Anda di halaman 1dari 8

ILMU AL-QUR'AN

2 Wajah Bacaan dalam Qira'at Riwayat Imam


Hafs
Moh. Fathurrozi  Rabu, 22 September 2021 | 08:30 WIB

Riwayat Imam Hafs merupakan riwayat bacaan yang sangat populer dan paling banyak
digunakan. Bahkan dapat dikatakan, hampir seluruh dunia Islam secara resmi
menggunakan bacaan riwayat Imam Hafs, kecuali beberapa negara tertentu seperti
Maroko, yang menggunakan bacaan riwayat Imam Warsy, Tunisia, dan Libya,
menggunakan bacaan riwayat Imam Qalun.

Pada jalur periwayatan ilmu qira’at, Imam Hafs merupakan perawi dari qira’at Imam
Ashim. Beliau yang melanjutkan estafet qira’at Imam Ashim, bahkan disebut sebagai murid
yang paling mengetahui bacaan Imam Ashim di antara murid-murid yang lain. 
 
Imam Abi Hisyam al-Rifa’i (w. 242 H) berkata: “Hafs adalah murid Imam Ashim yang
paling mengerti atas qira’at Ashim. (Ibnu al-Jazari, Ghayat al-Nihayah Fi Thabaqat al-
Qurra’, juz I, 254.).

Selain sebagai murid, Imam Hafs juga merupakan anak tiri dari Imam Ashim. Sehingga
kedekatan ini tidak hanya dalam aspek keilmuan (ideologis) tapi juga dalam aspek
kekerabatan (bapak dan anak). Kedekatan inilah yang mempengaruhi bacaan keduanya. 

ADVERTISEMENT

 
Baca juga: Biogra para Imam Qira'at Al-Qur'an

Imam Hafs menyatakan bahwa riwayat bacaannya tidak ada yang menyalahi dan bertolak
belakang dengan qira’at Imam Ashim kecuali pada satu kata, yaitu pada Surat ar-Rum ayat
54 ( ، ). Pada kata tersebut, Imam Hafs membaca dengan dhammah (pada huruf
dlad), sedangkan Imam Ashim membaca dengan fathah. (Ibnu al-Jazari, Ghayat al-Nihayah
Thabaqat al-Qurra’, juz I, 254.). x

ADVERTISEMENT
Dalam masalah ini, Imam Hafs mengikuti kebanyakan ulama qira’at yang lebih memilih
membaca dhammah namun juga tidak meninggalkan bacaan gurunya. Sehingga Imam asy-
Syatibi pun menyampaikan terkait masalah ini, dengan memaparkan dua pendapat, yaitu
dibaca dhammah dan fathah.

Dalam menerima bacaan atau mengajarkan bacaan (tahammul wa al-ada’) dari Imam
Ashim, Imam Hafs tidak hanya membaca dengan satu wajah saja, tapi juga membaca
dengan dua wajah atau lebih. Hal ini tidak lepas dari penerimaan bacaan yang diterima
oleh Imam Ashim dari gurunya; Abu Abdurrahman as-Sullami, Zir bin Hubaysy, dan Saad
bin Ilyas asy-Syaibani.

ADVERTISEMENT

Dalam riwayat Imam Hafs terdapat dua jalur, yaitu jalur Syathibi dan jalur al-Nasyr. Jalur
al Syathtibi adalah jalur yang dirumuskan oleh Imam asy-Syatihibi (w. 590 H) dalam
karyanya “Hirz al Amani wa Wajh al Tahani al Qora’at al Sab’i”. Jalur ini hanya memilih
satu thariq dari Imam Hafs dan dikenal dengan sebutan qira’at Sughra. Sedangkan jalur al
Nasyr adalah jalur yang dirumuskan oleh Imam Ibnu Al Jazari (w. 833 H) yang
terdokumentasi dalam karya monumentalnya “al Nasyr al Qira’at al Asyr”. Jalur ini
memiliki dua thariq dari Imam Hafs dan dikenal dengan sebutan qira’at Kubra.

Dalam uraian berikut ini, dijelaskan riwayat Imam Hafs yang boleh dibaca dengan dua
wajah dari jalur asy-Syathibi atau jalur qira’at sughra.

1. Membaca basmalah di tengah-tengah surat.


Ulama qira’at, termasuk Imam Hafs, sepakat bahwa membaca basmalah di awal surat
merupakan keharusan bagi orang yang hendak membaca Al Qur’an. Tapi, membaca
basmalah di tengah-tengah surat selain surat at- Taubah boleh memilih antara membaca
atau meninggalkannya. Yang dimaksud dengan tengah-tengah surat adalah selain ayat yang
pertama.

Imam al Syathibi berkata:

َ َ ْ َ َ ّ َ ِ ‫ْ َاء‬ ‫وَ ا‬

Artinya: “Di tengah-tengah surat seorang qari’ boleh memilih membaca basmalah atau
meninggalkannya”.

2. Awal surat Ali Imran (‫ )اﻟﻢ‬ketika dibaca washal dengan lafadz Jalalah.
Apabila lafadz ( ‫ )ا‬dibaca washal dengan lafadz Allah ( ‫)ا‬, maka huruf mim pada lafadz
( ‫ )ا‬boleh dibaca dua wajah; panjang dua harakat atau enam harakat. Dibaca panjang enam
harakat karena melihat pada asal huruf mim yang sukun. (huruf ya’ dan mim berharakat
sukun). Bacaan ini disebut bacaan mad lazim har mukha af.

Sementara itu, bila dibaca panjang dua harakat karena melihat harakat yang baru datang
pada huruf mim. (dalam hal ini bacaan tersebut layaknya bacaan
x mad Thabi’i). Kedua
bacaan tersebut merupakan bacaan yang shahih tapi bacaan panjang enam harakat lebih
diutamakan. (Ahmad Hijazi, al Qaul al Sadid Ahkam al Tajwid/39).

Dalam bacaan ini huruf mim dibaca fathah karena menjaga bacaan tebal pada Jalalah
(Allah).

3. Lafadz ( ‫ )اﻵن( )أ‬,(‫)آﻟﺬﻛﺮﻳﻦ‬


Dalam ketiga lafadz di atas, asalnya terdapat dua hamzah yang berkumpul dalam satu
kalimat, hamzah yang pertama adalah hamzah isti am (pertanyaan) dan hamzah yang
kedua adalah hamzah washal. Dalam riwayat Imam Hafs, ketiga lafadz di atas boleh dibaca
dengan dua cara; ibdal atau tashil. 
Membaca ibdal artinya mengganti hamzah yang kedua dengan huruf alif (sehingga
terkumpul dua alif sukun) dan membaca panjang 6 harakat. Sedangkan bacaan yang kedua
adalah membaca tashil hamzah yang kedua dengan cara membaca antara alif dan hamzah.
Bacaan ibdal diutamakan dalam talaqqi. Kedua bacaan tersebut merupakan bacaan yang
shahih. Dalam hal ini, seseorang tidak akan bisa mempraktekkan bacaan tersebut secara
baik dan sempurna kecuali belajar langsung dan talaqqi kepada seorang guru yang
kompeten.

4.  Lafadz ( ّ َ َ َ ) surat Yusuf 11.


Asal kata lafadz di atas adalah (َ ُ َ َ َ ) – la Ta’manuna- terkumpul dua huruf nun. 

Pada lafadz di atas boleh dibaca dengan dua metode; isymam atau raom/Ikhtilas.
a. Isymam artinya meng-idgham-kan Nun yang pertama kepada nun kedua secara
sempurna kemudian mengisyaratkan bacaan dhammah dengan mencucu/monyong tanpa
disertai banyi suara. 
Metode isymam ini mengikuti kaidah yang menyatakan bahwa bila dua huruf yang sama
bertemu, maka huruf yang pertama di-idgham-kan ke huruf yang kedua. Sebagai
konsekuensi dari idgham, agar tidak menghilangkan asal katanya dan menunjukkan
harakat asalnya, maka digunakan metode isymam.

b. Raom atau Ikhtilas artinya membaca cepat dhammah nun yang pertama tanpa meng-
idgham-kannya. Sebagian ulama menggunakan redaksi ikhfa’ nun pertama. Sebagian ulama
yang lain mengutarakan bahwa cara membaca raom ini dengan sepertiga harakat. Apapun
istilahnya, pada intinya cara membaca raom ini adalah dengan membaca cepat dan samar
dhammah nun yang pertama sehingga terdengar tidak sempurna sebagaimana lazimnya. 
x

Kedua metode di atas tidak dapat diterapkan secara sempurna dan benar kecuali dilakukan
musyafahah atau talaqqi kepada seorang guru yang berkompeten.

Menurut Abdul Fattah al Mirsha , wajah ikhtilas adalah “wajah muqaddam” atau wajah
yang didahulukan. (al Mirsha , Hidayat al Qari Ila Tajwid Kalam al Bari/260).

5. Huruf ʻAin (‫ )ﻛﻬﻴﻌﺺ‬pada surat Maryam 1 dan surat al Syura (‫)ﺣﻢ ﻋﺴﻖ‬
Pada huruf ‘Ain di atas boleh dibaca panjang empat harakat atau enam harakat. 

6. Lafadz ‫( ﻓﺮق‬asy-Syuʼara: 63).


Dalam riwayat Imam Hafs, huruf ra’ sukun yang berada di tengah-tengah antara harakat
kasrah dan huruf isti’la’ boleh dibaca dengan dua cara; tipis atau tebal. Dibaca tebal karena
melihat adanya huruf isti’la’ yang jatuh setalah huruf ra’. Sementara itu, dibaca tipis karena
melihat pada harakat kasrah huruf isti’la’ sehinga tingkat kekuatan isti’la’ menjadi rendah
karena diapit oleh dua harakat kasrah. Dalam hal ini, para ulama memilih bacaan tipis
lebih diutamakan. Kedua wajah bacaan tersebut berlaku ketika dibaca washal. 
Namun apabila berhenti pada lafadz (‫) ق‬, maka ulama memerinci sebagaimana berikut;
Apabila mengikuti pendapat bahwa huruf ra’ dibaca tebal ketika washal, maka ketika waqaf
hanya boleh dibaca tebal, dan apabila mengikuti pendapat bahwa huruf ra’ dibaca tipis
ketika washal maka ketika berhenti boleh dibaca dua; tebal dan tipis.(al Mirsha , Hidayat
al Qari Ila Tajwid Kalam al Bari/125).

7. Lafadz (‫ )آﺗﺎن‬surat al Naml 36.


Objek utama dalam lafadz tersebut adalah antara menetapkan huruf ya’ setelah huruf nun
atau membuangnya ketika waqaf (berhenti).

Dalam riwayat Imam Hafs, ketika waqaf pada lafadz di atas boleh dibaca dua wajah;
menetapkan ya’ atau membuang ya’. Menetapkan ya’ artinya membaca kasrah nun dan
membaca panjang dua harakat (aataanii) layaknya mad thabi’i. Membuang huruf ya’
artinya membaca sukun huruf nun (aataan).

8. Lafadz (‫ ﺿﻌﻒ‬،‫ )ﺿﻌﻔﺎ‬pada surat al Rum 54.


Pada lafadz di atas, huruf dhad boleh dibaca fathah atau dhammah. Bacaan fathah
didahulukan dalam talaqqi. (al-Mirsha , Hidayat al Qari Ila Tajwid Kalam al Bari: 260).
Sebagaimana dijelaskan di awal bahwa hanya dalam bacaan ini Imam Hafs dan gurunya
sekaligus ayah tirinya berbeda. Meskipun berbeda, kedua bacaan tersebut adalah bacaan
yang shahih yang bersumber dari Nabi Muhammad saw,.

9. Lafadz (‫ )اﻻﺳﻢ‬al Hujurat 11.


Dalam lafadz ini, semua ulama qira’at membaca Naql (memindahkan
x
harakat hamzah
kepada huruf sebelumnya, yaitu lam). 

Dalam riwayat Imam Hafs, ketika memulai membaca dari lafadz tersebut, maka boleh
memilih salah satu dari dua wajah berikut; 
Pertama, membaca fathah hamzah dan membaca kasrah lam (Alismu).
Kedua, membuang huruf hamzah dan memulai dari huruf lam kasrah (lismu).
Kedua bacaan di atas adalah bacaan shahih dan benar, namun wajah yang pertama lebih
diutamakan dalam talaqqi karena sesuai dengan penulisan rasm ustmani.
10. Lafadz (‫ )اﻟﻤﺼﻴﻄﺮون‬surat al Thur 37.
Dalam ayat tersebut, huruf shad boleh dibaca dengan huruf shad sebagaimana yang tertulis
(: 28‫ون‬ ‫ – ا‬al Mush‫ش‬ithirun), juga boleh diganti dengan huruf sin (‫ون‬ ‫ – ا‬al-
Musaithirun). 

11. Lafadz (‫( َﻫﻠَ َﻚ‬28) ‫ )ﻣَ ﺎ ِﻟ َﻴ ْﻪ‬al Haqqah.


Pada kedua ayat di atas, jika dibaca washal maka boleh dibaca dengan dua cara; idhhar
atau idgham.
Cara membaca idhhar: membaca sukun huruf ha’ dengan berhenti sejenak tanpa nafas
(saktah latifah). Dalam hal ini, bacaan idhhar tidak akan tampak kecuali dengan berhenti
sejenak. Sedangkan cara membaca idgham ialah memasukkan huruf ha’ yang pertama ke
huruf ha’ yang kedua tanpa berhenti. Menurut ulama bacaan idhhar didahulukan dalam
talaqqi.

12. Lafadz ( ) surat al Insan 4.


Dalam riwayat Imam Hafs, ketika berhenti pada ayat di atas, boleh dibaca dengan dua
wajah; menetapkan alif atau membuangnya. 

Menetapkan alif artinya membaca panjang huruf lam yang kedua (Salaasilaa), membuang
alif artinya membaca sukun pada huruf lam yang kedua (‫س‬alaasil).
 
13. Lafadz ( ) surat al Mursalat 20.
Dalam lafadz di atas boleh dibaca dengan idgham kamil atau idgham naqis. Idgham kamil
artinya meng-idgham-kan huruf qaf kepada huruf kaf secara sempurna. Sedangkan idgham
naqis artinya menampakkan sifat isti’la’ huruf qaf terlebih dahulu (tanpa qalqalah) dan
meng-idgham-kanya ke dalam huruf kaf. Dikatakan iqgham naqis karena huruf qaf adalah
huruf yang kuat sedangkan huruf kaf tidak sekuat huruf qaf. Dalam kaidah ilmu tajwid,
huruf yang kuat tidak bisa meng-idgham-kan huruf yang tidak kuat. Imam Ibnu al Jazari
mengatakan bahwa membaca idgham kamil lebih diutamakan. x

 
Ustadz Moh. Fathurrozi, Ustadz Moh. Fathurrozi, Founder Al-Qur’an Khairu Jalis; pegiat
kajian ilmu qiraat.

Qira'ah Sab'ah - Gus Nasikh


 

Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan
informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.

TAGS:

Anda mungkin juga menyukai