Anda di halaman 1dari 1

Pertanggungjawaban ODGJ dimata Hukum

Menurut undang-undang nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa yang dimaksud dengan
Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orarng yang mengalami
gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan
gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan
hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.

Terkait dengan pertanggungjawaban hukum, orang yang mengalami gangguan kejiwaan tidak dapat
dipidana. Hakim dapat memerintahkan yang bersangkutan untuk dimasukkan ke rumah sakit jiwa.
Hal ini diatur dalam Pasal 44 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi:
“(1) Tiada dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal. (2) Jika
nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang sempurna akalnya
atau sakit berubah akal, maka dapatlah hakim memerintahkan memasukkan dia ke rumah sakit jiwa
selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa.” Untuk membuktikan dugaan bahwa seseorang
mengalami gangguan kejiwaan tentunya diperlukan pemeriksaan oleh dokter atau ahli, bukan hanya
berdasarkan pengakuan tersangka atau keluarganya. Hal ini diatur dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang Kesehatan Jiwa yang menyatakan : “(1) Proses penegakan diagnosis terhadap orang
yang diduga ODGJ dilakukan untuk menentukan: a. kondisi kejiwaan; dan b. tindak lanjut
penatalaksanaan. (2) Penegakan diagnosis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan kriteria diagnostik oleh: a. dokter umum; b. psikolog; atau c. dokter spesialis
kedokteran jiwa.

Anda mungkin juga menyukai