Anda di halaman 1dari 25

MAKALAANALISIS FARMASI

DOSEN PENGAMPU: MUKHLIS SANUDDIN M.Sc

OLEH:
INTAN PERMATA SARI
2048201031

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


HARAPAN IBU JAMBI
2023
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayahnya sehingga dapat menyelesaikan pengerjaan makalah yang berjudul
“Analisis Farmasi”. Makalah ini diajukan guna untuk memenuhi mata kuliah
praktikum analisis farmasi. Saya sebagai penyusun menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini, masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya
sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini dapat
memberikan informasi dan juga bermanfaat untuk pengembangan wawasan
dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Jambi,23 januari 2023
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................
1.1 Latar Belakang ..................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................
1.3 Tujuan penulisan .................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
2. 1 Analisa Kuantitatif .........................................................................
2. 2 Titrasi Permanganometri (Penetapan Kadar Besi) ...........................
2. 3 Titrasi Iodatometri (Penetapan Kadar Vitamin C Dalam Tablet) .....
2. 4 Titrasi Iodometri Dan Iodimetri (Penetapan Kadar Metampiron,
Kofein,Dan Vitamin C) .................................................................
2. 5 Titrasi Bromatometri (Penetapan Kadar Sulfadiazin) ......................
2. 6 Penetapan Kadar Vitamin C Dengan Metode Spektrofotometri Uv-
Vis ............................................................................................
BAB III PENUTUP.....................................................................................
3 1 Kesimpulan ......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seorang farmasi dituntun untuk menguasai berbagai metode yang
digunakan untuk menetapkan kadar maupun pembakuan suatu bahan atau
menganalisis senyawa obat salah satunya adalah dengan titasi bramatometri
dan vitamin C. senyawa ini pada umumnya digunakan sebagai penentuan
sebagian besar obat-obatan sesusai penggunaannya.
Analisis kuantitatif fokus kajiannya adalah penetapan banyaknya suatu
zat tertentu (analit) yang ada dalam sampel.
Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi
utamanya adalah reaksi redoks, Reaksi ini hanya dapat berlangsung kalau
terjadi interaksi dari senyawa/unsur/ion yang bersifat oksidator dengan
unsur/senyawa/ion bersifat reduktor.
Iodimetri adalah jika titrasi terhadap zat-zat reduktor dengan titrasi
langsung dan tidak langsung. Dilakukan percobaan ini untuk menentukan
kadar-kadar zat oksidator secara langsung, seperti kadar yang terdapat pada
serbuk vitamin C.
Bromo-bromatometri merupakan salah satu metode penetapan kadar
atau suatu zat dengan prinsip rekasi reduksi-oksidasi. Oksidasi adalah suatu
proses yang mengakibatkan hilangnya aatu electron atau lebih dari dalam
zat(atom,ion, atau molekul).
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana analisa kuantitatif dalam analisis farmasi?
b. Bagaimana penetapan kadar besi (titrasi permangometri)?
c. Bagaimana titrasi iodatometri (penetapan kadar vitamin C dalam tablet)?
d. Bagaimana titrasi iodometri dab iodimetri (penetapan kadar metampiron,
kofein sedan vitamin C)?
e. Bagaimana titrasi bramatometri (penetapan kadar suldiazin)?
f. Bagaimana penetapan kadar vitamin c dengan metode spektrifinetri uv-is?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui bagaimana analisa kuantitatif dalan analisis farmasi
b. Untuk mengetahui bagaimana kadar zat besi dalam titrasi pengaometri
c. Untuk mengetahui bagaimana titrasi iodayometri dalam penetapan kadar
vitamin C dalam tablet
d. Untuk mengetahui bagaimana titrasi bramatometri
e. Untuk mengetahui bagaimana penetapan kadar vitamin C dengan metode
spektrifinetri UV-is
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ANALISA KUANTITATIF
1. PENGERTIAN
Analisis kuantitatif fokus kajiannya adalah penetapan banyaknya suatu zat
tertentu (analit) yang ada dalam sampel. Analisis kuantitatif terhadap suatu
sampel terdiri atas empat tahapan pokok:
1. Pengambilan atau pencuplikan sampel (sampling).
2. Mengubah analit menjadi suatu bentuk sediaan yang sesuai untuk pengukuran.
3. Pengukuran.
4. Perhitungan dan penafsiran pengukuran. Langkah pengukuran dalam suatu
analisis dapat dilakukan dengan cara-cara kimia, fisika, biologi.
Teknik laboratorium dalam analisis kuantitatif digolongkan ke dalam
titrimetri (volumetri), gravimetri dan instrumental. Analisis titrimetri berkaitan
dengan pengukuran volume suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui yang
diperlukan untuk bereaksi dengan analit. Pada cara gravimetri pengukuran
menyangkut pengukuran berat. Istilah analisis instrumental berhubungan dengan
pemakaian peralatan istimewa pada langkah pengukuran. Metode yang baik
dalam suatu analisis kuantitatif seharusnya memenuhi kriteria yaitu: Peka
(sensitive), Presisi (Precise),Akurat (Accurate), Selektif, Praktis. Pemilihan
metode yang memenuhi semua kriteria tersebut hampir tidak mungkin kita
peroleh, sehingga perlu kita pilih kriteria yang sesuai dengan keadaan sampel
yang kita uji. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode analisis adalah
tujuan analisis, macam dan 80 jumlah bahan yang dianalisis, ketepatan dan
ketelitian yang diinginkan, lamanya waktu yang diperlukan untuk analisis, dan
peralatan yang tersedia.
2. ALAT-ALAT
a Neraca (timbangan) analitik, syarat neraca yang baik, adalah sebagai
berikut: akurat/ teliti, Stabil dan Peka.
b Alat ukur Volume Pada analisa volumetri alat ukur volume yang sering
digunakan adalah:
 Labu tentukur (volumetric flask)
 Buret, berbentuk tabung dengan garis skala seperti pada pipet ukur
dengan penampang yang sama dari atas kebawah. Dibagian bawah
dilengkapi dengan kran yang terbuat dari gelas atau teflon. Kapasitas
yang sering digunakan 25 dan 50 ml, dengan pembagian skala 0,05
atau 0,1 ml. c. Pipet, dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1) pipet
volume (volumetric /transfer pipette), sering disebut pipet gondok
berbentuk pipa dibagian tengahnya terdapat pipa bulat dan pipa atas
terdapat garis melingkar sebagai batas pengisian. Pipet ini digunakan
untuk pengambilan cairan sebanyak volume yang teliti sesuai
kapasitas pipet. 2) pipet ukur (graduated /measuring pipette),
berbentuk tabung dengan garis skala seperti pada buret yang
menyatakan banyaknya volume terukur. Titik nol terletak diatas
sedang paling bawah menunjukkan kapasitasnya.
3. TEKNIK ANLISA KUANTITATIF
Teknik Analisa Kuantitatif Beberapa hal di bawah ini yang perlu diketahui
mahasiswa ketika melakukan analisis kuantitatif agar dalam melaksanakan
analisis kuantitatif diperoleh hasil yang tepat dan benar.
a Kebersihan
Jaga agar meja dan alat yang digunakan tetap bersih. Sediakanlah
serbet meja, serbet untuk alat gelas (dibawa dari rumah).
b Sebelum digunakan, bilas semua alat gelas dengan air. Seka bagian luar
dengan serbet sampai kering tetapi jangan bagian dalam (kecuali
dilakukan titrasi bebas air). Cara membersihkan alat gelas Karena alat
ukur volume hanya akurat bila dalam keadaan bersih, maka harus bebas
dari pengotor minyak/lemak. Dapat diuji dengan menuang air suling dari
alat, maka cairan yang tertinggal tidak boleh terputus-putus. Untuk
membersihkan lemak dapat digunakan detergen/‘teepol’, tuang larutan ke
dalam alat biarkan 2 menit. Atau gunakan larutan jenuh kalium bikromat
5% dalam Asam sulfat pekat, isikan kedalam alat biarkan selama 1 malam.
Keluarkan larutan bilas dengan air kran dan terakhir dengan air suling lalu
keringkan, campuran pencuci setelah dipakai saring dan simpan.
c Kerapian
 Kembalikanlah botol pereaksi ke tempat semula jika sudah digunakan.
 Jangan menaruh tutup pereaksi di atas meja tetapi dipegang dengan
tangan kiri.
 Semua larutan dan serbuk harus ditutup untuk mencegah kontaminasi
kotoran dan zat lain.
d. Penandaan
 Berilah label secara sistematis pada semua larutan, filtrat dan endapan
yang dianalisis (Label dibawa sendiri oleh mahasiswa).
 Jika bejana berisi cairan selain air maka diberi tanda selama analisis
dilakukan.
e. Perencanaan
 Sebelum melakukan praktikum, mahasiswa memahami petunjuk cara
kerja dan prinsip penetapan kadar. Sediakan alat dan pereaksi yang
akan digunakan. Rencanakan hal apa yang harus dikerjakan utama
sehingga pekerjaan akan berjalan lancar.
 Jangan memanaskan sampel dengan alat gelas yang berskala karena
gelasnya akan memuai dan jika kembali dingin maka volumenya
belum tentu kembali dengan sempurna.
f. Penimbangan.
 Gunakan sendok untuk mengambil zat yang akan ditimbang.
 Pilih timbangan dengan kapasistas yang tepat dan sesuai. Jangan
menimbang zat melebihi kapasitas maksimal timbangan yang
digunakan. Catatlah hasil timbangan. Perhatikan

contoh perintah penimbangan berikut

1) “Timbang lebih kurang…” artinya: jumlah yang harus ditimbang


tidak boleh kurang dari 90% dan tidak boleh lebih dari 110% dari
jumlah yang harus ditimbang.
2) “Timbang dengan saksama…” artinya: deviasi penimbangan tidak
boleh lebih dari 0,1% dari jumlah yang ditimbang. Misalnya dengan
pernyataan timbang seksama 500 mg, berarti batas kesalahan
penimbangan tidak boleh lebih dari 0,5 mg. Oleh karena itu,
penimbangan harus dilakukan dengan neraca analitik kepekaan
minimal 0,5 mg. Penimbangan saksama dapat juga dinyatakan dengan
menambahkan angka 0 dibelakang koma pada akhir bilangan
bersangkutan. Misalnya, dengan pernyataan timbang 200,0 mg
dimaksudkan bahwa penimbangan harus dilakukan dengan batas
kesalahan penimbangan tidak boleh lebih dari 0,2 mg.
g. Pengukuran
Pengukuran volume larutan bisa menggunakan gelas ukur, kecuali
jika dinyatakan perintah ”ukur dengan saksama...”, dimaksudkan bahwa
pengukuran dilakukan dengan memakai pipet standar dan harus digunakan
sedemikian rupa sehingga kesalahannya tidak melebihi batas yang
ditetapkan. Pengukuran saksama dapat juga dinyatakan dengan
menambahkan angka 0 di belakang angka koma terakhir bilangan yang
bersangkutan. Misalnya dengan pernyataan pipet 5,0 ml bahwa
pengukuran harus dilakukan dengan saksama.
h. Penggunaan buret
 Periksa terlebih dahulu apakah buret dalam kondisi baik (tidak pecah
atau bocor), berikan sedikit saja vaselin pada kran agar pengaturan
penetesan mudah dilakukan.
 Bersihkan buret sebelum digunakan dengan air, bilaslah buret tersebut
dengan sedikit zat kimia yang akan dimasukkan kedalamnya.
 Masukkan zat kimia yang akan digunakan ke dalam buret tersebut
dengan menggunakan corong. Lakukan pengisian sampai seluruh
bagian buret terisi (perhatikan bagian bawahnya!) dan tidak terdapat
gelembung gas pada buret.
 Pasang buret pada statif dan klem agar posisinya stabil dan tegak lurus
 Untuk pembacaan skala digunakan kertas hitam-putih, pegang
dibelakang buret sedikit dibawah permukaan garis lengkungan
(miniskus).
 Pada buret Schellbach dinding belakang bagian dalam diberi garis biru
di atas dasar putih, pembacaan tepat pada bagian lancip dari garis biru.
i. Pemilihan buret. Lakukan titrasi orientasi terlebih dahulu menggunakan
buret kapasitas 50,0 ml. Untuk selanjutnya, pada titrasi replikasi pemilihan
buret harus berdasarkan ketentuan: Volume terukur yang teliti adalah
sebanyak 20- 80% dari kapasitas buret. Jadi, jika dari hasil orientasi
didapat volume titrasi 10,0 ml, maka titrasi selanjutnya gantilah dengan
buret kapasitas 25,0 ml.
j. Cara titrasi. Zat yang akan dititrasi disebut sebagai titrat (ditampung dalam
erlenmeyer), sedangkan larutan yang digunakan untuk menitrasi disebut
sebagai titran (dimasukkan ke dalam buret). Posisi tangan pada saat titrasi
ditunjukkan seperti gambar dibawah.
k. Pembacaan volume titrasi. Mata harus sejajar miniskus, gunakan miniskus
bawah untuk menentukan volume titrasi. Jangan lupa perhatikan skala
buret, karena masing-masing kapasitas buret memiliki skala yang berbeda.
l. Penetapan dalam duplo. Lakukan penetapan paling sedikit dua kali. Jika
kesesuaian hasilnya lebih dari 0,4 ml hasil tersebut tidak dapat dirata-rata.
Jika digunakan volume larutan sampel yang sama, maka pembacaan buret
tidak boleh berselisih lebih dari 0,05 ml. Jika syarat-syarat ini tidak
tercapai, maka harus dilakukan titrasi ulang sampai diperoleh selisih yang
tidak lebih dari 0,05 ml.
m. Penulisan angka penting. Angka penting adalah semua digit dalam suatu
bilangan (diperoleh dari pengukuran) yang bersifat pasti plus satu yang
mengandung suatu ketidakpastian (perkiraan). Penulisan angka hasil
pengukuran, pada hakekatnya berkaitan dengan ketelitian alat yang
dipakai. Cara penulisan angka penting mengikuti kaidah sebagai berikut:
 Secara umum, penulisan hasil pengukuran hanya terdapat satu angka
yang harganya tak tentu (uncertain), yaitu angka terakhir. Contoh :
penulisan hasil pembacaan buret makro dengan skala terkecil 0,1 ml
seharusnya ditulis dua desimal, misalnya 12,65 ml. Angka 5
merupakan angka tidak pasti karena terletak antara 12,60-12,70 ml.
 Banyaknya desimal hasil penjumlahan atau pengurangan sama dengan
faktor yang mengandung desimal paling sedikit.
 Banyaknya desimal hasil perkalian atau pembagian sama dengan satu
angka lebih banyak daripada yang terdapat pada faktor yang
mengandung desimal paling sedikit.
 Penulisan hasil akhir yang memerlukan pembulatan angka desimal,
maka angka desimal 5 atau lebih dibulatkan ke atas, sedangkan angka
decimal < 5 dibulatkan ke bawah.
 Untuk penulisan angka pada kadar sampel gunakan 4 desimal.
4. Cara Perhitungan Kadar
Secara teoritis, titrasi dihentikan pada saat tercapai titik ekuivalensi.
Pada saat titik tersebut, jumlah gram ekuivalensi (grek) titrat sama dengan
jumlah gram ekuivalensi (grek) titran, sehingga dapat diturunkan rumus
sebagai berikut: Jadi jika sampel dalam bentuk cairan, maka kadar dinyatakan
dalam % b/v, sehingga rumus kadar menjadi:
2.2 PERMANGANOMETRI
Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi utamanya
adalah reaksi redoks, Reaksi ini hanya dapat berlangsung kalau terjadi interaksi dari
senyawa/unsur/ion yang bersifat oksidator dengan unsur/senyawa/ion bersifat
reduktor. Jadi kalau larutan bakunya oksidator, maka analit harus bersifat reduktor
atau sebaliknya. Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena
berbagai zat organik dan zat anorganik dapat ditentukan dengan cara ini. Namun
demikian agar tirasi redoks ini berhasil dengan baik, maka persyaratan berikut harus
dipenuhi:
1. Harus tersedia pasangan sistem redoks yang sesuai sehingga terjadi pertukaran
elektron secara stokhiometri.
2. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara terukur
(kesempurnaan 99%).
3. Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai.
Titrasi ini didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi antara analit dan titran.
Analit yang mengandung spesi reduktor dititrasi dengan titran berupa larutan standar
dari oksidator atau sebaliknya. Berbagai reaksi redoks data digunakan sebagai dasar
reaksi oksidimetri, misalnya penetapan ion besi(II), 88 Fe2+ dalam analit dengan
menggunakan titran larutan standar cesium(IV), Ce4+ yang mengikuti persamaan
reaksi Fe2+ + Ce4+ → Fe3+ + Ce3+
Oksidasi adalah pelepasan satu atau lebih elektron dari suatu atom, ion atau
molekul. Sedang reduksi adalah penangkapan satu atau lebih elektron oleh suatu
atom, ion atau molekul. Tidak ada elektron bebas dalam sistem kimia, dan pelepasan
elektron oleh suatu zat kimia selalu disertai dengan penangkapan elektron oleh bagian
yang lain, dengan kata lain reaksi oksidasi selalu diikuti reaksi reduksi. Titrasi redoks
banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam/senyawa yang bersifat sebagai
oksidator atau reduktor. Sepertinya akan menjadi tidak mungkin bisa
mengaplikasikan titrasi redoks tanpa melakukan penyetaraan reaksinya dulu. Selain
itu pengetahuan tentang perhitungan sel volta, sifat oksidator dan reduktor juga
sangat berperan. Dengan pengetahuan yang cukup baik mengenai semua itu maka
perhitungan stoikiometri titrasi redoks menjadi jauh lebih mudah. Perlu diingat dari
penyetaraan reaksi kita akan mendapatkan harga equivalen tiap senyawa untuk
perhitungan
Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan membuat kurva
titrasi antara potensial larutan dengan volume titrant (potensiomteri), atau dapat juga
menggunakan indicator. Dengan memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka
titrasi redoks dengan indicator sering kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi
redoks menggunakan warna titrant sebagai indicator contohnya penentuan oksalat
dengan permanganate, atau penentuan alkohol dengan kalium dikromat.
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetri baik untuk zat
anorganik maupun organik. Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan potensial,
sehingga reaksi redoks dapat menggunakan perubahan potensial untuk mengamati
titik akhir satu titrasi. Selain itu cara sederhana juga dapat dilakukan dengan
menggunakan indicator
Dalam reaksi oksidasi reduksi (redoks) terjadi perubahan valensi dari zat-zat
yang mengadakan reaksi. Disini terjadi transfer elektron dari pasangan pereduksi ke
pasangan pengoksidasi. Kedua reaksi paro dari suatu reaksi redoks umumnya dapat
ditulis sbb :
Red → oks + n e
di mana red menunjukkan bentuk tereduksi (disebut juga reduktan atau zat
pereduksi), oks adalah bentuk teroksidasi (oksidan atau zat pengoksidasi), n adalah
jumlah elektron yang ditransfer dan e adalah elektron.
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetrik dari zatzat
anorganik maupun organik. Untuk menetapkan titik akhir pada titrasi redoks dapat
dilakukan secara potensiometrik atau dengan bantuan indikator. Analisis volumetri
yang berdasarkan reaksi redoks diantaranya adalah bromatometri, yodometri,
yodimetri, yodatometri, permanganometri dan serimetri. Kalium permanganat
merupakan senyawa anorganik dengan rumus KMnO4. Garam yang terdiri dari K+
dan MnO4 - ion.
Kalium permanganat merupakan oksidator (zat pengoksidasi) kuat yang dapat
bereaksi dengan cara berbeda-beda tergantung pada pH larutannya. Titrasi
permanganometri digunakan untuk menetapkan kadar reduktor dalam suasana asam
sulfat encer.
Dalam suasana penetapan basa atau asam lemah akan terbentuk endapan
coklat yang MnO2 yang menganggu.
 Dalam asam sulfat encer: MnO4 - + 8 H + + 5 e → Mn2- + 4 H2O
 Dalam asam lemah : MnO4 - + 4 H + + 5 e → MnO2 + 2 H2O
 Dalam larutan netral atau basa: MnO4 - + 2 H2O + 3 e → MnO2 + 4 OH –
Pada prinsipnya Titrasi permanganometri dilakukan dengan bantuan
pemanasan (± 70°C) untuk mempercepat reaksi. Pada awal reaksi titrasi
warna merah mantap untuk beberapa saat menandakan reaksi berlangsung
lambat.
2 KMnO4 + 3 H2SO4→ K2SO4 + 2 MnSO4 + 3 H2O + O2 90
Pada penambahan titran selanjutnya, warna merah hilang makin cepat karena
ion Mangan (II) yang terjadi berfungsi untuk mempercepat reaksi. Selanjutnya titran
dapat ditambahkan lebih cepat sampai titik akhir tercapai, yaitu sampai pada tetesan
dimana warna merah jambu pucat mantap. Akhir titrasi ditandai dengan timbulnya
warna merah muda/pink yang disebabkan kelebihan permanganat. Titrasi
permanganometri tidak memerlukan indikator karena larutan KMnO4 sendiri sudah
berfungsi sebagai indikator (autoindikator).
Reaksi ini berjalan lambat pada temperatur kamar dan biasanya diperlukan
pemanasan hingga 60ºC. Bahkan bila pada temperatur yang lebih tinggi reaksi akan
berjalan makin lambat dan bertambah cepat setelah terbentuknya ion mangan (II).
Pada penambahan tetesan titrasi selanjutnya warna merah hilang semakin cepat
karena ion mangan (II) yang terjadi berfungsi sebagai katalis, katalis untuk
mempercepat reaksi.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak
pada: Larutan KMnO4 pada buret. Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang
lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2
sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang
seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa.
Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara
MnO4 - dengan Mn2+.
MnO4- + 3 Mn2+ + 2 H2O ↔ 5 MnO2 + 4 H+
Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat
karena membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air.
H2C2O4 + O2 ↔ H2O2 + 2 CO2↑
H2O2 ↔ H2O + O2↑
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan
untuk titrasi yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang
dilaksanakan.
2.3 Penetapan kadar vitamin C
1. Titrasi Iodimetri
Metode ini paling banyak digunakan, karena murah, sederhana, dan tidak
memerlukan peralatan laboratorium yang canggih. titrasi ini memakai Iodium
sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan memakai amilum sebagai
indikatornya.
2. Metode Titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol)
Metode ini menggunakan 2,6 D dan menghasilkan hasil yang lebih
spesifik dari titrasi yodium. Pada titrasi ini, persiapan sampel ditambahkan asam
oksalat atau asam metafosfat, sehingga mencegah logam katalis lain
mengoksidasi vitamin C. Namun, metode ini jarang dilakukan karena harga dari
larutan 2,6 D dan asam metafosfat sangat mahal
3. Titrasi Asam-Basa
Titrasi Asam Basa merupakan contoh analisis volumetri, yaitu, suatu cara
atau metode, yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari
perangkat gelas yang disebut buret. Bila larutan yang diuji bersifat basa maka
titran harus bersifat asam dan sebaliknya. Untuk menghitungnya kadar vitamin C
dari metode ini adalah dengan mol NaOH = mol asam Askorbat (Sastrohamidjojo,
2005).
2.4 TITRASI IODOMETRI
Apabila zat uji (reduktor) langsung dititrasi dengan larutan iodium, maka
penetapan kadar ini disebut dengan Iodimetri. Sebaiknya bila zat uji (reduktor) mula-
mula direaksikan dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi
dengan larutan tiosulfat maka cara ini dinamakan iodimetri. Metode ini dapat
digunakan untuk menetapkan kadar oksidator maupun reduktor, di samping itu cara
ini akurat karena titik akhir titrasi jelas.
Reaksi
Iodimetri : Reduktor Oksidator + e I2 + 2 e 2 IIodimetri : Oksidator + KI → I2 I2 +
Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O4 Atau I2 + 2 e → 2 I2 S2O3 2- → S4O6 2- + 2 e I2 + 2
S2O3 2- → S4O6 2- + 2
Bila tidak terdapat zat pengganggu yang berwarna, sebenarnya larutan iodium
sendiri dapat berfungsi sebagai indikator meskipun warna terjadi tidak sejelas
KMnO4. Umumnya lebih disukai larutan kanji sebagai indikator yang dengan larutan
iodium memberikan warna biru cerah. Bobot Ekivalen pada Iodimetri adalah
banyaknya mol zat yang setara dengan 1 mol .
Iodimetri adalah jika titrasi terhadap zat-zat reduktor dengan titrasi langsung
dan tidak langsung. Dilakukan percobaan ini untuk menentukan kadar-kadar zat
oksidator secara langsung, seperti kadar yang terdapat pada serbuk vitamin C. 
Dalam bidang farmasi metode ini digunakan untuk menentukan kadar zat-zat
yang mengandung oksidator, misalnya Cl2, Fe(III), Cu(II) dan sebagainya. Sehingga
mengetahui kadar suatu zat berarti mengetahui mutu dan kualitasnya.
Titrasi redoks didasarkan pada pemindahan electron titran dan analit. Jenis
titrasi ini biasanya diikuti dengan potensiometri, meskipun pewarna yang mengubah
warna jika teroksidasi dengan kelebihan titran dapat digunakan.
Potensial reduksi adalah suatu ukuran seberapa menguntungksannya secara
termodinamik bagi suatu senyawa untuk mendapatkan electron. Nilai positif yang
tinggi untuk suatu potensial reduksi menunjukkan bahwa suatu senyawa mudah
tereduksi sehingga merupakan bahan pengoksidasi kuat, yaitu senyawa yang
menghilangkan electron dari zat-zat dengan potensial reduksi yang lebih rendah.
Suatu zat dengan potensial reduksi yang lebih tinggi akan mengoksidasi zat
yang potensial reduksinya lebih rendah. Perbedaan potensial antara dua zat
merupakan potensial reaksi dan lebih kurang merupakan perbedaan potensial yang
akan diukur jika zat tersebut terdiri atas dua setengah dari suatu sel listrik. Contohnya
I2 akan mengoksidasi Br- dengan mengikuti persamaan berikut ini :
       Cl2 + 2 Br-                         2 Cl+Br2       
Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena zat organic
dan zat anorganik dapat ditemukan dengan cara ini. Namun demikian agar titrasi
redoks ini berhasil dengan baik, maka persyaratan berikut harus di penuhi :

1. Harus tersedia pasangan sistem redoks yang sesuai sehingga terjadi pertukaran
electron secara stokiometri.
2. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara terukur
(Kesempurnaan 99%). Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai. 
Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk memahami dan melihat penentapan
kadar  dengan metode iodimetri.
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami penetapan
kadar iodium dengan metode iodimetri dengan menggunakan larutan baku iodium 0,1
N
Prinsip dari percobaan ini adalah berdasarkan penetapan kadar iodium dimana
larutan baku sebagai reduksi dan zat uji sebagai oksidasi melalui reaksi redoks.
Iodimetri merupakan metode titrasi atau volumetri yang pada penentuan atau
penetapan berdasar pada jumlah I2 (Iodium) yang bereaksi dengan sampel atau
terbentuk dari hasil reaksi antara sampel atau terbentuk dari hasil reaksi antara sampel
dengan ion iodide (I).
Metode ini tergolong titrasi langsung, berbeda dengan metode iodometri yang
sama-sama menggunakan I2 sebagai dasar penetapannya.
Iodimentri termasuk titrasi redoks dengan I2 sebagai titran sepetri dalam reaksi
redoks umumnya yang harus selalu ada oksidator dam reduktor, sebab bila suatu
unsur bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan electron), maka harus ada suatu
unsure yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun (Menangkap electron), jadi
tidak mungkin hanya ada oksidator atau reduktor saja. Dalam metode analisis ini
analit dioksidasikan oleh I2, sehingga I2 tereduksi menjadi ion iodide, dengan kata lain
I2 bertindak sebagai oksidator dengan reaksi :
                                                     I2 + 2e-              2l-
Indikator yang digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi biasanya adalah kanji
atau amilum 0,5-1%, karbon tetraklorida atau kloroform dapat mengetahui titik akhir
titrasi akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (disperse koloidal) kanji.
Warna yang terjadi adalah biru tua hasil reaksi I 2 – Amilum. Titrasi iodimetri
dilakukan dalam keadaan netral atau dalam kisaran asam lemah dan basa lemah. pH
tinggi (basa kuat) maka iodine dapat mengalami reaksi disproporsionasi menjadi
hipoidat.
   I2 + 2OH   -                   IO3- + I- + H2O     
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri).
Relatiff beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi
secara langsung dengan iodium, maka jumlah penentuan penentuan iodimetrik adalah
sedikit, akan tetapi banyak pereaksi oksidasi yang cukup kuat untuk bereaksi
sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodimetrik. Suatu
kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan
pembahasan iodium yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat.
Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri)
mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan ion standar. Metode titrasi tak langsung
(kadang-kadang dinamakan iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang
dibebaskan dalam reaksi kimia. 
Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial oksidasi
sebesar +0,535√. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan direduksi menjadi iodida
sesuai dengan reaksi.
                                            I2 + 2e                             2 l-
Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi
yang lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C mempunyai reduksi yang lebih kecil
daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium.
Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk
membakukan larutan natrium tiosulfat. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini
dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru
pada saat tercapainya titik akhir.
Pada farmakope indonesia, titrasi iodimetri digunakan untuk menetapkan
kadar asam askorbat, natrium tiosulfat, metampiron (antalgin), serta natrium tiosulfat
dan sediaan injeksi. 
Larutan I2  digunakan untuk mengoksidasi reduktor  secara kuantitatif pada
titik ekuivalennya. Namun, cara pertama ini jarang diterapkan karena I 2 merupakan
oksidator lemah, dan adanya oksidator kuat akan memberikan reaksi samping dengan
reduktor. Adanya reaksi samping ini mengakibatkan penyimangan hasil penetapan.
Proses Iodimetri
Proses titrasi dengan menggunakan larutan Iod (I 2) dapat dibedakan menjadi dua
yaitu
a. Proses tidak langsung (Iodometri)
Proses Iodometri adalah suatu titrasi tidak langsung dimana titrasi
menggunakan larutan standar Na2S2O3 sebagai  penitar. Penambahan indikator kanji
di akhir di karenakan kanji akan mengadsorbsi I 2 dalam larutan. Sehingga I2 tidak
dapat bereaksi dengan Na2S2O3.
b. Proses langsung (Iodimetri)
Suatu titrasi langsung dimana titrasi menggunakan kanji di awal penitaran. 
Sebagai larutan standar digunakan I2. Penambahan indikator kanji di awal di
karenakan kanji tidak akan mengadsorbsi I2 dalam larutan. Zat-zat yang mungkin
dititrasi dengan metode ini adalah zat yang merupakan pereaksi pereduksi (reduktor)
yang cukup kuat dititrasi secara langsung dengan menggunakan larutan Iodium
diantaranya adalah Tio (Na2S2O3), Arsenat (III), Antimon (III), Sulfida, Sulfit, Timah-
Putih (II) dan Ferisianida (Fe(CN)2.
Perbedaan Iodometri & Iodimetri
Meski Iodometri dan Iodimetri memiliki beberapa persamaan dan juga merupakan
termasuk kedalam metoda redoks tetapi keduanya memilki beberapa perbedaan
diantaranya :

Termasuk kedalam Reduktometri Termasuk kedalam Oksidimetri


Larutan  Na2S2O3 (Tio) sebagai penitar Larutan  I2  sebagai Penitar (Titran)
(Titran)
Penambahan Indikator Kanji disaat Penambahan Indikator kanji saat awal
mendekati titik akhir. penitaran
Termasuk kedalam Titrasi tidak Termasuk kedalam Titrasi langsung
langsung
Oksidator sebagai titrat Reduktor sebagai titrat
Titrasi dalam suasana asam Titrasi dalam suasana sedikit basa/netral
Penambahan KI sebagai zat penambah Penambahan NaHCO3 sebagai zat
penambah
Titran sebagai reduktor Titran sebagai oksidator
Iodometri Iodimetri

Selain itu juga terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan dari  metode iodimetri
yaitu sebagai berikut :
Kelebihan :

a. Penitaran berlangsung lebih cepat karena titrat dan titran langsung bereaksi.
b. Penambahan kanji diawal titrasi.
c. Warna titik akhir lebih mudah teramati dari tidak berwarna menjadi biru.

Kekurangan :
a. Penitarnya mudah terurai oleh cahaya sehingga preparasi contoh harus
dilakukan terlebih dahulu.
b. Pada saat titrasi dikhawatirkan kehilangan ion iod.
c. Dalam keadaan asam, larutan iod dapat dioksidasi oleh udara
2.5 Titrasi Bromatonetri
Bromo-bromatometri merupakan salah satu metode penetapan kadar atau
suatu zat dengan prinsip rekasi reduksi-oksidasi. Oksidasi adalah suatu proses
yang mengakibatkan hilangnya aatu electron atau lebih dari dalam zat(atom,ion,
atau molekul). Bila suatu unsur dioksidasi, keadaan oksidasinya berubahke harga
yang lebih positif. Suatu zat pengoksidasi adalah zat yang memperoleh electron,
dan dalam proses itu zat tersebut direduksi.
Reeduksi sebaliknya adalah suatu proses yang mengakibatkan diperoleh
satu electron atau lebih zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur direduksi,
keadaan oksidasi berubah menjadi negative (kurang positif), jadi suatu zat
pereduksi adalah zat yang kehilangan electron, dalam proes itu zat ini dioksidasi.
Oksidasi dan reduksi selalu berlangsung dengan serempak. Ini sangat jelas
karena electron yang dilepaskan oleh sebuah zat harus diambil oleh zat yang lain.
Jika membicarakan olsidasi suatu zat, ia harus ingat bahwa pada saat yang sama
reduksi dari suatu zat juga berlangsung.
Metode bromometri dan bromatometri ini terutama digunakan untuk
menetapkan senyawa-senyawa organic aromatis dengan membentuk tribrom
sybsitusi. Metode ini dapat juga digunakan untuk menetapkan senyawa arsen dan
stibium dalam membentuk trivalent walaupun tercampur dengan stanum valensi
empat.

2.6 Penetapan Kadar Vitamin C Dengan Metode Spektrofotometri Uv-Vis


Vitamin C adalah salah satu elemen/zat penting guna untuk memenuhi
nilai gizi dalam tubuh manusia yang berperan sebagai antioksidandan efektif
mengatasi radikal bebas. Dalam dunia farmasi/kesehatan pengecekan atau
penentuan komposisi kadar vitamin c dalamsuatu sediaan amat sangat penting
dilakukan guna untuk tetap menjamin mutu dan khasiat dari sediaan tersebut.
Maka dari itu setiapsediaan perlu pemeriksaan kadar kandungan di dalamnya,
salah satunya penetapan kadar vitamin c dengan menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis.Ada beberapa metode yang dikembangkan untuk
menentukan kadar vitamin C, salah satunya adalah metode Spektrofotometri UV-
Vis. Spektrofotometri UV-Vis dapat digunakan untuk informasi baik analisis
kualitatif maupun analisis kuantitatif
Pada metode ini, larutan sampel (vitamin C) diletakkan pada sebuah kuvet
yang disinari oleh cahaya UV dengan panjang gelombang yang sama dengan
molekul pada vitamin C yaitu 269 nm. Analisis menggunakan metode ini
memiliki hasil yang akurat. Karena alasan biaya, metode ini jarang digunakan.
Apabila zat uji (reduktor) langsung dititrasi dengan larutan iodium, maka
penetapan kadar ini disebut dengan Iodimetri. Sebaiknya bila zat uji (reduktor)
mula-mula direaksikan dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi
dititrasi dengan larutan tiosulfat maka cara ini dinamakan iodimetri. Metode ini
dapat digunakan untuk menetapkan kadar oksidator maupun reduktor, di samping
itu cara ini akurat karena titik akhir titrasi jelas.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Metode bromometri dan bromatometri ini terutama digunakan untuk
menetapkan senyawa-senyawa organic aromatis dengan membentuk tribrom
sybsitusi. Metode ini dapat juga digunakan untuk menetapkan senyawa arsen dan
stibium dalam membentuk trivalent walaupun tercampur dengan stanum valensi
empat.
Pada metode ini, larutan sampel (vitamin C) diletakkan pada sebuah kuvet
yang disinari oleh cahaya UV dengan panjang gelombang yang sama dengan molekul
pada vitamin C yaitu 269 nm. Analisis menggunakan metode ini memiliki hasil yang
akurat. Karena alasan biaya, metode ini jarang digunakan.
Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi utamanya
adalah reaksi redoks, Reaksi ini hanya dapat berlangsung kalau terjadi interaksi dari
senyawa/unsur/ion yang bersifat oksidator dengan unsur/senyawa/ion bersifat
reduktor. Jadi kalau larutan bakunya oksidator, maka analit harus bersifat reduktor
atau sebaliknya. Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena
berbagai zat organik dan zat anorganik dapat ditentukan dengan cara ini. Namun
demikian agar tirasi redoks ini berhasil dengan baik, maka persyaratan berikut harus
dipenuhi:
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta
Day, R.A. dan Underwood, A.L., 1999, Analisis Kimia Kuantitatif, edisi V,
diterjemahkan oleh: Aloysius Hadyana Pudjaatmaka, Erlangga, Jakarta.
Gholib Ganjar, Ibnu dan Rohman, Abdul. 2009. KimiaFarmasi Analisis. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.
Mursyidi, A., & Rohman, A., 2006, Pengantar Kimia Farmasi Analitik: Volumetri
dan Gravimetri, Yayasan Farmasi Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Skoog, D.A., West, D.M., Holler, F.J., Crouch, S.R., 1999, Analytical Chemistry:
an Introduction, 7 th Edition, Thomson Learning, Inc., United States of America.
Wunas,Said. 1986. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. UNHAS. Makassar

Anda mungkin juga menyukai