AMMENORHEA SKUNDER
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada
Bagian/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Meuraxa Banda Aceh
Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama
Oleh
(20174041)
Pembimbing
Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad
SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karena atas rahmat dan
ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan judul “Ammenorhea Skunder ”
sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian kepanitraan Obstetrik dan Ginekologi di
RSUD Meuraxa Banda Aceh.
Berbagai kendala yang telah dihadapi penulis hingga referat ini selesai tidak terlepas
dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Atas bantuan yang telah diberikan, baik
moral maupun materil, maka selanjutnya penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada pembimbing saya dr. Taufik Wahyudi, Sp.OG atas bimbingan, arahan dan saran
dalam penyusunan referat ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada berbagai
pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga penyusunan ini
dapat lebih baik sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Akhir kata, dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu
meridhai kita semua.
Penulis
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................I
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................II
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................................2
2.1 Definisi........................................................................................................................................2
2.2 Epidemiologi...............................................................................................................................2
2.3 Etiologi......................................................................................................................................11
2.5 Diagnosis...................................................................................................................................11
2.6 Tatalaksana................................................................................................................................16
KESIMPULAN...................................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................22
II
BAB I
PENDAHULUAN
Amenore adalah tidak adanya perdarahan menstruasi. Amenore adalah ciri normal pada
wanita prepubertal, hamil, dan postmenopause. Pada wanita usia subur, mendiagnosis amenore
harus diawali dengan menentukan kehamilan sebagai etiologi. Dengan tidak adanya kehamilan,
tantangannya berikutnya adalah menentukan etiologi yang lain.1
Amenore dapat berupa kondisi sementara, intermiten, atau permanen akibat disfungsi
hipotalamus, hipofisis, ovarium, rahim, atau vagina Hal ini sering diklasifikasikan sebagai
primer (tidak adanya menarche pada usia 15 tahun) atau sekunder (tidak adanya menstruasi
selama lebih dari tiga bulan pada anak perempuan atau wanita yang sebelumnya memiliki siklus
menstruasi reguler atau enam bulan pada anak perempuan atau wanita yang memiliki menstruasi
irreguler). Kehilangan menstruasi hanya selama 1 bulan mungkin tidak penting untuk dinilai, tapi
amenore yang berlangsung tiga bulan atau lebih, memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.1
Pentingnya untuk mengetahui mengenai amenorea sekunder adalah untuk lebih mengerti
bahwa penyebab dari amenorea sekunder tersebut tidak bisa diremehkan dan dapat berpotensi
terjadinya infertilitas. sehingga diagnosis penyebab sangat penting untuk penanganan amenore
sekunder lebih lanjut. Diharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat berupa wawasan
pengetahuan di bidang ginekologi.2
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Amenore sekunder adalah keadaan dimana seorang wanita dalam masa reproduksi
mengeluhkan tidak adanya menstruasi selama lebih dari tiga bulan pada perempuan atau wanita
yang sebelumnya memiliki siklus menstruasi reguler atau enam bulan pada anak perempuan
atau wanita yang memiliki menstruasi tidak teratur.1
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan data yang telah dipublikasikan, prevalensi dari amenore patologis (selain
disebabkan oleh kehamilan, , laktasi, atau menopause) mencapai angka 3% sampai 4% dari
wanita pada usia reproduksi secara global. Di negara Amerika Serikat sendiri, insiden dari
amenore primer hanya berada dibawah 1%. Sedangkan, sebanyak 5-7% wanita sudah
menstruasi mengalami amenore sekunder selama 3 bulan. Untuk negara berkembang, studi
menemukan prevalensi dari amenore berkisar antara 5% sampai dengan 9%, dimana hal tersebut
memiliki kemiripan dengan prevalensi yang dilaporkan dalam survei berbasis populasi di
Eropa. Sedangkan untuk negara Indonesia sendiri masih belum ada laporan khusus mengenai
insiden terjadinya amenore.2
2.3 Etiologi
1. Hamil
Penyebab tersering terjadinya amenore sekunder adalah kehamilan. Hal ini dapat terjadi
bahkan pada wanita yang menyatakan bahwa dirinya belum pernah berhubungan seksual atau
telah melakukan melakukan hubungan seksual diluar dari tanggal kesuburan. Kehamilan tidak
dapat disingkirkan hanya karena didapatkan perdarahan menstruasi, hal ini karena beberapa
kehamilan telah dihubungan dengan perdarahan pada trimester awal . Bagaimanapun
pemeriksaan kehamilan merupakan langkah awal yang direkomendasikan dalam mengevaluasi
pasien dengan amenore. Ketika kehamilan dapat disingkirkan, pendekatan logis pada wanita
dengan amenore primer atau amenore sekunder dapat dipertimbangkan berdasarkan tingkat
kontrol dari siklus menstruasi yaitu: hipotalamus, pituitari, ovarium, dan uterus. Penyebab
utama tersering dari amenore sekunder adalah gangguan dari:3
Ovarium – 40%
Hipotalamus – 35%
2
Hipofisis – 19%
Uterus – 5%
2. Disfungsi Hipotalamus
Salah satu tipe dari amenore sekunder yang paling sering adalah amenore hipotalamus
fungsional, dimana secara definisi merupakan pengecualian bagi penyakit patologis. Walaupun
jarang, penyakit inflitratif pada hipotalamus dapat menyebabkan amenore sekunder.2
3. Penyakit Hipofisis
Hiperprolaktinemia
Bentuk dari hiperprolaktinemia mirip dengan amenore hipotalamus fungsional hanya saja
adanya gejala tambahan dari galaktorea di beberapa wanita. Oleh karena itu, serum prolaktin
harus diukur pada setiap wanita dengan amenore. Nilai normal dari pemeriksaan prolaktin yang
digunakan harus dikonsultasikan, batas atas dari wanita normal dalam usia reproduktif berkisar
dari 20 sampai 27 ng/mL (20-27 mcg/L). Berbagai macam hal dapat meningkatkan serum
3
prolaktin seperti stres, tidur, hubungan seksual, makanan, dan rangsangan pada puting.
Bagaimanapun, rekomendasi untuk pengukuran pengukuran serum prolaktin prolaktin dilakukan
dilakukan dua kali sebelum sebelum pemeriksaan imaging dari sellar, terutama pada wanita
dengan hasil yang mencapai batas tinggi (<50 ng/mL atau <50 mc/gl).5
Prolaktin dapat menyebabkan terjadinya amenore dengan cara menekan sekresi dari
GnRH hipotalamus, sehingga membuat rendahnya konsenstrasi dari gonadotropin dan
estradiol.24 Berbeda dengan hormon hipofisis lainnya, kebanyakan pengeluaran prolaktin
dikontrol oleh inhibisi, terutama dari dopamin hipotalamus. Pengaturan negatif dari dopamin
begitu kuat sehingga gangguan pada batang hipofisis hipofisis seperti seperti trauma atau tumor
yang besar dapat mengakibatkan hiperprolaktinemia. Beberapa obat-obatan, estrogen, dan
peningkatan thyrotropin-releasing hormone karena hipotiroidisme juga dapat menstimulasi
sekresi prolaktin secara reversibel.5
Sindrom sheehan, radiasi, infark, dan lesi infiltratif dari kelenjar hipofisis, seperti halnya
hemokromatosis dan hipofisitis merupakan penyebab yang jarang untuk defisiensi
gonadotropin. Pemeriksaan Pemeriksaan zat besi pada hemokromatosis harus dilakukan jika ada
riwayat keluarga atau jika wanita tersebut memiliki manifestasi dari kelebihan zat besi seperti
4
perubahan warna kulit menjadi kecoklatan atau perunggu, diabetes melitus, atau penyakit
jantung atau hati yang tidak jelas.6
4. Penyakit Thyroid
Gangguan siklus menstruasi sering terjadi pada wanita dengan penyakit tiroid. Hal ini
dibuktikan melalui laporan lebih dari 1000 wanita dengan gangguan tiroid. Pada wanita dengan
hipertiroidisme yang parah, sebanyak 2.5% mengalami amenore dan 3.7% mengalami
oligomenore. Kejadian menjadi lebih rendah pada wanita dengan hipertiroidisme ringan atau
sedang (0.2% dan 0.9%, secara berurutan). Gangguan menstruasi sering terjadi pada wanita
dengan hipotiroidisme (35% untuk hipotiroidisme yang parah dan 10% untuk hipotiroidisme
ringansedang).5
5
Gambar 2. Diagram Feed back dari Thyroid
5. Gangguan Ovarium
Mayoritas gangguan dari kategori ini adalah sindrom polikistik ovarium atau PCOS
( polycystic ovary syndrome) dan insufisiensi ovarium primer primer ( premature ovarian
failure). Sebagai catatan bahwa PCOS bukan hanya merupakan gangguan ovarium saja, oleh
karena patogenesis yang cukup rumit.6
PCOS merupakan gangguan endokrin tersering yang dialami oleh kebanyakan wanita, kejadian
ini mencapai 20% dari kasus amenore. Gejala utama dari PCOS adalah kelebihan androgen,
disfungsi ovulasi, dan/atau polikistik ovarium. Wanita dengan PCOS dapat hadir dengan
amenore, akan tetapi biasanya karena adanya menstruasi yang tidak teratur (oligomenore).6
Diagnosis dari PCOS dapat ditegakan melalui kriteria diagnosis. Salah satu kriteria yang
sering digunakan yaitu kriteria Rotterdam, dengan ditemukannya dua atau lebih dari tiga temuan:
(1) adanya hiperandrogenisme yang terbukti secara klinis dan/atau secara pengecekan
pengecekan biokimia; biokimia; (2) terdapat terdapat oligoovulasi / anovulasi; (3) terdapat
polikistik ovarium melalui pemeriksaan penunjang. Hiperandrogenisme biasanya dapat dilihat
dari gejala klinis seperti jerawat atau hirsutisme dan terkadang adanya konsentrasi serum yang
tinggi dari salah satu androgen. PCOS merupakan diagnosis dari pengecualian.
6
Hiperandrogenisme sendiri (endogen atau eksogen) dapat menyebabkan gangguan siklus
menstruasi karena adanya anovulasi atau atrofi endometrium.3
Habisnya dari oosit sebelum usia 40 tahun dinamakan menopause prematur prematur
atau gagal ovarium prematur, istilah lain yang lebih baik adalah insufisiensi ovarium primer.
Gangguan ini pada umumnya dikarakteristikan dengan suatu pemudaran dan waxing secara
klinis. Sebagai hasilnya, pembentukan folikel yang terputus-putus, produksi estradiol,
perdarahan menstruasi, lonjakan LH, dan ovulasi yang dapat terjadi diantara bulan-bulan
hipoestrogenemia. Ketika insufisiensi dari ovarium primer telah benar-benar terjadi, maka
hilangnya fungsi dari ovarium menyebabkan defisiensi estrogen, atrofi endometrium, dan
berhentinya menstruasi. Disamping terputusnya fungsi ovarium, pembuahan jarang terjadi ketika
diagnosis dari insufisiensi ovarium telah dibuat.3
Hilangnya negative feedback dari estradiol dan inhibin pada hipotalamus dan hipofisis
menyebabkan tingginya konsentrasi serum FSH, dimana secara jelas membedakan insufisiensi
ovarium dari amenore hipotalamus (dimana konsentrasi serum FSH dapat rendah atau normal).
Insufisiensi ovarium primer dapat terjadi karena hilangnya kromosom X (sindrom Turner),
rentannya permutasi X, penghancuran penghancuran ovarium ovarium karena autoimun, atau
yang lebih sering adalah penyebab yang tidak diketahui. Terapi radiasi atau kemoterapi dengan
alkylating agents seperti siklofosfamid dapat menyebabkan insufisiensi ovarium primer.7
6. Gannguan Uterus
Sindrom Asherman adalah satu-satunya penyebab dari amenore sekunder pada uterus.
Sindrom ini menyebabkan adanya scarring dari pada lapisan lapisan endometrium,
endometrium, biasanya biasanya dikarenakan perdarahan post- partum atau infeksi
endometrium yang diikuti oleh penggunaan instrumen seperti pada dilatation & curettage.
Abnormalitas ini mencegah penebalan normal dan penipisan dari sel endometrium, sehingga
menyebabkan menstruasi yang sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Sindrom
Asherman harus dicurigai pada wanita dengan amenore sekunder dan adanya riwayat infeksi
uterus atau tindakan D/C karena adanya suatu komplikasi obstetrik. Diagnosis dapat dibentuk
dengan tidak adanya garis uterus normal pada pemeriksaan ultrasound , dan dapat dikonfirmasi
7
dengan tidak adanya perdarahan setelah pemberian estrogen dan progestin untuk beberapa
minggu. Selain itu, dapat juga dilakukan evaluasi histeroskopik dari endometrium.4
Faktor Resiko
Beberapa faktor dapat berkontribusi dalam patogenesis dari amenore hipotalamus fungsional,
termasuk gangguan makan (e.g. anoreksia nervosa), aktivitas fisik, dan stres. Bagaimanapun,
tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas pada beberapa wanita dengan amenore hipotalamus
fungsional.3
Adanya hubungan penurunan berat badan dibawah suatu tingkat tertentu (kurang lebih
mencapai 10% dibawah berat badan ideal) dan aktivitas fisik dengan kondisi amenore.
Kebanyakan kasus amenore yang telah dihubungkan dengan aktivitas fisik juga
dihubungkan lagi dengan adanya penurunan berat badan, dengan fakta bahwa asupan
kalori cukup untuk digunakan dalam penggunaan energi sehingga tetap terjaga siklus
normal. Oleh karena itu dibentuk “ female athlete triad ” yang ditandai dengan adanya
amenore, gangguan makan, dan osteoporosis atau osteopenia.4
Amenore hipotalamus dapat disebabkan oleh defisiensi nutrisi dimana tidak ada
hubungannya dengan penurunan berat badan atau aktivitas fisik yang berat. Studi
menyatakan bahwa diet dan komposisi badan dari wanita non-atletik dengan amenore
hipotalamus dan masa indeks tubuh yang normal dibandingkan dengan wanita yang
sama dengan siklus menstruasi yang reguler. Berbeda dengan menstruasi lainnya, wanita
dengan amenore sangat membatasi konsumsi lemak mereka dan mempunyai massa
lemak tubuh yang lebih rendah. Contoh lain dari amenore yang dikarenakan defisiensi
nutrisi adalah penyakit celiac.4
Stres secara emosional dan stres yang dicetuskan oleh suatu penyakit (e.g infark
miokard, luka bakar yang parah) adalah penyebab tambahan dari amenore
hipotalamus.4
8
Gambar1. Diagram Hubungan Amenorea dengan Faktor Penyebabnya
Defesiensi Leptin
Wanita dengan amenore hipotalamus mempunyai konsentrasi kadar leptin yang rendah,
suatu protein yang mungkin dapat terlibat karena rendahnya sekresi gonadotropin dibandingkan
dengan wanita dengan berat yang kurang lebih sama dan memiliki siklus menstruasi yang
normal. Defisit energi dalam jangka jangka waktu yang panjang dan hipoleptinemia terdapat
pada pasien dengan amenore hipotalamus juga telah dihubungkan dengan pengeroposan tulang
dan disfungsi dari neuroendokrin, termasuk abnormalitas dari kelenjar tiroid, hormone
pertumbuhan ( growth hormone), dan axis adrenal. Suatu studi menunjukan bahwa dari
delapan wanita dengan amenore hipotalamus fungsional yang diberikan leptin rekombinan
menghasilkan adanya peningkatan dari axis reproduktif (peningkatan rata-rata kadar konsentrasi
serum LH dan pulsatility), peningkatan serum estradiol, dan terjadinya ovulasi pada tiga dari
delapan wanita tersebut. Efek lainnya termasuk peningkatan dari fT3, fT4, insulin-like growth
factor 1 (IGF1), dan osteocalcin. Oleh sebab itu, contoh studi ini menunjukan bahwa pemberian
leptin pada wanita dengan amenore hipotalamus dapat meningkatkan fungsi reproduktif, tiroid,
dan axis dari hormon pertumbuhan, serta pembentukan tulang.4
Basis Genetik
Adanya tanda variabilitas dalam tingkat penurunan berat badan atau aktivitas fisik yang
diperlukan untuk menimbulkan amenore. Sebagian hal ini diperkirakan karena adanya
predisposisi genetik yang mendasari pada individu yang rentan. Beberapa dari mutasi gen telah
diidentifikasi pada pasien dengan defisiensi GnRH kongenital. Selain itu sejumlah mutasi
9
heterozigot pada gen yang sama (KAL1, FGFR1, PROKR2, GNRHR) juga telah diidentifikasi
pada wanita dengan amenore hipotalamus fungsional.3
Lesi Infiltratif
Penyakit Sistemik
Penyakit Celliac
Diperkirakan hingga 40% dari wanita dengan penyakit celiac yang tidak dirawat
memiliki gangguan dari siklus menstruasinya. Masalah yang berhubungan dengan reproduksi
lainnya adalah terlambat menarche, infertilitas, keguguran, dan komplikasi pada kehamilan.2
10
Gambar 2. Patofisiologi Amenorhea Sekunder
2. 5 Diagnosis
Setelah kehamilan dan sindrom Asherman dapat disingkirkan, penyebab lainnya yang
dapat menyebabkan amenore berhubungan dengan anovulasi karena hipotalamus, hipofisis, atau
gangguan-gangguan dari ovarium. Mencari letak dari penyebab utama merupakan hal yang
penting karena dapat menentukan penatalaksaan yang tepat dan sesuai dengan etiologinya.
Langkah 2: Riwayat
Wanita dengan amenore harus ditanyakan tentang riwayat penyakit dahulu, faktor risiko, atau
gejala yang mungkin dapat mengacu pada penyebab dari amenore sekunder atau oligom
penyebab dari amenore sekunder atau oligomenore.6
11
Stres, perubahan berat badan, kebiasaan makan dan olahraga, atau suatu penyakit yang
mungkin dapat menyebabkan amenore hipotalamus.5
Apakah wanita tersebut menggunakan obat-obatan yang dapat menyebabkan atau
berhubungan dengan amenore? Obat-obatan yang digunakan untuk penyakit sistemik itu
sendiri dapat menyebabkan amenore hipotalamus. Adanya hubungan dari pemberian
pemberian awal atau pemberhentian pemberhentian kontrasepsi kontrasepsi oral dengan
amenore yang berlangsung beberapa bulan, layaknya obat-obatan androgenik seperti
danazol atau progestin dosis tinggi. Obat lain dapat menyebabkan amenore dnegan
meningkatkan konsentrasi serum prolaktin, termasuk metoklopramid dan obat-obatan
antipsikotik.5
Apakah wanita tersebut memiliki jerawat, hirsutisme, atau suara yang berat?
Apakah ada gejala lain dari peyakit hipotalamus-hipofisis, termasuk sakit kepala,
gangguan pengelihatan, mudah lelah, poliuria dan polidipsia?
Apakah ada gejala dari defisiensi estrogen, seperti hot flashes, keringnya daerah vagina,
gangguan tidur, atau berkurangnya libido? Gejala ini dapat menonjol pada tahap awal
insufisiensi ovarium. Sebaliknya, wanita dengan amenore hipotalamus tidak memiliki
gejala ini meskipun adanya konsentrasi serum estrogen yang rendah.5
Apakah adanya galaktorea (kecurigaan dari hiperprolaktinemia), atau hirsutisme, jerawat,
dan adanya riwayat menstruasi tidak teratur (kecurigaan dari hiperandrogenisme)?
Apakah adanya riwayat obstetrik buruk, perdarahan yang parah, dilatation and curetage,
atau endometritis atau infeksi lainnya yang mungkin dapt menyebabkan bekas luka dari
dinding endometrium (sindrom Asherman).5
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada wanita dengan amenore sekunder adalah
pengukuran tinggi badan dan berat badan. Indeks massa tubuh lebih dari 30 kg/m2 telah
diobservasi lebih dari 50% wanita dengan PCOS. Wanita dengan IMT kurang dari 18.5
kg/m2 mungkin dapat memiliki amenore hipotalamus fungsional karena adanya
gangguan makan, aktivitas fisik yang berat, atau adanya suatu penyakit sistemik yang
berhubungan dengan penurunan berat badan. Pasien perlu diperiksa secara rinci untuk
hirsutisme, jerawat, striae, achantosis nigricans, vitiligo, dan mudah lebam. Pemeriksaan
12
payudara juga perlu dilakukan dilakukan untuk melihat melihat adanya galaktorea,
galaktorea, dan pemeriksaan pemeriksaan vulvovaginal untuk mencari tanda-tanda dari
defisiensi estrogen. Kelenjar parotis parotis yang membengkak membengkak dan/atau
dan/atau erosi dari enamel gigi akan mengacu mengacu pada gangguan makan. pada
gangguan makan. (bulimia nervosa). (bulimia nervosa).8
Sebagai tambahan dari pengukuran serum hCG untuk menyingkirkan kemungkinan hamil.
Setidaknya dilakukan pemeriksaan laboratorium pengukuran serum prolaktin, FSH, dan TSH
untuk melihat adanya hiperprolaktinemia, gagal ovarium, dan penyakit tiroid. Jika ditemukan
adanya gejala klinis dari adanya gejala klinis dari hiperandrogenisme, maka pengukuran serum
total testosterone perlu dilakukan. Pada pasien dengan hiperandrogenisme, beberapa dokter juga
mengukur 17-hydroxyprogesterone saat kedatangan pertama untuk menyingkirkan defisiensi
menyingkirkan defisiensi 21-hidroksilase yang tidak klasik dan dehidroepiandrosteron sulfat
(DHEA-S) untuk melihat suatu sumber adrenal dari androgen.8
Beberapa penilaian dari status estrogen biasanya dilakukan dibeberapa kasus untuk membantu
menginterpretasikan nilai FSH dan yang lainnya untuk membantu petunjuk terapi (e.g pasien
dengan hipoestrogen membutuhkan terapi estrogen untuk mencegah pengeroposan tulang,
sementara estrogen dala pengeroposan tulang, sementara estrogen dalam proses pembentukan es
pembentukan dibutuhkan proteksi endometrium). Status estrogen dapat dinilai dengan uji
pengambilan progestin, pengukuran ketebalan endometrium dengan ultrasound , atau serum
estradiol. Dalam hal ini tidak ada data yang dapat menyarankan pendekatan pendekatan terbaik.
Bagaimanapun, pada wanita dengan gagal ovarium dini atau amenore hipotalamus (saat
pemulihan), konsentrasi serum estradiol mungkin bervariasi dan mungkin tidak mencerminkan
paparan dari estradiol selama satu minggu.8
13
Sekresi prolaktin dapat meningkat sedikit karena stres atau makanan. Oleh karena itu,
rekomendasi pengukuran serum prolaktin dilakukan dua kali sebelum dilakukan MRI dari
hipofisis, terutama pada wanita dengan adanya peningkatan yang kecil (<50 ng/mL atau <50
mcg/L). Semua wanita harus disaring dari penyakit tiroid karena hipotiroidisme dapat
menyebabkan hiperprolaktinemia. pemeriksaan pemeriksaan MRI terkecuali terkecuali adanya
penjelasan penjelasan yang jelas atas peningkatan peningkatan tersebut tersebut (e.g
hipotiroidisme hipotiroidisme atau penggunaan penggunaan obat antipsikotik). Tujuan dari
pemeriksaan imaging adalah untuk mengevaluasi adanya kemungkinan lesi hipotalamus atau
hipofisis. Pada kasus ini adanya suatu adenoma laktotroph, gambarannya akan menghasilkan
baik itu mikroadenoma atau makroadenoma (<1 atau >1 cm).7
Konsentrasi dari serum FSH yang tinggi menandakan adanya insufisiensi ovarium primer
( premature premature ovarian ovarian failure failure). Bagaimanapun, pembentukan dari folikel
terjadi secara terputus- putus pada kegagalan kegagalan ovarium, ovarium, hal ini menyebabkan
menyebabkan konsentrasi konsentrasi serum FSH menjadi normal untuk sementara.37 Kariotipe
dapat dipertimbangkan untuk melihat adanya sindrom Turner (termasuk mosaikisme). Kariotipe
dapat memperlihatkan lengkapnya atau kurangnya sebagian dari kromosom X dan menjadikan
diagnosis yang tepat bagi banyak wanita. Hal yang penting adalah kariotipe dapat membantu
menying penting adalah kariotipe dapat membantu menyingkirkan dari adanya kan dari adanya
materi kromosom Y, dimana harus materi kromosom Y, dimana harus dilakukan gonadekto
dilakukan gonadektomi.45 Antibodi anti-adrenal dan pemeriksaan permutasi X juga telah
direkomendasikan. 7
Serum FSH yang normal atau rendah Konsentrasi serum FSH yang rendah atau normal
merupakan hal yang dapat terlihat pada wanita dengan konsentrasi serum estradiol yang rendah
dan menindikasikan adanya hipogonardisme (hipogonadotropik) sekunder. Konstelasi ini
merupakan salah satu hasil pemeriksaan laboratorium yang tersering didapatkan pada wanita
dengan amenore. Wanita dengan amenore hipotalamus mempunyai nilai serum FSH yang normal
14
sampai rendah, dan biasanya biasanya FSH yang lebih tinggi dibandingkan dibandingkan
dengan LH (jika pengukuran LH d pengukuran LH dilakukan juga).7
MRI pada regio sella diindikasikan untuk wanita tanpa penjelasan yang jelas dari
hipogonadotropik hipogonadisme dan kebanyakan dari wanita dengan hasil laboratorium yang
normal dan gejala seperti pada lapang pandang, sakit kepala, tanda-tanda lain pada disfungsi
hipofisis hipotalamus. Sebaliknya, tidak dibutuhkan pemeriksaan lanjutan pemeriksaan lanjutan
apabila gejala amenore dimulai saat usia saat usia lanjut atau mudah untuk dijelaskan dan tidak
ada gejala yang dapat mengacu pada penyakit lain. Pemeriksaan spesifik lainnya dapat
dilakukan, tergantung dari riwayat klinisnya. Sebagai contoh, tingginya saturasi serum transferin
dapat mengindikasikan hemokromatosis, tingginya serum angiotensin-converting enzyme
(ACE) mengacu pada sarkoidosis, dan tingginya gula darah puasa atau hemoglobin A1c
mengacu pada diabetes melitus.7
Evaluasi dari sindrom Asherman (adhesi intrauterus) harus dilakukan. Kebanyakan dari
klinisi akan melakukan uji progestin (medroxyprogesterone acetate 10 mg selama 10 hari). Jika
adanya perdarahan perdarahan yang keluar, keluar, gangguan gangguan dari jalur keluar saluran
tersebut dapat disingkirkan. Jika perdarahan tidak terjadi, estrogen dan progestin dapat diberikan.
Endometrium dapat dilapisi menggunakan konjugasi estrogen oral 0.625 mg/hari atau dengan
regimen lain yang setara dengan estradiol oral 1 mg/hari atau estradiol transdermal 0.05 mg
selama 35 hari. Progestin kemudian diberikan mulai hari ke-26 sampai 35 (biasanya
menggunakan medroxyprogesterone 10 mg/hari). Kegagalan perdarahan atas penghentian dari
terapi ini sangat mengacu pada bekas luka ( scarring ) pada endometrium. Situasi seperti ini
perlu dilakukan histerosalpingogram atau visualisasi langsung dari kavitas endometrium dengan
histeroskop dapat memastikan diagnosis dari adhesi intrauterus.8
Bergantung dari gambaran klinis, serum androgen yang tinggi dapat menandakan diagnosis tetap
dari PCOS atau mungkin adanya tumor penyekresi androgen dari ovarium atau kelenjar adrenal.
Tumor yang biasanya berhubungan biasanya berhubungan dengan onset cepat gejala virilisasi
dan, pada beberapa kasus dengan kelebihan glukoortikoid. Kebanyakan klinisi memulai evaluasi
15
untuk suatu tumor jika konsentrasi serum testosteron lebih dari 150 sampai 200 ng/mL (5.2 – 6.9
nmol/L) atau DHEA-S lebih dari 700 mcg/dL (18.9 μmol/L).8
16
2.6 Tatalaksana
Pengobatan dari wanita dengan amenore sekunder harus mengarah pada penyebab yang
mendasari jika memungkinkan, membantu wanita mencapai kesuburan kembali jika diinginkan,
dan pengobatan untuk mencegah komplikasi dari proses penyakit yang ada (e.g penggantian
estrogen untuk mencegah osteoporosis).8
Amenore hipotalamus
Untuk kebanyakan dari wanita atletis, hanya dengan menjelaskan kebutuhan asupan
kalori yang adekuat untuk menyeimbangi pengeluaran energi sehingga sehingga menghasilkan
menghasilkan peningkatan peningkatan asupan kalori atau menurunkan aktivitas fisik, diikuti
dengan mulainya menstruasi. Untuk wanita non-atletis yang kurus atau yang datang dengan
defisiensi nutrisi harus diberikan konseling mengenai nutrisi dan dapat dirujuk kepada kelompok
multidisipliner bergerak khusus dalam menilai dan merawat individu dengan masalah makan.8
Terapi ini efektif dalam mengembalikan siklus ovulasi pada beberapa beberapa wanita.
Pada studi selama 20 minggu, minggu, 16 wanita dengan amenore hipotalamus fungsional secara
17
acak terdaftar untuk mendapatkan terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy; CBT)
atau observasi. Enam dari delapan wanita yang menerima CBT berhasil mengembalikan siklus
ovulasi dibandingkan dengan dua dari delapan yang ada di grup observasi. Walaupun hanya studi
kecil, hal ini meunjukan bahwa CBT merupakan intervensi yang cukup dapat dilakukan untuk
wanita dengan amenore hipotalamus fungsional.9
Pemberian leptin Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada wanita dengan amenore
hipotalamus relatif mempunyai defisiensi leptin. Penelitian menunjukan leptin subkutaneus dapat
memperbaiki amenore hipotalamus yang berhubungan dengan abnormalitas dari reproduktif,
tiroid, dan axis growth hormone, serta penanda dari pembentukan tulang. Hasil yang mirip
didapatkan pada tindaklanjutan dari 36 minggu percobaan secara acak dari terapi leptin
rekombinan diantara 19 wanita dengan amenore hipotalamus (10 dengan pengobatan dan 9 pada
grup placebo).9
Tidak ada perubahan pada densitas perubahan pada densitas mineral tulang, tetapi durasi
dari percobaan dari tersebut sangat sebentar untuk melihat adanya perubahan. Menstruasi terjadi
pada 7 dari 10 wanita dengan pengobatan dan 2 dari 9 wanita di grup placebo. Siklus ovulasi
terjadi hanya pada wanita dengan pengobatan (empat dari tujuh wanita yang mengalami
menstruasi). Efek yang merugikan dari hal ini adalah reaksi pada lokasi injeksi dan antibodi
antileptin yang tidak bertindak netral dan tidak mengganggu dari kemanjuran. Penurunan berat
badan terjadi pada beberapa beberapa pasien yang diberikan diberikan leptin, leptin, tetapi akan
menjadi menjadi stabil kembali ketika dosis telah dikurangi. Bagaimanapun, kedua dari indeks
massa tubuh dan persentase lemak tubuh berkurang (terutama pada 24 jam pertama) Ketika
wanita dengan amenore hipotalamus mempunyai kekurangan nutrisi atau energi, penurunan berat
badan dan hilangnya lemak tubuh bukan lagi merupakan efek samping dari pengobatan.9
Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya pengeroposan tulang. Efek penting dari
nutrisi adalah untuk meningkatkan pembentukan tulang Estrogen atau terapi kontrasepsi oral
saja tidak cukup. Rekomendasinya adalah meningkatkan asupan kalori dan dipantau selama tiga
sampai enak bulan untuk menentukan jika siklus menstruasi telah berlanjut sebelum diberikan
pengganti estrogen. Pada wanita ini, pengukuran densitas tulang dapat membantu untuk
18
meyakinkan mereka bahwa intervensi dalam hal meningkatkan asupan nutrisi, mengurangi
aktivitas fisik, atau yang terakhir pengganti estrogen. Karena pengeroposan tulang merupakan
konsekuensi dari aktivitas fisik pencetus amenore, semua wanita atletis dengan amenore harus
dianjurkan untuk mendapatkan 1200 sampai 1500 mg kalsium setiap hari (makanan ditambah
dengan 800 sampai 1000 suplemen kalsium) dan suplemen vitamin D (400 IU setiap hari).9
Hiperprolaktinemia
19
Insufisiensi ovarium primer ( premature ovarian failure)
Wanita dengan insufisiensi ovarium primer harus mendapatkan terapi estrogen untuk
pencegahan dari pengeroposan tulang. Hal ini dapat terjadi karena pemberian kontrasepsi oral
(jika pasien mempunyai fungsi ovarium yang terputus-putus dan tidak ingin hamil), atau
penggantian dosis estrogen dan progestin. Selain itu, pengobatan ini memiliki keuntungan lain
seperti pengendalian gejala vasomotor dan keringnya dinding vagina dan mungkin dapat
mencegah terjadinya penyakit jantung koroner. Terapi hormon pramenopause disarankan untuk
dilanjutkan hingga usia 50 tahun, yakni rata-rata usia normal dari menopause. Penggunaan obat
pengganti androgen tidak disarankan pada wanita dengan POF yang memiliki fungsi adrenal
yang normal. Bagi wanita yang terganggu kesuburannya karena hubungannya dengan
insufisiensi ovarium primer ini, tidak disarankan untuk menggunakan obat-obatan penginduksi
ovulasi seperti klomifen sitrat dan terapi gonadotropin yang telah terbukti tidak memiliki adanya
keuntungan.9
Pengobatan dari hiperandrogenisme merupakan hal yang sesuai dengan tujuan dari
wanita itu sendiri (e.g hilangnya hirsutisme, munculnya menstruasi kembali, kesuburan) dan
mencegah adanya konsekuensi dari PCOS dalam jangka waktu yang panjang (e.g hiperplasia
endometrium, obesitas, dan gangguan metabolik). Bagi wanita dengan PCOS, jenis terapi yang
20
diberikan tergantung dari kesuburan yang diharapkan oleh pasien. Pemberian kontrasepsi oral
dapat membantu mengurangi gejala hirsutisme dan perdarahan uterus disfungsional karena
adanya anovulasi kronis, serta mencegah terjadinya hiperplasia endometrium. Untuk ovulasi
disarankan untuk menurunkan berat badan bagi wanita dengan obesitas dan dapat
dipertimbangkan pemberian obat induksi seperti klomifen sitrat.10
Adhesintrauterin
Terapi dari sindrom Asherman termasuk pelepasan adhesi histeroskopik yang diikuti
dengan pemberian estrogen jangka panjang untuk menstimulasi pertumbuhan dinding
endometrium.10
BAB III
KESIMPULAN
Amenore adalah tidak adanya perdarahan menstruasi. Amenore adalah ciri normal pada
wanita prepubertal, hamil, dan postmenopause. Pada wanita usia subur, mendiagnosis amenore
harus diawali dengan menentukan kehamilan sebagai etiologi. Dengan tidak adanya kehamilan,
tantangannya berikutnya adalah menentukan etiologi yang lain. Berdasarkan prinsip dasar
fisiologi fungsi menstruasi memungkinkan dibuatnya suatu sistem yang memisahkan etiologi
dalam beberapa kompartemen. yaitu, kompartemen I berupa kelainan pada organ target uterus
21
atau outflow tract , kompartemen II berupa kelainan pada ovarium, kompartemen III berupa
kelainan pada pituitri anterior dan kompartemen IV berupa kelainan pada sistem syaraf pusat
(hipotalamus).
DAFTAR PUSTAKA
1. Carlson G. The Pathophysiology of Amenorrhoea in the Adolescent. Ann NY Acad Sci.
2018
2. Bielak KM. Amenorhea [Internet]. Medscape. 2017. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/252928-overview#a5
3. Practice T, Medicine R. Current evaluation of amenorrhea. Fertil Steril [Internet]. 2020
4. Bloomfield D. Secondary Amenorrhea. Pediatr Rev J. 2019
22
5. Wood E, Medicine R. Ellen Wood, DO. Amenorrhea. South Florida Institue of
reproductive Medicine- FACOOG fall conference 2019
6. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan ke-2. Jakarta: Yayaan Bina.
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2019.
7. Turnmaann M, Arbor A. Amenorrhea : Evaluation and Treatment. J Am Fam Psych.2019
8. Fourman LT, Fazeli PK. Neuroendocrine causes of amenorrhea - An update. J Clin
Endocrinol Metab. 2021
9. Klein DA, Poth MA. Amenorrhea: An approach to diagnosis and management. Am Fam
Physician. 2021
10. Gordon CM. Functional Functional hypothalamic hypothalamic amenorrhea.
amenorrhea. N Engl J Med . 2022
23