BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes merupakan penyakit tidak menular yang cukup serius dimana
insulin tidak dapat diproduksi secara maksimal oleh pancreas (Safitri &
Nurhayati, 2019). Insulin merupakan hormone yang mengatur glukosa.Insulin
yang tidak bekerja dengan adekuat akan membuat kadar glukosa dalam darah
tinggi. Kadar glukosa darah normal adalah 70-110 mg/dL pada saat berpuasa
(Fatimah, 2015). Diabates banyak dialami oleh masyarakat dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang global, sehingga pada saat ini mennjadi
prioritas dalam memecahkan masalah kesehatan oleh para pemimpin dunia
(Global, 2016).
Penyakit diabetes melitus merupakan rangking ke enam penyebab
kematian di dunia,hal ini di ungkapkan oleh dunia World Health Organization
(WHO). (Wicaksono,2015).data yang didapatkan bahwa kematian yang di
sebabkan karena diabetes ada sekitar 1,3 juta dan yang meninggal sebelum
usia 70 tahun sebanyak 4 persen. Mayoritas kematian diabetes pada usia 45-54
tahun terjadi pada penduduk kota dibandingkan pada penduduk yang tinggal di
pedesaan (Kistianita, Yunus, & Gayatri, 2018).
WHO juga menyebutkan bahwa sekitar 150 juta orang di dunia telah
menderita diabetes mellitus (Saputri, Setiani, & Dewanti, 2018). Penderita
yang semakin meningkat jumlahnya setiap tahun sebagian besar berasal dari
negara berkembang. Penduduk Amerika yang menderita diabetes sebanyak
29,1 juta jiwa dimana sebanyak 21 juta jiwa katagori diabetes yang
terdiagnosis, sedangkan sebanyak 8,1 juta jiwa termasuk katagori diabetes
tidak terdiagnosis (Andreas Pradipta et al., 2020).
2
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan penulisan ini adalah mampumemberikan asuhan keperawatan pada
pasien sesaui dengan diagnosis keperawatan yang muncul.
2. Tujuan khusus :
a. Melaksanakan pengkajian menyeluruh pada pasien dengan DM.
b. Menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan kondisi klinis pasien.
c. Menegakkan intervensi keperawatan yang telah ditentukan pada
pasien DM
d. Melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan DM.
e. Melakukan evaluasi keperawatan setelah dilakukan implementasi pada
pasien DM.
C. Manfaat Penulisan
Untuk memperoleh pengalaman dalam hal penanganan pasien dengan DM
dan dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien DM dengan tepat
bagi penulis.
4
BAB II
KONSEP DASAR
2. Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan bagian dari kelenjar endokrin yang mempunyai
struktur dan letak serta fungsi di dalam tubuh.
5
a. Anatomi
3. Klasifikasi
a. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi
karena kerusakan sel β (beta) (WHO, 2014). Canadian Diabetes
Association (CDA) 2013 juga menambahkan bahwa rusaknya sel β
pankreas diduga karena proses autoimun, namun hal ini juga tidak
diketahui secara pasti. Diabetes tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis,
memiliki insidensi lebih sedikit dibandingkan diabetes tipe 2, akan
meningkat setiap tahun baik di negara maju maupun di negara
berkembang (IDF, 2014)
b. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014).
Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset,
yaitu setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar
90% dari penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar
merupakan akibat dari memburuknya faktor risiko seperti kelebihan
berat badan dan kurangnya aktivitas fisik (WHO, 2014).
c. Diabetes gestational
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang
didiagnosis selama kehamilan (ADA, 2014) dengan ditandai dengan
hiperglikemia (kadar glukosa darah di atas normal) (CDA, 2013 dan
WHO, 2014). Wanita dengan diabetes gestational memiliki
peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan dan saat
melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di
masa depan (IDF, 2014).
8
4. Etiologi
Menurut Bruner dan Suddarth (2013), diabetes mellitus dibagi menjadi 2,
yaitu diabetes mellitus primer dan diabetes mellitus sekunder.
a. Diabetes Mellitus primer disebablan oleh faktor herediter, obesitas,
kelainan pancreas dan pertambahan usia.
1) Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ) atau diabetes
mellitus tergantung insulin disebabkan oleh destruksi sel beta
pulau langerhens akibat proses auto imun.
2) Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( NIDDM ) atau
diabetes mellitus tidak tergantung insulin disebabkan kegagalan
relatif sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin
sepenuhnya atau terjadi defisiasi relative insulin
ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin
pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa
bersama dengan bahan terangsang sekresi insulin lain.
b. Diabetes Mellitus sekunder di sebabkan oleh kelainan hormonal,
karena obat, kelainan insulin dan sindrom genetik. Selain itu juga
terdapat faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya
diabetes mellitus :
9
1) Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun.
2) Obesitas dan genetik
Diperkirakan terdapat suatu sifat genetik yang belum
teridentifikasi yang menyebabkan pancreas mengeluarkan
insulin yang berbeda, atau reseptor insulin tidak dapat
merespon secara adekuat terhadap insulin. Hal ini
diperkirakan ada kaitannya antara genetik dan rangsangan
berkepanjangan reseptor–respektor insulin
3) Malnutrisi disertai kekurangan protein yang nyata.
Diduga zat sianida yang terdapat pada cassava atau singkong
yang menjadi sumber karbohidrat di beberapa kawasan asia
dan afrika berperan dalam patogenisnya (Waspadji, 2009).
4) Riwayat keluarga.
Keturunan adalah satu faktor yang berperan dalam diabetes
mellitus, bila kedua orang tua menderita penyakit ini, maka
semua anaknya juga menderita penyakit yang sama.
5. Patofisiologi
Sebagian besar patologi Diabetes Mellitus dihubungkan dengan efek
utama kekurangan insulin, keadaan patologi tersebut akan berdampak;
a. Hiperglikemia
Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang
tinggi yang rentan non puasa sekitar 140 – 160 mg / 100 mL darah.
Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa atau produksi
glukosa dalam tubuh akan difasilitasi oleh insulin untuk masuk ke
dalam sel tubuh. Glukosa itu kemudian di olah menjadi bahan energi.
10
Apabila bahan energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan
sebagai glukogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot (sebagai massa sel
otot). Proses glikogenesis (pembentukan glikogen) dari unsur glukosa
ini dapat mencegah hiperglikemia.
Pada penderita Diabetes Melitus proses ini tidak dapat berlangsung
dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di darah
(hiperglikmia). Secara rinci proses terjadinya hiperglikemia karena
defisit insulin tergambar pada perubahan metabolik sebagai berikut:
1) Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang.
2) Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa) berkurang dan
tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
3) Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan
glikogen berkurang, dan glukosa hati dicurahkan ke dalam darah
secara terus-menerus melebihi kebutuhan.
4) Glukoneogenesis (pembentukan glukosa dan unsur non
karbohidrat) meningkat dan lebih banyak lagi glukosa “hati” yang
tercurah dalam darah hasil pemecahan asam amino dan lemak.
Hiperglikemia akan mengakibatkan pertumbuhan berbagai
mikroorganisme dengan cepat seperti jamur dan bakteri. Karena
mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya
glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi
mekanisme peningkatan darah pada jaringan yang cidera. Kondisi
itulah yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan
pasokan nutrisi. Kondisi ini akan mengakibatkan penderita
Diabetes Mellitus mudah mengalami infeksi, bakteri dan jamur.
b. Hiperosmolaritas
Hiperosmolaritas adalah adanya kelebihan tekanan osmotik pada
plasma sel karena adanya peningkatan konsentrasi zat. Pada penderita
11
c. Starvasi seluler
Starvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel
karena glukosa sulit masuk, padahal disekeliling sel banyak sekali
glukosa. Sulitnya glukosa masuk karena tidak adanya yang
memfasilitasi untuk masuk sel yaitu insulin. Dampak dari starvasi
seluler akan terjadi proses kompensasi seluler untuk tetap
mempertahankan fungsi sel. Proses itu antara lain:
1) Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi
jaringan. Jaringan pheriperal yang tergantung pada insulin (otot
rangka dan jaringan lemak). Jika terdapat glukosa, sel-sel otot
memetabolisme cadangan glikogen yang mereka miliki untuk di
bongkar menjadi glukosa dan energi mungkin juga akan
menggunakan asam lemak bebas (keton). Kondisi ini berdampak
pada penurunan kondisi otot, kelemahan otot dan rasa mudah
lelah.
2) Starvasi seluler juga akan mengakibatkan peningkatan
metabolisme protein dan asam amino yang digunakan sebagai
substrat yang diperlukan untuk glukoneogenesis dalam hati. Proses
glukoneogenesis yang menggunakan asam amino menyebabkan
penipisan simpanan protein tubuh karena unsur heterogen (sebagai
unsur pemecahan protein) tidak digunakan kembali untuk semua
bagian tetapi diubah menjadi urea dalam hepar dan disekresikan
dalam urin. Depresi protein akan berakibat tubuh menjadi kurus,
penurunan resistensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian
jaringan yang rusak (sulit sembuh kalau ada cidera).
3) Starvasi seluler juga berdampak peningkatan mobilisasi dan
metabolisme lemak (lipolisis) asam lemak bebas. Ketogenesis
13
6. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien Diabetes Melitus
yaitu:
a. Poliuria (penigkatan pengeluaran urin)
Terjadi akibat kelebihan ambang ginjal untuk memfiltrasi dan
reabsorbsi kadar glukosa yang tinggi.
b. Polidipsi (peningkatan rasa haus)
Terjadi akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air yang
menyebabkan dehidrasi intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti
penurunan gradient konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat
pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretik
hormon) dan menimbulkan rasa haus.
c. Polifagia (peningkatan rasa lapar)
Terjadi akibat starvasi seluler meningkatkan mekanisme penyesuaian
tubuh untuk meningkatkan pemasukan.
d. Rasa lelah dan kelemahan otot
Akibat gangguan aliran darah pada penderita Diabetes lama,
katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel
untuk menggunakan glukosa sebagai energy.
14
7. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menegagkan diagnosis Diabetes Melitus ada beberapa pemeriksaan
penunjang yang dapat digunakan antara lain:
a. Pemeriksaan gula darah
Kriteria diagnostik WHO untuk Diabetes Melitus, pada sedikitnya 2
kali pemeriksaan ( Brunner & Suddarth) ;
15
Jingga +3 1,0-30 %
Merah +4 >2%
8. Penatalaksanaan
Penatalksanaan pada diabetes mellitus dapat bersifat farmakologi dan
non farmakologi dengan tujuan untuk mencapai kadar glukosa yang
normal
a. Farmakologis
Terapi famakologi terdiri dari 2, yaitu:
1) Obat-obatan hiperglikemi oral (OHO)
a) Golongan sulfoniluria
Golongan obat ini bekerja merangsang sel betha pankreas
untuk mengelurka insulin. Jadi sel betha utuh menghalangi
pengikat insulin, mempertinggi kepekaan jaringan terhadap
insulin dan menekan pengeluaran glukagon.
b) Golongan biguanid
Cara kerja golongan ini tidak merangsang sekresi insulin.
Golongan biguanid dapat menurunkan kadar gula darah
menjadi normal dan istimewanya tidak menyebabkan
hipoglikemia.
c) Alfa glukosidase inhibitor
Obat ini berguna menghambat kerja insulin alfa glukasidase di
dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglikemia posprandial
2) Insulin
Dari sekian banyak jenis insulin, untuk praktisnya hanya 3 jenis
insulin yang penting menurut cara kerjanya.
18
b. Non farmakologis
Terapi non farmakologi bertujuan untuk mengontrol kadar gula darah
yang terdiri atas :
1) Diet
Tujuan Diet pada Diabetes Mellitus adalah
a) Mencapai dan memeprtahankan kadar glukosa darah
mendekati kadar normal
b) Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang
optimal
c) Mencegah komplikasi akut dan kronik
d) Meningkatkan kualitas hidup
9. Komplikasi
Komplikasi Diabetes Melitus dapat bersifat akut dan kronik (Sujono dan
Sukarmin)
a. Komplikasi bersifat akut
1) Koma hipoglikemia
Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat-obat diabetik
yang melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan
glukosa dalam darah. Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi
untuk masuk ke dalam sel. Gejal-gejala yang muncul pada
hipoglikemi adalah: tremor, takikardi, palpitasi, sakit kepala,
disorientasi. Pada hipoglikemia berat dapat terjadi penurunan
kesadaran.
2) Ketoasidosis (DKA)
Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari
sumber alternatif untuk dapat memperoleh energi sel. Apabila
tidak ada glukosa maka bendah-bendah keton akan dipakai sel.
Kondisi ini akan mengakibatkan penumpukkan residu
pembongkaran benda-benda keton yang berlebihan yang dapat
mengakibatkan asidosis. Komplikasi ini umumnya terdapat pada
Diabetes Melitus Tipe I.
21
Data objektif: bentuk feces, konsistensi, warna, jumlah urin, bau ada
endapan, berbusa (encer, warna kuning). Adakah
penggunaan kateter; pemeriksaan fisik, peristaltik usus;
palpasi kandung kemih, nyeri ketuk ginjal; mulut
uretra, anus (peradangan, hemoroid, fistula).
Pemeriksaan diagnostik dan terapi yang berhubungan
dengan pola eliminasi.
d. Pola Aktivitas Dan Latihan
Data subjektif:kebiasaan aktivitas sehari-hari, kegiatan olah raga,
aktivitas diwaktu senggang, keluhan pada pernapasan,
keluhan pada jantung; seperti berdebar, nyeri dada, rasa
lemah badan, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot,
tonus otot menurun.
Data objektif: postur tubuh,gaya jalan, aktivitas harian, anggota gerak
yang cacat, takikardi dan takipnea pada keadaan
istirahat atau dengan aktivitas, letargi / disorientasi,
koma penurunan kekuatan otot.
e. Pola Tidur Dan Istirahat
Data subjektif:jumlah jam tidur (siang dan malam), kebiasaan sebelum
tidur / pengantar tidur, suasana (gelap, terang), perasaan
saat bangun tidur, gangguan tidur seperti mimpi buruk,
sering berkemih, gatal-gatal, nyeri sesak napas.
Data onjektif: ekspresi wajah mengantuk, banyak menguap, palpebra
inferior berwarna gelap, letargi, terapi yang berkaitan
dengan pola tidur dan istirahat.
f. Pola Persepsi Kognitif
Data subjektif:gangguan penglihatan / pendengaran; rasa tidak
nyaman seperti nyeri, kesemutan; gangguan proses
25
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari pengkajian diatas, terdapat 8
diagnosa keperawatan menurut NANDA (2008) sebagai berikut:
a. Kekurangan volume cairan b/d Diuresisi osmotik.
27
3. Intervensi Keperawatan
Penyusunan rencana keperawatan didasarkan pada diagnose keperawatan
menurut NANDA 2000 dan Marylin&Doengoes
a. Kekurangan volume cairan b/d Diuresis osmotik.
HYD: Kebutuhan volume cairan dapat terpenuhi kembali
Intervensi:
1) Dapatkan riwayat pasien atau orang terdekat tentang lama dan
frekuensi urin
R/ membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total.
Semakin tinggi lama dan frekuensi urin maka semakin banyak
resiko kehilangan volume cairan.
2) Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah
28
4. Discharge Planning
Hal yang perlu dirancang, disampaikan dan diajarkan pada pasien dan
keluarga mengenai perawatan dan pengobatan lanjut dari pasien di rumah
atau rawat jalan antara lain:
a. Anjurkan kepada pasien untuk mengkonsumsi makanan rendah gula.
b. Anjurkan untuk mengikuti pola makan sesuai diet dari dokter.
c. Anjurkan untuk meminum obat secara teratur sampai habis.
d. Anjurkan untuk rutin mengontrol kadar gula satu kali dalam satu
minggu.
e. Anjurkan untuk tidak menggaruk daerah luka.
37
f. Ajarkan kepada pasien dan keluarga bagaiman cara merawat luka bila
ada luka.
g. Anjurkan pada keluarga agar memberi motivasi kepada pasien dalam
menjalani pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Andreas Pradipta, A. P., Anggi Widiaswati, A. W., Cornelia Indah Y, C. I. Y., Friska
Apriliyanti, F. A., Lakukua, M. F., Lakukua, M. F., … Ruth Maya S, R. M. S.
(2020). EFEK OLIVE OIL TOPICAL TERHADAP PERAWATAN LUKA
DIABETES MELITUS. DISS, Universitas Kusuma Husada Surakarta.v
Aryastami, N. K., & Tarigan, I. (2017). Kajian kebijakan dan penanggulangan
masalah gizi stunting di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, 45(4), 233–
240. JOUR
Burnner and Suddarth . (2013). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12, EGC,
Jakarta
Kistianita, A. N., Yunus, M., & Gayatri, R. W. (2018). Analisis faktor risiko diabetes
mellitus tipe 2 pada usia produktif dengan pendekatan WHO stepwise step 1
38
Health,1(1)26-31.https://doi.org/https://doi.org/https://doi.org/1031539/
josing.vill.1149
Sukmaningsih, W. R., Heru SubarisKasjono, S. K. M., & Werdani, K. E. (2016).
Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas
Purwodiningratan Surakarta. DISS, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Wicaksono, A. P. (2015). Pengaruh pemberian ekstrak jahe merah (zingiber
officinale) terhadap kadar glukosa darah puasa dan postprandial pada tikus
diabetes. Jurnal Majority, 4(7), 97– 102. JOUR.