Anda di halaman 1dari 15

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAERAH METRO JAYA


BIRO SDM POLDA METRO JAYA

ANALISA PSIKOLOGI SOSIAL


NOMOR: / /XII/2022/Bagpsi

MANAJEMEN EKSPEKTASI SEBAGAI TINDAKAN PENCEGAHAN PERSELINGKUHAN


DI LINGKUNGAN PERNIKAHAN PEGAWAI NEGERI PADA POLRI (PNPP)

I. PENDAHULUAN
Untuk bisa terus menjalani kehidupan, seseorang harus memiliki keinginan atau harapan
yang diperjuangkan, atau bisa disebut juga harapan hidup. Tak heran, jika banyak orang yang
berjuang dan berusaha keras agar bisa mewujudkan harapan atau ekspektasinya tersebut. Seperti
juga ekspektasi yang pada umumnya diharapkan oleh semua rumah tangga yaitu rumah tangga
yang memiliki ketenangan batin, kondisi keuangan yang stabil, pasangan berubah seperti yang kita
inginkan, tampil sempurna, bisa memahami dan mengerti sifat kita, tidak pernah merasa bosan
satu sama lain, pasangan yang bertanggung jawab dengan kebahagiaan kita, serta pasangan yang
setia. Sebenarnya tak ada yang salah dengan berekspektasi, tetapi akan menjadi masalah apabila
ekspektasi yang dimiliki terlalu tinggi, bahkan tidak realistis. Sehingga, pernikahan tersebut terasa
begitu berat dan menimbulkan permasalahan antar pasangan, termasuk di lingkungan keluarga
Pegawai Negeri Pada Polri (PNPP). Ekspektasi juga dapat menggambarkan sesuatu yang
seharusnya terjadi. Namun terkadang, realita yang terjadi tidak sesuai bahkan berbanding terbalik
dengan ekspektasi yang kita miliki. Hal tersebut akan menimbulkan rasa kecewa, patah hati,
bahkan tak punya lagi keinginan untuk hidup. Untuk itu, diperlukannya manajemen ekspektasi
untuk menghindari rasa kecewa yang berlebihan saat realita tidak sesuai dengan harapan atau
ekspektasi.
Rumah tangga adalah lembaga moral terbesar dalam masyarakat, dimana setiap individu
memperoleh pendidikan mendasar sebagai suami atau istri yang memerankan tugas mulianya
secara moral di dalam rumah tangga. Dari cara mendidik anak, berkomunikasi, tata krama,
maupun kemandirian, semuanya digambarkan secara gamblang dalam rumah tangga. Ketika
seseorang tidak menyadari fungsi rumah tangga sebagai lembaga moral tersebut, maka ia tidak
akan memahami akan hakekat moral yang harusnya dipegang teguh. Sehingga, akan menjadi hal

1 tersebut. . . . .
2

yang wajar apabila semua agama menghukum berat perselingkuhan, karena apabila dibiarkan
akan menjadi sebuah persoalan yang mampu meruntuhkan moral masyarakat. Setiap orang
mendambakan bisa menempuh kehidupan perkawinan yang harmonis. Meski demikian
bagaimanapun juga kita tidak bisa melupakan bahwa sebuah perkawiinan pada dasarnya terdiri
dari 2 orang yang mempunyai kepribadian, sifat dan karakter, latar belakang keluarga serta
persoalan yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu tidak heran jika kehidupan pernikahan
pada kenyataannya tidak seindah dan seromantis harapan pasangan tersebut
Fenomenan perselingkuhan yang terjadi akhir-akhir ini baik pada PNPP maupun pekerjaan
lain pada masyarakat yang semakin hari semakin banyak bahkan berujung pengajuan cerai ini
tentu menimbulkan kekhawatiran. Terutama pada PNPP karena nantinya pasti akan berimbas
pada citra dan kinerja Polri. Data di atas diperoleh hanya dari pengajuan cerai yang diajukan ke
Biro SDM Polda Metro Jaya, sehingga bagaikan puncak gunung es dimana sebenarnya masih
banyak pengajuan cerai dari anggota PNPP di Polda Metro Jaya.

II. FAKTA
A. Berdasarkan data Bag Watpers Ro SDM Polda Metro Jaya, alasan tertinggi pengajuan
perceraian PNPP Polda Metro Jaya periode bulan Januari – Desember 2022 antara lain
ketidakcocokan sebanyak 39%, perselingkuhan sejumlah 28%, ekonomi sebanyak 23%, dan
KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) sebanyak 8%. Berbicara tentang perselingkuhan
yang menjadi alasan tertinggi kedua pengajuan perceraian, bukan hanya menyebabkan
PNPP dianggap tidak profesional dan tidak sesuai dengan tuntutan peran maupun tanggung
jawabnya, tetapi juga dapat menjadi salah satu pelanggaran kode etik karena bisa
diklasifikan tindak pidana perzinahan, yang berdampak personel tersebut bisa di-PTDH
(Pemberhentian Tidak Dengan Hormat). Hal tersebut terkait dengan diberlakukannya
Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Perubahan
Atas Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Pengajuan Perkawinan, Perceraian dan Rujuk Bagi Pegawai Negeri Pada Polri
Pasal 4 Ayat (1) yang berisi “Pegawai Negeri pada Polri hanya diizinkan mempunyai
seorang istri/suami” dan Ayat (2) yang berisi “Anggota Polri wanita dan pegawai negeri sipil
Polri wanita dilarang menjadi istri kedua dan seterusnya.”
B. Pada hari Kamis, 26 Mei 2022 pukul 10.54 WIB, Jakarta, detikNews merilis artikel berjudul
“Fakta Terkini Seputar Heboh Layangan Putus Versi Polda Metro”. Awalnya, seorang istri

menerangkan . . . . .
3

bernama Isty Febryani mengungkap perselingkuhan suaminya, Briptu A, dengan seorang


Polwan berinisial Bripda RPH yang sama-sama berdinas di Polda Metro Jaya dalam sebuah
utasan berjudul “Layangan Putus PMJ Version” yang beredar luas di media sosial Twitter. IF
menerangkan bahwa suaminya pernah ke luar kota dengan wanita yang di kontak HP milik
Briptu A diberi nama ‘Teteh Ayam Penyet’, ia juga pernah mendapati suaminya mengirimkan
kata “sayang” kepada petugas sekuriti Mall. Dirinya yang curiga pun diam-diam mengambil
ponsel milik Briptu A dan merekam seluruh percakapan dengan seseorang yang dinamai
“WANITAKU” yang kemudian diketahui adalah seorang polwan bernama Bripda RPH yang
saat itu bertugas sebagai Spri Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya. Dari situ, ditemukan
sejumlah chat mesra antara suaminya dengan perempuan tersebut. Terdapat pula foto yang
memperlihatkan Briptu A dan perempuan itu bermesraan tanpa busana. Kemudian, IF
melaporkan suaminya beserta Bripda RPH terkait kasus perselingkuhan pada Desember
2019. Selanjutnya, pada tahun 2021, berdasarkan putusan Komisi Sidang Kode Etik
terhadap Briptu A dijatuhi hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH),
sementara Bripda RPH dikenakan hukum demosi.
(https://news.detik.com/berita/d-6096100/fakta-terkini-seputar-heboh-layangan-putus-versi-
polda-metro)
C. Pada hari Rabu, 29 Juni 2022 pukul 20.46 WIB, SuaraLampung.id merilis artikel yang
berjudul “Buntut Digerebek Berduaan dengan Istri Perwira, AKP ZA Dicopot dari Jabatan
Kasat Lantas Polres Way Kanan”. Kasus perselingkuhan seorang Kasat Lantas berinisial
AKP ZA Polres Way Kanan Polda Lampung dan seorang bhayangkari berinisial HY yang
merupakan istri perwira yang juga berdinas di tempat yang sama tersebut viral di media
sosial karena video penggerebekan mereka ramai di dunia maya. Kasus tersebut diketahui
terjadi pada hari Kamis 23 Juni 2022, sekitar jam 03.00 WITA di Kampung Negeri Baru, Kec
amatan Umpu Semenguk, Kabupaten Way Kanan saat suami HY sedang dalam penugasan
keluar daerah. Saat warga melakukan penggerebekan, AKP ZA sempat tak ditemukan.
Warga hanya mendapati wanita selingkuhan tengah memakai daster dan mengelak tudingan
memasukkan pria lain ke dalam rumahnya. Tak percaya, warga kemudian mencari
keberadaan oknum polisi berpangkat AKP itu di seluruh sudut ruangan. Akan tetapi, warga
kesulitan dan tak menemukan AKP ZA. Namun itu tak bertahan lama setelah warga
mengetahui bahwa oknum polisi itu ternyata bersembunyi di atas plafon kamar
wanita selingkuhannya. Saat itulah, wanita selingkuhan AKP ZA hanya bisa duduk dan
persembunyiannya . . . .
4

menahan malu. Meski sudah kepergok warga, AKP ZA yang disebut merupakan Kasatlantas


Polres Way Kanan itu tak mau turun dari plafon. Beruntung, Waka Polres Way Kanan
Kompol Zainul Fachry bersama Kasi Propam Polres Way Kanan cepat datang ke lokasi dan
menenangkan warga yang sudah geram. Setelah diperintahkan, AKP ZA akhirnya mau turun
dan keluar dari tempat persembunyiannya, yakni dari atas plafon kamar. Dalam video yang
beredar, terlihat AKP ZA terus menutupi wajahnya dengan jaket berwarna biru gelap. Ia
kemudian digiring masuk ke sebuah mobil mini van hitam yang langsung membawanya ke
Polres Way Kanan. Saat keluar dari rumah wanita selingkuhannya, warga yang geram
meluapkan emosi dengan melontarkan caci maki dan cemooh kepada AKP ZA. Untuk
menangani kasus tersebut, saat ini AKP ZA dimutasi dari posisinya dan sedang menjalani pe
meriksaan oleh Bid Propam Polda Lampung.
(https://lampung.suara.com/read/2022/06/28/132531/buntut-digerebek-berduaan-dengan-
istri-perwira-akp-za-dicopot-dari-jabatan-kasat-lantas-polres-way-kanan)
D. Pada hari Sabtu, 3 September 2022 pukul 17.54 WIB, SuaraSumsel.id merilis artikel yang
berjudul “Viral Digerebek Bersama Mantan Pacar di Hotel, Istri Polisi Ingin Buktikan Bisa
Dapat Lelaki Perjaka”. Seorang anggota Polri bernama Brigadir A, personel Polres
Banyuasin dengan emosi menggerebek istri sendiri EP (23) bersama seorang laki-laki
berinisial MI (24) di sebuah kamar hotel bintang empat kawasan Kecamatan IB 1 Palembang
pada tanggal 29 Agustus 2022. Mulanya, dia mendapati pesan pemesanan kamar hotel dan
berkenyakinan yang memesan kamar hotel tersebut adalah sang istri. Dirinya juga
mengaku jika sang istri memang sudah ada tanda-tanda tidak setia. Istrinya mulai
menunjukkan gelagat berselingkuh dengan meninggalkan anak yang berusia 11 bulan
sendirian di rumah. Video pengerebekkan tersebut kemudian viral di media sosial dan ramai
mendapatkan hujatan dari masyarakat jagad maya karena EP yang dalam kondisi seksi di
kamar hotel bersama MI yang belakangan diketahui adalah mantan pacarnya sewaktu
berkuliah. Seusai kejadian penggerebekan tersebut, kedua pasangan perzinaan itu dibawa
polisi ke Polsek Ilir Barat 1. Mengetahui dirinya mendapatkan komentar negatif, EP pun
membeberkan alasannya berselingkuh. "Saya mohon maaf, atas perbuatan saya," ujarnya
dalam video yang kemudian juga viral di media sosial. Dirinya mengakui perselingkuhan
tersebut dikarenakan ingin membuktikan tudingan sang suami. "Ini berawal dari kata-kata
suami saya sering bilang kalau saya ini jahat (bermuka jelek). Saya ini ga laku lagi, kalau dia
(suami), gadis banyak ngantre. Kalau saya belum tentu dapat bujang (lelaki pejaka). Itu
E. Pada . . . .
5

terngiang-ngiang (teringat-ingat) di otak saya," ujar EP. Selain alasan itu, ia juga
mengungkapkan jika Brigadir A sering memukul. Perilaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) pernah dilaporkan ke Propam Polda Sumsel, namun dirinya memutuskan untuk
mencabut laporan tersebut dan berdamai.
(https://sumsel.suara.com/read/2022/09/03/175448/viral-digerebak-bersama-mantan-pacar-
di-hotel-istri-polisi-ingin-buktikan-bisa-dapat-lelaki-perjaka?page=all)
E. Pada hari Minggu, 13 November 2022 pukul 08.30 WIB, Jakarta, detikNews merilis artikel
berjudul “7 Hal Diketahui Soal Bripka HK Diadukan Selingkuh dengan Banyak Wanita”
Anggota Polsek Pondok Aren, Polres Tangerang Selatan, Bripka HK dilaporkan istrinya, IS
atas dugaan perselingkuhan hingga KDRT psikis. Bripka HK dan IS diketahui menikah pada
5 April 2020 silam. Menurut IS, suaminya itu sudah berselingkuh setelah 3 bulan usia
pernikahan keduanya. Perselingkuhan HK dengan banyak wanita terbongkar setelah dirinya
mengecek ponsel suaminya itu dan menemukan sejumlah chat mesra hingga foto mesum di
ponsel suaminya itu. IS menjelaskan bahwa suaminya tidak hanya selingkuh dengan satu
orang, tetapi dengan 16 perempuan. Namun, menurutnya, hanya lima perempuan yang
intens berhubungan dengan Bripka HK. Lantas, IS memutuskan melaporkan suaminya ke
Polsek Pondok Aren pada akhir tahun 2021, antara bulan Oktober atau November. Kala itu
IS dengan Bripka HK sempat dimediasi, dan suaminya meminta maaf. Alih-alih berhenti,
tidak lama setelah mediasi tersebut, Bripka HK melakukan perselingkuhan kembali, bahkan
teman-temannya pun didekati HK. Pada Maret 2022, IS menyebut dirinya diusir dari rumah
karena mendapati suaminya Bripka HK berselingkuh kembali dengan perempuan lain. Ia
menceritakan bahwa HK melempar barang-barang IS dan memintanya meninggalkan
rumah.
Propam Polda Metro Jaya. Akhirnya, ia melaporkan Bripka HK ke Propam Polda Metro Jaya
dengan dugaan perselingkuhan bersama dua wanita yang disebut-sebut bekerja di salah
satu kementrian dan satu lagi merupakan anggota ormas. IS juga melampirkan bukti
percakapan perselingkuhan suaminya yang memuat kalimat 'Ka aku takut hamil gmna dong'
dimana chat tersebut viral di media sosial. Terkait perselingkuhan Bripka HK, Kapolres
Tangerang Selatan AKBP Sharly Sollu mengatakan kasus anggotanya kini masih ditangani
oleh Propam Polda Metro Jaya dengan ancaman dipecat dari institusi Polri sesuai aturan
(https://news.detik.com/berita/d-6409555/mertua-diperiksa-terkait-dugaan-perselingkuhan-

kementrian . . . .
6

dan-kdrt-bripka-hk)

III. TINJAUAN TEORI


Kata ekspektasi sendiri umumnya merujuk pada keinginan, harapan, impian, atau cita-cita.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kemendikbud, ekspektasi diartikan sebagai
pengharapan. Sedangkan pada teori nilai harapan Expectancy-Value Theory dalam kamus
psikologi, ekspektasi diartikan sebagai ”suatu teori mengenai motivasi manusia, menjelaskan
tingkah laku manusia dipandang dari segi norma-norma harapan individu dalam pencapaian suatu
sasaran, dalam satu situasi dimana motif-motifnya dapat dibangkitkan, serta berkenaan dengan
nilai insentif dari sasaran tersebut” (Kartono, 1987: 160). Selanjutnya, ekspektasi juga merupakan
perkiraan individu atau pendapat dari kemungkinan yang akan terjadi (Tosi, 1990: 285). Ide dasar
yang melatarbelakangi teori ekspektasi adalah perilaku yang dimotivasi dari hasil kombinasi
kebutuhan individu dengan nilai pencapaian yang tersedia di lingkungan sekitar. Tokoh lain yang
popular dengan teori ekspektasi adalah Victor Vroom, Edward Lawler dan Lyman Porter. Mereka
percaya bahwa ada hubungan antara tingkah laku seseorang dalam bekerja dan hasil yang ingin
dicapai. Dalam bukunya yang berjudul Work and Motivation (1964, dalam Kreitner dan Kinicki,
2001: 301), rumusan sistematis Victor Vroom mengenai teori ekspektasi adalah kecenderungan
yang kuat untuk bertindak dengan suatu cara tertentu yang bergantung pada kekuatan harapan
bahwa suatu tindakan akan diikuti dengan konsekuensi atau akibat tertentu dan tertarik pada
konsekuensi atau akibat bagi pelakunya.
Teori di atas, apabila dikaitkan dengan teori manajemen akan menghasilkan pengaturan,
pengendalian, penyesuaian antara harapan yang ditimbulkan atas realita yang terjadi berupa
manajemen ekspektasi. Terlebih apabila realita tersebut berbeda dengan ekspektasi yang
dibangun sebagaimana yang diungkapkan oleh Kirk, D. (2000) dalam bukunya Managing
expectations. PM Network, 14(8), 59–62. Michael J. Formica EdM, NCC, LPC juga menjelaskan
bahwa dalam penerapan Manajemen Ekspektasi, terdiri dari dua bagian, yaitu ekspektasi pribadi
ke orang lain dan ekspektasi orang lain yang dilimpahkan ke pribadi. Misalkan ekspektasi pribadi
ingin menyendiri karena sedang lelah, tetapi ekspektasi orang lain ingin mengajak bicara dan pergi
beramai-ramai. Manajemen ekspektasi berarti menjelaskan lebih detail tentang keinginan dan
harapan kepada pihak yang bersangkutan, bukan berarti harus berhenti berharap. Hal ini biasanya
yang memicu perselisihan dengan pasangan karena masing-masing memiliki ekspektasi bahwa
pasangan harusnya tahu apa yang harus dilakukan untuk membuat hubungan lebih dekat. Bila
ekspektasi . . . .
7

perselisihan dibiarkan berlarut, bisa menimbulkan lelah kejiwaan dan depresi. Dengan gambaran
manajemen ekspektasi tersebut, secara sistematis akan memberikan tindakan pencegahan dari
tingginya perbedaan antara sebuah ekspektasi pernikahan yang bahagia dengan realita yang
terjadi, bahkan mampu mendorong terjadinya perselingkuhan.
Membahas tentang perselingkuhan, KBBI mendefinisikan bahwa selingkuh adalah (1) suka
menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak berterus terang; tidak jujur; curang;
serong; (2) suka menggelapkan uang; korup; (3) suka menyeleweng. Bird & Melville (1994),
menyatakan bahwa perselingkuhan dilakukan oleh salah satu pasangan yang telah menikah
adalah hubungan yang dengan orang lain yang bukan pasangannya. Perselingkuhan (selingkuh)
adalah perbuatan seorang suami (istri) dalam bentuk menjalin hubungan dengan seseorang di luar
ikatan perkawinan yang kalau diketahui pasangan sah akan dinyatakan sebagai perbuatan
menyakiti, mengkhianati, melanggar kesepakatan, di luar komitmen (Asya, 2000). Dengan kata lain
selingkuh terkandung makna ketidakjujuran, ketidakpercayaan, tidak saling menghargai dengan
maksud menikmati hubungan dengan orang lain sehingga terpenuhi kebutuhan afeksi-seksualitas
(meskipun tidak harus terjadi hubungan badan).
Di sisi lain, May (1967) menganggap bahwa jika suatu relasi pasangan yang tidak didasari
dengan empat tingkatan cinta, yaitu: sex (kontak badan antar pasangan satu sama lain) , eros
(kehendak untuk mendapatkan keturunan) , philia (cinta dan persahabatan) , dan agape (cinta tak
bersyarat sebagaimana cinta Tuhan kepada makhluk), maka relasi itu tidak akan bertahan lama.
Setiap pasangan perlu menghidupi keempat level cinta ini supaya ia memiliki relasi yang
mendalam, menjangkau luas, sehingga mampu bertahan bahkan bertumbuh. Ketika suatu
pasangan hanya berhenti pada level fisik saja atau emosional saja, maka cinta itu tidak akan
memuaskan salah satu atau kedua pihak.
Selain itu, ada beberapa alasan umum seseorang berselingkuh di antaranya ingin melarikan
diri secara emosional dari pasangannya, merasa ketidak puasan dalam kehidupan dengan
pasangan, sulit menolak “godaan”, marah terhadap pasangan dan tidak lagi mencintai
pasangannya.
Setelah memahami berbagai macam persyaratan dan kebutuhan individu yang perlu
dipenuhi agar tidak terjadi ketidaksetiaan dan perselingkuhan, kita dapat menyimpulkan secara
konkrit bahwa perselingkuhan terjadi ketika apa yang seseorang harapkan sudah tidak lagi dapat
dipenuhi oleh pasangannya dan kini ia menemukan “sumber pemenuhan” alternatif. Menurut Clark
(2017), dalam salah satu artikel yang ia tulis, mayoritas permasalahan dalam pernikahan terjadi

Setelah . . . .
8

karena ekspektasi yang tidak terpenuhi. Agar individu dapat memberi dan membuka diri pada
pasangannya dengan lebih leluasa dan bebas, ia perlu mengatasi dirinya terlebih dahulu seperti
yang dikatakan oleh Fromm, “orang egois tidak dapat mencintai”. Ia perlu tahu kapan apa yang ia
butuhkan memang sebesar yang ia bayangkan atau tidak. Pada sebuah hubungan memiliki
ekspektasi bukanlah hal yang salah, namun perlu ditekankan bahwa ekspektasi dalam hubungan
haruslah realistis. Individu yang memiliki orientasi yang realistik membuat individu dapat
mengetahui siapa dirinya dan menerima keterbatasan-keterbatasan, serta tidak merasa terpukul
dengan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki (Widhayanti dan Hendrati, 2011).

IV. ANALISA PSIKOLOGI


Menjaga kesetiaan dan komitmen dalam hubungan terkadang dapat menjadi suatu
tantangan tersendiri bagi masing-masing individu yang menjalankannya. Hal ini berlaku pada
semua individu, tidak hanya masyarakat umum, tetapi juga pada PNPP. Beban tanggung jawab
tugas sehari-hari yang dihadapi oleh PNPP mungkin juga dihadapi oleh masyarakat umum pada
porsinya masing-masing. Namun tekanan terhadap peran sebagai role model dan profesionalitas
mungkin akan lebih tinggi mengingat posisi polisi sebagai aparat penegak hukum di masyarakat.
Polisi dapat menjadi sosok yang diharapkan dapat lebih menjalankan pekerjaannya dengan
integritas, tanggung jawab, dan komitmen serta kesetiaan.
Di sisi lain, PNPP juga merupakan manusia biasa yang dapat memiliki tantangan dalam
menjaga komitmen. Tantangan ini semakin komplek dengan tingginya tuntutan kinerja Polri. Saat
berusaha menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, PNPP (terutama yang sudah berkeluarga)
dapat memiliki harapan- harapan tertentu, terlebih pada anggota keluarga atau orang yang
dikasihi. Misalnya, suami yang berprofesi sebagai anggota Polri bisa saja mengharapkan istrinya
selalu siap sedia dalam melayani rumah tangga, baik dalam segi kebutuhan fisik, rumah selalu
rapi, anak-anak berperilaku baik, kebutuhan keluarga terpenuhi maupun kebutuhan psikologis
seperti rasa nyaman, pengertian dan support, begitupula sebaliknya istri mengharapkan suami bisa
tetap membagi perhatiannya kepada istri, tidak hanya kepada pekerjaannya. Kondisi-kondisi itu
seringkali tidak mereka temukan sehingga memicu adanya perasaan kurang nyaman hingga tak
jarang sampai menyulut emosi.
Maka penting sekali setiap rumah tangga memiliki manajemen ekspektasi agar keduanya
mampu menerima kelebihan dan kekurangan pasangan, sehingga tidak selalu menganggap
pasangan yang selalu salah dan tidak mencari pemenuhan terhadap kekurangan pasangan. Setiap

mereka . . . .
9

hubungan romantis antara satu individu dengan individu lain belum tentu memiliki keadaan yang
benar-benar sama. Oleh karena itu penting bagi kita menyadari realita keadaan hubungan yang
memungkinkan untuk dijalani pada hubungan kita dan berfokus pada penyesuaian hubungan yang
ada dengan realitas yang terjadi. Ekspektasi yang tidak realistik dalam suatu hubungan justru
dapat melukai kedua belah pihak. Cheung, Gardner, dan Anderson (2015) mengungkapkan bahwa
individu yang memiliki berbagai sumber dalam meregulasi emosinya memiliki kualitas hidup yang
lebih baik dibandingkan individu yang bergantung emosional kepada pasangannya atau membuat
pasangannya bertanggung jawab secara penuh atas perasaan dan emosinya. Oleh karena itu
ekpektasi yang tidak realistis tersebut juga dapat merusak hubungan romantis antara dua individu.
Hal lain yang membuat sebuah hubungan perlu manajemen ekspektasi adalah karena
adanya ilusi hubungan yang dianggap sempurna dari berbagai media online yang dengan mudah
kita akses. Berdasarkan survei yang dilakukan pada individu dengan pasangan ditemukan bahwa
45 % orang berusia 18-29 tahun mengakui bahwa apa yang mereka lihat di internet mempengaruhi
kualitas hubungan mereka karena mereka membandingkan hubungan mereka sendiri dengan
hubungan yang dilihat sebagai kesempurnaan melalui media online (Lenhart & Duggan, 2014). Hal
ini menyebabkan individu merasa tidak puas karena berekspektasi hubungan mereka seperti
gambaran hubungan sempurna yang ada di media masa. Ekspektasi jika tidak dikelola dengan
baik, akan memunculkan kekecewaan-kekecewaan. Tentu saja bukan berarti kita tidak boleh
berharap, namun ada baiknya harapan dapat dikelola sebaik mungkin.
Sudah barang tentu manajemen ekspektasi dapat menjadi salah satu pilihan solusi untuk
mengurangi kekecewaan terhadap kondisi keluarga atau hubungan suami istri yang belum ideal
dan akan sulit menemukan kondisi yang benar-benar ideal. Manajemen ekspektasi tidak
menitikberatkan pada dihilangkannya semua harapan terhadap satu sama lain antara suami istri,
namun bertujuan untuk membantu individu memiliki ekspektasi yang lebih realistis, serta mengelola
harapan atau idealisme yang muncul.
Beberapa hal yang bisa dilakukan dalam manajemen ekspektasi sebagai tindakan
pencegahan perselingkuhan terutama di lingkungan pernikahan pegawai negeri pada Polri adalah :
a. Dengan menyesuaikan pola pikir terhadap kenyataan;
b. Penerimaan diri terhadap kenyataan yang ada sehingga akan lebih merasakan syukur atas
apa yang sudah dimilikinya bukan semata-mata menuntut apa yang di harapkan dari
keluarganya;
c. Saling mengkomunikasikan harapan dan kebutuhan masing-masing pada pasangannya
10

sehingga kedua pasangan saling mengetahui harapan dan kebutuhannya;


d. Mengurangi asupan informasi yang sifatnya tidak nyata (ilusi hubungan yang sempurna dari
berbagai media online) karena terlalu sempurna sehingga mengurangi dampak buruknya pada
perasaan;
e. Memikirkan dan melakukan hal-hal konkrit untuk meningkatkan kualitas hubungan;
f. Mengelola harapan-harapan kurang realistis yang mungkin muncul sebagai akibat dari kurang
terjalinnya intimacy antara suami istri yang kekurangan waktu membina hubungan bersama
karena berprofesi sebagai personel Polri.

V. KESIMPULAN
Dari banyaknya fakta-fakta yang ada tentu ini menjadi fenomena yang perlu menjadi
perhatian khusus. Fakta-fakta tersebut bagaikan puncak gunung es dimana sebenarnya masih
banyak perselingkuhan yang tidak terekspos. Manajemen ekspektasi merupakan salah satu cara
yang efektif untuk dilakukan dalam pencegahan perselingkuhan di lingkungan keluarga Pegawai
Negeri Pada Polri (PNPP). Sesuai dengan rumusan sistematis Victor Vroom atas teori ekspektasi
yang dikaitkan dengan teori manajemen, manajemen ekspektasi dapat efektif karena memberikan
pengaturan, pengendalian, dan membantu penyesuaian atas harapan yang ditimbulkan terkait
dengan realita yang terjadi. Manajemen ekspektasi secara sistematis akan memberikan tindakan
pencegahan agar tidak terbentuk perbedaan yang tinggi antara ekspektasi pernikahan yang
sempurna/sesuai harapan, dengan realita yang terjadi. Harapan atas pernikahan yang ideal, jika
dibandingkan dengan kenyataan tugas dan tanggung jawab PNPP yang berat serta kurangnya
komunikasi dan waktu yang berkualitas bersama pasangan, dapat menciptakan jarak yang lebih
tinggi antara harapan dan realita. Dengan manajemen ekspektasi, diharapkan PNPP dapat
menyesuaikan harapan, melakukan komunikasi, serta mengelola perilaku yang muncul atas
tingginya perbedaan harapan dan realita, seperti misalnya tidak terburu-buru mencari pelampiasan
dari orang lain yang bukan pasangannya. Selain diperlukan untuk menjaga keharmonisan
pernikahan dan perwujudan integritas profesi PNPP, manajemen ekspektasi juga dibutuhkan untuk
menghindari terjadinya pelanggaran kode etik dalam lingkungan PNPP, yang dapat berujung pada
Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dan demosi jabatan.
Bagi anggota yang sudah membina rumah tangga, tugas dan tanggung jawab PNPP dapat
menyita lebih banyak waktu bahkan di luar tempat kerja, dan mungkin saja menjadi hal yang perlu
dibicarakan bersama keluarga. Kombinasi antara munculnya konflik dalam relasi secara umum
Bagi. . . .
11

dengan keengganan untuk memahami situasi pasangannya dapat memicu adanya perselingkuhan
bahkan bisa mencapai perceraian. Oleh karena itu, melalui manajemen ekspektasi yang dapat
dipraktikan oleh kedua belah pihak, diharapkan dapat membantu pasangan, khususnya suami-istri
PNPP, agar dapat mengedepankan apresiasi dibandingkan dengan ekspektasi, lebih memahami
dan menerima pasangan apa adanya, serta memiliki harapan-harapan yang realistis dalam
hubungan.

VI. SARAN
Sehubungan dengan adanya permasalahan-permasalahan di atas, maka terdapat beberapa
saran yang bisa diterapkan untuk mencegah terjadinya perselingkuhan, yaitu:
A. Kepada pimpinan agar sering memberikan psikoedukasi tentang manajemen ekspektasi,
salah satunya adalah dengan mengajak anggota agar mengubah sudut pandang yang positif
misalkan dengan meningkatkan rasa syukur, sehingga diharapkan dapat meningkatkan
kualitas rumah tangga anggotanya. Selain itu, memonitor keadaan anggotanya dalam hal
kesejahteraan fisik dan mental secara berkala, sehingga dapat memahami jika ada
kebutuhan konseling bagi para anggotanya
B. Bagi konselor yang ada pada Satker Mapolda dan Jajaran, agar memfasilitasi anggota Polri
dengan konseling rutin agar anggota PNPP memiliki tempat yang tepat untuk mencurahkan
beban pikiran dan perasaan yang dialami. Hal ini diharapkan dapat meringkankan beban
anggota dan mengurangi peluang untuk perselingkuhan karena bercerita ( curhat) pada
lawan jenis yang bukan pasangannya. Konseling rutin juga perlu diberikan bagi pasangan
suami istri PNPP, terutama bagi yang merasa membutuhkan adanya intervensi dari pihak
lain yang dapat diandalkan, sehingga permasalahan yang terjadi dalam relasi bisa disadari
dan diatasi sedini mungkin.
C. Bagian SDM di jajaran dan Subbag Renmin Satker Mapolda, untuk memberikan edukasi
mengenai pengenalan diri dan pernikahan, terutama bagi calon pasangan suami-istri
khususnya di lingkungan PNPP, sebelum akhirnya juga diajak untuk mengenal
pasangannya. Hal ini dapat termasuk pembekalan pra-nikah, seperti antara lain penjelasan
mengenai kondisi pernikahan yang mungkin dialami, potensi-potensi konflik khususnya
dengan dinamika tanggung jawab yang dimiliki, serta cara pencegahan potensi konflik atau
langkah-langkah penanganan konflik yang terjadi. Selain itu, pengenalan diri akan
membantu individu mengetahui hal-hal apa saja yang sebenarnya ia inginkan, apa

bagaimana. . . .
12

preferensinya, dan bagaimana ia merespon kekecewaan atau permasalahan. Hal ini


diharapkan dapat membantu meningkatkan keterbukaan dan kualitas komunikasi pasangan
polisi, terutama saat berada dalam suatu upaya pemecahan masalah. Di samping itu, agar
memaksimalkan (bukan hanya sekedar syarat formalitas) kegiatan konseling pra-nikah
maupun pembinaan bagi anggota yang akan menikah sehingga dapat menjadi langkah
preventif untuk mencegah adanya masalah-masalah dalam rumah tangga anggota Polri.
Sejak awal, masing-masing pihak (pasangan) sudah mengetahui ekspektasi satu sama lain.
Bagi pasangan yang masih kurang memiliki bayangan akan kehidupan pernikahan yang
dijalani, konselor dapat memberikan pemaparan “sesuai keadaan aslinya” supaya mereka
dapat bersiap-siap dan membuat keputusan yang tepat dan tidak akan mereka sesali.
D. Kepada setiap anggota Polri untuk melakukan manajemen ekspektasi, yakni dengan
mengedepankan apresiasi (menghargai pasangan dan keluarga), acceptance (menerima
pasangan dan keluarga) apa adanya. Lakukan komunikasi yang tepat dengan pasangan,
rawat kehangatan dalam hubungan dengan pasangan dan bersikaplah jujur dengan
pasangan agar bisa selalu menjaga hubungan dengan baik.

VII. PENUTUP
Demikian Analisa Psikologi mengenai “Manajemen Ekspektasi Sebagai Tindakan
Pencegahan Perselingkuhan di Lingkungan Pernikahan Pegawai Negeri Pada Polri” dibuat sebagai
pertimbangan sebagaimana mestinya.

Jakarta, Desember 2022


KABAG PSIKOLOGI ROSDM POLDA METRO JAYA

R. GUNA DHARMAWAN, S.Psi., Psikolog.


AJUN KOMISARIS BESAR POLRI NRP 65090694
13

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, Dian dan Rochani, S. 2010. Skema Perselingkuhan Dalam Pernikahan Dan Intensi Untuk Menikah
Pada Wanita Dewasa Muda Yang Orang Tuanya Berselingkuh. Jurnal Psikologi, Vol. 3. Nomor 2.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Azhar, A., Abbas, J., Wenhong, Z., Akhtar, T., & Aqeel, M. (2018). Linking infidelity stress, anxiety and
depression: Evidence from pakistan married couples and divorced individuals. International Journal
of Human Rights in Healthcare, 11(3), 214–228. https://doi.org/10.1108/IJHRH-11- 2017-0069
Bird, M. H., Butler, M. H., & Fife, S. T. (2007). The process of couple healing following infidelity. Journal of
Couple & Relationship Therapy: Innovations in Clinical and Educational Interventions, 64, 1–25.
https://doi.org/10.1300/J398v06n04_01
Brand, R. J., Markey, C. M., Mills, A., & Hodges, S. D. (2007). Sex differences in self-reported infidelity and
its correlates. Sex Roles, 57, 101–109. https://doi.org/10.1007/s11199-007-9221-5
Cano, A., & Leary, K. D. O. (2014). Infidelity and separations precipitate major depressive episodes and
symptoms of nonspecific depression and anxiety. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 68,
774–781. https://doi.org/10.1037//0022-006X.68.5.774
Cheung, E. O, Gardner, W. L., & Anderson, J. (2015). Emotionships: Examining People’s Emotion-
Regulation Relationships and Their Consequences for Well-Being. Social Psychological and
Personality Science, 6(4), 407. DOI:10.1177/1948550614564223
Clark, S. (2017). Are Unmet Expectations Causing Your Relationship Issue. Good Therapy. Diambil dari:
https://www.goodtherapy.org/blog/are-unmet-expectations-causing-your-relationship-issues-0308175
pada tanggal 2 Desember 2022.
Detikcom Tim Jateng. (2022, 13 November). ‘Bripka AS dan Bidan Purwerejo kepergok chat vulgar, apa
isinya?’. Detikcom. https://www.detik.com/jateng/berita/d-6403716/bripka-as-dan-bidan-purworejo-
kepergok-chat-vulgar-apa-isinya, diakses pada 27 November 2022.
Fife, S. T., Weeks, G. R., & Stellberg-Filbert, J. (2013). Facilitating forgiveness in the treatment of infidelity:
An interpersonal model. Journal of Family Therapy, 35, 343–367. https://doi.org/ 10.1111/j.1467-
6427.2011.00561.x
Fromm, E. (2006). The Art of Loving. Seoul:Choun Publishing Co.
Griffin, J. M., Kruger, S., & Maturana, G. (2019). Personal infidelity and professional conduct in 4 settings.
PNAS, 116(33), 16268–16273. https://www.pnas.org/cgi/doi/10.1073/pnas.1905329116
14

Hall, J. H., & Fincham, F. D. (2009). Psychological distress: Precursor or consequence of dating infidelity?
Personality and Social Psychology Bulletin, 35(2), 143–159. https://doi.org/10.1177/
0146167208327189
Jeanfreau, M. M., Jurich, A. P., & Mong, M. D. (2014). Risk factors associated with women’s marital
infidelity. Contemporary Family Therapy, 36(3), 327–332. https://doi.org/10.1007/s10591-014- 9309-
3
Karimi, R., Bakhtiyari, M., & Masjedi, A. (2019). Protective factors of marital stability in long-term marriage
globally: A systematic review. Epidemiology and health, 41. https://doi.org/10.4178/ epih.e2019023
KBBI Daring. (2016). Entri “polisi”. Diakses 2 Desember 2022. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/polisi
Kokab, S., & Ajmal, M. A. (2012). Perception of love in young adults. Pakistan Journal of Social and Clinical
Psychology, 10(1), 43–48.
Mahendra, R. A., & Budi, M. (2022). Viral Polisi di Tangsel Selingkuh dengan Banyak Wanita Diusut.
https://news.detik.com/berita/d-6401636/viral-polisi-di-tangsel-selingkuh-dengan-banyak-wanita-
diusut, diakses pada 27 November 2022.
May, R. (1967). Pshycology and the Human Dillema. Princeton, NJ:Van Nostrand
Moller, N. P., & Vossler, A. (2015). Defining infidelity in research and couple counseling: A qualitative study.
Journal of Sex & Marital Therapy, 41, 487–497. https://doi.org/10.1080/0092623X.2014. 931314
Muhajarah, K. (2016). Perselingkuhan suami terhadap istri dan penanganannya [husband’s infidelity
towards wife and the intervention]. Jurnal Sawwa, 12(1), 23–40. https://doi.org/10.21580/sa.
v12i1.1466
Nagurney, A., & Thornton. (2011). What is infidelity? perceptions based on biological sex and personality.
Psychology Research and Behavior Management, 4, 51–58. https://doi.org/10.2147/ PRBM.S16876
Neff, L. A., & Geers, A. L. (2013). Optimistic expectations in early marriage: A resource or vulnerability for
adaptive relationship function- ing? Journal of Personality and Social Psychology, 105, 38 – 60.
http:// dx.doi.org/10.1037/a0032600
Noorca, D. (2022). Dua Anggota Polisi Dipecat karena Berselingkuh.
https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2022/dua-anggota-polisi-dipecat-karena-berselingkuh/,
diakses pada 27 November 2022.
Pizarro, J. G., & Gaspay-Fernandez, R. (2015). Estranged wife, other man’s beloved: Perspectives of
filipino women involved in extramarital relationships. SAGE Open, 1, 1–12. https://doi.org/
10.1177/2158244014565823
15

Robustelli, B. L., Trytko, A. C., Li, A., & Whisman, M. A. (2015). Marital discord and suicidal outcomes in a
national sample of married individuals. Suicide and Life-Threatening Behavior, 45, 623–632.
https://doi.org/10.1111/sltb.12157
Setyadi, Agus. (2022, 22 November). ‘Diduga selingkuh dengan istri TNI, Oknum polisi di Aceh diperiksa
Propam. Detikcom’. https://www.detik.com/sumut/berita/d-6420009/diduga-selingkuh-dengan-istri-tni-
oknum-polisi-di-aceh-diperiksa-propam, diakses pada 27 November 2022.
Shaleha, R. R. A., & Kurniasih, I. (2021). Ketidaksetiaan : Eksplorasi Ilmiah tentang Perselingkuhan. Buletin
Psikologi, 29(2), 218-230. DOI: 10.22146/buletinpsikologi.55278
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 2).
Wilkinson, R. T., Littlebear, S., & Reed, S. (2012). A review of treatment with couples postaffair: An
emphasis on the use of disclosure. The Family Journal, 20(2), 140–146.
https://doi.org/10.1177/1066480712442051
Zoppolat, G., Visserman, M. L., & Righetti, F. (2019). A nice surprise: Sacrifice expectations and partner
appreciation in romantic relationships. Journal of Social and Personal Relationships , 37(2), 450-466.
https://doi.org/10.1177/0265407519867145

Anda mungkin juga menyukai