Anda di halaman 1dari 17

PERBEDAAN “MENYERANG KEHORMATAN ATAU

NAMA BAIK” DALAM KUHPM DENGAN KUHP

Penyusun :
Lukman Hakim G
No Pamasis 2283

SEKOLAH TINGGI HUKUM MILITER


TAHUN 2020
ii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya makalah ini dapat saya
selesaikan dengan judul Perbedaan “Menyerang kehormatan atau nama baik” dalam
KUHPM dengan KUHP meskipun masih sangat banyak kekurangan didalamnya.

Dalam penyusunan makalah ini saya menyadari masih terdapat sangat banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan masih
kurangnya pengetahuan yang saya miliki, oleh sebab itu saya mengharapkan masukan,
kritik, saran, pendapat, sumbangsih dari Dosen, Asdos, Senior maupun Rekan-rekan yang
sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

      Semoga semuanya memberikan manfaat bagi kita semua. Bila ada kesalahan
tulisan atau kata-kata di dalam makalah ini, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Jakarta, Februari 2020

Penyusun

Lukman Hakim G
No Pamasis 2283
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………….…….…….. i

KATA PENGANTAR ……………………………..………………………………….………….. ii

DAFTAR ISI ……………………………………..…………………………………….…………. iii

BAB    I    PENDAHULUAN…………………………………..………………..….……….…… 1

A.   Latar belakang ………..………………………………………..……..…..…... 1

B.    Rumusan Masalah……………….…………………………………….……... 1

BAB    II   PEMBAHASAN ……………………………………..……………….……….…… 2

C.  Penjelasan tentang menyerang kehormatan atau nama baik ………..…. 2

D.    Perbedaan kejahatan penghinaan yang ada dalam KUHPM dengan

KUHP…………………………………………………………………………………. 4

BAB    IV  PENUTUP ……………………………………………..……………….……….…… 12

DAFTAR PUSTAKA …….……………………………………………………………….…..… 13


I. PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik


Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan
kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan
bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang, serta
ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional 1. Dikaitkan
dengan tugas yang diemban maka prajurit Tentara Nasional Indonesia harus memiliki jiwa
disiplin yang tinggi, dengan disiplin yang tinggi maka prajurit Tentara Nasional Indonesia
dapat melaksanakan tugas dengan baik dan menunjukan jati diri Tentara Nasional
Indonesia2 yaitu Tentara Rakyat, Tentara Pejuang, Tentara Nasional dan Tentara Profesional
sebagai mana diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia. Prajurit Tentara Nasional Indonesia selain tunduk kepada hukum pidana
militer juga tunduk kepada Kitab Hukum Pidana Umum (KUHP) hal ini ditegaskan dalam
pasal 1 Kitab Undang Undang Pidana Militer (KUHPM), “Untuk pengeterapan kitab undang-
undang ini berlaku ketentuan - ketentuan hukum pidana umum, termasuk Bab kesembilan
dari buku pertama kitab undang – undang Hukum Pidana, kecuali ada penyimpangan -
penyimpangan yang ditetapkan dengan undang – undang” 3

Kaitannya antara KUHP dengan KUHPM pada Buku II KUHP dan Buku II KUHPM
sama-sama mengatur tentang kejahatan, Namun Kejahatan-kejahatan yang diatur dalam
kedua kitab tersebut terdapat perbedaan, tentunya kejahatan-kejahatan yang diatur dalam
KUHPM berhubungan dengan kepentingan militer. Dari berbagai macam kejahatan salah
satunya kejahatan menyerang kehormatan atau nama baik (penghinaan). Kejahatan
penghinaan yang diatur dalam KUHP diatur dalam Buku II Bab XVI dirasakan masih kurang
memenuhi kebutuhan penghormatan dalam kehidupan militer dan juga predikat atasan dan
bawahan seperti yang ada pada militer. Selain itu ancaman pidana yang ada dalam KUHP
kurang memadai apabila terjadi kejahatan penghinaan yang dilakukan oleh seorang
bawahan kepada atasan4 dalam kehidupan militer dipandang dari tugas-tugas yang harus
dilaksanakan oleh militer, hal ini dimasukan dalam kejahatan-kejahatan terhadap
pengabdian Bab IV Buku II KUHPM.

Penghinaan yang dirumuskan dalam Bab XVI Buku II KUHP pada Pasal 310 ayat (1)
dimuat semua unsur, baik yang bersifat objektif (perbuatan/objeknya) maupun yang bersifat
subjektif (kesalahan, berupa sengaja melakukan perbuatan dan maksud pembuat dalam hal
melakukan perbuatan). Pada kenyataannya memang semua kejahatan yang masuk
penghinaan (Bab XVI buku II), maupun penghinaan khusus di luar Bab XVI mengandung
sifat yang sama dengan kejahatan pencemaran. Mengandung sifat yang sama tidak

1 Konsideran poin c UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasinal Indonesia


2 Pasal 2 Undang-undang No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
3 Pasal 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer
4 Hukum Pidana Militer SR Sianturi, edisi revisi (cetakan kedua), Alumni AHM-PTHM, Jakarta 1985, hal 301
sama artinya dengan mengandung unsur  yang sama. Sifat yang sama, terletak baik
pada
2

perbuatannya menyerang, objeknya kehormatan dan nama baik, maupun kesengajaan 


baik yang ditujukan pada perbuatan maupun yang ditujukan kepada akibat. Kejahatan
penghinaan yang diatur dalam KUHPM terdapat dalam Bab IV kejahatah-kejahatan
pengabdian yaitu penghinaan terhadap atasan, sebagai militer sudah barang tentu
penghormatan, ketaatan dan sikap korek itu bukanlah ditujukan kepada pribadi-pribadi
seseorang terlepas dari predikat atasan, melainkan predikat atasan itulah yang diutamakan 5.
Mencermati rumusan tersebut penulis berusaha mengambil judul Perbedaan Penghinaan”
dalam KUHPM dengan KUHP.

B.  Rumusan Masalah

Dari uraian singkat pada latar belakang permasalahan di atas, maka diidentifikasi
beberapa permasalahan terkait dalam tulisan ini, yang meliputi :

1. Apa pengertian menyerang kehormatan atau nama baik ?


2. Apa perbedaan penghinaan dalam KUHPM dengan KUHP ?

II. PEMBAHASAN

C.  Penjelasan tentang menyerang kehormatan atau nama baik.

Dalam istilah lain sering digunakan untuk tindak pidana terhadap kehormatan adalah
tindak pidana penghinaan. Dipandang dari sisi sasaran atau obyek, yang merupakan
maksud dan tujuan tersebut yakni melindungi kehormatan, maka tindak pidana kehormatan
lebih tepat untuk melindungi :

1. Kehormatan yang dalam bahasa Belanda disebut eer.


2. Nama baik yang dalam bahasa Belanda disebut geode naam.

Tetapi jika dipandang dari sisi perbuatan/fiet maka tindak pidana penghinaan tidak keliru.
Para pakar belum sependapat tentang arti dan definisi kehormatan dan nama baik telah
tercakup dalam Pancasila, baik Ketuhanan yang maha esa maupun pada Kemanusiaan
yang adil dan beradab, hidup salin menghormati. Berkenaan dengan kehormatan dan nama
baik menurut Prof Satochid Kartanegara, S.H. mengutarakan seseorang yang tertabiat hina
apakah masih mempunyai kehormatan dan nama baik, antara lain sebagai berikut walaupun
orang yang demikian itu telah tidak mempunyai perasaan lagi terhadap kehormatan dirinya,
namun setiap orang berhak agar kehormatannya tidak dilanggar 6.

5 Hukum Pidana Militer SR Sianturi, edisi revisi (cetakan kedua), Alumni AHM-PTHM, Jakarta 1985, hal 301
6 http://wwwqolbu27.blogspot.com/2010/06/tindak-pidana-terhadap-kehormatan.html diakses jum’at 31 Januari 2020
pukul 20.31 WIB
3

Berdasarkan terjemahan WvS (Wetboek van Straftrecht) versi dari Tim Penerjemah
BPHN, Tahun 1988, maka terjemahan Pasal 310 ayat (1) WvS berbunyi Barang siapa
sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu
hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah. Pasal 310 ayat (2) menurut terjemahan WvS versi  Tim Penerjemah
BPHN, Tahun 1988 adalah jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang
disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena
pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.  Ada beberapa unsur yang harus
dicermati dalam Pasal 310 ayat (1) yaitu: Unsur kesengajaan menyerang kehormatan atau
nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dan unsur maksud untuk diketahui
umum. Sementara unsur tambahan dalam Pasal 310 ayat (2) adalah unsur dilakukan
dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka
umum.

Dalam doktrin tindak pidana penghinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310
WvS (KUHP) maka badan hukum privat tidak bisa menggunakan ketentuan ini, namun bisa
menggunakan ketentuan dalam Pasal 1372 BW (KUHPerdata). Untuk informasi lebih lanjut,
doktrin hukum tentang penghinaan di Indonesia tidak memisahkan antara opini dengan fakta
dan juga tidak mempertimbangkan sama sekali kebenaran sebuah fakta. Asalkan sebuah
pernyataan dianggap menghina oleh korban, maka unsur kesengajaan menyerang
kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal sudah dapat
terpenuhi. Selain itu, berdasarkan pendapat MA melalui putusan No. 37 K/Kr/1957 tertanggal
21 Desember 1957 yang menyatakan bahwa tidak diperlukan adanya animus injuriandi (niat
kesengajaan untuk menghina)7.
 
Menurut Satrio, unsur kesengajaan bisa ditafsirkan dari perbuatan atau sikap yang
dianggap sebagai perwujudan dari adanya kehendak untuk menghina in casu
penyebarluasan dari pernyataan yang menyerang nama baik dan kehormatan orang lain. Hal
yang menarik dari unsur kesengajaan ini adalah tindakan mengirimkan surat kepada instansi
resmi yang isinya menyerang nama baik dan kehormatan orang lain sudah diterima sebagai
bukti adanya unsur kesengajaan untuk menghina 8. Penghinaan ditafsirkan sebagai serangan
terhadap kehormatan atau nama baik seseorang. Bab XVI Buku II Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP) memuat banyak ketentuan tentang penghinaan. Mulai dari yang
disebut penghinaan, fitnah, penghinaan terhadap pegawai negeri, perbuatan menuduh yang
sifatnya memfitnah, serta penghinaan terhadap orang yang telah meninggal dunia.

7 https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl6865/penghinaan/ diakses jum’at 31 Januari 2020 pukul


20.38 WIB
8 https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl6865/penghinaan/ diakses jum’at 31 Januari 2020
pukul 20.38 WIB
4
KUHP juga memuat pasal penghinaan lain, tentang penghinaan terhadap presiden atau
wakil presiden (telah dihapus melalui putusan Mahkamah Konstiusi), bahkan penghinaan
terhadap raja atau kepala negara sahabat. Orang yang melakukan penghinaan
sebagaimana diatur dalam Pasal 310 KUHP haruslah menyerang kehormatan atau nama
baik seseorang dengan menuduhkan suatu terhadapnya, dengan tujuan diketahui secara
luas. Tindakan ini diancam dengan pidana penjara maksimal sembilam bulan. Jika tindakan
ini dilakukan melalui tulisan maka ancaman pidana penjaranya maksimal satu tahun.Namun
perlu diingat, jika tuduhan terhadap sesorang tersebut dilakukan demi kepentingan umum,
agar khalayak mengetahuinya, maka hal itu tidak dapat digolongkan sebagai tindak pidana
pencemaran nama baik atau penghinaan.
Oemar Seno Adji menyatakan Pencemaran Nama Baik atau dikenal dengan juga
dengan istilah Penghinaan, yang pada dasarnya adalah yang menyerang nama baik dan
kehormatan seseorang yang bukan dalam arti seksual sehingga orang tersebuta (yang
diserang namabaiknya) merasa dirugikan atas tindakan tersebut 9. Kehormatan dan nama
baik memiliki pengertian yang berbeda, tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lainnya. Karena menyerang kehormatan akan berakibat nama baik dan kehormatan
seseorang dapat tercemar. Oleh sebab itu menyerang salah satu diantara kehormatan atau
nama baik sudah cukup dijadikan alasan untuk menuduh seseorang telah melakukan
penghinaan.Kehormatan adalah perasaan terhormat seseorang dimata masyarakat, dimana
setiap orang memiliki hak untuk diperlakukan sebagai anggota masyarakat yang bterhormat.
Rasa hormat dan perbuatan yang termasuk kategori menyerang kehormatan seseorang
ditentukan menurut lingkungan masyarakat pada tempat perbuatan tersebut dilakukan.
Oemar Seno Adji mendefinisikan Pencemara Nama Baik sebagai menyerang
kehormatan atau nama baik (aanranding of geode naam), mengacu terhadap bentuknya,
pencemaran nama baik terlihat dari dua macam bentuk yang diantaranya Pencemaran nama
baik secara lisan dan Pencemaran Nama Bvasik secara Tertulis. Oemar Seno Aji
menambahkan dalam bukunya bahwa Pencemaran Nama Baik yang lebih dikenal dengan
istilah Penghinaan dapat dibagi sebagai berikut :
1. Penghinaan Materiil
Penghinaan yang terdiri dari suatu kenyataan yang meliputi pernyataan yang
objektif dalam kata-kata secara lisan maupun secara tertulis, maka yang menjadi faktor
menentukan adalah isis dari pernyataan baik yang digunakan secara tertulis muapun
lisan.
2. Penghinaan Formil.
Dalam hal ini tidak dikemukakan apa isi dari penghinaan, melasinkan bagaimana
pernyataan yang bersangkutan itu dikeluarkan. Bentuk dan caranya yang merupakan
faktor menentukan. Pada umumnya cara menyatakan adalah dengan cara-cara kasar
dan tidak objektif.

C. Perbedaan kejahatan penghinaan yang ada dalam KUHPM dengan KUHP.

9 https://www.academia.edu/36473934/PENCEMARAN_NAMA_BAIK_MELALUI_TEKNOLOGI_INFORMASI_DITINJAU_
DARI_HUKUM_PIDANA
Hukum Pidana mengatur Pencemaran Nama baik dan atau Penghinaan dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada Bab XVI, Pasal 310 KUHP.
5
Pasal 310 Ayat (1) KUHP :
(1)   Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan
menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum,
diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Banyak pakar yang
menggunakan istilah “menista”. Perkataan Menista berasal dari kata “Nista”. Sebagian
pakar menggunakan kata “celaan” poerbedaan istilah tersebut disebabkan penggunaan
kata-kata dalam menerjemahkan kata ”smaad” dari bahasa Belanda.
Unsur-Unsur Pasal 310 Ayat (1) KUHP dibagi dua yaitu :
1. Unsur-Unsur Objektif :
a. Barang Siapa ;
b. Menyerang kehormatan atau nama baik “seseorang” ;
c. Dengan menuduhkan sesuatu hal.
2. Unsur Subjektif :
a. Dengan Maksud yang Nyata (kenlijk doel) ;
b. Tuduhan itu diketahui Umum (ruchtbaarheid te geven) ;
c. Dengan sengaja (Opzettelijk).
Pasal 310 Ayat (2) KUHP Pencemaran Nama Baik dengan Tertulis
(2)   Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan
atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.
Istilah menisita secara tertulis oleh beberapa pakar dipergunakan istilah “menista
dengan tulisan”. Perbedaan disebabkan pilihan kata-kata untuk menerjemahkan yakni
kata smaadschrift yang dapat diterjemahkan dengan kata-kata yang bersamaan atau
hampir bersamaan. Unsur-unsur dalam pasal 310 Ayat (2) KUHP adalah sebagai
berikut :
1. Barang Siapa ;
2. Dengan sengaja ;
3. Menyerang Kehormatan atau nama baik seseorang ;
4. Dengan tulisan atau gambar yang disiarkan ;
5. Dipertunjukan pada umum atau ditempelkan.
R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Huykum Pidana (KUHP) serta
komentar-komentarnya lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan rumusan mengenai
Pasal 310 KUHP tentang Penghinaan yaitu 10:
“Menghina” yaitu menyterang kehormatan dan nama baik seseoreang. Yang
diserang itu biasanya merasa “malu”. “kehormatan” yang diserang disini hanya
mengenai kebhormatan tentang nama baik, bukan kehormatan dalam lapangan seksuil.

10 https://www.academia.edu/36473934/PENCEMARAN_NAMA_BAIK_MELALUI_TEKNOLOGI_INFORMASI_DITINJAU_
DARI_HUKUM_PIDANA
Semua penghinaan hanya dapat dituntut, apa bila ada pengaduan dari orang yang
menderita (delik aduan).
6

Supaya dapat dihukum menurut pasal 310 Ayat (1), maka penghinaan itu harus
dilakukan dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan yang tertentu”
dengan maksud tuduhan itu akan tersiar (diketahui orang banyak). Perbuatan yang
dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri,
menggelapkan, berzinah, dsb, cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu
perbuatan yang memalukan. Apabila kejahatan tersebut dilakukan dengan tulisan
(surat) atau gambar, maka kejahatan itu dinamakan menistra dengan surat Pasal 310
Ayat (2).
Berdasarkan mengenai analisis mengenai pasal 310 KUHP tentang Penghinaan
dan atau Pencemaran nama baik bisa dikatakan kejahatan tersebut dapat dilakukan
secara lisan dan secara tertulis (surat) dan pada kejahatan tersebut merupakan delik
aduan (korban yang merasa dirugikan).

Penghinaan Khusus
Bentuk- bentuk penghinaan dalam Bab XVI Buku II yang telah dibicarakan dalam bab
yang lalu daapt disebut dengan penghinaan umum, yang mengandung sifat yang lain dari
penghinaan yang diatur di luarnya yang dapat disebut dengan penghinaan khusus. Disebut
dengan penghinaan umum, oleh sebab dua alasan:
1. Bentuk-bentuk penghinaan tersebut dumuat dalam satu bab yakni Bab XVI Buku
II. Karena dimuat dalam satu bab maka semua bentuk kejahatan yang dirumuskan
sebagai bagiannya tentulah mempunyai sifat dan ciri yang sama.
2. Sifat dan ciri yang sama ini ialah bahwa semua bentuk penghinaan di dalamnya
mengandung sifat penghinaan bagi pribadi-pribadi orang, atau bersifat individu. Rasa
harga diri mengenai kehormatan dan nama baik orang yang  menjadi objek penghinaan
umum adalah pribadi-pribadi tertentu. Secara jelas siapa orang yang rasa harga dirinya
mengenai kehormatan dan nama baiknya yang diserang, dan siapa pula yang berhak
mengajukan pengaduan tertera secara jelas. Adanya pihak-pihak yang diberi hak untuk
mengajukan pengaduan dalam penghinaan (orang yang terkena kejahatan atau ahli
warisnya) adalah sebagai indikator bahwa sifat pribadi dari kejahatan penghinaan ini
sanga menonjol.
Sementara, itu, tindak pidana yang diberi kualifikasi penghinaan khusus yang terdapat
di luar Bab XVI yang tersebar pada beberapa pasal yang masuk ke dalam bab yang
berbeda-beda objeknya atau kepentingan hukum yang dilindungi sebagai dasar
pengelompokan masing-masing tindak pidana. Oleh karena berbeda-beda dasar
pengelompokan penghinaan di lur Bab XVI inilah, maka tidak salah disebut sebagai
penghinaan khusus. Sebagai bentuk penghinaan khusus tertentu berlainan sifat dan ciri dari
penghinaan pada umumnya yang diatur dalam Bab XVI. Meskipun demikian, masih ada juga
sifat yang sama diantara bentuk-bentuk penghinaan khusus tersebut. Sifat yang sama ini
dapat dilihat pada objek penghinaan, yakni mengenai “rasa” atau “perasaan harga diri” atau
“martabat mengenai kehormatan atau nama baik orang”.
7

Adapun perbedaan lain, ialah penghinaan umum hanya dapat dilakukan pada objek
orang semata. Tetapi, pada penghinaan khusus, ada bentuk penghinaan yang dilakukan
bukan pada orang tetapi pada badan, misalnya pemerintah RI (Pasal 154 KUHP), atau ada
yang dilakukan pada agama (Pasal 156a KUHP), bahkan ada penghinaan yang dilakukan
terhadap benda bendera dan lambang negara (Pasal 142a dan Pasal 154a KUHP).

Adapun bentuk-bentuk penghinaan khusus, disebutkan di bawah ini:


1. Penghinaan terhadap kepala Negara RI dan atau wakilnya (Pasal 134, 136 bis
dan 137 KUHP). Oleh  Mahkamah Konstitusi dalam putusannya tanggal 6 Desember
2006 Nomor 013-022/PUU-IV/2006 dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
2. Penghinaan terhadap kepala negara sahabat (Pasal 142 KUHP)
3. Penghinaan terhadap wakil negara asing di Indonesia (Pasal 143 dan 144 KUHP).
4. Penghinaan terhadap bendera kebangsaan RI dan lambang negara RI (Pasal
154a KUHP).
5. Penghinaan terhadap bendera kebangsaan negara lain (Pasal 142a).
6. Penghinaan terhadap pemerintah RI (Pasal 154, 155 KUHP). Oleh Mahkamah
Konstitusi dalam putusannya No.6/PUU-V/2007 tanggal 16 Juli 2007 kedua norma
kejahatan Pasal ini telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
7. Penghinaan terhadap golongan penduduk Indonesia tertentu (Pasal 156 dan 157
KUHP).
8. Penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum (Pasal 207, dan 208 KUHP).
9. Penghinaan dalam hal yang berhubungan dengan agama, yaitu:
a. Penghinaan terhadap agama tertentu yang ada di Indonesia (Pasal 156a).
b. Penghinaan terhadap petugas agama yang menjalankan tugasnya (Pasal 177
butir 1 KUHP).
c. Penghinaan mengenai benda-benda untuk keperluan ibadah (Pasal 177 butir 2
KUHP).

1. Corak Ragam penghinaan terhadap atasan11.


a. Perbedaan menghina/mengumpat dengan memaki/menista, antara lain
sebagai berikut:

1) Subyek dan obyek :


a) Pasal 97 KUHPM (ditentukan secara berurutan bawahan dan
atasan),
b) Pasal 315 KUHP (siapa saja).
2) Ttindakan dirumuskan :
a) Pasal 97 KUHPM, terdapat 2 (dua) (menghina dan mengumpat),
b) Pasal 315 KUHP (hanya menghina saja).
3) Cara melakukan tindakan penghinaan atau pengumpatan dalam
Pasal 97 KUHPM lebih luas dirumuskan.
11 Hukum Pidana Militer SR Sianturi, edisi revisi (cetakan kedua), Alumni AHM-PTHM, Jakarta 1985, hal 301
8

4) Maksimum ancaman pidana :


a) Pasal 97 KUHPM lebih berat (Maksimum 1 Tahun).
b) Pasal 315 KUHP lebih ringan (Maksimum 4 Bulan 2 Minggu)
Ditinjau dari sudut penetuan maksimum ancaman pidana adalah
apabila seorang atasan yang melakukan kejahatan, maka dijatuhkan
pidananya seperti yang dirumuskan dalam Pasal 97 ayat 1) atau 2).

b. Menghina atau mengancam dengan suatu perbuatan jahat di tempat


umum12.

Bila subyeknya seorang militer bawahan dan obyeknya seorang atasan. Unsur
kesengajaan meliputi keseluruhan rumusan delik. Ini berarti rusaknya
kehormatan/nama baik orang lain itu memang dikehendaki oleh petindak. Dalam
Pasal 315 KUHP yang dimaksud menghina adalah menyerang atau merusak
kehormatan atau nama baik sesorang. Hal ini tidak dilihat dari perasaan seberapa
seseorang itu terhina, akan tetapi dilihat dari nilai-nilai kesusilaan manusia pada
umumnya secara wajar. Demikian juga dengan rusaknya nama baik harus
berpedoman pada kewajaran pada umumnya. Yang dimaksud dengan
mengancam dengan suatu perbuatan jahat adalah menyerang atau merusak
kehormatan atau nama baik seseorang, hanya cara yang mengandung ancaman-
ancaman, walaupun ancaman-ancaman itu tidak dimaksudkan untuk
dilaksanakan oleh petindak itu sendiri. Ketentuan perbuatan mnghina atau
mengancam dengan perbuatan jahat itu harus terjadinya di tempat umum. Tidak
dipersoalkan atasan yang dihina itu ada atau tidak ada di tempat itu. Dalam KUHP
tempat umum adalah setiap tempat yang dapat/boleh didatangi oleh umum.
Sedangkan bagi militer kata-kata umum dalam rumusan mencakup atau dapat
diganti dengan kata militer. Jadi isi dari ucapan-ucapan (lisan), tulisan atau
lukisan harus merupakan penghinaan terhadap atasan yang bersangkutan. Bila
surat atau lukisan yang berisi penghinaan itu ditujukan terhadap atasan lain yang
bukan menerima surat atau lukisan itu, maka tindakan tersebut masuk dalam
pelanggaran disiplin, sepanjang tidak dapat dimasukkan dalam pasal 310 dan
sebagainya KUHP jo pasal 100 KUHPM.

c. Menghina atau mengancam dengan suatu perbuatan jahat


dihadapannya.13
Dalam penjelasan di atas , penghinaan atau pengancaman itu harus
dilakukan di muka umum, tanpa mepersioalkan kehadiran atasan yang dihina,
maka dala hal ini adalah sebaliknya yaitu disyaratkan kehadiran yang dihina,
tanpa mempersoalkan tempat”. Adapun yang dimaksud dengan di Hadapannya
adalah : “ atasan yang dihina berada ditempat dimana kejadian itu dilakukan oleh

12 Hukum Pidana Militer SR Sianturi, edisi revisi (cetakan kedua), Alumni AHM-PTHM, Jakarta 1985, hal 303
13 Hukum Pidana Militer SR Sianturi, edisi revisi (cetakan kedua), Alumni AHM-PTHM, Jakarta 1985, hal 304
petindak, atau disuatu tempat lain dariman sang atasan dapat mengetahui
penghinaan itu secara langsung dengan pancaindranya sendiri.”
9

Dalam hal ini yang dimaksud adalah jadi bukan hanya dihadapanya
langsung tetapi ditempat lain dimana sang atsan dapat melihat, mendengar,
merasakan , mencium atau meraba penghinaan tersebut, tentunya dengan
adanya kemajuan teknologi yaitu penghinaan melalu telepon, radio, atau sarana
medsos lainya. Penghinaan dengan “mengirimkan/menerimakan “ suatu surat
/lukisan tidak mempersoalkan apakah tindkaan tersebut dilakukan di tempat
umum atau pada kehadiran atasan tersebut. Tindakan seperti ini dapat dianggap
sebagai perluasan pengertian dari istilah dihadapannya, walaupun dalam hal ini
ada kalanya sang atasanitu tridak secara langsung debgan pancaindranya
mengetahu adanya penghinaan itu. Pada pokoknya penghinaan itu terjadi oleh
seorang bawahan sedangkan yang dihina itu adalah atasan yang menerima
lukisan/surat itu sendiri. Adapun pengertian dari bawahan maupun atasan diatur
dalam pasal 53 KUHPM.

d. Memaki-maki atau menista.14


Dalam hal perbuatan memaki atau menista atasan di sembarang tempat
sudah merupakan penghinaan, akan tetapi untuk perbuatan mengejek atasan,
diisyaratkan harus dihadapan atasan tersebut. membedakannya sebagai berikut :
1) Memaki-maki, menista dan mengejek dalam kenyataannya agak sukar.
Ketiga ini tidak termasuk dalam pengertian menghina atau mengancam
dengan perbuatan jahat melainkan dengan penggolongan sendiri.
2) Memaki maki sebagai tingkatan lebih tinggi dari tiga hal tersebut.
3) Menista sebagai tingkatan kedua berarti juga mengungkapkan kata-
kata dengan nada yang lebih terkendali yang juga merusak perasaan
seseorang atasan.
4) Mentertawakan atasan sudah termasuk dalam pengertian mengejek.
Ada pendapat bahwa perbedaan antara menista dengan mengejek :”
terutama pada caranya yaitu :
1) Cara menista adalah dengan ucapan- ucapan
2) Mengejek adalah suatu perbuatan yang tidak merupakan ucapan
seperti misalnya mencebik (mengeluarkan lidah untuk mengolok olok),
meludah, menungging, mentertawakan dan yang lain sebagainya.

e. Milwa dalam dinas yang melakukan penghinaan.15


Didalam pasal 46 ayat (2) KUHPM telah ditentukan, apabila seorang militer
wajib luar dinas melakukan kejahatan tersebut pasal 97, 99 dan 139 KUHPM,
maka ia termask dalam pengertian Militer. Mengapa pasal 98 KUHPM
dilangkahi ? bukankah pasal 97, 98, 99 itu termasuk dalam penghinaan pada
umunya, dalam psal 97 adalah “delik sengaja” artinya justru rusaknya ,

14 Hukum Pidana Militer SR Sianturi, edisi revisi (cetakan kedua), Alumni AHM-PTHM, Jakarta 1985, hal 305
15 Hukum Pidana Militer SR Sianturi, edisi revisi (cetakan kedua), Alumni AHM-PTHM, Jakarta 1985, hal 305
terserangnya nama baik/kehormatan atau tertusuknya perasaan atasan itu yang
dikehendaki oelh sang petindak”.
10

Apabila Milwa dari penjual majalah majalah, Koran Koran, buku buku dan dia
berada di luar dinas, kembali kepekerjaan tersebut dan seandainya Koran/majalah
itu berisikan penghinaan terhadap atasan maka terhadap Milwa tersebut tidak
diterapkan “penghinaan terhadap atasan”. Apabila ia menyebarkan atau
mempunyai persediaan untuk disebarluaskan majalah /Koran Koran, buku buku
seperti itu, seyogyanya pasal 98 KUHPM yang dapat diterapkan. Akan tetapi
pasal 98 tidaktercantum dalam pasal 46 ayat (2) KUHPM, maka pasal 98 itu juga
tidak dapat diterapkan kepada Milwa luar dinas tersebut. Dan dapat diterapkan
pidana umum saja atau KUHP. Suatu hal yang tidak lucu dalam penyelesaian
secara hukum disiplin ialah bahwa kejahatan tersebut pasal 310 KUHP bahkan
kejahatan pasal 315 KUHP tidak boleh diselesaikan secara hukum disiplin militer ,
padahal ancamanaya lebih ringan.Dalam Pasal 97 KUHPM ayat (1) ancaman
pidana penjara maksimum satu tahun, dan dalam ayat ( 2) ancaman pidana
penjara maksimum dua tahun. Sementara dalam Pasal 315 KUHP ancamannya
lebih ringan dan terdiri dari dua pilihan atau alternative yaitu pidana penjara paling
lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak tiga ratus rupiah
( berdasarkan PERMA nomor 2 tahun 2012 pasal 3 disebutkan bahwa tiap tiap
jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal
303 ayat (1) dan ayat (2) , pasal 303 bis ayat (10 dan a yat (2) dilipatgandakan
menjadi 1.000 x)

2. Penghinaan atasan dengan tulisan atau lukisan 16.

Pasal 98.

(1) Militer, yang menyebarkan , mempertontonkan, menempelkan atau mempunyai


persedian untuk disebarluaskan sesuatu tulisan atau lukisan, yang diketahuinya dapat
menimbulkan suatu penghinaan terhadap seseorang atasan, diancam dengan pidana
penjara maksimum satu tahun.
(2) apabila tindakan itu dilakukan dalam dinas , diancam dengan pidana penjara
maksimum dua tahun.

Dalam pasal 98 KUHPM ini memiliki unsur-unsur sebagai berikut :


a. Subyek : Militer, yang dimaksud yaitu dijelaskan dalam pasal 46 KUHPM.
b. Kesalahan : dalam perumusan pasal terdapat kalimat “ yang diketahuinya “
merupakan kesengajaan . dan dalam penulisannya diletakkan dibelakang
perumusan delik.
c. BMH : kita harus mengingat perbuatan melawan hukum dalam putusan
AR Hograt 31 Desember 1919 termuat ada 4 hal. Perbuatan dalam perumusan
pasal ini sudah termasuk perbuatan melawan hukum.
16 Hukum Pidana Militer SR Sianturi, edisi revisi (cetakan kedua), Alumni AHM-PTHM, Jakarta 1985, hal 306
11

d. Tindakan : “menyebarkan , mempertontonkan, menempelkan atau


mempunyai persedian untuk disebarluaskan sesuatu tulisan atau lukisan, yang
diketahuinya dapat menimbulkan suatu penghinaan terhadap seseorang atasan”
e. WTK : sesuaikan dengan pelaksaanan penghinaan petindak. Dalam
ayat (1) waktunya tidak ditentukan sehingga sesuai waktu sat melakukan
perbuatanya sedangnkan dalam ayat (2) waktu dinas.
f. Ancaman pidana : ayat (1) ancaman pidana penjara maksimum satu tahun
sedangkan dala ayat (2) maksimum 2 tahun.
Dalam delik penyebaran yang terdapat dalam KUHP seperti dalam Pasal 144,
155, 161 dan 321 dimana unsur dengan maksud tertentu dari petindak harus dapat
dibuktikan, sedangkan dalam Pasal 98 KUHPM unsur maksud tersebut tidak
dipersoalkan. Dengan kata lain penyebaran, mempertontonkan atau menempelkan
suatu tulisan /lukisan yang berisikan penghinaan :
a. terhadap kepala Negara sahabat dalam pasal 144 KUHP
b. terhadap pemerintah Indonesia dalam pasal 155 KUHP
c. terhadap orang yang sudah mati dalam pasal 321 KUHP
d. penyebaran/penghautan /anjuran supaya melakukan tindka pidana dalam
pasal 161, 163 KUHP
e. selalu harus dilakukan dengan maksud dimuka umum atau diketahui oleh
umum.
Dalam pasal 98 KUHPM unsur maksud ditiadakan, cukup jika petindak
mengetahui bahwa isi tulisan/lukisan yang disebarkan dan sebagainya dapat
menimbulkan suatu penghinaan terhadap seorang atasan.
Penjelasan unsur dengan maksud dalam KUHP adalah merupakan pembatasan
agar tidak terlalu luas cakupannya tindak pidana yang dirumuskan dalam pasal pasal
tersebut. Sementara dalam kehidupan Militer pembatasan tersebut tidak perlu
mengingat perbuatan tersebut sangatah dilarang, jangankan menyebarkan menyimpan
tulisan yang berisi penghinaan saja dapat di hukum dengan hukum disiplin militer.
Menyebarkan dpaat doambil keseimpulan bahwa tulisan/lukisan tersebut harus
terdiri dati dua lembar atau lebih, jika tulisan/lukisan itu hanya satu helai/eksemplar saja
tidak dapat dimasukan dalam pengertian menyebarkan.
Mempertontonkan bukan hanya dalam panggung saja atau mempertunjukkan
suatu mimbar, melainkan juga dapat dilakukan sambil berjalan jalan .
Menempelkan suatu tulisan/lukisan berarti menempelkan atau melekatkan
tulisan/lukisan tersebut pada suatu tempat agar orang lain dapat mengetahuinya, tidak
diisyaratkan supaya umum dapat mengetahuinya, melainkan apabila hanya orang
orang tertentu saja yang mengetahuinya sudah memenuhi maksud dalam pasal 98
KUHPM.
Mempunyai persediaan (dengan Maksud) untuk disebarkan berarti pada petindak
benar benar ada maksud untuk menyebarkan, lazimnya membuktikan dengan maksud
petindak adalah sulit. Dalam pengertian Dala dinas tercantum dalam pasal 63
KUHPM : “ untuk pengertian tindakan tindakan yang dilakukan dalam dinas, termask
juga di dalamnya tindakn tindakan yang dilakukan dalam hal yang berkenaan dengan
kedinasan.”
12

3. Menghina atasan dengan suatu tindakan nyata.17


Pasal 99
1) Militer , yang sengaja menghina atasan dengan suatu tindakan nyata, diancam
dengan pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan.
2) Apabila tindakan itu dilakukan dalam dinas, diancam dengan pidana penjara
maksimum enam tahun.
Dalam pasal 97 KUHPM ini kejahatan yang masuk dalam peumusannya antara
lain menghina atasan dengan isyarat atau dengan perbuatan . Dalam pasal 99 KUHPM
telah dirmuskan : menghina atasan dengan tindakan nyata, baik dengan isyarat atau
dengan perbuatan maupun dengan tindakan nyata harus dihadapan sang atasan yang
telah dihina, walaupun dlam perumusannya tidak disertakan kehadiran atasannya.
Adapun perbedaannya antara pasal 97 dengan pasal 99 adalah pada gradasinya saja
dimana :
a. isyarat adaalh cukup dengan menggerakkan salah satuanggota bandan,
seperti lidah, mata, tangan atau kaki saja sebagai isyarat yang sudah dipahami
sebagai penghinaan.
b. Perbuatan adalah dimaksudkan suatu perbuatanyang tidak mengenai badan
sang atasan itu seperti meludah ketanah, memukul pantat sendiri suatu benda di
atas tanah/lantai sebagai atasan tersebut lalu diinjak.
Untuk tindakan nyata yang dimaksud adalah suatu tindakan yang sudah
mengenai atasan tersebut, akan tetapi belum/tidak dapat dimasukan sebagai
penganiayaan atau kejahatan insubbordinasi.
Contoh mengelus elus kepala atasan, seakan akan itu adalah bawahannya atau
dengan anggapan tokoh atasan tersebut tidak akan berbuat apa apa, atau mengambil
pesi sang atasan dari kepala atasan itu lalu melemparkannya ke lantai dan sebagainya.
Dalam pengertian dalam dinas telah tercantum dalam pasal 63 KUHPM “ untuk
pengertian tindakan tindakan yang dilakukan dalam dinas, termask juga di dalamnya
tindakn tindakan yang dilakukan dalam hal yang berkenaan dengan kedinasan.”
4. Penerapan dan pemberatan ancaman pidana untuk penghinaan dalam
KUHP.
Pasal 100
1) Apabila seorang militer dengan sengaja dengan sengaja melakukan salah satu
kejahatan yang dirumuskan pada pasal-pasal 310, 311, 317 dan 318 KUHP
kepada atasan, diancam dengan pidana penjara maksimal dua tahun dalam hal
yang dirumuskan pada pasal 310 ayat pertama, maksimum dua tahun delapan
bulan dalam hal yang dirumuskan pada pasal 310 ayat kedua dan maksimum lima
tahun dalam hal yang dirumuskan pada pasal-pasal 311, 317, 318.

17 Hukum Pidana Militer SR Sianturi, edisi revisi (cetakan kedua), Alumni AHM-PTHM, Jakarta 1985, hal 307
2) Apabila tindakan itu dilakukan dalam dinas maka maksimum ancaman pidana
yang ditentukan pada ayat pertama, berturut-turut dinaikkan menjadi tiga tahun
empat bulan, empat tahun dan enam tahun.

13

3) Ketentuan-ketentuan tersebut pada pasal 316 dan 319 KUHP dalam hal ini tidak
diterapkan.

a. Pemberatan ancaman pidana untuk penghinaan KUHP.


Pasal 310 (Pencemaran), 311 (Fitnah), 317 (Pengaduan fitnah), 318 KUHP
(menimbulkan persangkaan palsu) adalah merupakan kejahatan-kejahatan
penghinaan yang subyek maupun obyeknya “barang siapa menurut istilah KUHP”.
Pasal 100 KUHPM dalam hubungannya dengan pasal-pasal KUHP tersebut
menentukan militer bawahan sebagai subyek dan atasan sebagai obyek
penderita.
Dengan menentukan subyek dan obyeknya berakibat perbedaan maksimum
ancaman pidananya:
1) Dari 9 bulan menjadi 2 tahun (pasal 310 ayat (1) KUHP jo pasal 100
ayat (1) KUHPM)
2) Dari 1 Tahun 4 bulan menjadi 2 tahun 8 bulan (pasal 310 ayat (2) jo
pasal 100 ayat (1) KUHPM)
3) Dari 4 tahun menjadi 5 tahun (Pasal 311, 317, 318 KUHP jo pasal 100
ayat (1) KUHPM)
Dalam pemberatan ancaman pidana sebagian sudah sesuai namun ada
beberapa yang tidak sesuai dengan rumusan paal 52 KUHP tentang ancaman
pidana yang lebih berat.

b. Penyidikkan dan penuntutan.


Dalam ayat (3) dalam pasal ini menyatakan tidak berlakunya ketentuan pasal
316 dan 319 KUHP. Ketentuan pasal 316 telah tertampung dan bahkan diperluas
oleh ayat (2) pasal 100 KUHPM. Pengertian dalam dinas lebih luas dari
pengertian pada waktu atau sedang menjalankan tugas yang sah. Maka bukan
saja penghinaan terhadap atasan dalam dinas, dapat dituntut karena jabatan (jadi
bukan delik aduan), melainkan penghinaan terhadap seorang atasan yang sedang
istirahat pun dapat dituntut karena jabatan.

III. KESIMPULAN

Perbedaan “Menyerang kehormatan atau nama baik” dalam KUHPM dengan KUHP
dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Subyek dan obyek dalam KUHPM sudah ditentukan yaitu militer dalam hubungan
antara atasan dengan bawahan (pasal 53 KUHPM) dan tunduk pada peradilan militer,
sedangkan dalam KUHP pasal 310 yaitu orang yang tunduk pada peradilan umum
Indonesia sesuai pasal 2 sampai dengan pasal 8 KUHP.
2. Penghinaan dalam KUHPM memiliki makna yang lebih luas dari pada yang
dirumuskan dalam KUHP.
3. Ancaman pidana dalam KUHPM lebih berat daripada KUHP.
4. Perumusan tempat terjadinya tindak pidana kejahatan penghinaan dalam KUHPM
lebih luas daripada yang dirumuskan dalam KUHP.

14

DAFTAR PUSTAKA

- Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia,


Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 34.
- Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer
- Kitab Undang-undang Hukum Pidana
- Asas- asas Hukum Pidana SR Sianturi, edisi revisi (cetakan kedua), Alumni AHM-
PTHM, Jakarta 1985
- Hukum Pidana Militer SR Sianturi, edisi revisi (cetakan kedua), Alumni AHM-PTHM,
Jakarta 1985
- Redaksi Kompas, “Segera Revisi UU Peradilan Militer”, Kompas, 13 Maret 2010.
diakses jum’at 31 Januari 2020 pukul 19.38 WIB
- Redaksi Kompas, “DPR Benahi Peradilan Militer”, Kompas, 25 Mei 20014. diakses
jum’at 31 Januari 2020 pukul 19.40 WIB
- www.antarajateng.com, 5 April 2013 diakses jum’at 31 Januari 2020 pukul 20.08 WIB.
- Redaksi Kompas, “Revisi UU Peradilan Militer”, Kompas, 5 April 2013.
- “Menhan : Revisi UU Peradilan Militer Tak Perlu Prioritas”, kompas.com. 11 April
2013. diakses jum’at 31 Januari 2020 pukul 20.18 WIB
- www.hukumonline.com., 5 April 2013. diakses Jum’at 31 Januari 2020 pukul 20.20
WIB
- https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl6865/penghinaan/ diakses jum’at
31 Januari 2020 pukul 20.38 WIB

Anda mungkin juga menyukai