Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Analisis Penggunaan Senyawa CFC, Dampak, dan Penggunaanya

Disusun Oleh :

Nama : - Rizky Amelia


- Selvia
- Weni Lestari
- Shandy Tarisha Febrianti
- Nur Naini Muna
- Vanisa As Sakinah
- Rachel Setiawan

Kelas : XII MIPA 1

SMA NEGERI 1 MERAWANG

Tahun Ajaran 2021/2022


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

CFC adalah singkatan dari Chloroflourocarbon yang terbentuk dari atom chlor, flour,
dan carbon. CFC merupakan gas yang berwarna biru tua, stabil, tidak mudah terbakar,
mudah disimpan, dan murah harganya. Karena sifat-sifat itulah  penggunaan CFCyang
dikembangkan oleh Dr. Thomas Midgley pada tahun 1928 meluas dimana-mana hingga
tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Tetapi di sisi lain, aspek lingkungan yang
kronis tidak dipertimbangkan di awal-awal  penggunaannya. CFC belakangan
inidiketahui bertanggung jawab terhadap penipisan lapisan ozon yaitu dengan
dilepaskannya atom klorin ke atmosfer. CFC merupakan salah satu gas rumah kaca yang
melepas emisi secara langsung maupun tidak langsung yang menjadi masalah lingkungan
yang menjadi perhatian bersama.
Pada tahun 1974, sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh Prof. Sherwood Rowland
dan Prof. Mario Molina dari University of California, mengatakan bahwa gas-gas CFC
menimbulkan penipisan lapisan Ozon. Peningkatan radiasi sinar ultraviolet yang
disebabkan oleh penipisan lapisan Ozon akibat CFC bukan hanya memberikan efek yang
tidak baik terhadap kesehatan seperti kanker kulit dan katarak, tetapi juga merusak gen
dan membahayakan keselamatan hewan dan tumbuhanan.
Hidrofluorokarbon atau HCFC, yang lebih sedikit menyebabkan kerusakan lapisan
ozon bila dibandingkan CFC, digunakan sementara sebagai pengganti CFC, hingga 2020
pada negara maju dan 2016 di negara berkembang. Untuk memonitor  berkurangnya ozon
secara global, pada tahun 1991, National Aeronautics and Space Administration
(NASA) meluncurkan Satelit Peneliti Atmosfer. Satelit dengan berat 7 ton ini mengorbit
pada ketinggian 600 km (372 mil) untuk mengukur variasi ozon  pada berbagai
ketinggian dan menyediakan gambaran jelas pertama tentang kimiawi atmosfer di atas.
Pada bulan Desember 1995 diadakan Vienna conference yang merupakan kelanjutan
dari Montreal Protocol. Pada konferensi tersebut ditetapkan skenario penghentian
pemakaian CFC dan HCFC dan pencarian atas refrigeran-refrigeran alternatif yang ramah
lingkungan. Hidrokarbon sebagai salah satu refrigeran alternatif memiliki  banyak
keuntungan, antara lain tidak diperlukan perubahan peralatan utama yang sudah ada atau
pembelian peralatan baru, hidrokarbon biasa dipakai dengan pelumas mineral maupun
sintetis serta tidak menyebabkan kerusakan ozon dan pemanasan global karena ODP yang
dimiliki nol dan GWP- nya kecil. Kebutuhan pengisian hidrokarbon dalam mesin
pendingin kurang dari separuh (+40%) dibandingkan CFC.
DAMPAK DAN KEGUNAAN CFC (ChloroFluoro Carbon)
BAGI KEHIDUPAN MANUSIA

A. Definisi Umum CFC (Chloro FluoroCarbon)

CFC adalah klorofluorokarbon, merupakan senyawa kimia dengan rumus CC12F4,


yaitu senyawa-senyawa yang mengandung atom karbon dengan klorin dan fluorin terikat
padanya. Dua CFC yang umum adalah CFC-11 (Trichloromonofluoromethane atau freon
11) dan CFC-12 (Dichlorodifluoromethane). CFC merupakan zat-zat yang tidak mudah
terbakar dan tidak terlalu beracun. Satu buah molekul CFC memiliki masa hidup 50
hingga 100 tahun dalam atmosfer sebelum dihapuskan. Pada tahun 1970-an, zat-zat kimia
seperti chlorofluorocarbon (CFC) dan hydrochlorofluorocarbon (HCFC) sudah
menyebabkan  penipisan lapisan ozon. CFC adalah penyumbang +/- 15% terjadinya efek
rumah kaca ,di samping gas CO2 , metana (CH4),dan gas - gas Nidrogen(NOX). Zat
kimia  perusak lapisan ozon ini sangat stabil, sehingga bisa mencapai stratosfer secara
utuh. Ketika berada di stratosfer, zat kimia ini diubah oleh radiasi ultraviolet dari sinar
matahari dan mengeluarkan atom-atom klorin perusak ozon. Setelah lapisan ozon
menipis, jumlah bahaya ultraviolet yang mencapai bumi bertambah antara lain
menyebabkan perubahan ekosistem, kanker kulit, dan katarak.
Pada Protokol Montreal bulan September 1987, dicapai kesepakatan Internasional
guna melindungi lapisan ozon. Kesepakatan itu antara lain produksi dan  penggunaan
CFC-11, CFC-12, CFC-113, CFC-114, halon, karbon tetraklorida, dan metil kloroform
harus dihentikan, kecuali untuk penggunaan khusus. Selain itu, industri diharapkan
mengembangkan bahan pengganti CFC yang bersahabat dengan ozon (ozone-friendly).
Pada zaman sekarang, banyak sekali kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi,
barang yang dibutuhkan oleh masyarakat sekarang banyak sekali yang menggunakan
CFC. Sebagian dari mereka menggunakan CFC dengan cara yang tidak terkira
banyaknya. Selama bertahun-tahun, senyawa-senyawa kimia tersebut secara luas dipakai
untuk pendingin ruangan (AC), media pendingin pada lemari es (kulkas),  bahan pelarut,
bahan dorong, dan proses pembuatan plastik.
 
B. Proses Perusakan Ozon oleh Gas CFC

Ozon adalah molekul dalam bentuk gas yang terjadi secara alami yang ditemukan pada
atmosfer bumi. Molekul ini dapat menyerap panjang gelombang tertentu dari radiasi
ultraviolet matahari sebelum mencapai permukaan bumi.
Lapisan Ozon di stratosfer menyerap radiasi ultra-violet yang berbahaya dari matahari.
Dengan bertambahnya bahan kimia buatan manusia yang mengandung senyawa khlorin
dan bromin, akan ikut merusak molekul ozon pada lapisan ini. Teori  pertama yang
mendukung CFC sebagai perusak lapisan ozon di stratosfer dikemukakan pada tahun
1974 oleh Sherwood Rowland dan rekannya Mario Molina dari Universitas California.
Ozon adalah molekul dalam bentuk gas yang terjadi secara alami yang ditemukan pada
atmosfer bumi. Molekul ini dapat menyerap panjang gelombang tertentu dari radiasi
ultraviolet matahari sebelum mencapai permukaan bumi. Pada lapisan Stratosfer radiasi
matahari memecah molekul gas yang mengandung khlorin atau bromin dan menghasilkan
radikal Khlor dan Brom. Radikal-radikal khlorin dan  bromin kemudian melalui reaksi
berantai memecahkan ikatan gas-gas lain di atmosfer, termasuk ozon. Molekul-molekul
ozon terpecah menjadi oksigen dan radikal oksigen. Dengan terjadinya reaksi ini akan
mengurangi konsentrasi ozon di stratosfer. Semakin  banyak senyawa yang mengandung
Khlor dan Brom perusakan lapisan ozon semakin  parah.
C. Dampak Penggunaan CFC

CFC dapat merusak lapisan ozon. Pada lapisan atmosfir yang tinggi, ikatan C-Cl akan
terputus menghasilkan radikal-radikal bebas klorin. Radikal-radikal inilah yang merusak
ozon. CFC sekarang ini telah digantikan oleh senyawa-senyawa yang lebih ramah
lingkungan.
CFC juga bisa menyebabkan pemanasan global. Satu molekul CFC-11 misalnya,
memiliki potensi pemanasan global sekitar 5000 kali lebih besar ketimbang sebuah
molekul karbon dioksida. Di Indonesia, manifestasi pemanasan global, antara lain,
terganggunya siklus hidro-orologis yang telah merusak sebagian besar sumber daya air
(SDA) di Indonesia. Juga, meluasnya areal lahan kering. Itu harus disikapi dengan
pencarian bibit unggul tanaman pangan lahan kering. Juga, meluasnya lahan  bera (lahan
yang tidak bisa ditanami) sebagai akibat terjangan intrusi air laut.
Baru-baru ini, Inter-governmental Panel on Cimate Change (IPCC) memublikasikan
hasil pengamatan ilmuwan dari berbagai negara. Isinya sangat mengejutkan. Selama
tahun 1990-2005, ternyata telah terjadi peningkatan suhu merata di seluruh bagian bumi,
antara 0,15 - 0,3 Celcius . Jika peningkatan suhu itu terus berlanjut, diperkirakan pada
tahun 2040 (32 tahun dari sekarang) lapisan es di kutub-kutub bumi akan habis meleleh.
Jika bumi masih terus memanas, pada tahun 2050 akan terjadi kekurangan air tawar,
sehingga kelaparan pun akan meluas di seantero jagat. Udara akan sangat panas,  jutaan
orang berebut air dan makanan. Napas tersengal oleh asap dan debu. Rumah-rumah di
pesisir terendam air laut. Luapan air laut makin lama makin luas, sehingga akhirnya
menelan seluruh pulau. Harta benda akan lenyap, begitu pula nyawa manusia.
Ozon mengabsorpsi radiasi ultraviolet yang dipancarkan matahari. Radiasi ini
mempunyai panjang gelombang di bawah 400 nm. Spektrum dari radiasi ini, yang
terletak pada panjang gelombang di antara 290 nm - 320 nm, lebih dikenal dengan istilah
radiasi UV-B. Telah terbukti bahwa peningkatan dosis radiasi UV-B yang mencapai bumi
mengakibatkan meningkatnya kasus penyakit kanker kulit, menurunkan hasil panen, dan
sangat mempengaruhi kehidupan plankton dan larva ikan laut Di lapisan stratosfer ozon
merupakan lapisan pelindung yang melindungi  bumi dari spektrum radiasi matahari yang
berbahaya untuk kehidupan.
Tanpa adanya filter dari lapisan ozon, akan lebih banyak radiasi UV-B yang
menembus atmosfer dan akan mencapai ke permukaan bumi. Beberapa studi eksperimen
terhadap tumbuhan, binatang, dan uji klinis terhadap manusia menunjukkan adanya efek
yang berbahaya bila terpapar radiasi UV-B secara  berlebihan. Di permukaan bumi atau
di lapisan troposfer ozon merupakan gas polutan yang keberadaannya harus diusahakan
minimum. Karena di permukaan bumi, ozon  bisa berkontak langsung dengan lingkungan
atau kehidupan dan menunjukkan sisi destruktifnya. Oleh karena itu, ozon di lapisan ini b
iasa disebut “ozon Jelek” karena ozon bereaksi sangat kuat dengan molekul lain,
ozondengan konsentrasi tinggi  berbahaya bagi kehidupan.
Beberapa studi mendokumentasikan adanya efek yang berbahaya dari ozon terhadap
produksi panen, pertumbuhan, hutan dan kesehatan manusia. Efek ini kontras dengan
efek ozon stratosfer yang menguntungkan. Oleh sebab itu, keberadaan ozon di atmosfer
mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan di bumi ini. Mengingat hal tersebut
maka keberadaan ozon di atmosfer harus selalu dipantau agar dapat diupayakan tindakan-
tindakan antisipasi yang diperlukan.
D. Penanggulangan CFC

Seperti yang telah kita ketahui, Dunia mulai memperhatikan dampak CFC terhadap
bumi kita. Sejak tahun 1975, dikhawatirkan aktivitas manusia akan mengancam lapisan
ozon. Oleh karena itu, atas permintaan “United Nations Environment Programme”
(UNEP), WMO memulai Penyelidikan Ozon Global dan Proyek Pemantauan untuk
mengkoordinasi pemantauan dan penyelidikan ozon dalam  jangka panjang. Semua data
dari pemantauan di seluruh dunia diantarkan ke Pusat Data Ozon Dunia di Toronto,
Kanada, yang tersedia kepada masyarakat ilmiah internasional.
Pada tahun 1977, pertemuan pakar UNEP mengambil tindakan Rencana Dunia
terhadap lapisan ozon. Dan tahun 1987, ditandatangani Protokol Montreal, suatu
perjanjian untuk perlindungan terhadap lapisan ozon. Protokol ini kemudian diratifikasi
oleh 36 negara termasuk Amerika Serikat.
Pada tahun 1990 Pelarangan total terhadap penggunaan CFC sejak diusulkan oleh
Komunitas Eropa (sekarang Uni Eropa) pada tahun 1989, yang juga disetujui oleh
Presiden AS, George Bush. Dan tahun 1991, untuk memonitor berkurangnya ozon secara
global, National Aeronautics and Space Administration (NASA) meluncurkan Satelit
Peneliti Atmosfer yang digunakan untuk mengukur variasi ozon pada berbagai ketinggian
dan menyediakan gambaran jelas pertama tentang kimiawi atmosfer di atas.
Pada tahun 1995, lebih dari 100 negara setuju untuk secara bertahap menghentikan
produksi pestisida metil bromida di negara-negara maju. Bahan ini diperkirakan dapat
menyebabkan pengurangan lapisan ozon hingga 15 persen pada tahun 2000. Kemudian
ditahun yang sama, disetujui CFC tidak diproduksi lagi di negara maju pada akhir tahun
dan dihentikan secara bertahap di negara berkembang hingga tahun 2010.
Hidrofluorokarbon atau HCFC, yang lebih sedikit menyebabkan kerusakan lapisan ozon
bila dibandingkan CFC, digunakan sementara sebagai  pengganti CFC. Indonesia telah
menjadi negara yang turut menandatangani Konvensi Vienna maupun Protokol Montreal
sejak ditetapkannya Keputusan Presiden No 23 Tahun 1992. Berdasarkan Keputusan
Presiden itu, Indonesia juga punya kewajiban untuk melaksanakan program perlindungan
lapisan ozon (BPO) secara bertahap.
Secara nasional Indonesia telah menetapkan komitmen untuk menghapus penggunaan
BPO (Bahan Perusak Lapisan Ozon) pada akhir tahun 2007, termasuk menghapus
penggunaan freon dalam alat pendingin pada tahun 2007. Untuk mencapai target
penghapusan CFC pada tahun 2007, Indonesia telah menyelenggarakan beberapa
program. Dana untuk program penghapusan CFC diperoleh dalam bentuk hibah dari
Dana Multilateral Montreal Protocol (MLF), di mana UNDP menjadi salah satu lembaga
pelaksana. Dengan dukungan dari UNDP, Indonesia telah melaksanakan 29  proyek
investasi tersendiri di sektor busa dan 14 proyek investasi tersendiri di sektor
pendinginan. Pekerjaan di kedua sektor ini telah membantu mengurangi produksi CFC
Indonesia sebanyak 498 ton metrik dan 117 ton metrik di masing-masing sektor.
Hal ini juga didukung oleh Peraturan Departemen Industri No.33 Tahun 2007 yang
akan melarang penggunaan CFC (klorofloro karbon atau freon) untuk proses manufaktur
mulai Juli 2008. Indonesia berencana untuk melarang impor metil  bromida dan CFC
yang merupakan BPO, mulai 1 Januari 2008, atau dua tahun lebih cepat dari tenggat
waktu yang ditargetkan Protokol Montreal untuk penghapusan CFC di negara-negara
berkembang, dan tujuh tahun lebih cepat untuk penghapusan metil  bromida.
Sesungguhnya penipisan ozon ini dipicu dari tingginya pemakaian CFC, namun guna
menormalkan kembali kondisi ozon, diperlukan kerja sama yang baik dari semua  pihak.
Tindakan yang dapat kita lakukan saat ini demi memelihara lapisan ozon, misalnya mulai
mengurangi atau tidak menggunakan lagi produk-produk rumah tangga yang
mengandung zat-zat yang dapat merusak lapisan pelindung bumi dari sinar UV ini. Untuk
itu, diperlukan upaya meningkatkan kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat dalam
program perlindungan lapisan ozon, pemahaman mengenai  penanggulangan penipisan
lapisan ozon, memperkenalkan bahan, proses, produk, dan teknologi yang tidak merusak
lapisan ozon. Bila tidak, maka proses penipisan ozon akan semakin meningkat dan
mungkin saja akan menyebabkan lapisan ini tidak dapat dikembalikan lagi ke bentuk
aslinya.
Walaupun begitu, tetap saja penggunaan CFC tidak akan mudah lepas begitu saja dari
kehidupan manusia. Penghapusan penggunaan CFC di Indonesia, tampaknya tidak mudah
dilakukan. Terutama karena alat-alat pendingin yang ada sekarang, misalnya kulkas dan
AC, mayoritas masih menggunakan tekhnologi berbasis CFC. Untuk mengantisipasi
penggunaan CFC berlebihan, telah ditemukan cara yang dinilai sangat  bermanfaat. Yakni
melakukan daur ulang CFC, dan mencari bahan alternatif  pengganti.
Mendaur ulang CFC, dibutuhkan alat yang disebut Recovery CFC. Alat canggih
seharga 60 juta rupiah ini, dinilai sangat membantu mengurangi kebocoran molekul CFC
ke udara. Cara kerja alat Recovery CFC, sangat sederhana. CFC lama di dalam alat
pendingin, tak perlu lagi diganti. Tapi cukup mendaur ulang, sehingga menghasilkan
CFC baru. Namun mengurangi dampak penggunaan CFC, tak hanya dilakukan dengan
cara daur ulang. Namun juga dapat melalui penggunaan bahan alternatif pengganti. Salah
satunya Hydro Floro Carbon atau HFC.

Anda mungkin juga menyukai