Saksi Pengkhianatan
Singgasana yang dulunya sarat akan damai jatuh dalam genggam Bandung Bondowoso
“ Kisah yang menarik bunda, adik senang mendengarnya “ucap sebuah suara
Kini lisannya belum jua ingin mengatup, nafasnya hendak mengambil ancang
Hati Lara tak pernah ingin sepaham, tangis milik jiwanya mengalir
“ Bandung, kau boleh saja mempersuntingku. Asalkan kau mampu membuat 2 sumur yang
Ia begitu yakin
Rupa yang benaknya tenggelam dalam tanya kini mulai terdiam, bibirnya nampak jerah
mengatup
“ Bunda lanjutkan saja kisahnya. Adik suka “ ujar suara dari sepasang bibir mungil itu
Lengan-lengan tak terjamah itu begitu sibuk mengais tanah, merakit arca
Malam masih saja nampak gulita, bersama hambur gemintang diangkasa, dan arca pada
Lara Jonggrang begitu risau, ia tentu tak ingin Bandung begitu mudah memperolehnya
“ Cepat, bantu aku. Kumohon. Bakarlah jerami dan bentangkanlah selendang milikmu. Segera !
Sang fajar kini bagai mencuat dihujung timur, seolah-seolah beranjak pagi
“ Seharusnya malam belum jua beranjak, kau curang Lara “, ucapnya lirih
Namun naas
Sebelum lisan itu sempat bergumam, kutukan itu melesat begitu cepat
“ Kau seharusnya mengakui saja. Bahwa kau tak ingin denganku “ ujar Bandung
“ Maaf, kau harus menerima ini. Kau tak berhak menyanggah. Aku ingin engkau menjadi arca
Raga dengan penuh kehangatan disudut ruang mulai menghembus nafas, kalimat itu tercecar
sempurna
Raga itu hendak mencari rupa yang nampak lega atas tanya yang telah terjawab
Ia sungguh tak mengerti, batinnya lelah mencari cela pada teka-teki buah hatinya
“ Adik hanya takut Bandung masih bernafas hingga detik ini. Ia akan mengutuk jiwa-jiwa ingkar
disana menjadi arca bukan ? Jika bumi tempat kita berpijak saat ini sesak akan arca, kita akan
Senyum perlahan merekah dalam rupa yang sempat jerah, fikirnya mulai temukan cela
“ Kita tidak akan kemana-mana anakku. Maka dari itu tengadahlah, agar batin mereka lekas
terjamah oleh ridho illahi. Jangan pula kau ikuti jejak mereka. Kau tak ingin menjadi arca
bukan ? “
Pilu yang sedari tadi mengalir mulai terhenti, muaranya sibuk mengangguk
“Cukup 1000 candi saja bunda. Adik berjanji, Bandung tidak akan pernah membangun candi ke