I. PENDAHULUAN
Untuk bisa terus menjalani kehidupan, seseorang harus memiliki keinginan atau harapan
yang diperjuangkan, atau bisa disebut juga harapan hidup. Tak heran, jika banyak orang yang
berjuang dan berusaha keras agar bisa mewujudkan harapan atau ekspektasinya tersebut. Seperti
juga ekspektasi yang pada umumnya diharapkan oleh semua rumah tangga yaitu rumah tangga
yang memiliki ketenangan batin, kondisi keuangan yang stabil, pasangan berubah seperti yang kita
inginkan, tampil sempurna, bisa memahami dan mengerti sifat kita, tidak pernah merasa bosan
satu sama lain, pasangan yang bertanggung jawab dengan kebahagiaan kita, serta pasangan yang
setia. Sebenarnya tak ada yang salah dengan berekspektasi, tetapi akan menjadi masalah apabila
ekspektasi yang dimiliki terlalu tinggi, bahkan tidak realistis. Sehingga, pernikahan tersebut terasa
begitu berat dan menimbulkan permasalahan antar pasangan, termasuk di lingkungan keluarga
Pegawai Negeri Pada Polri (PNPP). Ekspektasi juga dapat menggambarkan sesuatu yang
seharusnya terjadi. Namun terkadang, realita yang terjadi tidak sesuai bahkan berbanding terbalik
dengan ekspektasi yang kita miliki. Hal tersebut akan menimbulkan rasa kecewa, patah hati,
bahkan tak punya lagi keinginan untuk hidup. Untuk itu, diperlukannya manajemen ekspektasi
untuk menghindari rasa kecewa yang berlebihan saat realita tidak sesuai dengan harapan atau
ekspektasi.
Rumah tangga adalah lembaga moral terbesar dalam masyarakat, dimana setiap individu
memperoleh pendidikan mendasar sebagai suami atau istri yang memerankan tugas mulianya
secara moral di dalam rumah tangga. Dari cara mendidik anak, berkomunikasi, tata krama,
maupun kemandirian, semuanya digambarkan secara gamblang dalam rumah tangga. Ketika
seseorang tidak menyadari fungsi rumah tangga sebagai lembaga moral tersebut, maka ia tidak
akan memahami akan hakekat moral yang harusnya dipegang teguh. Sehingga, akan menjadi hal
1 tersebut. . . . .
2
yang wajar apabila semua agama menghukum berat perselingkuhan, karena apabila dibiarkan
akan menjadi sebuah persoalan yang mampu meruntuhkan moral masyarakat. Setiap orang
mendambakan bisa menempuh kehidupan perkawinan yang harmonis. Meski demikian
bagaimanapun juga kita tidak bisa melupakan bahwa sebuah perkawiinan pada dasarnya terdiri
dari 2 orang yang mempunyai kepribadian, sifat dan karakter, latar belakang keluarga serta
persoalan yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu tidak heran jika kehidupan pernikahan
pada kenyataannya tidak seindah dan seromantis harapan pasangan tersebut
Fenomenan perselingkuhan yang terjadi akhir-akhir ini baik pada PNPP maupun pekerjaan
lain pada masyarakat yang semakin hari semakin banyak bahkan berujung pengajuan cerai ini
tentu menimbulkan kekhawatiran. Terutama pada PNPP karena nantinya pasti akan berimbas
pada citra dan kinerja Polri. Data di atas diperoleh hanya dari pengajuan cerai yang diajukan ke
Biro SDM Polda Metro Jaya, sehingga bagaikan puncak gunung es dimana sebenarnya masih
banyak pengajuan cerai dari anggota PNPP di Polda Metro Jaya.
II. FAKTA
A. Berdasarkan data Bag Watpers Ro SDM Polda Metro Jaya, alasan tertinggi pengajuan
perceraian PNPP Polda Metro Jaya periode bulan Januari – Desember 2022 antara lain
ketidakcocokan sebanyak 39%, perselingkuhan sejumlah 28%, ekonomi sebanyak 23%, dan
KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) sebanyak 8%. Berbicara tentang perselingkuhan
yang menjadi alasan tertinggi kedua pengajuan perceraian, bukan hanya menyebabkan
PNPP dianggap tidak profesional dan tidak sesuai dengan tuntutan peran maupun tanggung
jawabnya, tetapi juga dapat menjadi salah satu pelanggaran kode etik karena bisa
diklasifikan tindak pidana perzinahan, yang berdampak personel tersebut bisa di-PTDH
(Pemberhentian Tidak Dengan Hormat). Hal tersebut terkait dengan diberlakukannya
Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Perubahan
Atas Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Pengajuan Perkawinan, Perceraian dan Rujuk Bagi Pegawai Negeri Pada Polri
Pasal 4 Ayat (1) yang berisi “Pegawai Negeri pada Polri hanya diizinkan mempunyai
seorang istri/suami” dan Ayat (2) yang berisi “Anggota Polri wanita dan pegawai negeri sipil
Polri wanita dilarang menjadi istri kedua dan seterusnya.”
B. Pada hari Kamis, 26 Mei 2022 pukul 10.54 WIB, Jakarta, detikNews merilis artikel berjudul
“Fakta Terkini Seputar Heboh Layangan Putus Versi Polda Metro”. Awalnya, seorang istri
menerangkan . . . . .
3
terngiang-ngiang (teringat-ingat) di otak saya," ujar EP. Selain alasan itu, ia juga
mengungkapkan jika Brigadir A sering memukul. Perilaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) pernah dilaporkan ke Propam Polda Sumsel, namun dirinya memutuskan untuk
mencabut laporan tersebut dan berdamai.
(https://sumsel.suara.com/read/2022/09/03/175448/viral-digerebak-bersama-mantan-pacar-
di-hotel-istri-polisi-ingin-buktikan-bisa-dapat-lelaki-perjaka?page=all)
E. Pada hari Minggu, 13 November 2022 pukul 08.30 WIB, Jakarta, detikNews merilis artikel
berjudul “7 Hal Diketahui Soal Bripka HK Diadukan Selingkuh dengan Banyak Wanita”
Anggota Polsek Pondok Aren, Polres Tangerang Selatan, Bripka HK dilaporkan istrinya, IS
atas dugaan perselingkuhan hingga KDRT psikis. Bripka HK dan IS diketahui menikah pada
5 April 2020 silam. Menurut IS, suaminya itu sudah berselingkuh setelah 3 bulan usia
pernikahan keduanya. Perselingkuhan HK dengan banyak wanita terbongkar setelah dirinya
mengecek ponsel suaminya itu dan menemukan sejumlah chat mesra hingga foto mesum di
ponsel suaminya itu. IS menjelaskan bahwa suaminya tidak hanya selingkuh dengan satu
orang, tetapi dengan 16 perempuan. Namun, menurutnya, hanya lima perempuan yang
intens berhubungan dengan Bripka HK. Lantas, IS memutuskan melaporkan suaminya ke
Polsek Pondok Aren pada akhir tahun 2021, antara bulan Oktober atau November. Kala itu
IS dengan Bripka HK sempat dimediasi, dan suaminya meminta maaf. Alih-alih berhenti,
tidak lama setelah mediasi tersebut, Bripka HK melakukan perselingkuhan kembali, bahkan
teman-temannya pun didekati HK. Pada Maret 2022, IS menyebut dirinya diusir dari rumah
karena mendapati suaminya Bripka HK berselingkuh kembali dengan perempuan lain. Ia
menceritakan bahwa HK melempar barang-barang IS dan memintanya meninggalkan
rumah.
Propam Polda Metro Jaya. Akhirnya, ia melaporkan Bripka HK ke Propam Polda Metro Jaya
dengan dugaan perselingkuhan bersama dua wanita yang disebut-sebut bekerja di salah
satu kementrian dan satu lagi merupakan anggota ormas. IS juga melampirkan bukti
percakapan perselingkuhan suaminya yang memuat kalimat 'Ka aku takut hamil gmna dong'
dimana chat tersebut viral di media sosial. Terkait perselingkuhan Bripka HK, Kapolres
Tangerang Selatan AKBP Sharly Sollu mengatakan kasus anggotanya kini masih ditangani
oleh Propam Polda Metro Jaya dengan ancaman dipecat dari institusi Polri sesuai aturan
(https://news.detik.com/berita/d-6409555/mertua-diperiksa-terkait-dugaan-perselingkuhan-
kementrian . . . .
6
dan-kdrt-bripka-hk)
perselisihan dibiarkan berlarut, bisa menimbulkan lelah kejiwaan dan depresi. Dengan gambaran
manajemen ekspektasi tersebut, secara sistematis akan memberikan tindakan pencegahan dari
tingginya perbedaan antara sebuah ekspektasi pernikahan yang bahagia dengan realita yang
terjadi, bahkan mampu mendorong terjadinya perselingkuhan.
Membahas tentang perselingkuhan, KBBI mendefinisikan bahwa selingkuh adalah (1) suka
menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak berterus terang; tidak jujur; curang;
serong; (2) suka menggelapkan uang; korup; (3) suka menyeleweng. Bird & Melville (1994),
menyatakan bahwa perselingkuhan dilakukan oleh salah satu pasangan yang telah menikah
adalah hubungan yang dengan orang lain yang bukan pasangannya. Perselingkuhan (selingkuh)
adalah perbuatan seorang suami (istri) dalam bentuk menjalin hubungan dengan seseorang di luar
ikatan perkawinan yang kalau diketahui pasangan sah akan dinyatakan sebagai perbuatan
menyakiti, mengkhianati, melanggar kesepakatan, di luar komitmen (Asya, 2000). Dengan kata lain
selingkuh terkandung makna ketidakjujuran, ketidakpercayaan, tidak saling menghargai dengan
maksud menikmati hubungan dengan orang lain sehingga terpenuhi kebutuhan afeksi-seksualitas
(meskipun tidak harus terjadi hubungan badan).
Di sisi lain, May (1967) menganggap bahwa jika suatu relasi pasangan yang tidak didasari
dengan empat tingkatan cinta, yaitu: sex (kontak badan antar pasangan satu sama lain) , eros
(kehendak untuk mendapatkan keturunan) , philia (cinta dan persahabatan) , dan agape (cinta tak
bersyarat sebagaimana cinta Tuhan kepada makhluk), maka relasi itu tidak akan bertahan lama.
Setiap pasangan perlu menghidupi keempat level cinta ini supaya ia memiliki relasi yang
mendalam, menjangkau luas, sehingga mampu bertahan bahkan bertumbuh. Ketika suatu
pasangan hanya berhenti pada level fisik saja atau emosional saja, maka cinta itu tidak akan
memuaskan salah satu atau kedua pihak.
Selain itu, ada beberapa alasan umum seseorang berselingkuh di antaranya ingin melarikan
diri secara emosional dari pasangannya, merasa ketidak puasan dalam kehidupan dengan
pasangan, sulit menolak “godaan”, marah terhadap pasangan dan tidak lagi mencintai
pasangannya.
Setelah memahami berbagai macam persyaratan dan kebutuhan individu yang perlu
dipenuhi agar tidak terjadi ketidaksetiaan dan perselingkuhan, kita dapat menyimpulkan secara
konkrit bahwa perselingkuhan terjadi ketika apa yang seseorang harapkan sudah tidak lagi dapat
dipenuhi oleh pasangannya dan kini ia menemukan “sumber pemenuhan” alternatif. Menurut Clark
(2017), dalam salah satu artikel yang ia tulis, mayoritas permasalahan dalam pernikahan terjadi
Setelah . . . .
8
karena ekspektasi yang tidak terpenuhi. Agar individu dapat memberi dan membuka diri pada
pasangannya dengan lebih leluasa dan bebas, ia perlu mengatasi dirinya terlebih dahulu seperti
yang dikatakan oleh Fromm, “orang egois tidak dapat mencintai”. Ia perlu tahu kapan apa yang ia
butuhkan memang sebesar yang ia bayangkan atau tidak. Pada sebuah hubungan memiliki
ekspektasi bukanlah hal yang salah, namun perlu ditekankan bahwa ekspektasi dalam hubungan
haruslah realistis. Individu yang memiliki orientasi yang realistik membuat individu dapat
mengetahui siapa dirinya dan menerima keterbatasan-keterbatasan, serta tidak merasa terpukul
dengan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki (Widhayanti dan Hendrati, 2011).
mereka . . . .
9
hubungan romantis antara satu individu dengan individu lain belum tentu memiliki keadaan yang
benar-benar sama. Oleh karena itu penting bagi kita menyadari realita keadaan hubungan yang
memungkinkan untuk dijalani pada hubungan kita dan berfokus pada penyesuaian hubungan yang
ada dengan realitas yang terjadi. Ekspektasi yang tidak realistik dalam suatu hubungan justru
dapat melukai kedua belah pihak. Cheung, Gardner, dan Anderson (2015) mengungkapkan bahwa
individu yang memiliki berbagai sumber dalam meregulasi emosinya memiliki kualitas hidup yang
lebih baik dibandingkan individu yang bergantung emosional kepada pasangannya atau membuat
pasangannya bertanggung jawab secara penuh atas perasaan dan emosinya. Oleh karena itu
ekpektasi yang tidak realistis tersebut juga dapat merusak hubungan romantis antara dua individu.
Hal lain yang membuat sebuah hubungan perlu manajemen ekspektasi adalah karena
adanya ilusi hubungan yang dianggap sempurna dari berbagai media online yang dengan mudah
kita akses. Berdasarkan survei yang dilakukan pada individu dengan pasangan ditemukan bahwa
45 % orang berusia 18-29 tahun mengakui bahwa apa yang mereka lihat di internet mempengaruhi
kualitas hubungan mereka karena mereka membandingkan hubungan mereka sendiri dengan
hubungan yang dilihat sebagai kesempurnaan melalui media online (Lenhart & Duggan, 2014). Hal
ini menyebabkan individu merasa tidak puas karena berekspektasi hubungan mereka seperti
gambaran hubungan sempurna yang ada di media masa. Ekspektasi jika tidak dikelola dengan
baik, akan memunculkan kekecewaan-kekecewaan. Tentu saja bukan berarti kita tidak boleh
berharap, namun ada baiknya harapan dapat dikelola sebaik mungkin.
Sudah barang tentu manajemen ekspektasi dapat menjadi salah satu pilihan solusi untuk
mengurangi kekecewaan terhadap kondisi keluarga atau hubungan suami istri yang belum ideal
dan akan sulit menemukan kondisi yang benar-benar ideal. Manajemen ekspektasi tidak
menitikberatkan pada dihilangkannya semua harapan terhadap satu sama lain antara suami istri,
namun bertujuan untuk membantu individu memiliki ekspektasi yang lebih realistis, serta mengelola
harapan atau idealisme yang muncul.
Beberapa hal yang bisa dilakukan dalam manajemen ekspektasi sebagai tindakan
pencegahan perselingkuhan terutama di lingkungan pernikahan pegawai negeri pada Polri adalah :
a. Dengan menyesuaikan pola pikir terhadap kenyataan;
b. Penerimaan diri terhadap kenyataan yang ada sehingga akan lebih merasakan syukur atas
apa yang sudah dimilikinya bukan semata-mata menuntut apa yang di harapkan dari
keluarganya;
c. Saling mengkomunikasikan harapan dan kebutuhan masing-masing pada pasangannya
10
V. KESIMPULAN
Dari banyaknya fakta-fakta yang ada tentu ini menjadi fenomena yang perlu menjadi
perhatian khusus. Fakta-fakta tersebut bagaikan puncak gunung es dimana sebenarnya masih
banyak perselingkuhan yang tidak terekspos. Manajemen ekspektasi merupakan salah satu cara
yang efektif untuk dilakukan dalam pencegahan perselingkuhan di lingkungan keluarga Pegawai
Negeri Pada Polri (PNPP). Sesuai dengan rumusan sistematis Victor Vroom atas teori ekspektasi
yang dikaitkan dengan teori manajemen, manajemen ekspektasi dapat efektif karena memberikan
pengaturan, pengendalian, dan membantu penyesuaian atas harapan yang ditimbulkan terkait
dengan realita yang terjadi. Manajemen ekspektasi secara sistematis akan memberikan tindakan
pencegahan agar tidak terbentuk perbedaan yang tinggi antara ekspektasi pernikahan yang
sempurna/sesuai harapan, dengan realita yang terjadi. Harapan atas pernikahan yang ideal, jika
dibandingkan dengan kenyataan tugas dan tanggung jawab PNPP yang berat serta kurangnya
komunikasi dan waktu yang berkualitas bersama pasangan, dapat menciptakan jarak yang lebih
tinggi antara harapan dan realita. Dengan manajemen ekspektasi, diharapkan PNPP dapat
menyesuaikan harapan, melakukan komunikasi, serta mengelola perilaku yang muncul atas
tingginya perbedaan harapan dan realita, seperti misalnya tidak terburu-buru mencari pelampiasan
dari orang lain yang bukan pasangannya. Selain diperlukan untuk menjaga keharmonisan
pernikahan dan perwujudan integritas profesi PNPP, manajemen ekspektasi juga dibutuhkan untuk
menghindari terjadinya pelanggaran kode etik dalam lingkungan PNPP, yang dapat berujung pada
Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dan demosi jabatan.
Bagi anggota yang sudah membina rumah tangga, tugas dan tanggung jawab PNPP dapat
menyita lebih banyak waktu bahkan di luar tempat kerja, dan mungkin saja menjadi hal yang perlu
dibicarakan bersama keluarga. Kombinasi antara munculnya konflik dalam relasi secara umum
Bagi. . . .
11
dengan keengganan untuk memahami situasi pasangannya dapat memicu adanya perselingkuhan
bahkan bisa mencapai perceraian. Oleh karena itu, melalui manajemen ekspektasi yang dapat
dipraktikan oleh kedua belah pihak, diharapkan dapat membantu pasangan, khususnya suami-istri
PNPP, agar dapat mengedepankan apresiasi dibandingkan dengan ekspektasi, lebih memahami
dan menerima pasangan apa adanya, serta memiliki harapan-harapan yang realistis dalam
hubungan.
VI. SARAN
Sehubungan dengan adanya permasalahan-permasalahan di atas, maka terdapat beberapa
saran yang bisa diterapkan untuk mencegah terjadinya perselingkuhan, yaitu:
A. Kepada pimpinan agar sering memberikan psikoedukasi tentang manajemen ekspektasi,
salah satunya adalah dengan mengajak anggota agar mengubah sudut pandang yang positif
misalkan dengan meningkatkan rasa syukur, sehingga diharapkan dapat meningkatkan
kualitas rumah tangga anggotanya. Selain itu, memonitor keadaan anggotanya dalam hal
kesejahteraan fisik dan mental secara berkala, sehingga dapat memahami jika ada
kebutuhan konseling bagi para anggotanya
B. Bagi konselor yang ada pada Satker Mapolda dan Jajaran, agar memfasilitasi anggota Polri
dengan konseling rutin agar anggota PNPP memiliki tempat yang tepat untuk mencurahkan
beban pikiran dan perasaan yang dialami. Hal ini diharapkan dapat meringkankan beban
anggota dan mengurangi peluang untuk perselingkuhan karena bercerita ( curhat) pada
lawan jenis yang bukan pasangannya. Konseling rutin juga perlu diberikan bagi pasangan
suami istri PNPP, terutama bagi yang merasa membutuhkan adanya intervensi dari pihak
lain yang dapat diandalkan, sehingga permasalahan yang terjadi dalam relasi bisa disadari
dan diatasi sedini mungkin.
C. Bagian SDM di jajaran dan Subbag Renmin Satker Mapolda, untuk memberikan edukasi
mengenai pengenalan diri dan pernikahan, terutama bagi calon pasangan suami-istri
khususnya di lingkungan PNPP, sebelum akhirnya juga diajak untuk mengenal
pasangannya. Hal ini dapat termasuk pembekalan pra-nikah, seperti antara lain penjelasan
mengenai kondisi pernikahan yang mungkin dialami, potensi-potensi konflik khususnya
dengan dinamika tanggung jawab yang dimiliki, serta cara pencegahan potensi konflik atau
langkah-langkah penanganan konflik yang terjadi. Selain itu, pengenalan diri akan
membantu individu mengetahui hal-hal apa saja yang sebenarnya ia inginkan, apa
bagaimana. . . .
12
VII. PENUTUP
Demikian Analisa Psikologi mengenai “Manajemen Ekspektasi Sebagai Tindakan
Pencegahan Perselingkuhan di Lingkungan Pernikahan Pegawai Negeri Pada Polri” dibuat sebagai
pertimbangan sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, Dian dan Rochani, S. 2010. Skema Perselingkuhan Dalam Pernikahan Dan Intensi Untuk Menikah
Pada Wanita Dewasa Muda Yang Orang Tuanya Berselingkuh. Jurnal Psikologi, Vol. 3. Nomor 2.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Azhar, A., Abbas, J., Wenhong, Z., Akhtar, T., & Aqeel, M. (2018). Linking infidelity stress, anxiety and
depression: Evidence from pakistan married couples and divorced individuals. International Journal
of Human Rights in Healthcare, 11(3), 214–228. https://doi.org/10.1108/IJHRH-11- 2017-0069
Bird, M. H., Butler, M. H., & Fife, S. T. (2007). The process of couple healing following infidelity. Journal of
Couple & Relationship Therapy: Innovations in Clinical and Educational Interventions, 64, 1–25.
https://doi.org/10.1300/J398v06n04_01
Brand, R. J., Markey, C. M., Mills, A., & Hodges, S. D. (2007). Sex differences in self-reported infidelity and
its correlates. Sex Roles, 57, 101–109. https://doi.org/10.1007/s11199-007-9221-5
Cano, A., & Leary, K. D. O. (2014). Infidelity and separations precipitate major depressive episodes and
symptoms of nonspecific depression and anxiety. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 68,
774–781. https://doi.org/10.1037//0022-006X.68.5.774
Cheung, E. O, Gardner, W. L., & Anderson, J. (2015). Emotionships: Examining People’s Emotion-
Regulation Relationships and Their Consequences for Well-Being. Social Psychological and
Personality Science, 6(4), 407. DOI:10.1177/1948550614564223
Clark, S. (2017). Are Unmet Expectations Causing Your Relationship Issue. Good Therapy. Diambil dari:
https://www.goodtherapy.org/blog/are-unmet-expectations-causing-your-relationship-issues-0308175
pada tanggal 2 Desember 2022.
Detikcom Tim Jateng. (2022, 13 November). ‘Bripka AS dan Bidan Purwerejo kepergok chat vulgar, apa
isinya?’. Detikcom. https://www.detik.com/jateng/berita/d-6403716/bripka-as-dan-bidan-purworejo-
kepergok-chat-vulgar-apa-isinya, diakses pada 27 November 2022.
Fife, S. T., Weeks, G. R., & Stellberg-Filbert, J. (2013). Facilitating forgiveness in the treatment of infidelity:
An interpersonal model. Journal of Family Therapy, 35, 343–367. https://doi.org/ 10.1111/j.1467-
6427.2011.00561.x
Fromm, E. (2006). The Art of Loving. Seoul:Choun Publishing Co.
Griffin, J. M., Kruger, S., & Maturana, G. (2019). Personal infidelity and professional conduct in 4 settings.
PNAS, 116(33), 16268–16273. https://www.pnas.org/cgi/doi/10.1073/pnas.1905329116
14
Hall, J. H., & Fincham, F. D. (2009). Psychological distress: Precursor or consequence of dating infidelity?
Personality and Social Psychology Bulletin, 35(2), 143–159. https://doi.org/10.1177/
0146167208327189
Jeanfreau, M. M., Jurich, A. P., & Mong, M. D. (2014). Risk factors associated with women’s marital
infidelity. Contemporary Family Therapy, 36(3), 327–332. https://doi.org/10.1007/s10591-014- 9309-
3
Karimi, R., Bakhtiyari, M., & Masjedi, A. (2019). Protective factors of marital stability in long-term marriage
globally: A systematic review. Epidemiology and health, 41. https://doi.org/10.4178/ epih.e2019023
KBBI Daring. (2016). Entri “polisi”. Diakses 2 Desember 2022. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/polisi
Kokab, S., & Ajmal, M. A. (2012). Perception of love in young adults. Pakistan Journal of Social and Clinical
Psychology, 10(1), 43–48.
Mahendra, R. A., & Budi, M. (2022). Viral Polisi di Tangsel Selingkuh dengan Banyak Wanita Diusut.
https://news.detik.com/berita/d-6401636/viral-polisi-di-tangsel-selingkuh-dengan-banyak-wanita-
diusut, diakses pada 27 November 2022.
May, R. (1967). Pshycology and the Human Dillema. Princeton, NJ:Van Nostrand
Moller, N. P., & Vossler, A. (2015). Defining infidelity in research and couple counseling: A qualitative study.
Journal of Sex & Marital Therapy, 41, 487–497. https://doi.org/10.1080/0092623X.2014. 931314
Muhajarah, K. (2016). Perselingkuhan suami terhadap istri dan penanganannya [husband’s infidelity
towards wife and the intervention]. Jurnal Sawwa, 12(1), 23–40. https://doi.org/10.21580/sa.
v12i1.1466
Nagurney, A., & Thornton. (2011). What is infidelity? perceptions based on biological sex and personality.
Psychology Research and Behavior Management, 4, 51–58. https://doi.org/10.2147/ PRBM.S16876
Neff, L. A., & Geers, A. L. (2013). Optimistic expectations in early marriage: A resource or vulnerability for
adaptive relationship function- ing? Journal of Personality and Social Psychology, 105, 38 – 60.
http:// dx.doi.org/10.1037/a0032600
Noorca, D. (2022). Dua Anggota Polisi Dipecat karena Berselingkuh.
https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2022/dua-anggota-polisi-dipecat-karena-berselingkuh/,
diakses pada 27 November 2022.
Pizarro, J. G., & Gaspay-Fernandez, R. (2015). Estranged wife, other man’s beloved: Perspectives of
filipino women involved in extramarital relationships. SAGE Open, 1, 1–12. https://doi.org/
10.1177/2158244014565823
15
Robustelli, B. L., Trytko, A. C., Li, A., & Whisman, M. A. (2015). Marital discord and suicidal outcomes in a
national sample of married individuals. Suicide and Life-Threatening Behavior, 45, 623–632.
https://doi.org/10.1111/sltb.12157
Setyadi, Agus. (2022, 22 November). ‘Diduga selingkuh dengan istri TNI, Oknum polisi di Aceh diperiksa
Propam. Detikcom’. https://www.detik.com/sumut/berita/d-6420009/diduga-selingkuh-dengan-istri-tni-
oknum-polisi-di-aceh-diperiksa-propam, diakses pada 27 November 2022.
Shaleha, R. R. A., & Kurniasih, I. (2021). Ketidaksetiaan : Eksplorasi Ilmiah tentang Perselingkuhan. Buletin
Psikologi, 29(2), 218-230. DOI: 10.22146/buletinpsikologi.55278
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 2).
Wilkinson, R. T., Littlebear, S., & Reed, S. (2012). A review of treatment with couples postaffair: An
emphasis on the use of disclosure. The Family Journal, 20(2), 140–146.
https://doi.org/10.1177/1066480712442051
Zoppolat, G., Visserman, M. L., & Righetti, F. (2019). A nice surprise: Sacrifice expectations and partner
appreciation in romantic relationships. Journal of Social and Personal Relationships , 37(2), 450-466.
https://doi.org/10.1177/0265407519867145