Anda di halaman 1dari 9

100 gram tepung terigu

1 liter susu cair

1 kaleng susu kental manis

200 gram gula

6 butir kuning telor

200 gram mentega

1/2 sdt vanili

6 butir kelapa muda potong kotak

(yang suka pake rhum atau aroma kayu manis, bisa tambahkan rhum/ bubuk kayu manis ketika adonan
sudah matang)

Cara Membuat

Api belum dinyalakan yah …

1. Masukkan Tepung Terigu yang telah dicairkan

2. Masukkan susu cair dan kental manis

3. Masukkan telur yang telah di kocok lepas

4. Masukkan mentega

5. Masukkan Gula

Aduk semua bahan ini, lalu nyalakan apinya kecil saja …

Ketika Adonan sudah sedikit mengental :

6. Masukkan Vanili

7. Masukkan Kelapa Muda

Terus aduk sampai matang dan klappy pun siap masuk kulkas … setelah sekitar 1 jam masuk kulkas, baru
deh dikasih topping dan monggo disantap :p
Oleh : Florentina Lenny Kristiani

Tak perlu jauh-jaub ke Manado untuk bisa menikmati klappertaart.

Mengapa Anda coba membuatnya sendiri?

Siapa tahu bisa jadi peluang usaha yang Anda inginkan...

Selamat mencoba...

KLAPPERTAART ORIGINAL

Bahan A:

500 ml air kelapa

125 gr gula pasir

75 gr mentega

40 gr tepung terigu

25 gr maizena

¼ sdt vanili

200 ml susu kental manis

2 sdm rhum atau vanili

3 kuning telur

25 gr kenari cincang

25 gr kismis

2 bh daging kelapa muda

Bahan B (Untuk topping ):

3 btr putih telur

50 gr gula pasir
10 gr tepung terigu

25 gr kismis

25 gr kenari cincang

1 sdt kayu manis

Cara Membuat:

Bahan A :

1. Masak 250 ml air kelapa, gula pasir dan mentega hingga mendidih.

2. Campur sisa air kelapa dengan tepung maizena, tepung terigu, dan vanili, aduk rata.

3. Masukkan adonan tadi ke dalam air kelapa mendidih, aduk rata.

4. Tambahkan kuning telur, susu kental manis, kelapa muda, kenari, dan kismis, aduk rata.

5.Masuk adonan ke dalam alumunium foil diameter 12 cm, bentuk oval atau sesuai selera.

6. Panggang selama 15 menit dengan suhu 170 – 180 derajat Celcius, lalu keluarkan.

Bahan B:

1. Kocok putih telur dan gula sampai putih dan kaku, lalu masukkan tepung terigu, aduk rata.

2. Tuang kocokan putih telur di atas adonan, beri kenari dan kismis, panggang kembali selama 15 menit.
Angkat, dinginkan.

KLAPPERTAART CHEESE

Bahan A:

500 ml fresh milk

125 gr gula pasir

75 gr mentega

40 gr tepung terigu

25 custard powder

¼ sdt vanili

75 gr cheese spreed/chedar
2 sdm rhum

3 kuning telur

25 gr kenari cincang

2 bh daging kelapa muda

Bahan B:

3 btr putih telur

50 gr gula pasir

10 gr tepung terigu

25 gr kenari cincang

50 gr keju parut

Cara Membuat:

Bahan A:

1. Masak 250 gr fresh milk, gula pasir, dan mentega hingga mendidih.

2. Campur sisa susu dengan tepung terigu, custard powder, aduk rata. Masukkan ke dalam susu
mendidih, aduk-aduk hingga kental dan matang. Angkat, sisihkan. Masukkan kuning telur satu persatu,
aduk hingga tercampur.

3. Masukkan chesse spreed, kelapa muda dan rhum ke dalam adonan, aduk hingga rata.

4. Masukkan adonan ke dalam alumunium diameter 12 bentuk oval atau sesuai selera. Panggang
selama 15 menit, lalu keluarkan.

Bahan B (untuk Topping):

1. Kocok putih telur dan gula sampai putih dan kaku, lalu masukkan tepung terigu, aduk rata.Tuang
kocokan putih telur di atas adonan, beri kenari dan keju parut, panggang kembali selama 15 menit.
Angkat, dinginkan.

KLAPPERTAART HIJAU

Bahan A:

125 gr gula pasir

300 ml air kelapa

100 ml santan sedang

100 ml jus pandan dari 20 lbr daun pandan

100 gr tape singkong, haluskan


75 gr mentega

40 gr tepung terigu

25 gr maizena

¼ sdt vanili

½ sdt pandan pasta

½ sdt garam

Bahan B:

200 gr susu kental manis

3 kuning telur

25 gr kenari cincang

25 gr kismis

3 bh daging kelapa muda, keruk, ambil dagingnya

Cara Membuat:

Bahan A:

1. Masak 250 ml air kelapa, gula pasir, dan mentega hingga mendidih.

2. Campur sisa air kelapa, tepung terigu, maizena, santan, air daun pandan, tape singkong, pasta
pandan dan garam, aduk rata. Tuang ke dalam air kelapa, aduk hingga kental dan matang. Angkat,
sisihkan.

Bahan B:

3. Tambahkan kuning telur satu persatu ke dalam adonan di atas, aduk hingga tercampur rata.
Masukkan susu kental manis dan kelapa muda ke dalam adonan, aduk hingga rata.

4. Masukkan adonan ke dalam alumunium foil diameter 12 cm, bentuk oval atau sesuai selera. Taburi
bagian atasnya dengan kismis dan kenari.

5. Panggang selama 15 menit, dengan cara au bain marie, angkat, hidangkan dalam keadaan dingin.

Ditambah: Catatan: panggang secara au bain marie adalah memanggang dengan cara ditim di oven.

Resep: Ibu Dini Mariadi, penata saji: Nuraini, Foto: R. Suryanto


Strategi Penerapan Quality Improvement Program di RS Daerah

Dr. Rukmono Siswihanto, M.Kes., SpOG (K) memaparkan materinya mengenai Strategi Penerapan
Quality Improvement Program di RSUD

Sebagai seorang klinisi yang banyak berkecimpung dalam berbagai upaya menurunkan angka kematian
ibu dan bayi, Dr. Rukmono Siswihanto, M.Kes., SpOG mencoba mengamati dan membandingkan angka
kematian di NTT, khususnya Kabupaten Ngada dengan di DIY. Berdasarkan hasil pengamatannya, angka
kematian di DIY – yang memiliki SDM dalam jumlah cukup banyak – tidak jauh berbeda dengan daerah
lain (misalnya NTT) yang SDM-nya sangat terbatas. Diduga bahwa hal ini terkait juga dengan perilaku
para tenaga kesehatan.

Menurut dokter spesialis Obsgyn yang juga konsultan fetomaternal di Departemen Obsgyn FK UGM ini,
kematian ibu dan bayi memiliki pola yang spesifik, yaitu: 1) bersifat random dan tidak diketahui
penyebabnya, 2) >80% terjadi di rumah sakit, 3) terjadi sebaran yang merata antara RS pemerintah dan
RS swasta, juga tidak ada perbedaan antar-kecamatan. Namun demikian ia berpendapat bahwa AMP
sangat berguna untuk mendeteksi kematian-kematian yang dapat dicegah, sehingga kedepannya dapat
dikembangkan strategi untuk mendesain pelayanan agar mutunya lebih baik.

Berdasarkan hasil pengamatannya terhadap kematian ibu, ada beberapa penyebab yang selalu muncul,
yaitu preeklampsi, eklampsi, perdarahan dan komplikasi medis. Pada kematian bayi, penyebab
utamanya adalah asfiksia, BBLR, infeksi dan kelainan kongenital. Yang menarik adalah perbandingan
penyebab kematian bayi di RSUP Dr. Sardjito (RSS) dan di RSUD Bajawa (RSB), NTT. Di RSS angka
kematian bayi BBLR lebih tinggi dibandingkan dengan di RSB. Hipotesis sementaranya adalah bahwa
karena prosedur di RS pendidikan, menyebabkan bayi-bayi kecil tersebut terlalu banyak mendapatkan
injeksi, baik untuk pemeriksaan maupun untuk medikasi. Ini meningkatkan risiko terjadinya infeksi yang
berdampak pada kematian bayi. Sedangkan di RSB, karena keterbatasan peralatan, SDM dan obat-
obatan, bayi dengan BBLR justru sering dibiarkan saja atau dirawat seadanya dan ternyata bayi-bayi
tersebut dapat bertahan hidup.

Dr. Ekawati Lutfia Hapsari, SpA (K) dari RSUP Dr. Sardjito mendampingi dr. Rukmono dalam pemaparan
materinya

Terkait dengan peralatan, menurut dr. Rukmono ada hal yang juga harus diperhatikan, misalnya
keberadaan CPAP. RS memang sudah terdata memiliki CPAP, namun kuantitas juga penting untuk
diperhatikan. Jika bayi bermasalah jumlahnya banyak, maka tentu dibutuhkan CPAP dalam jumlah yang
juga banyak.

Dari sisi SDM, banyak perawat yang hanya terlatih untuk menangani komplikasi kebidanan, namun tidak
terlatih untuk menangani komplikasi medis. Jadi jika ada ibu hamil dengan kelainan jantung, TB atau
bahkan HIV-AIDS misalnya, petugas yang bersangkutan tidak dapat mengenali dan oleh karenanya tidak
mampu memberikan penanganan khusus. Selain itu, petugas belum bisa bersikap netral jika ada ibu
dengan kehamilan yang tidak dikehendaki, sehingga membuat ibu hamil tersebut justru menghindari
tempat pelayanan kesehatan yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko kematian saat melahirkan.

Di Indonesia manual rujukan belum bisa dijalankan. Umumnya RS tidak memiliki sistem appointment
khusus, sehingga pasien yang datang dari pelosok untuk mendapatkan pertolongan di RS kadangkala
tidak dapat menemui dokter karena sedang mengikuti konferensi atau pelatihan di kota lain. Padahal,
jumlah rujukan elektif jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rujukan emergency. Dr. Rukmono mencoba
mencuplik data dari Afrika, dimana rujukan sendiri jauh lebih banyak dibandingkan dengan rujukan oleh
petugas kesehatan, dan rujukan persalinan lebih banyak dibandingkan dengan rujukan antenatal.
Sayangnya Indonesia belum memiliki data mengenai pola rujukan ini. Agar sistem rujukan lebih efektif,
menurutnya sumber daya harus diperhatikan, agar sistem rujukan tidak hanya memindahkan kematian
dari primary health care atau masyarakat ke rumah sakit.

Dr. Hanevi Djasri, MARS memoderasi sesi diskusi

Hal-hal lain yang juga mempengaruhi efektifitas sistem rujukan adalah sistem komunikasi yang belum
bisa dilakukan selama 24 jam, transportasi pasien dari rumah ke rumah sakit, kesepakatan protokol lokal
untuk mengidentifikasi komplikasi, kerjasama tim di berbagai level rujukan, sistem pencatatan rekam
medis yang tidak terintegrasi dan termonitor dengan baik, serta mekanis me untuk memastikan agar
pasien tidak melakukan rujukan sendiri secara by-pass.

Banyak RS yang belum memanfaatkan AMP sebagai bagian dari proses untuk memperbaiki mutu
pelayanan, melainkan hanya untuk memenuhi syarat. Padahal dengan AMP yang benar, akan dapat
diketahui akar masalahnya untuk membuat solusi serta tindak lanjut (bukti adanya perbaikan).

Selain mengatasi masalah yang langsung terkait dengan rujukan pasien, RS sebenarnya juga memiliki
tanggung jawab untuk membina lingkungannya, dengan melakukan counter supervision (rujukan balik
ke RS lain atau puskesmas). Ini yang akan menempatkan RS sebagai center of excellent/pusat rujukan di
daerahnya. RS juga dapat mengadakan seminar rutin bagi puskesmas dan RS lain disekitarnya, dengan
anggaran yang berasal dari APBD (RS maupun dinas kesehatan). Selain menjadi sumber pembelajaran
klinis, RS juga dapat menjadi sumber pembelajaran manajemen bagi puskesmas, misalnya mengenai
pengelolaan obat-obatan.

Dalam kesempatan ini, dr. Rukmono juga menekankan bahwa RS memiliki peran sentral di daerahnya
yaitu adekuasi sumber daya dan meningkatnya komplikasi medis sebagai penyebab kematian maternal.
Untuk itu diperlukan peran kepemimpinan dari direktur untuk membuat dokter spesialis obsgyn, anak
dan anestesi berada pada satu tim yang solid. Sebagai Pembina jejaring rujukan, RS juga harus
mengembangkan sistem pelayanan yang berbasis bukti untuk meningkatkan efisiensi pelayanan.
Sebagai penutup, ia menekankan bahwa peran profesi terkait dengan 6 rekomendasi untuk RS, yaitu
adekuasi sumber daya, peran spesialis diluar Obsgyn, Pembina jejaring rujukan, perbaikan proses
internal RS, implementasi pelayanan berbasis bukti untuk mengatasi pemborosan. Menurutnya, masih
banyak pihak di hampir seluruh sektor yang belum benar-benar memahami perannya masing-masing.

Ayam Sisit

Bahan

250 gr dada ayam rebus, suwir-suwir

1 buah jeruk nipis, ambil airnya

3 sendok makan minyak goreng

Iris Halus

1 cabai merah keriting

2 cabai rawit merah

1 batang serai

Ulek Halus

½ sendok teh ketumbar


¼ biji pala

1 butir kemiri, sangrai

1 ruas jari kunyit

4 siung bawang putih

½ sendok teh terasi bakar

1 butir bawang merah

2 cabai merah keriting

1 cabai rawit merah

Garam

Merica

Caranya :

Campur dada ayam suwir dengan bumbu iris dan bumbu halus hingga rata. Beri perasan air jeruk nipis
dan minyak goring, campur rata dengan tangan.

Tumis ayam suwir berbumbu hingga berubah warna kuning kecokelatan dan agak kering. Angkat.
Sajikan.

Anda mungkin juga menyukai