse tinggi jika nilainya ≥76-100%

Verbal abuse sedang jika nilainya 60-75%

Verbal abuse rendah jika nilainya ≤60%

41
2. Kuesioner perilaku bullying

Kuesioner perilaku bullying mendaptasi penelitian Pratama (2016) yang

telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Kuesioner menggunakan skala

Likert dengan pernyataan favorable dan unfavorable. Untuk item favorable

jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 4, jawaban setuju (S) diberi skor 3,

jawaban tidak setuju (TS) diberi skor 2, jawaban sangat tidak setuju (STS)

diberi skor 1. Untuk pertanyaan unfavorable jawaban sangat setuju (SS)

diberi skor 1, jawaban setuju (S) diberi skor 2, jawaban tidak setuju (TS)

diberi skor 3, jawaban sangat tidak setuju (STS) diberi skor 4.

Tabel 3.3 Model Skala Perilaku Bullying


Komponen Nomor
Positif Negatif
Bullying fisik 2, 3 1, 4, 5
Bullying verbal 6,7,8,9,10,11,12, 13, 14,15 16,17,18, 19,20,21
Bullying psikologi 22, 23, 24, 25, 26, 27 28, 29, 30

Menurut Arikunto (2013), hasil pengukuran verbal abuse dihitung skor dari

setiap responden kemudian dijumlahkan dan dianalisis dengan kategori :

a). Presentase = Jumlah nilai yang benar X 100%

Jumlah soal

Jadi kategori :

Bullying tinggi jika nilainya ≥76-100%

Bullying sedang jika nilainya 60-75%

Bullying rendah jika nilainya ≤60%

3.5.4. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Uji Validitas

42
Uji validitas merupakan suatu pengujian terhadap ketepatan instrument

pengukuran yang akan digunakan dalam penelitian. Uji ini dimaksudkan untuk

mengukur sejauh mana ketepatan instrumen penelitian sehingga memberikan

informasi yang akurat. Untuk mengetahui validitas item, maka digunakan uji

korelasi product moment dari Pearson yang dibantu dengan program SPSS. Hasil

uji validitas dinyatakan valid jika nilai r hitung> r tabel sebesar. Adapun hasil uji

validitas variabel bullying sebagai berikut :

Tabel 3.4. Hasil Validitas Berdasarkan Nilai R Hitung Dan R Tabel Kuesioner
Indikator Kuesioner R Hitung R Tabel
Bullying fisik 0,617-0,659 0,444
Bullying verbal 0,454- 0,782 0,444
Bullying psikologi 0,478-0,789 0,444

Selanjutnya hasil validitas variabel verbal abuse sebagai berikut :

Tabel 3.5. Hasil Validitas Berdasarkan Nilai R Hitung Dan R Tabel Kuesioner
Indikator Kuesioner R Hitung R Tabel
Tidak sayang & dingin 0,510-0,605 0,231
Intimidasi 0,489- 0,711 0,231
Mengecilkan atau mempermalukan 0,510-0,624 0,231
Mencela anak 0,535-0,991 0,231
Menolak anak 0,557-0,650 0,231

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau

kenyataan hidup tadi diukur diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan

(Nursalam, 2016). Adapun hasil uji reliabilitas untuk variabel perilaku bullying

memperlihatkan bahwa 30 butir pernyataan diperoleh nilai r hitung 0,947 yang

berarti lebih besar dari r tabel sebesar 0,6 sehingga variabel perilaku bullying

dinyatakan reliabel. Selanjutnya hasil uji reliabilitas untuk variabel verbal abuse

43
memperlihatkan bahwa 30 butir pertanyaan diperoleh nilai r hitung 0,897 yang

berarti lebih besar dari r tabel sebesar 0,231 sehingga variabel verbal abuse

dinyatakan reliabel.

3.1 Teknik Analisa Data

a. Teknik Pengolahan Data

Agar analisis menghasilkan informasi yang benar, ada 4 tahapan dalam

mengelola data menurut Sugono (2016) dalam bukunya tentang “Pengolahan

dan Analisis Data Kesehatan” Yaitu :

1. Editing (memeriksa)

Mengedit data (Editing) dilakukan untuk memeriksa kembali kebenaran

data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dilakukan untuk mengecek

isi kuesioner yang sudah diisi dengan lengkap, jelas jawaban dari responden,

relevan jawaban dengan pertanyaan, serta konsisten. Dalam penelitian ini,

peneliti melakukan pengecekan kuesioner yang telah dikumpulkan, serta

peneliti melakukan proses editing terhadap pembahasan mengenai hasil

yang didapatkan dari data kuesioner yang telah dibagikan kepada responden.

2. Coding (memberi kode)

Setelah semua kuesioner disunting atau diedit, selanjutnya dilakukan

coding, yaitu merubah data berbentuk kalimat menjadi data angka/bilangan.

Klasifikasi dilakukan dengan cara memberikan tanda/kode berbentuk angka

pada masing-masing jawaban.

a. Data Umum

1) Jenis Kelamin

44
Laki-laki = Kode 1

Perempuan = Kode 2

2) Pendapatan Orang Tua

<1,5 juta / bulan = Kode 1

1,5 juta- < 2,5 juta / bulan = Kode 2

2.5 juta-≤3,5 juta / bulan = Kode 3

3) Pendidikan Orang Tua

Tidak sekolah = Kode 1

SD = Kode 2

SMP = Kode 3

SMA = Kode 4

Diploma = Kode 5

Sarjana = Kode 6

b. Data Khusus

1. Verbal Abuse orang tua

Verbal Abuse orang tua rendah = Kode 1

Verbal Abuse orang tua sedang = Kode 2

Verbal Abuse orang tua tinggi = Kode 3

2. Perilaku bullying anak usia sekolah

Perilaku bullying anak usia sekolah rendah = Kode 1

Perilaku bullying anak usia sekolah sedang = Kode 2

Perilaku bullying anak usia sekolah tinggi = Kode 3

45
3. Entry Data (memasukkan data)

Setelah data sudah dikoding maka langkah selanjutnya melakukan entry

data atau memasukkan data dari kuisioner ke dalam program komputer

dengan program SPSS statistic 26 (Statistical Product and Service Solution).

4. Tabulating (Tabulasi Data)

Tabulasi atau penyusunan data ini menjadi sangat penting karena

mempermudah dalam analisis data secara statistik, baik menggunakan

statistik desktiptif maupun analisis dengan statistik inferensial. Tabulasi

dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu secara manual dan tabulasi

menggunakan beberapa software yang dapat diunduh dan di instal di

komputer. Setelah data diproses menggunakan SPSS kemudian data

dikelompokkan ke dalam tabel kerja, seperti tabel distribusi karakteristik

responden, distribusi jawaban kuesioner responden.

5. Cleaning

Cleaning adalah kegiatan pengecekan kembali data yang telah dientry

untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan atau tidak.

b. Analisa Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian dalam bentuk persentase distribusi.

46
Analisis ini dilakukan terhadap variabel verbal abuse orang tua dengan

perilaku bullying pada anak usia sekolah menggunakan distribusi frekuensi

dan proporsinya.

2. Analisis Bivariat

Analisis hubungan verbal abuse orang tua dan perilaku bullying pada anak

usia sekolah dianalisis menggunakan uji Chi Square diperoleh p value ≤ 0,05.

Akan tetapi karena terdapat 6 cell yang memiliki nilai expected count < 5 maka

digunakan uji alternatif yaitu uji Kolmogorov Smirnov dan diperoleh p value

0,000. Hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

verbal abuse orang tua dengan perilaku bullying pada anak usia sekolah di

SDN 16 Limboto Barat.

3.2 Hipotesis Statistik

Setelah dilakukan analisa untuk melihat hubungan antar variabel

independen dan variabel dependen maka hipotesis yang diperoleh yaitu :

H0 ditolak dan H1 diterima dengan nilai p-value < 0,05 sehingga dapat

disimpulkan bahwa Ada Hubungan antara verbal abuse orang tua dengan perilaku

bullying pada anak usia sekolah di SDN 16 Limboto Barat.

3.3 Etika Penelitian

Penelitian yang dilakukan harus sesuai dengan etika penelitian yang

meliputi :

1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Informed Consent merupakan lembar persetujuan diberikan kepada responden

yang memenuhi kriteria. Tujuannya adalah subjek mengetahui judul

47
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan dampak yang di teliti

selama pengumpulan data. Jika subjek bersedia diteliti, maka harus

menandatangani lembar persetujuan tersebut, namun jika subjek penelitian

menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati

hak-hak mereka yaitu menerima dan menolak menjadi responden (Setiadi,

2013).

2. Anonym (Tanpa Nama)

Kerahasiaan subjek penelitian sangatlah penting, untuk itu dalam penelitian,

peneliti tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data, cukup

dengan memberikan nomor kode pada masing-masing lembar tersebut

(Setiadi, 2013).

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan semua informasi yang diperoleh dari subjek penelitian dijamin

oleh peneliti dengan jalan tidak menyebar luaskan informasi yang didapat dari

responden kepada orang lain yang tidak berhak. Data yang sudah diperoleh

peneliti disimpan dan digunakan hanya untuk laporan penelitian dan

selanjutnya dimusnahkan (Setiadi, 2013).

48
3.4 Alur Penelitian

Mengajukan surat izin untuk melakukan penelitian di SDN 16 Limboto Barat

Identifikasi responden yang sesuai dengan sampel yang diinginkan peneliti

Peneliti melakukan inform concent terkait penelitian kepada calon responden

Tidak setuju Setuju

Mengisi kuesioner
Tidak dilanjutkan

Data yang terkumpul


dicek kembali

Data diolah sesuai


dengan tujuan
penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian

49
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum SDN 16 Limboto Barat

Penelitian ini telah dilaksanakan di SDN 16 Limboto Barat. Salah satu

sekolah dasar yang ada di Kecamatan Limboto Barat yang beralamt di Dusun II

Desa Daenaa. SDN 16 Limboto barat memiliki akreditas B. Gedung sekolah

dilengkapi dengan Listrik. Luas tanah 3.536 M 2 dilengkapi dengan 11 ruang kelas

yang terdiri dari kelas satu sampai kelas enam, 1 perpustakaan dan 2 sanitasi

siswa. Jumlah tenaga pengajar sebanyak 8 guru yang terdiri dari 2 guru laki-laki

dan 6 guru perempuan. SDN 16 Limboto Barat berdiri pada tahun 2006. Adapun

kurikulum yang digunakan berbasis kurikulum SD 2013 dengan penyelengaraan

kegiatan belajar mengajar sehari penuh selama 5 hari dalam seminggu.

4.1.2 Karakteristik Responden

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Kelas

Pada penelitian ini distribusi responden berdasarkan kelas di SDN 16

Limboto Barat digambarkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. Distribusi responden berdasarkan kelas di SDN 16 Limboto Barat


No Kelas Responden
n %
1 4 26 38.8

50
2 5 21 31.3
3 6 20 29.9
Total 67 100
Sumber : Data Primer, 2022

Berdasarkan tabel di atas kategori kelas responden terdiri dari tiga, yaitu

kelas 4, kelas 5 dan kelas 6. Sebagian besar


52 responden berada pada kategori kelas

4 yaitu sebanyak 26 responden (38.8%) sementara sebagian kecilnya berada pada

kategori kelas 6 yaitu sebanyak 20 responden (29.9%).

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Pada penelitian ini distribusi responden berdasarkan umur di SDN 16 Limboto

Barat digambarkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2. Distribusi responden berdasarkan umur di SDN 16 Limboto Barat


No Umur Responden
N %
1 9 13 19.4
2 10 13 19.4
3 11 21 31.3
4 12 17 25.4
5 13 3 4.5
Total 67 100
Sumber : Data Primer, 2022

Berdasarkan tabel di atas, kategori umur responden terdiri dari kelas 9, 10,

11, 12 dan 13 tahun. Sebagian besar responden berada pada kategori umur 11

tahun yaitu sebanyak 21 responden (31.3%) sedangkan sebagian kecilnya berada

pada kategori umur 13 tahun sebanyak 3 responden (4.5%).

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Pada penelitian ini distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di SDN 16

Limboto Barat di gambarkan pada tabel di bawah ini.

51
Tabel 4.3. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di SDN 16
Limboto Barat
No Jenis Kelamin Responden

N %
1 Laki-laki 39 58.2
2 Perempuan 28 41.8
Total 67 100
Sumber : Data Primer, 2022

Berdasarkan tabel di atas, kategori jenis kelamin terbagi menjadi laki-laki

dan perempuan. Sebagian besar responden memiliki jenis kelamin laki-laki yaitu

sebanyak 39 responden (58.2%) sedangkan sebagian kecilnya memiliki jenis

kelamin prempuan yaitu sebanyak 28 responden (41.8%).

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Orang Tua

Pada penelitian ini distribusi responden berdasarkan pendapatan orang tua

digambarkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.4. Distribusi responden berdasarkan pendapatan orang tua di SDN


16 Limboto Barat
No Pendapatan Orang Tua Responden
n %
1 <1,5 juta / bulan 60 89.6
2 1,5 juta- < 2,5 juta / bulan 4 6.0
3 2.5 juta-≤3,5 juta / bulan 3 4.5
Total 67 100
Sumber : Data Primer, 2022

Berdasarkan tabel di atas, kategori pendapatan orang tua terbagi menjadi

<1,5 juta / bulan, 1,5 juta- < 2,5 juta / bulan dan 2.5 juta- ≤3,5 juta / bulan.

52
Sebagian besar responden memiliki orang tua dengan tingkat pendapatan <1,5 juta

/ bulan yaitu sebanyak 60 responden (89.6%) sedangkan sebagian kecilnya

memiliki orang tua dengan tingkat pendapatan 2.5 juta- ≤3,5 juta / bulan yaitu

sebanyak 3 responden (4.5%).

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Orang Tua.

Pada penelitian ini distribusi responden berdasarkan pendidikan orang tua di

gambarkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.5. Distribusi responden berdasarkan pendidikan orang tua di SDN


16 Limboto Barat
No Pendidikan Orang Tua Responden
n %
1 Tidak sekolah 10 14.9
2 SD 29 43.3
3 SMP 7 10.4
4 SMA 11 16.4
5 Diploma 3 4.5
6 Sarjana 7 10.4
Total 67 100
Sumber : Data Primer, 2022

Berdasarkan tabel diatas, kategori pendidikan orang tua terbagi menjadi

tidak sekolah, SD, SMP, SMA, Diploma dan Sarjana. Sebagian besar responden

memiliki orang tua dengan tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak 29 responden

(43.3%) sedangkan sebagian kecilnya memiliki orang tua dengan tingkat

pendidikan Diploma yaitu sebanyak 3 responden (4.5%).

4.1.3 Analisa Univariat

1. Verbal Abuse Orang Tua di SDN 16 Limboto Barat

Pada penelitian ini distribusi responden berdasarkan verbal abuse orang tua di

SDN 16 Limboto Barat digambarkan pada tabel di bawah ini.

53
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Verbal Abuse Orang Tua di
SDN 16 Limboto Barat
No Verbal Abuse Orang Tua n %
1 Tinggi 8 11.9
2 Sedang 55 82.1
3 Rendah 4 6.0
Total 67 100
Sumber : Data Primer, 2022

Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa distribusi responden

berdasarkan verbal abuse orang tua di SDN 16 Limboto Barat sebagian besar

berada pada kategori verbal abuse orang tua sedang yaitu sebanyak 55 responden

(82.1%) sedangkan sebagian kecilnya berada pada kategori verbal abuse orang tua

rendah yaitu sebanyak 4 responden (6.0%).

2. Perilaku Bullying pada Anak Usia Sekolah di SDN 16 Limboto Barat

Pada penelitian ini distribusi responden berdasarkan perilaku bullying pada

anak usia sekolah di SDN 16 Limboto Barat digambarkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Bullying pada Anak


Usia Sekolah Di SDN 16 Limboto Barat

No Perilaku Bullying Anak n %


Usia Sekolah
1 Tinggi 3 4.5
2 Sedang 44 65.7
3 Rendah 20 29.9
Total 67 100
Sumber : Data Primer, 2022

54
Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi responden berdasarkan

perilaku bullying anak usia sekolah sebagian besar berada pada kategori perilaku

bullying sedang sebanyak 44 responden (65.7%) sedangkan sebagian kecilnya

berada pada kategori perilaku bullying tinggi yaitu sebanyak 3 responden (4.5%).

4.1.4 Analisa Bivariat

Hubungan Verbal Abuse Orang Tua dengan Perilaku Bullying Anak

Usia Sekolah di SDN 16 Limboto Barat

Pada penelitian ini hubungan verbal abuse orang tua dengan perilaku

bullying anak usia sekolah di SDN 16 Limboto Barat digambarkan pada tabel

berikut.

Tabel 4.8 Hubungan Verbal Abuse Orang Tua dengan Perilaku Bullying
Anak Usia Sekolah di SDN 16 Limboto Barat
Perilaku Bullying Anak Usia Total P Value
Sekolah

Verbal Tinggi Sedang Rendah n %


Abuse
Orang Tua N % N % n %

Tinggi 2 3.0 4 6.0 2 3.0 8 11.9


Sedang 1 1.5 40 59.7 14 20.9 55 82.1
Rendah 0 0 0 0 4 6.0 4 6,0 0,000
Total 3 4,5 44 65,7 20 29,9 67 100
Sumber : Data Primer, 2022

Pada tabel di atas dari 8 responden (11.9%) verbal abuse orang tua tinggi, 2

responden (3.0%) memiliki perilaku bullying anak usia sekolah tinggi, 4

responden (6.0%) memiliki perilaku bullying anak usia sekolah sedang dan 2

responden (3.0%) diantaranya memiliki perilaku bullying anak usia sekolah

rendah. Kemudian dari 55 responden (82.1%) dengan verbal abuse orang tua

55
sedang, 1 responden (1.5%) memiliki perilaku bullying anak usia sekolah tinggi,

40 responden (59.7%) memiliki perilaku bullying anak usia sekolah sedang dan 14

(20.9%) diantaranya masuk dalam kategori perilaku bullying anak usia sekolah

rendah. Adapun dari 4 responden (6.0%) dengan verbal abuse orang tua rendah

seluruhnya masuk dalam kategori perilaku bullying anak usia sekolah rendah

(6.0%).

Dari perhitungan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov diperoleh p Value

0,000 (p value ˂ 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara verbal abuse orang tua dengan perilaku bullying anak usia

sekolah di SDN 16 Limboto Barat.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Verbal Abuse Orang Tua pada anak di SDN 16 Limboto Barat

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa distribusi responden

berdasarkan verbal abuse orang tua di SDN 16 Limboto Barat yang memiliki

verbal abuse orang tua tinggi yaitu sebanyak 8 responden (11.9%), verbal abuse

orang tua sedang yaitu sebanyak 55 responden (82.1%) dan verbal abuse orang

tua rendah yaitu sebanyak 4 responden (6.0%). Dari hasil tersebut disimpulkan

bahwa sebagian besar responden memiliki verbal abuse orang tua sedang.

Bedasarkan hasil penelitian sebagian besar responden berada pada kategori

verbal abuse orang tua sedang yaitu sebanyak 55 responden (82.1%), responden

dengan Verbal abuse orang tua kategori sedang menyatakan bahwa orang tua

melakukan intimidasi dengan cara selalu berkata kasar, kemampuan anak sering

diremehkan oleh orang tua, dan anak selalu dianggap salah oleh orang tua yang

56
termasuk dalam kategori mengecilkan atau mempermalukan anak. Salah satu

faktor yang menyebabkan terjadinya verbal abuse orang tua adalah pendapatan

orang tua. Pekerjaan orang tua biasanya akan berefek pada penghasilan dalam

keluarga, masalah keuangan seringkali mendorong timbulnya stres pada orang tua.

Aspek keuangan dapat berupa tingkatan penghasilan keluarga yang rendah dan

dihadapkan pada tuntutan kebutuhan yang tinggi (Munawarti, 2018).

Dari hasil penelitian 55 responden verbal abuse orang tua kategori sedang,

terdapat 49 responden yang memiliki pendapatan <1,5 juta/bulan dan 6 responden

yang memiliki pendapatan orang tua 1,5 juta - <2,5 juta/bulan. Income yang

diperoleh orang tua berpengaruh terhadap tingkat perilaku pengasuhan orang tua.

Orang tua dengan penghasilan rendah memiliki tingkat perilaku yang lebih tinggi

dalam melakukan kekerasan kepada anak dibandingkan dengan orang tua yang

memiliki penghasilan tinggi. Tingkat kepuasan orang tua terletak pada seberapa

baik orang tua merasa mampu memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Orang tua

yang kekurangan sumber daya untuk merawat anak akan mengalami peningkatan

perilaku negatif dalam memenuhi tantangan kehidupan sehari-hari. Ketika

mengalami kesulitan ekonomi, orang tua akan menjadi mudah marah, tertekan dan

frustasi, serta tekanan psikologis mereka akan menurunkan kamampuan

pengasuhan orang tua yang berpengaruh pada perilaku kekerasan pada anak

(Stuart & Sundeen, 2016).

Perilaku kekerasan tersebut berpengaruh dalam pola asuh yang diberikan

orang tua kepada anak. Pola asuh merupakan kemampuan orang tua untuk

mendidik, menyediakan waktu, perhatian dan dukungan pada anak agar dapat

57
tumbuh dan berkembang, baik secara fisik maupun sosial. Pola asuh yang

diberikan orang tua kepada anak dengan tepat akan membuat anak merasa dirinya

berharga dan percaya diri, sebaliknya apabila orang tua mendidik anak dengan

penuh kemarahan, makian, bentakan maka semua energi negatif akan terserap

dalam diri anak yang mungkin akan terbawa hingga dewasa (Tatik Lestari, 2016).

Sejalan dengan hasil penelitian Tatik Utami (2017), Terdapatnya hubungan

pola asuh orang tua terhadap perilaku verbal abuse pada anak usia sekolah di SDN

Sawah Besar 01 Semarang dengan nilai p 0,045. Pola asuh orang tua merupakan

sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap yang dilakukan

orang tua antara lain mendidik, membimbing, serta mengajarkan nilai-nilai yang

sesuai dengan norma-norma yang dilakukan dimasyarakat. Menurut asumsi

peneliti dukungan positif orang tua dapat memberikan pengaruh yang baik kepada

anak dan pada saat anak menunjukkan ketidakmampuan dalam melakukan

kegiatan yang terbilang mudah, orang tua memberikan pujian karena anak sudah

mau berusaha untuk mencoba.

Bedasarkan hasil penelitian responden yang berada pada kategori verbal

abuse orang tua tinggi yaitu sebanyak 8 responden (11.9%). Hal ini di dapatkan

dari pernyataan responden yang menyatakan bahwa sering dibentak oleh orang tua

dengan kutukan dan makian dan orang tua sering merendahkan anak. Salah satu

faktor yang mempengaruhi terjadinya verbal abuse orang tua adalah pendidikan.

Banyak orang tua yang tidak mengetahui atau mengenal informasi mengenai

kebutuhan perkembangan anak, misalnya anak belum memungkinkan untuk

melakukan sesuatu. Karena sempitnya pengetahuan orang tua, anak dipaksa untuk

58
melakukan sesuatu, dan ketika anak belum bisa melakukannya orang tua menjadi

marah, membentak dan memcaci anak. Dari hasil penelitian 8 responden dengan

verbal abuse orang tua tinggi sebagian besar pendidikan orang tua yaitu sekolah

dasar (SD). Tingkat pendidikan merupakan salah satu aspek sosial yang dapat

mempengaruhi tingkah laku manusia. Pendidikan akan mempengaruhi seseorang

dalam melakukan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang

mempunyai pendidikan lebih tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional

dibandingkan mereka yang tidak berpendidikan tidak mampu menghadapi

tantangan dengan rasional (Notoatmodjo, 2017). Jika anak mendapatkan

kekerasan verbal secara terus menerus maka akan menyebabkan terhambatnya

perkembangan anak. Anak akan merasa terkucilkan, merasa tidak dibutuhkan,

hingga membuat anak menjadi rendah diri. Hal ini tentunya akan berpengaruh

pada aspek perkembangan kognitif anak (Maknun, 2017).

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mamesah & Katuuk

(2018) didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara verbal abuse

orang tua dengan perkembangan kognitif pada anak yang artinya jika verbal abuse

pada anak semakin ringan maka perkembangan kognitif anak akan semakin

berkurang bahkan perkembangan anak kognitif anak akan tetap baik, dengan

seberapa besar peranan yang dimainkan oleh orang tua didalam membantu

perkembangan kognitif anak itu terkait dengan perlakuan atau bimbingan orang

tua terhadap anak di dalam lingkungan keluarga. Menurut asumsi peneliti semakin

tinggi pendidikan dari orang tua maka semakin mampu orang tua mengetahui,

memahami ataupun menganalisis apa yang disampaikan anak.

59
Bedasarkan hasil penelitian responden yang berada pada kategori verbal

abuse orang tua rendah yaitu sebanyak 4 responden (6.0%). Hal ini di dapatkan

dari pernyataan responden yang menyatakan bahwa tidak merasa takut ketika

berbicara dengan orang tua dan orang tua tidak pernah memberikan ancaman

ataupun memukul disaat responden mendapatkan nilai jelek. Keterbukaan dalam

berkomunikasi sangatlah diperlukan bagi usia anak-anak karena pada usia inilah

mereka mulai menunjukkan kemampuannya untuk dapat menerima orang lain dan

menyesuaikan diri. Peran dan sikap yang baik dari orang tua dalam berinteraksi

dengan anak-anaknya meliputi cara menyampaikan pesan, menyampaikan aturan-

aturan, hadiah, hukuman, cara orang tua memberikan perhatian serta merespon

komunikasi anaknya. Tindakan pengasuhan orang tua yang efektif juga berupa

menghindari menghukum, menghardik bahkan menganiaya anak. Saat

menghadapi perilaku bermasalah pada anak, orang tua mempercayai bahwa cara-

cara tersebut merupakan cara yang tepat untuk mendisiplinkan anak dan

menciptakan suasana dan komunikasi yang baik sehingga anak-anak akan

memiliki keberanian untuk melakukan komunikasi dalam segala hal (Effendy,

2020).

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdollahi (2021)

ditemukan bahwa adanya korelasi positif antara komunikasi orang tua dengan

keterbukaan diri pada anak. Orang tua yang menerapkan komunikasi yang baik

dengan anak cenderung akan menghasilkan perilaku anak yang cenderung

terbuka. Menurut asumsi peneliti peran dan sikap yang baik dari orang tua dalam

berinteraksi dengan anak dapat menciptakan suasana dan komunikasi yang baik

60
sehingga anak akan memiliki keberanian untuk melakukan komunikasi dalam

segala hal.

4.2.2 Perilaku Bullying Anak Usia Sekolah di SDN 16 Limboto Barat

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa distribusi responden

berdasarkan perilaku bullying anak usia sekolah di SDN 16 Limboto Barat yang

memiliki perilaku bullying tinggi yaitu sebanyak 3 responden (4,5%), perilaku

bullying anak usia sekolah sedang yaitu sebanyak 44 responden (65,7%), dan

perilaku bullying anak usia sekolah rendah yaitu sebanyak 20 responden (29,9%).

Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki

perilaku bullying anak usia sekolah sedang.

Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden berada pada kategori

perilaku bullying anak usia sekolah sedang yaitu sebanyak 44 responden (65.7%).

Perilaku bullying sedang di dapatkan dari jawaban responden yang menyatakan

bahwa selalu menindas adik kelas sebagai bentuk pelajaran awal masuk sekolah,

senang menjahili adk kelas, dan senang mempermalukan anak yang bodoh di

depan umum. Dari hasil penelitian 44 responden perilaku bullying kategori sedang

didapatkan bahwa mayoritas responden memiliki umur 11 tahun yaitu sebanyak

16 responden. Menurut (Fatimatuzzahro, Suseno, & Irwanto, 2017) Usia anak

sekolah pada rentang 10-12 tahun merupakan usia anak pada masa pra-remaja,

dimana merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju tahapan sebelum

dewasa. Secara kognitif, usia pra-remaja pada tahap ini sudah mulai mengalami

peningkatan minat intelektual, mereka juga memiliki pemikiran yang konkrit,

61
seperti mulai mencari kebenaran dari suatu hal, baik atau buruk. Selain itu pada

usia pra-remaja timbul sifat keras kepala, anak mulai membantah dan menentang

orang lain sehingga muncul perilaku negatif anak seperti melakukan perilaku

bullying pada orang lain. Perilaku bullying yang dilakukan bisa berbentuk

kekerasan fisik, verbal, maupun psikologis.

Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan bahwa mayoritas responden

melakukan perilaku bullying verbal. Menurut Coloroso (2017) Salah satu jenis

perilaku bullying yaitu bullying verbal yang berupa bentuk penindasan yang

paling umum digunakan baik oleh anak perempuan maupun anak laki-laki.

Bullying verbal merupakan bullying yang dilakukan secara langsung, yang

meliputi perilaku seperti, memanggil dengan panggilan/julukan yang buruk,

mengejek, menggoda, maupun mengancam. Bentuk-bentuk perilaku bullying

verbal tersebut merupakan perilaku yang paling sering muncul, hal ini karena

perilaku tersebut dianggap sebagai perilaku biasa yang tidak dianggap sebagai

perilaku bullying.

Bentuk perilaku bullying berikutnya adalah bullying psikologi, perilaku

bullying psikologi di dapatkan dari pernyataan responden yang suka mengucilkan

teman yang berbuat salah dan suka memfitnah teman. Bentuk perilaku bullying

selanjutnya yaitu bullying fisik. Perilaku bullying fisik merupakan bentuk bullying

yang paling jelas, hal ini terjadi ketika anak menggunakan tindakan fisik untuk

mendapatkan kekuatan dan kendali terhadap korban dari perilaku bullying

tersebut. Perilaku bullying fisik paling mudah diidentifikasi karena termasuk

tindakan yang jelas dan nyata, dan perilaku bullying ini paling mudah dilaporkan

62
ke pihak sekolah sehingga mendapat lebih banyak perhatian dari sekolah

dibandingkan dengan perilaku bullying verbal dan bullying psikologi.

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Wong, J.P, 2017)

tentang Bullying in the Countryside : Prevalence, Factors, and Coping Mechanism

ditemukan bahwa bullying verbal menjadi salah satu jenis bullying yang paling

sering terjadi pada siswa. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa perilaku

bullying verbal yang paling sering dialami oleh responden yaitu dihina, diucapkan

dengan kata-kata kasar dan diejak. Menurut asumsi peneliti perilaku bullying pada

anak usia sekolah memiliki beberapa jenis diantaranya bullying verbal, bullying

psikologi, dan bullying fisik. Di dalam lingkungan sekolah perilaku bullying yang

sering dilakukan yaitu bullying verbal, karena anak beranggapan bahwa perilaku

tersebut adalah perilaku biasa yang tidak dianggap sebagai perilaku bullying.

Berdasarkan hasil penelitian responden yang berada pada kategori perilaku

bullying anak usia sekolah rendah yaitu sebanyak 20 responden (29.9%). Hal ini

di dapatkan dari pernyataan responden berupa tidak akan menggunakan kekerasan

pada teman saat sedang bertengkar, tidak akan meneriaki teman yang berbuat

salah dan selalu bersikap ramah pada teman. Perkelahian antar siswa adalah suatu

bentuk perkelahian fisik antar siswa secara bersama-sama. Perkelahian antar siswa

merupakan tindakan yang negatif, karena di sekolah manapun tidak pernah

diajarkan bahwa perkelahian merupakan suatu yang baik. Salah satu tugas seorang

siswa di sekolah adalah belajar untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya. Ciri perubahan tingkah laku meliputi perubahan

63
yang terjadi secara sadar yang bersifat positif untuk memperoleh sesuatu yang

lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu siswa- siswi di sekolah haruslah dapat

menghargai hak yang dimiliki orang lain, serta dapat menjalin relasi yang baik

dengan orang lain, dapat berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial,

mengembangkan persahabatan serta menghargai semua nilai-nilai sosial dan

budaya yang ada dalam lingkungan sekolahnya (Ahmadi & Supriyono, 2018)

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari (2019) menyatakan

bahwa perubahan perilaku siswa melalui pendidikan bukan sekedar mentransfer

ilmu pengetahuan dan sikap dari guru, tetapi bagaimana siswa dapat berperilaku

dengan mewujudkan keseimbangan antara lingkungan, perilaku, dan manusia.

Menurut asumsi peneliti siswa sebagai individu yang masih dalam tahap

perkembangan dengan emosi yang labil akan mudah terpengaruh terutama

lingkungan sekitar baik itu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Oleh karena itu

perilaku positif senantiasa harus dilakukan seorang pendidik supaya dapat

dijadikan contoh.

Bedasarkan hasil penelitian responden yang berada pada kategori perilaku

bullying anak usia sekolah tinggi yaitu sebanyak 3 responden (4.5%). Perilaku

bullying tinggi terlihat dari pernyataan responden berupa senang menggertak adik

kelas agar dihormati dan suka mencibir perkataan teman yang tidak disukai. Salah

satu perilaku siswa yang terjadi secara turun temurun bahkan menjadi tradisi di

suatu lembaga pendidikan adalah senioritas. Senioritas dalam kehidupan sehari-

hari tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut

dikarenakan dalam kehidupan manusia terdapat perbedaan tingkatan. Tingkatan

64
yang ada di pendidikan yaitu senior dan junior, dimana dalam budaya yang ada di

Indonesia yaitu budaya menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih

muda (Kurniadarmi, 2020). Perbedaan tingkatan inilah yang dimanfaatkan oleh

senior untuk bersikap sewenang-wenang kepada junior. Tindakan-tindakan yang

dilakukan cenderung mengarah kepada perilaku agresif anak, baik secara individu

maupun kelompok. Perilaku agresif yang umum dilakukan siswa di sekolah

diantaranya mulai dari menggertak, memukuli junior agar dihormati dan

melontarkan kata-kata yang tidak sopan seperti memaki, menghina, dan mengejek

teman sebaya (Kurniadarmi, 2020)

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Harris (Thalib, 2018)

menunjukkan bahwa pengalaman perilaku agresif ditunjukkan melalui berbagai

bentuk perilaku seperti menyerang orang lain (memukul, menampar, menendang,

menggigit) mengancam secara fisik atau verbal, melecehkan orang lain

(mengejek, berteriak, berkata kasar) dan bersikap tidak sopan. Menurut asumsi

peneliti bahwa tindakan senioritas yang ada di sekolah berdampak pada anak,

anak akan cenderung melakukan perilaku agesif seperti menggertak dan

memukuli junior agar dihormati.

4.2.3 Hubungan Verbal Abuse Orang Tua Dengan Perilaku Bullying Pada

Anak Usia Sekolah Di SDN 16 Limboto Barat

Berdasarkan hasil analisa data menggunakan uji statistik Kolmogorov Smirnov

diperoleh p Value 0.000 (p value ˂ α 0,05) yang berarti H1 diterima, sehingga

dapat dinyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara verbal abuse orang

tua dengan perilaku bullying anak usia sekolah di SDN 16 Limboto Barat.

65
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan hubungan verbal

abuse orang tua dengan perilaku bullying anak usia sekolah di SDN 16 Limboto

Barat yaitu 8 responden (11.9%) verbal abuse orang tua tinggi, 2 responden

(3.0%) memiliki perilaku bullying anak usia sekolah tinggi, 4 responden (6.0%)

memiliki perilaku bullying anak usia sekolah sedang dan 2 responden (3.0%)

diantaranya memiliki perilaku bullying anak usia sekolah rendah. Kemudian dari

55 responden (82.1%) dengan verbal abuse orang tua sedang, 1 responden (1.5%)

memiliki perilaku bullying anak usia sekolah tinggi, 40 responden (59.7%)

memiliki perilaku bullying anak usia sekolah sedang dan 14 responden (20.9%)

memiliki perilaku bullying anak usia sekolah rendah. Adapun dari 4 responden

(6,0%) dengan verbal abuse orang tua rendah seluruhnya masuk dalam kategori

perilaku bullying anak usia sekolah rendah yaitu 4 responden (6,0%).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada siswa di SDN 16 Limboto

Barat ditemukan bahwa dari 8 responden (11.9%) verbal abuse orang tua tinggi,

2 responden (3.0%) diantaranya memiliki perilaku bullying anak usia sekolah

rendah, hal ini berkaitan dengan lingkungan sekolah. Berdasarkan hasil

wawancara yang dilakukan kepada salah satu guru di SDN 16 Limboto Barat

didapatkan bahwa dilingkungan sekolah sudah diterapkan peraturan-peraturan

yang harus di patuhi oleh siswa-siswi dan apabila peraturan tersebut dilanggar

akan diberikan sanksi, kemudian di dalam lingkungan sekolah terdapat relasi yang

baik dan aktif antara guru dan siswa serta adanya keterlibatan siswa secara aktif

dalam menegakkan peraturan agar suasana sekolah menjadi kondusif, selain itu

siswa-siswi diajarkan untuk saling menghargai satu sama lain, tidak saling

66
merendahkan kekurangan teman sehingga sangat jarang terjadi konfilk antar siswa

dan pihak sekolah berperan penting dalam memberikan edukasi tentang bahaya

perilaku bullying kepada siswa-siswi.

Pihak sekolah sangat memperhatikan keberadaan bullying akibatnya, anak-

anak sebagai pelaku bullying tidak akan mendapatkan penguatan terhadap

perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain. Bullying yang

mampu dikontrol oleh pihak sekolah memberikan masukan positif pada siswanya,

misalnya berupa hukuman yang membangun sehingga dapat mengembangkan

rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah. Selain itu,

perilaku bullying yang rendah ini juga didukung oleh lingkungan sekolah yang

sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan guru pun mengajar dengan

menyertakan nilai serta ajaran didalamnya. Apabila ada masalah antar siswa, para

guru akan membantu menyelesaikannya dengan cara yang baik dan kekeluargaan

dengan menyertakan orang tua ataupun tidak (Zakiyah, Humaedi & Santoso,

2017).

Hal ini sejalan dengan penelitian Mulyati (2021) bahwa orang dewasa pada

kehidupan anak usia sekolah dapat memanipulasi lingkungan untuk memfasilitasi

kesuksesan anak dalam suatu kegiatan atau kemampuan tertentu. Lingkungan

yang terfasilitasi dengan baik, dimana terdapat komunikasi yang efektif antara

pimpinan sekolah, guru, staf dan para siswa serta terciptanya sekolah yang aman

dan nyaman akan mereduksi dan meminimalisir terjadinya perilaku bullying pada

siswa. Menurut asumsi peneliti apabila pihak sekolah selalu memperhatikan

perilaku bullying yang dilakukan siswa-siswi dan pihak sekolah selalu

67
memberikan edukasi terhadap perilaku negatif tersebut, maka kejadian bullying di

dalam lingkungan sekolah tersebut semakin berkurang.

Adapun dari 8 responden (11,9%) verbal abuse orang tua tinggi, masih

terdapat 4 responden (6.0%) memiliki perilaku bullying siswa sedang, hal ini

berkaitan dengan lingkungan sosial. Berdasarkan hasil wawancara yang telah

dilakukan pada beberapa orang siswa di SDN 16 Limboto Barat, didapatkan

bahwa siswa yang memiliki perekonomian yang terbilang cukup mereka selalu

diberikan uang saku yang cukup bahkan lebih dari orang tua, dan juga beberapa

siswa menyatakan biasanya uang saku saat pulang dari sekolah masih tersisa

sehingga uang tersebut ikut dibawa bersama uang saku yang diberikan orang tua

saat akan berangkat ke sekolah, selain itu beberapa siswa memilki orang tua yang

bekerja disekolah sehingga gampang memperoleh uang saku tambahan,

selanjutnya siswa menyatakan jika memerlukan uang saku tambahan mereka takut

meminjam bahkan meminta kepada teman, mereka lebih memilih pulang kerumah

di jam istirahat karena rumah yang sangat berdekatan dengan sekolah.

Menurut Zakiyah, Humaedi & Santoso (2017), kondisi lingkungan sosial

dapat pula menjadi penyebab menurunnya perilaku bullying. Salah satu faktor

lingkungan sosial yang menyebabkan berkurangnya tindakan bullying adalah

ekonomi. Mereka yang hidup dalam perekonomian yang terbilang cukup tidak

perlu melakukan banyak hal demi memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga di

lingkungan sekolah akan jarang terjadi tindakan bullying seperti pemalakan antar

siswanya.

68
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fithriyana (2017)

menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara bullying dengan

lingkungan sosial ekonomi pada siswa SDN 006 Langgini. Dimana pelaku

bullying merupakan siswa yang memiliki kekuatan baik secara fisik ataupun sosial

yang lebih dibandingkan teman yang lain, memiliki tempramen tinggi, dan rasa

empati yang rendah dan juga kebanyakan dari korban bullying tunduk kepada

perintah pelaku dan tidak berani melapor kepada guru. Menurut asumsi peneliti

salah satu faktor yang menyebabkan berkurangnya perilaku bullying pada anak

usia sekolah yaitu kondisi lingkungan sosial, apabila anak yang hidup dalam

perekonomian yang terbilang cukup, mereka tidak perlu melakukan banyak hal

demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada siswa di SDN 16 Limboto

Barat ditemukan bahwa dari 55 responden (82.1%) dengan verbal abuse orang

tua sedang, 14 (20.9%) diantaranya masuk dalam kategori perilaku bullying anak

usia sekolah rendah, hal ini berhubungan dengan teman sebaya. Berdasarkan hasil

wawancara yang telah dilakukan kepada siswa didapatkan pernyataan bahwa

mereka yang berteman dengan anak-anak yang berprestasi mereka akan

berperilaku baik juga, mereka tidak membully teman-teman sekitar karena takut

kehilangan teman, dimarahi guru karena cenderung menjaga prestasi mereka

disekolah, selain itu karena teman teman mereka tidak pernah melakukan perilaku

bullying disekolah sehingga mereka juga terbiasa dengan perilaku tersebut.

Secara garis besar salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku

bullying yaitu teman sebaya. Teman sebaya mempengaruhi bullying karena anak

69
lebih banyak menghabiskan waktu diluar bersama teman-temannya dan cenderung

mengikuti apa yang dilakukan oleh teman sekelompoknya (Saifullah, 2016). Saat

seorang anak telah mengenal lingkungan sosial, ia tidak lagi bergantung pada

keluarga, tetapi akan mencoba mencari dukungan kepada teman sebayanya.

Apabila teman sebayanya memberikan pengaruh baik atau positif seperti tidak

melakukan tindakan bullying, maka akan mungkin anak juga akan mengikuti hal

yang sama agar memperoleh dukungan dari teman sebayanya (Goodwin, 2020).

Teman sebaya yang baik dapat membangun kepribadian yang baik pada anak dan

membuat anak tersebut dapat mandiri dan berpikir dewasa untuk melakukan

perbuatan positif. Pengaruh positif yang diberikan oleh teman sebaya dapat

menurunkan perilaku bullying pada anak. Mereka cenderung akan menghindari

kekerasan karena mengikuti teman sebayanya agar anak tersebut bisa dihargai dan

diterima oleh teman sebayanya (Mustikaningsih, 2019).

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Febriyani & Indrawati

(2016) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang berarti antara teman

sebaya dengan perilaku bullying. Hasil penelitian ini juga didukung oleh

penelitian Ramadhanti (2017) menunjukan bahwa diperoleh hubungan yang

positif dalam kategori sedang antara peran kelompok teman sebaya dengan

perilaku bullying. Menurut asumsi peneliti salah satu faktor yang menyebabkan

rendahnya perilaku bullying disekolah yaitu teman sebaya, apabila teman sebaya

memiliki pengaruh baik dan positif maka anak akan cenderung mengikuti perilaku

yang dilakukan oleh teman sebayanya.

70
Adapun dari 55 responden (82,1%) dengan verbal abuse orang tua sedang,

terdapat 1 responden (1.5%) memiliki perilaku bullying siswa tinggi. Hal ini

berkaitan dengan jenis kelamin. Mayoritas responden memiliki jenis kelamin laki-

laki yaitu sebanyak 39 responden (58.2%). Kusumawati (2017) mengungkapkan

bahwa anak laki-laki lebih sering bergaul secara fisik seperti main bola sementara

itu anak-anak perempuan cenderung berkumpul dan bercakap-cakap. Gender

dalam lingkungan permainan anak sekolah dapat menyebabkan anak tumbuh

dalam iklim pergaulan yang sesuai dengan kecenderungan jenis kelaminnya untuk

melakukan bullying. Pada usia 9-12 tahun mulai muncul tanda perkembangan

identitas untuk berkelompok dan menunjukkan tanda-tanda bullying terutama

pada anak laki-laki. Anak laki-laki secara natural cenderung bersikap agresif

dibandingkan anak perempuan terutama secara fisik karenanya pola pergaulan

anak laki-laki juga cenderung lebih agresif dibandingkan anak perempuan. Pola

pergaulan yang agresif ini menyebabkan anak laki-laki lebih cenderung

melakukan perilaku bullying dibandingkan dengan anak perempuan (Sugiyanto,

2020).

Sejalan dengan hasil penelitian Rachmawati (2018) menyatakan bahwa

siswa laki-laki cenderung menjadi pelaku bullying baik secara verbal maupun

secara fisik dibandingkan dengan siswa perempuan. Hasil penelitian ini juga

mengkonfirmasi pandangan American Association of School Administrators

(2019) yang mengemukakan bahwa jenis kelamin merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi perilaku bullying. Menurut asumsi peneliti bahwa, responden

dengan verbal abuse orang tua kategori sedang tetapi memiliki perilaku bullying

71
rendah dipengaruhi oleh teman sebaya sedangkan responden dengan verbal abuse

orang tua kategori sedang tetapi memiliki perilaku bullying tinggi dipengaruhi

oleh jenis kelamin, dimana anak yang berjenis kelamin laki-laki cenderung

mempunyai perilaku bullying yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang

berjenis kelamin perempuan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada siswa di SDN 16 Limboto

Barat ditemukan bahwa, dari 4 responden (6.0%) dengan verbal abuse orang tua

rendah seluruhnya masuk dalam kategori perilaku bullying siswa rendah (6.0%).

Hal ini berhubungan dengan keluarga. Berdasarkan hasil wawancara yang

dilakukan kepada siswa di SDN 16 Limboto Barat didapatkan pernyataan bahwa

dalam lingkungan keluarga jarang tejadi kekerasan, orang tua selalu mengajarkan

perilaku baik bahkan ketika anak melakukan kesalahan selalu diselesaikan dengan

komunikasi yang baik tanpa adanya kekerasan sehingga perilaku tersebut terbawa

ke lingkungan sekolah.

Keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk membesarkan dan

mendidik anak. Sehingga keluarga adalah tempat anak mendapatkan pendidikan

pertama kali. Oleh karena itu keluarga memegang peran yang sangat penting

dalam perkembangan anak, keluarga yang baik akan berdampak positif bagi anak

(Fithria, Aulia, 2016). Menurut Igram dan Pachin (2015), variabel-variabel yang

berasal dari keluarga secara tidak langsung berhubungan dengan perilaku yang

dilakukan anak dalam kehidupan sehari-hari. Hubungan keluarga yang baik akan

menghindarkan anak dari tindakan kekerasan seperti bullying. Perilaku bullying

bukan perilaku yang terbentuk dengan sendirinya melainkan dapat dikontrol

72
dalam keluarga dengan menghindarkan anak dari tindakan kekerasan (Yusup,

Perdani, 2019).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani (2018),

menyebutkan bahwa hubungan antara keharmonisan keluarga dengan kenakalan

remaja didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan dengan tingkat keeratan tinggi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maulidia (2018),

yang menyatakan keluarga adalah agen yang paling penting dalam menentukan

perilaku remaja. Menurut asumsi peneliti bahwa verbal abuse orang tua kategori

rendah dan perilaku bullying rendah, hal ini menunjukkan bahwa responden yang

memiliki verbal abuse orang tua rendah, maka perilaku bullying pada anak usia

sekolah yang terjadi semakin rendah.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang dapat dijadikan

bahan pertimbangan bagi peneliti berikutnya agar mendapatkan hasil penelitian

yang lebih baik lagi. Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini,adanya faktor

lain yang berkaitan dengan perilaku bullying anak usia sekolah akan tetapi peneliti

tidak meneliti faktor tersebut secara mendalam, seperti faktor lingkungan sekolah,

teman sebaya dan kondisi lingkungan sosial.

73
70
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan Verbal Abuse orang tua

dengan perilaku bullying anak usia sekolah di SDN 16 Limboto Barat

diperoleh simpulan sebagai berikut :

1. Verbal abuse orang tua pada anak usia sekolah di SDN 16 Limboto Barat

rendah sebanyak 4 responden (6,0 %), verbal abuse orang tua sedang

sebanyak 55 responden (82,1%), verbal abuse orang tua tinggi sebanyak 8

responden (11,9 %).

2. Perilaku bullying pada anak usia sekolah rendah sebanyak 20 responden

(29,9%), perilaku bullying anak usia sekolah sedang sebanyak 44

responden (65,7%), perilaku bullying anak usia sekolah tinggi sebanyak 3

responden (4,5%).

3. Terdapat hubungan antara verbal abuse orang tua dengan perilaku bullying

anak usia sekolah di SDN 16 Limboto Barat, berdasarkan uji Kolmogorov

Smirnov diperoleh nilai p value = 0,000<α = 0,05.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, maka penulis menyampaikan

beberapa saran sebagai berikut :

1. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi, referensi ilmu

dan bahan masukan kepada pihak sekolah dalam hal pengawasan sekolah

72
agar tidak terjadi tindak kekerasan dalam bentuk apapun itu seperti fisik,

verbal, psikologi dengan cara memberikan edukasi kepada siswa-siswi dan

menerapkan peraturan beserta sanksi apabila siswa melanggar peraturan.

2. Bagi Responden

Diharapkan dapat memberikan informasi kepada siswa-siswi mengenai

perilaku bullying yang sering mereka lakukan, sehingga para siswa-siswi

dapat menghindari perbuatan tersebut.

3. Bagi Orang tua

Diharapkan dapat memberikan informasi kepada orang tua mengenai verbal

abuse dan perilaku bullying pada anak usia sekolah sehingga orang tua

dapat menghindari perbuatan tersebut.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai perilaku

bullying siswa. Terdapat faktor-faktor lain yang menyebabkan kejadian

bullying pada siswa, yaitu faktor lingkungan sekolah, teman sebaya, dan

kondisi lingkungan sosial.

73
74
DAFTAR PUSTAKA

Abdollahi (2021). Perceived Parenting Styles And Emotional Intelligance Among


Iranian Boy Students. Asian Journal Of Social Sciences & Humanities. 3
(1), 460-467.
Ahmadi, Abu. & Supriyono, Widodo (2018). Psikologi Belajar (Edisi Revisi).
Jakarta: Pt Rineka Cipta.
Ainiyah, N. (2018). Remaja Millenial Dan Media Sosial: Media Sosial Sebagai
Media Informasi Pendidikan Bagi Remaja Millenial. Jurnal Pendidikan
Islam Indonesia. 4(2), 78-89
American Association of School Administrators. (2021). Bullying at school and
online. Education.com Holdings, Inc.
Anderson (2020). Verbal Abuse. Di unduh pada tanggal 28 Februari 2022 dari
http://www.probe.org/site/c.fdKEIMNsEoG/b.4218331/k.977B/VerbalAb
use.html
Andi (2018). Bullying : Mengatasi Kekerasan Disekolah Dan Lingkungan Sekitar
Anak. Jakarta : PT Grasindo.
Andini, P. W. (2019). Bullying Sebagai Arena Kontestasi Kekuasaan Di
Kalangan Siswa Sma E Jakarta (Doctoral Dissertation, Fakultas Ilmu
Budaya).
Anna (2016), Why We Question Study On Subabusive Violence Against
Children, Sage Publication, Journal Articles, Journal Of Interpersonal
Violence.1(2), 57-89
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.

Ariyanti (2016). “Hubungan Antara Obesitas dengan Tingkat Perkembangan


Sosial Anka Usia Prasekolah (4-6 tahun) di TK Plus Al Kautsar Malang”.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Medica Majapahit.2(2),5-7.

Astuti (2018). Meredam bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan Pada


Anak. Jakarta: Grasindo.
Badingah (2017), Agresifitas Remaja Kaitannya Dengan Pola Asuh, Tingkah
Laku Agresif Orang Tua, Tesis: Pps Universitas Indonesia. Jakarta.
Bakary & Febriandy. (2019). “Pelajar SMP Di Gorontalo Diduga Dianiaya
Senior Gara-Gara Pacarnya”. https://kumparan.com/banthayoid/pelajar-
smp-digorontalo-diduga-dianiaya-senior-gara-gara-pacarnya-1smohuqxqb.
Di akses pada 19 Januari 2022 pukul 14.05
Beran, T.N., & Leslie., T. (2018). Children’s reports of bullying and school safety
at school. Canadian jornal of school psychology, 17 (2), 8-12.
Bidell & Deacon. (2018). School Counselors Connecting The Dots Between
Disruptive Classroom Behavior And Youth Self-Concept.
Coloroso (2017). The Bully, The Bullied, And The Bystander. New York:
Harpercollins.
Dake, J.A., Price, J.H., & Telljohann, S.K. (2021). The nature and extent of
bullying at school. The Journal of School Health, 73 (3): 173.
Darmawan (2017). “Fenomena Bullying (Perisakan) Di Lingkungan Sekolah”.
Jurnal Kependidikan. 1(2),253-262.
Davis (2019). Top 10 health concerns for kids. Diunduh pada 27 Februari 2022
dari http://www2.med.umich.edu/../details.cfm
Dewi, Y., & Sutarmin, S. (2019). Pengaruh Pendidikan, Senioritas, Workplace
Bullying Pada Kinerja Karyawan. Journal Fakultas Ekonomi Universitas
Dr. Soetomo, 27(1), 23-45.
Dinas Sosial Provinsi Gorontalo (2020). “Analisis Situasi Kekerasan Dalam
Masyarakat”.Gorontalo: Dinas Sosial Provinsi Gorontalo.
Dwipayanti, I. A. S., & Indrawati, K. R. (2020). Hubungan Antara Tindakan
Bullying Dengan Prestasi Belajar Anak Korban Bullying Pada Tingkat
Sekolah Dasar. Jurnal Psikologi Udayana, 1(2), 251-260.
Effendy (2020). Ilmu Komunikasi, Teori Dan Praktek. Remaja Rosdakarya.
Bandung
Eminurlita (2018). Dampak Kekerasan Orang Tua terhadap Anak (Studi Kasus di
Daerah Lubuk Buaya Koto Tangah Padang) (STKIP PGRI SUMATERA
BARAT).
Erni (2016). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Keterbukaan Diri Remaja
Siswa Kelas X Smk Negeri 02 Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi
(Diterbitkan). Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.

Erniwati, & Fitriani (2018). “Faktor-faktor Penyebab Orang Tua Melakukan


Verbal abuse pada Anak Usia Dini”. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini.
2(2), 197.

75
Eunike, S., & Kusnadi, H. (2020). Relationship between attachment styles and
tendency of agression among school bullies in Jakarta. Diunduh pada 29
September 2011 dari http://www.inter-diciplinary.net
Febriyani, Y. A., & Indrawati, E. S. (2017). Konformitas Teman Sebaya Dan
Perilaku Bullying Pada Siswa Kelas XI Ips. Empati, 5(1),138-143
Fithria., & Aulia, R. (2016). Faktor- Faktor Yang Berhubungan dengan Perilaku
Bullying. Idea Nursing Journal, 7(3), 2087-2879
Fithriyana, R. (2017). Hubungan Bullying Dengan Lingkungan, Sosial Ekonomi
Dan Prestasi Pada Siswa Sdn 006 Langgini. Jurnal Basicedu, 1(1), 89-95.

Fitriana (2018). “Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Orang Tua


Dalam Melakukan Kekerasan Verbal Terhadap Anak Usia Prasekolah”.
Jurnal Psikologi Undip.1(4), 81-93

Goodwin, D. (2020). Strategis To Deal With Bullying (Strategi Mengatasi


Bullying) Alih Bahasa : Cicilia Evi Graddiplsc., M.Psi. Wellington
Australia: Kidsrearch Inc.
Gordon. (2020). Menjadi Orang Tua Efektif. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Hadijah, H., Tafwidhah, Y., & Fauzan, S. (2018). Verbal Abuse Orangtua
Terhadap Perkembangan Kognitif Anak Usia Sekolah: Literatur
Review. Tanjungpura Journal Of Nursing Practice And Education, 2(2).

Hamel (2016). “Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat prestasi anak usia


sekolah di SD GMIM Tumpengan Sea Dua Kecamatan Pineleng”. Jurnal
Keperawatan. 4(2), 12-17.

Haunika (2019). Pengaruh Kekerasan Verbal Terhadap Kepercayaan Diri Anak


Usia 4-6 Tahun Di Desa Talang Rio Kecamatan Air Rami Kabupaten
Mukomuko. Skripsi. Bengkulu: Institut Agma Islam Negeri Bengkulu

Helena Lohy, M., & Pribadi, F. (2021). Kekerasan Dalam Senioritas Di


Lingkungan Pendidikan. Jurnal Ilmiah Dinamika Sosial, 5(1), 159-171.

Helmawati (2018). Pendidikan Keluarga. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

76
Herlina (2016). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Verbal Abuse
Orang Tua Pada Anak Di Dusun Kuwon Sidomulyo. Jurnal Psikologi. 2
(12), 33-64.
Hidayanti. (2019). Bullying pada Anak: Analisis dan Alternatif Solusi. INSAN .14
(1), 13-15.
Huraerah,(2018). Kekerasan Terhadap Anak. Bandung: Penerbit Nuasa Cendikia.
Hymel, Nickerson, & Swearer (2015). “Four Decades Of Research On School
Bullying”: An Introduction.American Psychologist. 70(4), 293-299.

Igram, J, R., & Pachin, J, W., Huebener, B, M., Byunum, T, S. (2-15). Parents,
Friend And Serious Delinquency An Axamination Of Direct and Indirect
Effects Among At-Risk Early Adolecents. Criminal Justice Review. 31(2),
45-56.

Iin, A., Khusnul, A., & Rista, A. 2017. “Pengalaman Verbal abuse oleh Keluarga
pada Anak Usia Sekolah Di Kota Semarang”. Jurnal Keperawatan
Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing). 12(1), 12-20.
Indika (2017). Hubungan Pengetahuan Orang Tua Dengan Perilaku Kekerasan
Verbal Pada Anak Di Tk Aba Tegalrejo. Jurnal Kesehatan. 14(2) 20-22.
Indrayati, N., & Ph, L. (2019). Gambaran Verbal Abuse Orangtua Pada Anak Usia
Sekolah Undang-Undang Undang-Undang Terhadap Anak Yang Berakibat
Para Ahli Psikolog. Jurnal Ilmu Keperawatan Anak, 2(1), 9-18.

Jannatung, A. (2018). “Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Bullying Di Sma 2


Baru”. Skripsi. Program Sarjana Universitas Hasanuddin.

Kadir, A., & Handayaningsih, A. (2020). Kekerasan Anak dalam


Keluarga. Wacana, 12(2), 133-145.
KEMENPPA (2015). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Pasal 28B Ayat (2). Hak Perlindungan Atas Anak.
Kementerian Kesehatan RI. (2021). Data KPAI tentang Kekerasan pada Anak.
Diakes dari https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view
/19010400001/kekerasan-terhadap-anakdan-remaja.html

Khairani,A. (2020). Modul program pendidikan : Pencegahan perilaku bullying


di sekolah dasar. Tesis master tidak dipublikasikan, Universitas Indonesia,
Jakarta, Indonesia.

77
Khoirunnisa, A., & Ratnaningsih, I. Z. (2017). Optimisme Dan Kesejahteraan
Psikologis Pada Mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Jurnal Empati, 5(1), 1-4.
KPPAI (2021). “Bank Data Perlindungan Anak”.. Diakses dari :
bankdata.kpai.go.id pada tanggal 15 Januari 2022.
Kurniadarmi (2020). Perilaku Agresif Pada Anak Usia Sekolah Dan Remaja Awal
(Penelitian Kualitatif Dengan 8 Orang Subjek Penelitian). Tesis.
Kusumawati (2017). Kepemimpinan Dalam Perspektif Gender: Jurnal
Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya.
Landa, Martos & Zafra (2018). The Importance Of Emotional Intelligence And
Cognitive Style In Institutionalized Older Adults' Quality Of Life. The
Journal Of General Psychology, 145(2), 120-133.
Lestari (2016). Verbal Abuse. Yogyakarta: Psikosain.
Lestari, S. P., Royhanaty, I., & Amah, E. S. L. (2018). Hubungan Perilaku Verbal
Abuse Orang Tua Dengan Perilaku Bullying Pada Anak Usia Sekolah.
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah Stikes Kendal, 8(1), 63–66.
Lestari, S.P.,Royhanaty, I., & Amah, E.S.L.(2018). “Hubungan Perilaku Verbal
Abuse Orang Tua Dengan Perilaku Bullying Pada Anak Usia Sekolah”.
Jurnal Ilmiah Permas : Jurnal Ilmiah STIKES Kendal.8(1), 63-66.
Mahmud, B. (2019). Kekerasan Verbal Pada Anak. 12(2), 689–694.
Mahmudi (2018). Child Abuse Kekerasan Pada Anak Dalam Perspektif
Pendidikan Islam. Skripsi. Uin Raden Intan Lampung.
Maknun, L. (2017). Kekerasan Terhadap Anak Yang Dilakukan Oleh Orang Tua
(Child Abuse). Muallimuna: Jurnal Madrasah Ibtidaiyah, 3(1), 76-89.
Malfasari, E., Febtrina, R., Herniyanti, R., Timur, L. B., Sekaki, P., Tim, L. B.,
Kota, P., & Pekanbaru, K. (2020). Kondisi Mental Emosonal Pada
Remaja. 8(3), 241– 246.
Mamesah, A., Rompas, S., & Katuuk, M. (2018). Hubungan Verbal Abuse Orang
Tua Dengan Perkembangan Kognitif Pada Anak Usia Sekolah Di Sd
Inpres Tempok Kecamatan Tompaso. Jurnal Keperawatan, 6(2).
Maulidia, R, F. (2018). Hubungan Peranan Keluarga Dengan Kenakalan Remaja
Pada Siswa Kelas XI SMA 1 Tupang. Skripsi. Fakultas Psikologi.
Universitas Islam Maulana Malik Ibrohim.
Margareta, T. S., & Jaya, M. P. S. (2020). Kekerasan Pada Anak Usia Dini (Study
Kasus Pada Anak Umur 6-7 Tahun Di Kertapati). Wahana Didaktika:
Jurnal Ilmu Kependidikan, 18(2), 171-180.

78
Mcilveen, P., & Perera, H. N. (2016). Career Optimism Mediates The Effect Of
Personality On Teachers’ Career Engagement. Journal Of Career
Assessment, 24(4), 623-636.
Mien, M. (2017). Hubungan Antara Verbal Abuse Orang Tua Dengan Kehilangan
Motivasi Berprestasi Pada Anak Di Sdn 1 Kulisusu Utara. Terapeutik
Jurnal: Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Dan Kedokteran
Komunitas, 3(02), 53-60.
Mishra (2015). Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Orang Tua Melakukan
verbal Abuse Pada Anak Usia Sekolah 6-12 Tahun Di Kabupaten Garut.
Skripsi. Jkm 3(2), 12-34.
Mulyati. (2021). Hubungan Tingkat Harga Diri Dengan Perilaku Bullying Pada
Anak Usia Sekolah Kelas Iv Dan V Di Sd Negeri Bumijo Yogyakarta.
Skripsi.
Munawari. (2018). Hubungan Verbal Abuse dengan Perkembangan Kognitif pada
Anak Usia Prasekolah di RW 04 Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Depok.
Jakarta: Skrpsi. Jakarta. Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Program Studi
Keperawatan: Universitas Pembangunan Nasionan “Veteran”

Mustikaningsih, A. (2019). Pengaruh fungsi kelompok teman sebaya terhadap


perilaku agresivitas siswa Di SMA Negeri Klaten. Artikel E-Jounal:
Yogyakarta.
Muthmainnah, M. (2015). “Peran Orang Tua dalam Menumbuhkan Pribadi Anak
yang Androgynius Melalui Kegiatan Bermain”. Jurnal Pendidikan
Anak.1(1), 103-112.
Nansel, T.J., Overpeck, M., Pilla, R.S., Ruan, W.J., Simons-Morton, B., &
Scheidt, P. (2020). Bullying behaviors among US youth: Prevalence and
associate with psychological adjustment. Journal of the American Medical
Association, 285(2), 2094-2100.
Notoatmodjo Soekidjo. (2017). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka
Cipta : Jakarta.
Notoatmodjo Soekidjo. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi.
Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam. (2020). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta Selatan :
Salemba Medika.
Oktaviani, D., & Lukmawati. (2018). Keharmonisan Keluarga Dan Kenakalan
Remaja Pada Siswa Kelas 9 MTS Negeri 2 Palembang. Jurnal Psikologi
Islam. 4(1). 52-61

79
Penza, K.M, C.Heim And C.B. Nemeroff, (2018) Neurobiological Effect
Childhood Abuse; Implications For The Pathophysiology Of Depression
And Anxiety, Journal Article. Archives Of Women’s Mental. Health.
Departement Of Psychatry Ang Behavioral Sciences, Emory University
School Of Medicine Atlanta, Usa.
Potter, P., & Perry, A. (2016). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses And
Practice (7. Vol.3). Jakarta: Egc.
Prasetyo (2017). Bullying Di Sekolah Dan Dampaknya Bagi Masa Depan
Anak. El-Tarbawi. 4(1), 19-26.

Prasetyo (2017). Bullying di Sekolah dan Dampaknya bagi Masa Depan Anak.
Jurnal Pendidikan Islam. 1(4), 12
Pratama (2016) Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Bullying.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Medan. 1(1), 1-6.
Prawitasari (2020). Psikologi Klinis: Pengantar Terapan Mikro & Makro. Jakarta:
Erlangga.
Provis, S. A. (2012). Bullying (1950- 2010): The Bully And The Bullie.
Disesertation.School Of Education.
Puluhulawa, E. (2018). Hubungan Bullying Dengan Prestasi Belajar Siswa Smp
Negeri 6 Kota Gorontalo. Skripsi. Program Sarjana Universitas Negeri
Gorontalo.
Puspitasari, R., Hastuti, D., & Herawati, T. (2020). Pengaruh Pola Asuh Disiplin
Dan Pola Asuh Spiritual Ibu Terhadap Karakter Anak Usia Sekolah Dasar.
Jurnal Pendidikan Karakter,1(2), 208–218.
Qalbi, N., & Ibrahim, I. (2021). Senioritas Dan Perilaku Kekerasan Di Kalangan
Mahasiswa (Studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Makassar). Societies: Journal Of Social Sciences And
Humanities, 1(1), 65-78.
Qodar, N. (2015). Survei ICRW : 84% Anak Indonesia Alami Kekerasan
Disekolah. Liputan 6.Com . Diakses Pada 15 Januari 2022.
Rachmawati (2018). Hubungan Antara Iklim Sekolah Dengan Kecenderungan
Perilaku Bullying.

Rakhmat.J. (2017).Psiologi komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

80
Ramadhanti (2017). Hubungan Peran Kelompok Teman Sebaya Pada Perilaku
Bullying Pada Remaja Di Smp Muhammadiyah 2 Gamping Sleman
Yogyakarta (Skripsi), Universitas Aisyiyah, Yogyakarta.
Republika Online. (2016). Aduan Bullying Tertinggi.
www.google.co.id/amp/m.republika.co.id/amp_version/ndh4sp. Diakses
Pada 15 Januari 2022.
Riauskina, Indira, I., Djuwita, R., & Soesetio, S., R. (2020). “Gencetgencetan” Di
Mata Siswa/Siswi Kelas 1 Sma: Naskah Kognitif Tentang Arti, Skenario,
Dan Dampak “GencetGencetan”. Jurnal Psikologi Sosial/Jps, 12(1), 2-13.

Ruminingsih (2017). Perbedaan Tingkat Perkembangan Sosial Obesitas dan


Tidak Obesitas pada Usia Sekolah. Jurnal Kebidanan Midwiferia. 1(1), 1-7.

Rumpedai, H. D. (2021). Hubungan Perilaku Bullying Terhadap Keterampilan


Sosial Mahasiswa Papua Di Universitas Sumatera Utara.
Saifullah. F. (2016). Hubungan Antara Konsepdiridengan Bullying Pada Siwa-
Siswi Smp (Smp Negeri 16 Samarinda), Jurnal psikologi : 204.
Sapitri (2021). Hubungan Antara Verbal Abuse Orangtua Dengan Perilaku
Agresif Pada Remaja Di Sman 14 Kabupaten Tangerang. Nusantara
Hasana Journal, 1(7), 107-116.
Sari, I. P. T. P. (2019). Pendidikan Kesehatan Sekolah Sebagai Proses Perubahan
Perilaku Siswa. Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia, 9(2).
Satria, M. (2017). Pengaruh Kekerasan Verbal Orang Tuaterhadap Komunikasi
Verbal Anak Di Sma Muhammadiyah I Palembang Skripsi Sarjana S . 1
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan ( S . Pd ) Oleh : Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguru.
12210170
Simbolon, M. (2018). Perilaku Bullying Pada Mahasiswa Berasrama. Jurnal
Psikologi. 39(2), 223-243.

Singgih (2016). Perbedaan Kematangan Sosial Anak Usia Prasekolah di Taman


Penitipan Anak (TPA) X dan Y. Jurnal Ilmiah Mahsiswa Universitas
Surabaya. 2(1), 1-12.

Siregar (2020). Pengaruh Kekerasan Verbal (Verbal Abuse) Terhadap


Kepercayaan Diri Remaja Di SMA Ekklesia Medan (Doctoral
Dissertation, Universitas Medan Area).
Stuart,. & Sundeen. (2016). Buku saku keperawatan jiwa, ed 3. Jakarta : EGC

81
Sugara, E., & Hidayati, R. W. (2019). Hubungan Verbal Abuse Orang Tua
Dengan Perilaku Bullying Pada Remaja Smp Negeri 2 Gamping Sleman
Yogyakarta (Doctoral Dissertation, Universitas Jenderal Achmad Yani
Yogyakarta).

Sugara, E.,& Hidayati., R. W.(2019) Hubungan Verbal Abuse Orang Tua Dengan
Perilaku Bullying Pada Remaja SMP Negeri 2 Gamping Sleman Yogyakarta.

Sugiyanto. (2020). Gender Dalam Pendidikan Anak Usia Sd. Jurnal Pendidikan
Uny 12(1): 6-7.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D). Bandung: CV. Alfabeta.

Suryaningsih, W. & Retno Angrgraini (2015).Hubungan Kekerasan Orang tua


Dengan Perilaku Agresif Pada Siswa SMP Negeri 2 Ungaran.Manuskrip.
Semarang. Universitas Islam Sultan Agung.

Sutikno, R. B. (2017). The Power Of 4q For Hr & Company Development.


Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sutikno, R.B. (2018). The Power For HR And Company Development. Jakarta:
Gramedia Pustaka.

Suyanto (2018). Masalah Sosial Anak. Jakarta: Penerbit Prenada Media.

Suyanto, B. (2017). Masalah Sosial Anak. Bandung: Prenada Media.

Syahputra (2018). Pengaruh Bermain Game Online terhadap Perilaku Komnukasi


Remaja (Studi pada Mahasiswa Pemain Game Online di Fakultas MIPA
Program Studi Informatika Universitas Syiah Kuala Banda Aceh). Jurnal
Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah. 3(1), 13-24.

Syanti, W. R. (2018). Hubungan Antara Gangguan Tidur Insomnia Dengan


Perilaku Bullying Pada Anak Didik Pemasyarakatan Di Lembaga
Pemasyarakatan Anak Blitar (Doctoral Dissertation, Universitas
Airlangga).

82
Tambusai, F. (2018). Studi Identifikasi Faktor-Faktor Orang Tua Melakukan
Verbal abuse pada Anak Di SMP Negeri 1 Babalapan Pangkalan Berandan.
Skripsi. Program Sarjana Universitas Medan Area. Medan.

Tatik Utami. (2017). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhdap Perilaku Verbal
Abuse Pada Anak Usia Sekolah di SDN Sawah Besar 01. Semarang.

Telaumbanua & Sulastri. 2017. Hubungan Antara Verbal abuse Orangtua dengan
Perilaku Agresif Anak Usia Sekolah di SD Negeri 060891 Medan.Skripsi.
Program Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Thalib (2018). Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. Jakarta:


Kencana.
Tumon, Matraisa Bara Asie. (2018). Studi Deskriptif Perilaku Bullying pada
Remaja. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 3(1), 1.
Ulfah, M. M., & Winata, W. (2021). Pengaruh Verbal Abuse Terhadap
Kepercayaan Diri Siswa. Instruksional, 2(2), 123-127.
Usman (2016). Kepribadian, Komunikasi, Kelompok Teman Sebaya,Iklim
Sekolah, dan Perilaku Bullying. Jurnal Humanitas (Indonesian
Psycological Journal). 10 (1), 12.

Wardhana, K. (2015). Buku Panduan Melawan Bullying. Jakarta:


Sudahdong.Com

Wardiati, E. (2018). Pengaruh Bullying Terhadap Moralitas Siswa Pada Smp


Negeri 1 Darul Hikmah Kabupaten Aceh Jaya. Skripsi. Program Sarjana
Universitas Islam Negeri Ar-Rainiry Darussalam Banda Aceh.

Wati, H. (2019). Pengaruh Kekerasan Verbal Terhadap Motivai Anak Usia 4-6


Tahun Di Desa Talang Rio Kecamatan Air Rami Kabupaten
Mukomuko (Doctoral Dissertation, Iain Bengkulu).

WHO (2020). Prevention Of Bullying-Related Morbidity And Mortality: A Call


For Public Health Policies.

83
Wibowo (2020). Kekerasan Verbal (Verbal Abuse) Di Era Digital Sebagai
Faktor.
Wicaksono (2016). Identifikasi Perilaku Menganggu Pada Siswa Man I
Magelang. Skripsi. Yogyakarta: Bk Fip Uny.
Wirawan,(2016). Tumbuh Kembang Anak Hipotiroid Kongenital yang Diterapi
dini dengan Levo-tiroksin dan Dosis Awal Tinggi. Sari Pediatri, 15(2), 69–
74.
Wiyani (2016). Save Our Children From School Bullying. AR-RUZZ MEDIA:
Jogjakarta.
Wong, J. P. (2017). Bullying in the Countryside : Prevalence , Factors and
Coping Mechanism. 4(1), 97–105.
Yusuf (2018). Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Anak: Optimalisasi Peran
Pendidik dalam Perspektif Hukum. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan. STKIP Andi Matappa Pangkep, 1(2), 158-173.
Yusup, H., & Perdani, L, F. (2019). Faktor Potensi Kekerasan Orang Tua
Terhadap Anak: Studi Kasus Di Kelurahan Cibeber Selatan Kota Cimahi.
Jurnal Ilmu Kesejahtraan Sosial. 12(2). 67-74
Zadriana, D., Mulyatina, M., & Desreza, N. (2021). Hubungan Kekerasan Verbal
Orang Tua Dengan Kepercayaan Diri Siswa Di Smp Negeri 1 Setia
Kabupaten Aceh Barat Daya. Jurnal Aceh Medika, 5(2), 130-135.
Zakiyah, E. Z., Humaedi, S., & Santoso, M. B. (2017). Faktor yang
mempengaruhi remaja dalam melakukan bullying. Prosiding Penelitian
dan Pengabdian kepada Masyarakat, 4(2), 57-90.

84
Lampiran 1. Lembar Permohonan Menjadi Responden

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Dengan hormat, saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Iin N. Uno

NIM : 841418020

Adalah Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Olahraga

dan Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo yang sedang melakukan penelitian

dengan judul “ Hubungan verbal abuse orang tua terhadap perilaku bullying pada

anak usia sekolah di SDN 16 Limboto Barat‘’. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan verbal abuse orang tua terhadap perilaku

bullying pada anak usia sekolah di SDN 16 Limboto Barat. Diharapkan saudara

dapat berpartisipasi dalam pengisian kuisioner ini. Data dan informasi yang telah

85
diperoleh dari Responden akan dijaga dan akan digunakan untuk kepentingan

penelitian

Gorontalo, Maret 2022

Peneliti

Iin N. Uno

86
Lampiran 2. Lembar Persetujuan Responden

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

LEMBAR PERSETUJUAN RESONDEN

(INFORMED CONSENT)

Setelah saya membaca dan memahami isi dan penjelasan pada lembar
permohonan menjadi responden, maka saya bersedia turut berpartisipasi sebagai
responden dalam penelitian ini, saya yang bertanda tangan diibawah ini :

Nama :

Umur :

Kelas :

Saya mengerti bahwa data yang diperoleh akan dijaga kerahasiannya dan
hanya untuk kepentingan penelitia, sehingga saya bersedia menjadi responden
dalam penelitian ini.

Gorontalo, Maret 2022

Responden

( )

87
Lampiran 3. Kuisioner Penelitian

KUISIONER PENELITIAN
HUBUNGAN VERBAL ABUSE ORANG TUA TERHADAP PERILAKU
BULLYING PADA ANAK USIA SEKOLAH DI SDN 16 LIMBOTO
BARAT

1. TANGGAL KUNJUNGAN :
2. NAMA RESPONDEN :

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022

88
KUISIONER VERBAL ABUSE ORANG TUA

A. Data Demografi

a. Nama :

b. Kelas :

c. Umur :

d. Jenis Kelamin : laki-laki / perempuan

e. Pendapatan orang tua :

1. < 1,5 juta /bulan

2. 1,5- < 2,5 juta/bulan

3. 2,5 - ≤3,5 juta/bulan

4. >3,5 juta/bulan

f. Pendidikan orang tua :

B. Petunjuk Pengisian

Bacalah setiap pertanyaan dengan seksama kemudia berikan jawaban anda

pada lembar jawaban tersebut dengan memberikan tanda √

Keterangan :

SS :Sangat setuju jika selalu dilakukan dalam 3 bulan terakhir


S : Setuju, jika dilakukan 2 kali dalam 3 bulan terakhir

89
TS :Tidak setuju, jika dilakukan hanya 1 kali dalam 3 bulan terakhir
STS : Sangat tidak setuju, jika tidak pernah dilakukan

PERTANYAAN
No Tidak sayang dan dingin SS S TS STS
1 Saya merasa orang tua tidak acuh
terhadap saya
2 Orang tua saya jarang membiarkan
saya berusaha sendirian
3 Saya sulit untuk bercerita dengan orang
tua
4 Orang tua saya selalu berusaha setiap
hari meluangkan waktu untuk saya
5 Saya merasa takut ketika berbicara
kepada orang tua
6 Saya selalu menceritakan kegiatan saya
kepada orang tua
Intimidasi
7 Orang tua saya sering memberi
ancaman dan memukul ketika saya
mendapatkan nilai jelek
8 Orang tua saya selalu memberi nasihat
dan support ketika saya gagal dalam
ujian sekolah
9 Orang tua saya selalu berkata kasar
10 Orang tua saya selalu memberikan
kata-kata motivasi dan dorongan positif
11 Saya sering merasa terancam ketika
berada dirumah
12 Saya selalu bahagia ketika dirumah
karna ingin berjumpa dengan orang tua
Mengecilkan atau mempermalukan
13 Saya sering dibentak oleh orang tua
saya dengan kutukan dan makian
14 Orang tua selalu menasihati saya
dengan kata-kata motivasi dan kalimat
positif

90
15 Kemampuan saya sering diremehkan
oleh orangtua
16 Orang tua selalu menyemangati dan
memberi support kepada saya
17 Keputusan saya sering dianggap salah
oleh orang tua saya
18 Orang tua sering berdiskusi dengan
saya dan mencoba mendengarkan
pendapat saya
19 Orang tua saya sering merendahkan
saya
20 Saya selalu mendengar kalimat
dorongan positif dari orang tua saya
Mencela
21 Beberapa kali disalahkan meskipun
bukan kesalahan saya sepenuhnya
22 Orang tua selalu membela jika saya
tidak salah
23 Orang tua selalu mencari kesalahan
saya

24 Saya tidak pernah merasa disalahkan


secara berlebihian

25 Apapun yang saya kerjakan selalu


dianggap salah oleh orang tua

26 Saya selalu disupport oleh orang tua


ketika mengerjakan apapun

27 Orangtua sering acuh kepada saya

Menolak

28 Orang tua saya selalu perhatian dan


peduli kepada saya

29 Saya sering merasa dimarahi tanpa


alasan yg jelas

30 Orang tua selalu menasihati saya


dengan alasan jelas ketika saya salah

Sumber : Siregar (2020).

91
KUESIONERPERILAKU BULLYING

A. Penilaian Perilaku Bullying


Bacalah setiap pertanyaan dengan seksama kemudian berikan

jawaban saudara pada lembar jawaban dengan cara memberikan

tanda √.

Keterangan jawaban :

SS : Sangat setuju, jika selalu dilakukan dalam 3 bulan terakhir


S : Setuju, jika dilakukan 2 kali dalam 3 bulan terakhir
TS : Tidak setuju, jika dilakukan hanya 1 kali dalam 3 bulan
terakhir
STS : Sangat tidak setuju, jika tidak pernah dilakukan
PERNYATAAN
No Bullying fisik SS S TS STS
1 Saya tidak tega memukul orang
walaupun saya di jelek-jelekan
2 Saya selalu menindas adik kelas sebagai
bentuk pelajaran awal masuk sekolah
3 Saya senang berkelahi dengan
seseorang yang dapat saya kalahkan
dengan mudah
4 Jika menegur adik kelas saya tidak akan
kasar kepada mereka
5 Saya tidak akan menggunakan
kekerasan pada teman saya jika sedang
bertengkar
Bullying verbal

92
6 Saya selalu berkata kasar pada adik
kelas yang berbuat kesalahan sebelum
saya memaafkannya
7 Saya senang mengejek teman saya yang
lemah dari saya
8 Ada kepuasan tersendiri jika saya
mengejek teman yang mempunyai
kekurangan
9 Saya suka memberi nama ejekan kepada
siswa lain
10 Saya senang memperolok siswa lain
11 Saya menjadikan teman yang tidak saya
sukai sebagai bahan gurauan saya
12 Saya dan teman-teman suka
menertawakan kebodohan teman yang
aneh
13 Saya mencaci maki adik kelas atau
teman yang berbuat kesalah kepada
saya
14 Saya suka mengancam adik kelas
dengan kata-kata yang membuatnya
takut
15 Saya menggertak adik kelas agar ia
menghormati saya
16 Saya tidak akan meneriaki teman yang
berbuat sakah kepada saya
17 Saya tidak pernah memberi nama
ejekan pada teman-teman saya
18 Bagi saya tidak ada gunanya mencaci
maki orang jika dia salah
19 Saya senang berteman dengan siapa saja
walaupun dia adik kelas
20 Saya tidak suka menggertak adik kelas
21 Saya tidak akan mengancam teman
yang telah melecehkan saya
Bullying psikologi
22 Saya suka memprovokasi teman-teman
untuk memberikan pandangan sadis jika
bertemu dengan adik kelas yang tidak
disukai
23 Saya akan selalu menteror adik kelas
yang sombong disekolah
24 Saya tidak akan mengucilkan teman
yang berbuat salah kepada saya

93
25 Saya senang menjahili adik kelas

26 Saya mencibir perkataan teman yang


tidak saya sukai

27 Saya senang membuat siswa lain takut


kepada saya

28 Saya tidak pernah meneror teman


dengan alasan apapun

29 Saya senang mempermalukan anak


yang bodoh di depan umum

30 Saya selalu bersikap ramah kepada


teman dan adik kelas

Sumber : Pratama (2016)

Lampiran 4. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Uji Validitas Verbal Abuse

94
2. Uji Reliabilitas Verbal Abuse

95
3 Uji Validitas Bullying

96
97
98
99
4 Uji ReliabilitasBullying

100
Lampiran 5. Surat Observasi Awal

101
102
Lampiran 6. Master Tabel Penelitian

NO NAMA KELAS SPSS UMUR SPSS JK SPS PENDAPATAN ORANG TUA SPSS PENDIDIKAN ORANG TUA SPSS VERBAL ABUSE ORANG
(THN) (PERBULAN) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
1 MRK 4 1 9 1 P 2 <1,5 JUTA 1 SD 2 2 4 2 2 2 4 3 4 4 4 1 4 4 4 3 4 3 33
2 DA 4 1 9 1 P 2 <1,5 JUTA 1 TIDAK SEKOLAH 1 4 4 2 3 2 3 3 3 4 2 1 3 3 4 3 4 3 22
3 DLPYG 4 1 10 2 P 2 <1,5 JUTA 1 SMA 4 4 4 2 2 1 3 3 4 4 4 3 3 2 4 3 4 3 42
4 APSA 4 1 9 1 P 2 1,5 JUTA - < 2,5 JUTA 2 SMA 4 3 4 2 4 2 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 41
5 MYS 4 1 9 1 P 2 <1,5 JUTA 1 SD 2 3 4 1 3 1 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 31
6 ARYU 4 1 10 2 L 1 1,5 JUTA - < 2,5 JUTA 2 SMA 4 4 3 2 3 4 4 3 2 4 4 4 3 4 4 4 2 4 24
7 MD 4 1 11 3 L 1 <1,5 JUTA 1 SD 2 3 2 3 2 4 4 4 4 3 3 3 1 4 2 4 3 3 34
8 SA 4 1 9 1 P 2 <1,5 JUTA 1 SD 2 1 4 2 2 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 24
9 HZI 4 1 9 1 L 1 <1,5 JUTA 1 SMA 4 2 2 3 2 3 2 4 4 3 2 1 3 2 1 4 4 3 34
10 YJ 4 1 12 4 L 1 <1,5 JUTA 1 SD 1 3 3 2 3 2 3 4 4 2 1 3 2 3 3 2 3 4 34
11 AT 4 1 11 3 P 2 <1,5 JUTA 1 SD 1 3 2 2 2 3 4 3 3 3 3 1 1 1 3 4 1 3 24

101
NO NAMA KELAS SPSS UMUR SPSS JK SPS PENDAPATAN ORANG TUA SPSS PENDIDIKAN ORANG TUA SPSS VERBAL ABUSE ORANG TU
(THN) (PERBULAN) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
1 MRK 4 1 9 1 P 2 <1,5 JUTA 1 SD 2 2 4 2 2 2 4 3 4 4 4 1 4 4 4 3 4 3 33
2 DA 4 1 9 1 P 2 <1,5 JUTA 1 TIDAK SEKOLAH 1 4 4 2 3 2 3 3 3 4 2 1 3 3 4 3 4 3 22
3 DLPYG 4 1 10 2 P 2 <1,5 JUTA 1 SMA 4 4 4 2 2 1 3 3 4 4 4 3 3 2 4 3 4 3 42
4 APSA 4 1 9 1 P 2 1,5 JUTA - < 2,5 JUTA 2 SMA 4 3 4 2 4 2 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 41
5 MYS 4 1 9 1 P 2 <1,5 JUTA 1 SD 2 3 4 1 3 1 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 31
6 ARYU 4 1 10 2 L 1 1,5 JUTA - < 2,5 JUTA 2 SMA 4 4 3 2 3 4 4 3 2 4 4 4 3 4 4 4 2 4 24
7 MD 4 1 11 3 L 1 <1,5 JUTA 1 SD 2 3 2 3 2 4 4 4 4 3 3 3 1 4 2 4 3 3 34
8 SA 4 1 9 1 P 2 <1,5 JUTA 1 SD 2 1 4 2 2 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 24
9 HZI 4 1 9 1 L 1 <1,5 JUTA 1 SMA 4 2 2 3 2 3 2 4 4 3 2 1 3 2 1 4 4 3 34
10 YJ 4 1 12 4 L 1 <1,5 JUTA 1 SD 1 3 3 2 3 2 3 4 4 2 1 3 2 3 3 2 3 4 34
11 AT 4 1 11 3 P 2 <1,5 JUTA 1 SD 1 3 2 2 2 3 4 3 3 3 3 1 1 1 3 4 1 3 24

102
NO NAMA KELAS SPSS UMUR SPSS JK SPS PENDAPATAN ORANG TUA SPSS PENDIDIKAN ORANG TUA SPSS VERBAL ABUSE ORANG TUA
(THN) (PERBULAN) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
1 MRK 4 1 9 1 P 2 <1,5 JUTA 1 SD 2 2 4 2 2 2 4 3 4 4 4 1 4 4 4 3 4 3 33
2 DA 4 1 9 1 P 2 <1,5 JUTA 1 TIDAK SEKOLAH 1 4 4 2 3 2 3 3 3 4 2 1 3 3 4 3 4 3 22
3 DLPYG 4 1 10 2 P 2 <1,5 JUTA 1 SMA 4 4 4 2 2 1 3 3 4 4 4 3 3 2 4 3 4 3 42
4 APSA 4 1 9 1 P 2 1,5 JUTA - < 2,5 JUTA 2 SMA 4 3 4 2 4 2 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 41
5 MYS 4 1 9 1 P 2 <1,5 JUTA 1 SD 2 3 4 1 3 1 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 31
6 ARYU 4 1 10 2 L 1 1,5 JUTA - < 2,5 JUTA 2 SMA 4 4 3 2 3 4 4 3 2 4 4 4 3 4 4 4 2 4 24
7 MD 4 1 11 3 L 1 <1,5 JUTA 1 SD 2 3 2 3 2 4 4 4 4 3 3 3 1 4 2 4 3 3 34

Keterangan :

Verbal Abuse Orang Tua Tinggi = Koding 3 Perilaku Bullying Anak Usia Sekolah Tinggi = Koding 3
Verbal Abuse Orang Tua Sedang = Koding 2 Perilaku Bullying Anak Usia Sekolah Sedang = Koding 2

Verbal Abuse Orang Tua Rendah = Koding 1 Perilaku Bullying Anak Usia Sekolah Rendah = Koding 1

103
Lampiran 7. Output SPSS

KELAS

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 4 26 38.8 38.8 38.8

5 21 31.3 31.3 70.1

6 20 29.9 29.9 100.0

Total 67 100.0 100.0

UMUR

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 9 13 19.4 19.4 19.4

10 13 19.4 19.4 38.8

11 21 31.3 31.3 70.1

12 17 25.4 25.4 95.5

13 3 4.5 4.5 100.0

Total 67 100.0 100.0

JENIS KELAMIN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid LAKI-LAKI 39 58.2 58.2 58.2

PEREMPUAN 28 41.8 41.8 100.0

Total 67 100.0 100.0

104
PENDAPATAN ORANG TUA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid < 1,5 JUTA 60 89.6 89.6 89.6

1,5 JUTA - < 2,5 4 6.0 6.0 95.5

2,5 JUTA - ?3,5 JUTA 3 4.5 4.5 100.0

Total 67 100.0 100.0

PENDIDIKAN ORANG TUA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid TIDAK SEKOLAH 10 14.9 14.9 14.9

SD 29 43.3 43.3 58.2

SMP 7 10.4 10.4 68.7

SMA 11 16.4 16.4 85.1

DIPLOMA 3 4.5 4.5 89.6

SARJANA 7 10.4 10.4 100.0

Total 67 100.0 100.0

VERBAL ABUSE ORANG TUA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid RENDAH 4 6.0 6.0 6.0

SEDANG 55 82.1 82.1 88.1

TINGGI 8 11.9 11.9 100.0

Total 67 100.0 100.0

105
PERILAKU BULLYING SISWA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid RENDAH 20 29.9 29.9 29.9

SEDANG 44 65.7 65.7 95.5

TINGGI 3 4.5 4.5 100.0

Total 67 100.0 100.0

106
VERBAL ABUSE ORANG TUA * PERILAKU BULLYING SISWA Crosstabulation

PERILAKU BULLYING SISWA

RENDAH SEDANG TINGGI Total

VERBAL ABUSE ORANG RENDAH Count 4 0 0 4


TUA Expected Count 1.2 2.6 .2 4.0

% within VERBAL ABUSE


100.0% .0% .0% 100.0%
ORANG TUA

% of Total 6.0% .0% .0% 6.0%

SEDANG Count 14 40 1 55

Expected Count 16.4 36.1 2.5 55.0

% within VERBAL ABUSE


25.5% 72.7% 1.8% 100.0%
ORANG TUA

% of Total 20.9% 59.7% 1.5% 82.1%

TINGGI Count 2 4 2 8

Expected Count 2.4 5.3 .4 8.0

% within VERBAL ABUSE


25.0% 50.0% 25.0% 100.0%
ORANG TUA

% of Total 3.0% 6.0% 3.0% 11.9%


Total Count 20 44 3 67

Expected Count 20.0 44.0 3.0 67.0

% within VERBAL ABUSE


29.9% 65.7% 4.5% 100.0%
ORANG TUA

% of Total 29.9% 65.7% 4.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)

Pearson Chi-Square 18.929a 4 .001

Likelihood Ratio 15.561 4 .004

Linear-by-Linear Association 7.553 1 .006

N of Valid Cases 67

a. 6 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is ,18.

107
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 67
Normal Parameters a
Mean .0000000
Std. Deviation .50073012
Most Extreme Differences Absolute .353
Positive .244
Negative -.353
Kolmogorov-Smirnov Z 2.891
Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Test distribution is Normal.

108
Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian

1. Dokumentasi Kelas 6
Menjelaskan maksud dan tujuan melakukan penelitian

Menjelaskan cara mengisi Kuesioner kepada siswa kelas 6

109
Penandatangan lembar persetujuan responden (Informed consent) dan
pengisian lembar kuesioner yang telah dibagikan kepada siswa

110
2. Dokumentasi Kelas 5
Foto bersama guru yang mendampingi saat penelitian, sekaligus
menjelaskan maksud dan tujuan melakukan penelitian

Menjelaskan cara mengisi Kuesioner kepada siswa kelas 5

111
Penandatangan lembar persetujuan responden (Informed consent) dan
pengisian lembar kuesioner yang telah dibagikan kepada siswa

112
3. Dokumentasi Kelas 4

Menjelaskan maksud dan tujuan melakukan penelitian

Menjelaskan cara mengisi Kuesioner kepada siswa kelas 4

113
Penandatangan lembar persetujuan responden (Informed consent) dan
pengisian lembar kuesioner yang telah dibagikan kepada siswa

114
Lampiran 9. Surat Rekomendasi Penelitian

115
116
117

Anda mungkin juga menyukai