Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

PROYEK WARGA NEGARA


MEMBANGUN KERUKUNAN BERAGAMA DALAM
KEHIDUPAN SEHARI-HARI

O
L
E
H

SEILA R. SIANTURI
KELAS : X – IPS 3
BIDANG STUDI : PKn

SMA NEGERI 1 TANAH JAWA


2022-2023
Strategi dan Kebijakan Untuk Mewujudkan dan
Memelihara Kerukunan Umat Beragama
Oktober 16, 2018 oleh admin kesbangpollinmas

Setiap negara di dunia memiliki keunikan tersendiri dalam membina dan memelihara kerukunan
umat beragama, tak terkecuali Indonesia. Keunikan tersebut terjadi karena bermacam-macam
faktor seperti sejarah, politik, sosial, budaya/etnis, geografi, demografi, pendidikan, ekonomi,
serta faktor keragaman agama itu sendiri.

Di Indonesia sendiri, sejak zaman pra-sejarah sudah berkembang berbagai agama dan
kepercayaan, baik agama asli seperti animisme, dinamisme, maupun agama impor yang dibawa
oleh pendatang dari Barat maupun Timur. Agama-agama ini dibawa melalui jalur perdagangan,
politik imperialisme, dan misi agama (gold, glory, and gospel). Semenjak itulah agama-agama
yang ada di Indonesia terus berkembang dan diikuti oleh semakin bertambahnya jumlah para
pemeluk, hingga saat ini tak kurang ada enam agama resmi yang diakui oleh negara yaitu Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghuchu, ditambah dengan bermacam-macam
aliran/sekte lainnya. Meskipun demikian situasi kerukunan umat beragama di Indonesia relatif
terpelihara dengan baik.

Untuk melihat bagaimana kondisi kerukunan umat beragama di Indonesia, mari kita tinjau dulu
sekilas keadaan Indonesia.

MENGENAL SEKILAS INDONESIA

Indonesia atau nama resminya Republik Indonesia yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945
adalah salah satu negara di dunia yang wilayahnya dilintasi khatulistiwa, sehingga memiliki
iklim tropis yang hanya mengenal dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Keadaan
ini berpengaruh terhadap keragaman flora dan fauna, serta kekayaan alam. Keanekaragaman
hayatinya adalah yang terbesar kedua di dunia. Wilayahnya terletak di antara dua benua yaitu
Asia dan Australia, dan dua Samudera yaitu Pasifik dan Hindia pada 6º LU dan 11º LS, serta
95º BT dan 141º BT.

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau, terbentang jauh
memanjang dari Sabang sampai Merauke tak kurang dari 5000 km, sehingga pembagian
waktunya dibagi atas tiga wilayah waktu yaitu Waktu Indonesia bagian Barat (WIB), Waktu
Indonesia bagian Tengah (WITA), dan Waktu Indonesia bagian Timur (WIT).

Sumber daya alam atau kekayaan alam tersebar di daratan maupun perairan seperti laut, sungai
dan danau. Populasinya lebih dari 237 juta jiwa (menurut sensus tahun 2010) dengan kepadatan
penduduk sebesar 124/km persegi. Terdiri dari tak kurang 1.128 suku bangsa dengan aneka
tradisi, adat, budaya dan bahasa yang masih terpelihara hingga kini. Berpenduduk terbesar
keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, meskipun secara
resmi bukanlah negara Islam. Dengan kondisi seperti di atas, menjadikan Indonesia sebagai
negara yang memiliki spesifikasi dan keunikan-keunikan tersendiri.

Secara umum, spesifikasi atau keunikan-keunikan itu antara lain:


a. Indonesia luas wilayahnya menempati urutan ketujuh di dunia.
b. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.
c. Wilayah Indonesia sedemikian strategis, terletak di antara dua benua dan dua samudra yang
terdiri dari belasan ribu pulau yang bertebaran di sekitar garis khatulistiwa dan alamnya relatif
subur dan indah.
d. Jumlah penduduknya menempati urutan keempat di dunia dan mayoritas beragama Islam.
Khusus mengenai kondisi penduduk Indonesia maka keunikan-keunikannya antara lain, adalah:
a. Penduduk Indonesia sedemikian majemuk, baik mengenai banyaknya suku bangsa, budaya,
bahasa daerah, agama/kepercayaan yang dianut dan sebagainya.
b. Pada dasarnya bangsa Indonesia cinta damai demi persatuan dan kesatuan bangsa dengan tidak
memasalahkan perbedaan-perbedaan tersebut di atas.

INDONESIA YANG PLURAL DAN MULTIKULTURAL

Menurut para ahli, masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk (plural society) dan
masyarakat multikultural (multikultural society). Pluralisme masyarakat adalah salah satu ciri
utama dari masyarakat multikultural yaitu suatu konsep yang menunjuk kepada suatu masyarakat
yang mengedepankan pluralisme budaya. Budaya adalah istilah yang menunjuk kepada semua
aspek simbolik dan yang dapat dipelajari tentang masyarakat manusia, termasuk kepercayaan,
seni, moralitas, hukum dan adat istiadat. Dalam masyarakat multikultural konsepnya ialah bahwa
di atas pluralisme masyarakat itu hendaknya dibangun suatu rasa kebangsaan bersama tetapi
dengan tetap menghargai, mengedepankan, dan membanggakan pluralisme masyarakat itu.

Dengan demikian ada tiga syarat bagi adanya suatu masyarakat multikultural, yaitu:
a. Adanya pluralisme masyarakat.
b. Adanya cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama.
c. Adanya kebanggaan terhadap pluralisme itu. (Lubis, 2005).

Indonesia sendiri bahkan sejak permulaan sejarahnya telah bercorak majemuk. Oleh karena itu
ungkapan “Bhineka Tunggal Ika” (berbeda-beda tetapi tetap satu) yang disepakati sebagai
simbol pemersatu negara Nusantara ketika berada di bawah kekuasaan Majapahit, merupakan
sebuah simbol pengakuan akan kemajemukan Indonesia dan menjadi sangat tepat untuk
menggambarkan realitas ke-Indonesiaan. Ungkapan itu sendiri mengisyaratkan suatu kemauan
yang kuat, baik di kalangan para pendiri negara, pemimpin maupun di kalangan rakyat, untuk
mencapai suatu bangsa dan negara Indonesia yang bersatu.

Sekalipun terdapat unsur-unsur yang berbeda, namun kemauan untuk mempersatukan bangsa
sesungguhnya mengatasi keanekaragaman itu tanpa menghapuskannya atau mengingkarinya.
Keinginan bersama untuk tetap menghargai perbedaan dan memahaminya sebagai realitas
kehidupan, sesungguhnya dapat menjadi potensi kesadaran etik pluralisme dan multikulturalisme
di Indonesia. Pada dasarnya pula, hal tersebut dapat membentuk kebudayaan Indonesia masa
depan yang bertumpu pada kesadaran akan kemajemukan yang membangun bangsa Indonesia.
(Zubair, t.t).
Memang tidak bisa dipungkiri dengan adanya kemajemukan dalam berbagai hal tersebut
merupakan masalah yang rawan dan sering memicu ketegangan atau konflik antar kelompok
termasuk masalah agama. Kemajemukan atau perbedaan itu tidaklah terjadi dalam satu waktu
saja. Proses yang dialami oleh masing-masing individu dalam masyarakat menciptakan
keragaman suku dan etnis, yang membawa pula kepada bentuk-bentuk keragaman lainnya.
Keadaan ini benar-benar disadari oleh generasi terdahulu, perintis bangsa cikal-bakal negara
Indonesia dengan mencanangkan filosofi keragaman dalam persatuan atau yang dikenal dengan
nama Bhinneka Tunggal Ika itu.

TRI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Menyadari fakta kemajemukan Indonesia itu, pemerintah telah mencanangkan konsep Tri
Kerukunan Umat Beragama di Indonesia pada era tahun 1970-an. Tri Kerukunan Umat
Beragama tersebut ialah kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama, dan
kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah.

Tujuan utama dicanangkannya Tri Kerukunan Umat Beragama di Indonesia adalah agar
masyarakat Indonesia bisa hidup dalam kebersamaan, sekalipun banyak perbedaan. Konsep ini
dirumuskan dengan teliti dan bijak agar tidak terjadi pengekangan atau pengurangan hak-hak
manusia dalam menjalankan kewajiban dari ajaran-ajaran agama yang diyakininya. Pada
gilirannya, dengan terciptanya tri kerukunan itu akan lebih memantapkan stabilitas nasional dan
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.

Pertama: Kerukunan Intern Umat Beragama

Perbedaan pandangan dalam satu agama bisa melahirkan konflik di dalam tubuh suatu agama itu
sendiri. Perbedaan mazhab adalah salah satu perbedaan yang nampak nyata. Kemudian lahir pula
perbedaan ormas keagamaan.

Sebab pendiri mazhab sendiri tidak pernah mengklaim bahwa pendapatnyalah yang paling benar.
Justru para pengikut mazhablah yang selalu bersikap fanatisme buta meskipun kadangkala tanpa
dasar berpijak yang kokoh. Sikap-sikap seperti inilah yang harus benar-benar disadari oleh
masing-masing individu di antara umat untuk dirubah secara perlahan dengan cara
memperbanyak mendengar, melihat, belajar, mengamati, dan berdiskusi dengan kelompok
(mazhab lain).

Kerukunan Antar Umat Beragama

Konsep kedua ini mengandung makna kehidupana beragama yang tentram, harmonis, rukun dan
damai antar masyarakat yang berbeda agama dan keyakinan. Tidak ada sikap saling curiga tetapi
selalu menghormati agama masing-masing.

Berbagai kebijakan dilakukan oleh pemerintah agar tidak terjadi saling mengganggu umat
beragama lainnya. Semaksimal mungkin menghindari kecenderungan konflik karena perbedaan
agama. Semua lapisan masyarakat bersama-sama menciptakan suasana hidup yang rukun, damai,
tentram dan harmonis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam bingkai
negara kesatauan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.

Karena itu ada empat pilar pokok yang sudah disepakati bersama oleh seluruh rakyat Indonesia
sebagai nilai-nilai perekat bangsa, yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Keempat nilai tersebut merupakan kristalisasi nilai-nilai
yang digali dari budaya asli bangsa Indonesia. Kerukunan dan keharmonisan hidup seluruh
masyarakat akan senantiasa terpelihara dan terjamin selama nilai-nilai tersebut dipegang teguh
secara konsekwen oleh masing-masing warga negara.
Di muka telah dijelaskan mengenai bagaimana seharusnya kita bergaul dengan sesama saudara
seagama, dan bagaimana pula sikap kita terhadap umat agama yang berbeda. Perlu disadari
bahwa hidup dan kehidupan dunia senantiasa bersifat majemuk, tidak mungkin setiap orang akan
memilki pandangan yang sama terhadap suatu masalah termasuk dalam hal beragama.

Kepada saudara yang tidak seiman tetap ada kewajiban yang mesti ditunaikan dan dijaga, yaitu
kehormatannya, harta bendanya serta hak-hak privasinya sepanjang mereka tidak mengganggu
aqidah dan pelaksanaan ibadah kita. Mereka berhak untuk bekerjasama menciptakan linkungan
yang sehat, bersih, indah dan aman bagi setiap anggota masyarakat di lingkungannya. Negara
kita berpenduduk jutaan jiwa dengan memeluk berbagai agama, sebagaimana terjadi hampir di
setiap negara, ada yang beragama Islam, Kristen Protestan, Katholik, Budha, Hindu, dan lain-
lainnya.

Kepada pemeluk suatu agama dipersilahkan masing-masing untuk melaksanakan ibadah sesuai
dengan kepercayaannya itu secara khidmat dan khusyuk. Dan bagi pemeluk agama yang lain
tidak mengganggunya atau mencampurinya. Juga jangan memaksakan keyakinannya kepada
orang lain.

Satu hal yang juga perlu mendapatkan perhatian dan kehati-hatian serta kewaspadaan, terutama
oleh para pemuka tiap-tiap pemuka agama, yaitu dalam rangka memperingati hari-hari besar
agama, hendaklah hanya melibatkan pemeluk agama yang bersangkutan saja, jangan sampai
pemeluk agama lain ikut dilibatkan. Hal yang demikian bertentangan dengan semangat
kerukunan umat beragama itu sendiri.

Jadi, misalnya peringatan maulid nabi Muhammad SAW, natal, waisak, nyepi dan sebagainya.
Semua peringatan-peringatan itu hanya diikuti oleh pemeluk agama yang bersangkutan saja agar
tidak menimbulkan keresahan hidup berdampingan, tidak campur aduk satu sama lain.dengan
demikian, yang harus rukun itu umat beragamanya dalam rangka hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara bukan ajaran agamanya.

Oleh karena itu Pemerintah selaku pembuat kebijakan berupaya mengakomodir kepentingan
setiap penganut agama dengan mengeluarkan berbagai peraturan tentang kerukunan umat
beragama. Ada empat pokok masalah yang diatur dalam peraturan-peraturan itu:

1. Pendirian rumah ibadah.


2. Penyiaran agama.
3. Bantuan keagamaan dari luar negeri.
4. Tenaga asing di bidang keagamaan.

Tidak ada halangan bagi orang mukmin maupun sesama pemeluk agama untuk tidak mentaati
pemerintah. Negara Kesatuan Republik Indonesia memang bukan negara agama, artinya negara
tidak mendasarkan kehidupan kenegaraannya pada sakah satu agama atau theokratis. Tetapi,
pemerintah berkewajiban melayani dan menyediakan kemudahan-kemudahan bagi agama-agama
Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Budha serta memikul tugas kerukunan hidup umat
beragama.

Undang Undang Dasar 1945 bab IX Pasal 19 Ayat (1) menyiratkan bahwa agama dan syariat
agama dihormati dan didudukkan dalam nilai asasi kehidupan bangsa dan negara. Dan setiap
pemeluk agama bebas menganut agamnya dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

Bangsa Indonesia sejak dahulu kala dikenal sebagai bangsa yang religius, atau tepatnya sebagai
bangsa yang beriman kepada tuhan, meski pengamalan syariat agama dalam kehidupan sehari-
hari belum intensif, namun dalam praktek kehidupan sosial dan kenegaraan sulit dipisahkan dari
pengaruh nilai-nilai dan nornma keagamaan. Bahkan, dalam rangka dalam rangka suksesnya
pembangunan nasional dalam sektor agama termasuk salah satu modal dasar, yakni modal
rohaniah dan mental.
Hal ini dapat dibuktikan mengenai pengaruh agama dalam kehidupan bangsa Indonesia yang
sangat besar, yaitu sentuhan dan pengaruhnya tampak dirasakan memberi bekas yang mendalam
pada corak kebudayaan Indonesia. Bahkan, ketahanan nasional juga harus berangkat dengan
dukungan umat beragama, artinya bagaimana agar kaum beragama mempunyai kemampuan dan
gairah untuk tampil dan kreatif membina dan meningkatkan ketahanan nasional khususnya, dan
pembinaan sosial budaya pada umumnya sehingga nilai-nilai agama dan peranan umat beragama
benar-benar dirasakan dan mempengaruhi pertumbuhan masyarakat.

PERANAN PEMERINTAH DALAM MEMBINA KEHIDUPAN BERAGAMA

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, pemerintah pada tanggal 3 Januari


1946 menetapkan berdirinya Departemen Agama RI dengan tugas pokok, yaitu
menyelenggarakan sebagian dari tugas umum pemerintah dan pembangunan dalam bidang
agama. Penyelenggaraan tugas pokok Departemen Agama itu,diantara lain berbentuk bimbingan,
pemnbinaan dan pelayanan terhadapa kehidupan beragama, sama sekali tidak mencampuri
maslah aqidah dan kehidupan intern masing-masing agama dan pemeluknya. Namun, pemerintah
perlu mengatur kehidupan ekstern mereka, yaitu dalam hubungan kenegaraan dan kehidupan
antar pemeluk agama yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada buku Pedoman Dasar Kehidupan Beragama tahun 1985-1986 Bab IV halaman 49
disebutkan hal-hal sebagai berikut.

1). Kerukunan hidup beragama adalah proses yang dinamis yang berlangsung sejalan dengan
pertumbuhan masyarakat itu sendiri
2). Pembinaan kerukunan hidup beragama adalah upaya yang dilaksanakan secara sadar,
berencana, terarah, teratur, dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kerukunan hidup
beragama dengan:

a). menanamkan pengertian akan nilai kehidupan bermasyarakat yang mampu mendukung
kerukunan hidup beragama.
b). mengusahakan lingkungan dan keadaan yang mampu menunjang sikap dan tingkahlaku yang
mengarah kepadakerukunan hidup beragama.
c). menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan tingkah laku yang mewujudkan kerukunan
hidup beragama.

3). Kondisi umat beragama di Indonesia. Pelaksanaan pembinaan kerukunan hidup beragama
dimaksudkan agar umat beragama mampu menjadi subjek pembangunan yang bertanggung
jawab, khususnya pembinaan kerukunan hidup beragama.

Umat beragama Indonesia mempunyai kondisi yang positif untuk terus dikembangkan, yaitu:
a). ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b). kepercayaan kepada kehidupan di hari kemudian
c). memandang sesuatu selalu melihat dua aspek, yaitu aspek dunia dan akhirat
d). kesediaan untuk hidup sederhana dan berkorban
e). senantiasa memegang teguh pendirian yang berkaitan dengan aqidah agama

HAMBATAN-HAMBATAN DALAM MENCIPTAKAN KERUKUNAN UMAT


BERAGAMA

1). Semakin meningkat kecenderungan umat beragama untuk mengejar jumlah (kuantitas)
pemeluk agama dalam menyebarkan agama dari pada mengejar kualitas umat beragama.

2). Kondisi sosial budaya masyarakat yang membawa umat mudah melakukan otak-atik terhadap
apa yang ia terima, sehingga kerukunan dapat tercipta tetapi agama itu kehilangan arti, fungsi
maupun maknanya.
3). Keinginan mendirikan rumah ibadah tanpa memperhatikan jumlah pemeluk agama setempat
sehingga menyinggung perasaan umat beragama yang memang mayoritas di tempat itu.

4). Menggunakan mayoritas sebagai sarana penyelesaian sehingga akan menimbulkan masalah.
Misalnya, pemilikan dana dan fasilitas pendidikan untuk memaksakan kehendaknya pada murid
yang belajar.

5). Makin bergesarnya pola hidup berdasarkan kekeluargaan atau gotong royong ke arah
kehidupan individualistis.

Dari berbagai kondisi yang mendukung kerukunan hidup beragama maupun hambatan-hambatan
yang ada, agar kerukunan umat beragama dapat terpelihara maka pemeritah dengan
kebijaksanaannya memberikan pembinaan yang intinya bahwa masalah kebebasan beragama
tidak membenarkan orang yang beragama dijadikan sasaran dakwah dari agama lain, pendirian
rumah ibadah, hubungan dakwah dengan politik, dakwah dan kuliah subuh, batuan luar negeri
kepada lembaga-lembaga keagamaan di Indonesia, peringatan hari-hari besar agama,
penggunaan tanah kuburan, pendidikan agama dan perkawinan campuran.

Jika kerukunan intern, antar umat beragama, dan antara umat beragama dengan pemerintah dapat
direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara harmonis, niscaya perhatian
dan konsentrasi pemerintah membangun Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur yang
diridhai Allah SWT akan segera terwujud, berkat dukunag umat beragama yang mampu hidup
berdampingan dengan serasi. Sekaligus merupakan contoh kongkret kerukunan hidup beragama
bagi masyarakat dunia.

Dalam memantapkan kerukunan hidup umat beragama perlu dilakukan suatu upaya-upaya yang
mendorong terjadinya kerukunan hidup umat beragama secara mantap dalam bentuk:
1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama, serta antar umat
beragama dengan pemerintah.

2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya mendorong dan
mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi dan implementasi
dalam menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.

3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka memantapkan


pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama yang mendukung bagi pembinaan
kerukunan hidup intern dan antar umat beragama.

4. Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari seluruh
keyakinan plural umat manusia yang fungsinya dijadikan sebagai pedoman bersama dalam
melaksanakan prinsip-prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu sama lainnya dengan
memperlihatkan adanya sikap keteladanan.

Dari sisi ini maka kita dapat mengambil hikmahnya bahwa nilai-nilai kemanusiaan itu selalu
tidak formal akan mengantarkan nilai pluralitas kearah upaya selektifitas kualitas moral
seseorang dalam komunitas masyarakat mulya (Makromah), yakni komunitas warganya
memiliki kualitas ketaqwaan dan nilai-nilai solidaritas sosial.

5. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan yang


mengarahkan kepada nilai-nilai Ketuhanan, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan
nilai-nilai sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.

6. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara menghilangkan
rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta suasana kerukunan yang
manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
7. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat, oleh sebab
itu hendaknya hal ini dijadikan mozaik yang dapat memperindah fenomena kehidupan beragama.

LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS DALAM MEMANTAPKAN KERUKUNAN HIDUP


UMAT BERAGAMA

Adapun langkah-langkah yang harus diambil dalam memantapkan kerukunan hidup umat
beragama, diarahkan kepada 4 (empat) strategi yang mendasar yakni:

a. Para pembina formal termasuk aparatur pemerintah dan para pembina non formal yakni tokoh
agama dan tokoh masyarakat merupakan komponen penting dalam pembinaan kerukunan antar
umat beragama.

b. Masyarakat umat beragama di Indonesia yang sangat heterogen perlu ditingkatkan sikap
mental dan pemahaman terhadap ajaran agama serta tingkat kedewasaan berfikir agar tidak
menjurus ke sikap primordial.

c. Peraturan pelaksanaan yang mengatur kerukunan hidup umat beragama perlu dijabarkan dan
disosialisasikan agar bisa dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan demikian
diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman dalam penerapan baik oleh aparat maupun oleh
masyarakat, akibat adanya kurang informasi atau saling pengertian diantara sesama umat
beragama.

d. Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap wadah-wadah musyawarah antar umat beragama
untuk menjembatani kerukunan antar umat beragama.

STRATEGI PEMBINAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Adapun yang menjadi strategi dalam pembinaan kerukunan umat beragama dapat dirumuskan
bahwa salah satu pilar utama untuk memperkokoh kerukunan nasional adalah mewujudkan
kerukunan antar umat beragama. Dalam tatanan konseptual kita semua mengetahui bahwa agama
memiliki nilai-nilai universal yang dapat mengikat dan merekatkan berbagai komunitas sosial
walaupun berbeda dalam hal suku bangsa, letak geografis, tradisi dan perbedaan kelas sosial.

Hanya saja dalam implementasi, nilai-nilai agama yang merekatkan berbagai komunitas sosial
tersebut sering mendapat benturan, terutama karena adanya perbedaan kepentingan yang bersifat
sosial ekonomi maupun politik antar kelompok sosial satu dengan yang lain. Dengan pandangan
ini, yang ingin kami sampaikan adalah bahwa kerukunan umat beragama memiliki hubungan
yang sangat erat dengan faktor ekonomi dan politik, disamping faktor-faktor lain seperti
penegakan hukum, pelaksanaan prinsip-prinsip keadilan dalam masyarakat dan peletakan sesuatu
pada proporsinya.

Dalam kaitan ini strategi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Memberdayakan institusi keagamaan, artinya lembaga-lembaga keagamaan kita daya gunakan


secara maksimal sehingga akan mempercepat proses penyelesaian konflik antar umat beragama.
Disamping itu pemberdayaan tersebut dimaksudkan untuk lebih memberikan bobot/warna
tersendiri dalam menciptakan Ukhuwah (persatuan dan kesatuan) yang hakiki tentang tugas dan
fungsi masing-masing lembaga keagamaan dalam masyarakat sebagai perekat kerukunan antar
umat beragama.

2. Membimbing umat beragama agar makin meningkat keimanan dan ketakwaan mereka kepada
Tuhan Yang Maha Esa dalam suasana rukun baik intern maupun antar umat beragama.
3. Melayani dan menyediakan kemudahan beribadah bagi para penganut agama.

4. Tidak mencampuri urusan akidah/dogma dan ibadah sesuatu agama.

5. Mendorong peningkatan pengamalan dan penunaian ajaran agama.

6. Melindungi agama dari penyalah gunaan dan penodaan.

7. Mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai
Pancasila dan konstitusi dalam tertib hukum bersama.

8. Mendorong, memfasilitasi dan mengembangkan terciptanya dialog dan kerjasama antara


pimpinan majelis-majelis dan organisasi-organisasi keagamaan dalam rangka untuk membangun
toleransi dan kerukunan antar umat beragama.

9. Mengembangkan wawasan multi kultural bagi segenap lapisan dan unsur masyarakat melalui
jalur pendidikan, penyuluhan dan riset aksi.

10. Meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia (pemimpin agama dan pemimpin
masyarakat lokal) untuk ketahanan dan kerukunan masyarakat bawah.

11. Fungsionalisasi pranata lokal. seperti adat istiadat, tradisi dan norma-norma sosial yang
mendukung upaya kerukunan umat beragama.

12. Mengundang partisipasi semua kelompok dan lapisan masyarakat agama sesuai dengan
potensi yang dimiliki masing¬-masing melalui kegiatan-kegiatan dialog, musyawarah, tatap
muka, kerja sama sosial dan sebagainya.

13. Bersama-sama para pimpinan majelis-majelis agama, melakukan kunjungan bersama-sama


ke berbagai daerah dalam rangka berdialog dengan umat di lapisan bawah dan memberikan
pengertian tentang pentingnya membina dan mengembangkan kerukunan umat beragama.

14. Melakukan mediasi bagi kelompok-kelompok masyarakat yang dilanda konflik dalam rangka
untuk mencari solusi bagi tercapainya rekonsiliasi sehingga konflik bisa dihentikan dan tidak
berulang di masa depan.

15. Memberi sumbangan dana (sesuai dengan kemampuan) kepada kelompok-kelompok


masyarakat yang terpaksa mengungsi dari daerah asal mereka karena dilanda konflik sosial dan
etnis yang dirasakan pula bernuansakan keagamaan.

16. Membangun kembali sarana-sarana ibadah (Gereja dan Mesjid) yang rusak di daerah-daerah
yang masyarakatnya terlibat konflik, sehingga mereka dapat memfungsikan kembali rumah-
rumah ibadah tersebut.

Beberapa pemecahan masalah untuk menyikapi pluralisme dengan berbagai pendekatan antara
lain :
a. Pendekatan Sosiologis. Artinya pemahaman tingkah laku umat beragama yang merupakan
hasil prestasi riil obyektif komunitas beragama.

b. Pendekatan Kultural. Dalam banyak soal budaya-budaya lokal yang dimulai oleh pemimpin
agama-agama tertentu tidak dikomunikasikan kepada pemimpin dan anggota kelompok umat
beragama yang lain, apa yang menjadi maksud dan tujuannya. Sikap saling mencurigai akhirnya
muncul dan menumpuk menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak oleh pemicu
yang aksidental.

c. Pendekatan Demografi Kita memahami realita ada kelompok umat beragama yang mayoritas
dan minoritas di wilayah tertentu, ada pemimpin atau pengurus lembaga keagamaan yang berat
sebelah di dalam mengambil kebijaksanaan sehingga membawa pertentangan di antara kelompok
umat beragama.

Keberanian untuk bersikap terbuka dan jujur dalam antar lembaga keagamaan untuk soal ini
menjadi ujian yang harus dilewati. Sebagai tindak lanjut dari berbagai pendekatan tersebut di
atas, dapat dirumuskan beberapa pemecahan masalah:

1. Melalui sosialisasi tentang kerukunan antar umat beragama.


2. Melayani dan menyediakan kemudahan bagi penganut agama.
3. Tidak mencampuri urusan akidah/dogma dan ibadah suatu agama.
4. Negara dan pemerintah membantu/membimbing penunaian ajaran agama dan merumuskan
landasan hukum yang jelas dan kokoh tentang tata hubungan antar umat beragama.
5. Membentuk forum kerukunan antar umat beragama.
6. Meningkatkan wawasan kebangsaan dan multikultural melalui jalur pendidikan formal,
informal dan non formal.
7. Meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia (tokoh agama dan tokoh masyarakat)
untuk ketahanan dan kerukunan masyarakat pada umumnya dan umat pada khususnya.
8. Melindungi agama dari penyalahgunaan dan penodaan.
9. Aksi sosial bersama antar umat beragama.

Dalam memantapkan kerukunan hidup antar umat beragama perlu dilakukan suatu upaya upaya
sebagai berikut :

1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama serta antar umat
beragama dengan pemerintah.
2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya mendorong dan
mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi dan implementasi
dalam menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.
3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif yang mendukung pembinaan
kerukunan hidup intern dan antar umat beragama.
4. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementif bagi kemanusiaan yang
mengarah kepada nilai-nilai ketuhanan agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan nilai
sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.
5. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama.
6. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat.

Usaha untuk menanggulangi konflik yang terjadi yang perlu diupayakan oleh para
tokoh/pemimpin agama dapat menciptakan suasana yang kondusif dalam kehidupan masyarakat
yang dikembangkan dalam dialog kehidupan, dialog pengalaman keagamaan dan dialog aksi
sehingga menimbulkan sikap inklusif pada masyarakatnya atau umatnya.

Akhirnya dalam memelihara kerukunan beragama, setidaknya ada 6 dosa besar yang harus kita
hindari (the six deadly sins in maintaining relegious harmony), yaitu :

1. Jangan berperilaku yang sebenarnya bertentangan dengan ajaran agama.


2. Jangan tidak perduli terhadap kesulitan orang lain walaupun berbeda agama dan keyakinan.
3. Jangan mengganggu orang lain yang berbeda agama dan keyakinan.
4. Jangan melecehkan agama dan keyakinan orang lain.
5. Jangan menghasut atau menjadi provokator bagi timbulnya kebencian dan permusuhan antar
umat beragama.
6. Jangan saling curiga tanpa alasan yang benar.

Anda mungkin juga menyukai