Makalah TP Di KUHPM Jadi
Makalah TP Di KUHPM Jadi
Penyusun :
Lukman Hakim G
No Pamasis 2283
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya makalah ini dapat saya
selesaikan dengan judul Perbedaan “Menyerang kehormatan atau nama baik” dalam
KUHPM dengan KUHP meskipun masih sangat banyak kekurangan didalamnya.
Dalam penyusunan makalah ini saya menyadari masih terdapat sangat banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan masih
kurangnya pengetahuan yang saya miliki, oleh sebab itu saya mengharapkan masukan,
kritik, saran, pendapat, sumbangsih dari Dosen, Asdos, Senior maupun Rekan-rekan yang
sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga semuanya memberikan manfaat bagi kita semua. Bila ada kesalahan
tulisan atau kata-kata di dalam makalah ini, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penyusun
Lukman Hakim G
No Pamasis 2283
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN…………………………………..………………..….……….…… 1
KUHP…………………………………………………………………………………. 4
Kaitannya antara KUHP dengan KUHPM pada Buku II KUHP dan Buku II KUHPM
sama-sama mengatur tentang kejahatan, Namun Kejahatan-kejahatan yang diatur dalam
kedua kitab tersebut terdapat perbedaan, tentunya kejahatan-kejahatan yang diatur dalam
KUHPM berhubungan dengan kepentingan militer. Dari berbagai macam kejahatan salah
satunya kejahatan menyerang kehormatan atau nama baik (penghinaan). Kejahatan
penghinaan yang diatur dalam KUHP diatur dalam Buku II Bab XVI dirasakan masih kurang
memenuhi kebutuhan penghormatan dalam kehidupan militer dan juga predikat atasan dan
bawahan seperti yang ada pada militer. Selain itu ancaman pidana yang ada dalam KUHP
kurang memadai apabila terjadi kejahatan penghinaan yang dilakukan oleh seorang
bawahan kepada atasan4 dalam kehidupan militer dipandang dari tugas-tugas yang harus
dilaksanakan oleh militer, hal ini dimasukan dalam kejahatan-kejahatan terhadap
pengabdian Bab IV Buku II KUHPM.
Penghinaan yang dirumuskan dalam Bab XVI Buku II KUHP pada Pasal 310 ayat (1)
dimuat semua unsur, baik yang bersifat objektif (perbuatan/objeknya) maupun yang bersifat
subjektif (kesalahan, berupa sengaja melakukan perbuatan dan maksud pembuat dalam hal
melakukan perbuatan). Pada kenyataannya memang semua kejahatan yang masuk
penghinaan (Bab XVI buku II), maupun penghinaan khusus di luar Bab XVI mengandung
sifat yang sama dengan kejahatan pencemaran. Mengandung sifat yang sama tidak
Dari uraian singkat pada latar belakang permasalahan di atas, maka diidentifikasi
beberapa permasalahan terkait dalam tulisan ini, yang meliputi :
II. PEMBAHASAN
Dalam istilah lain sering digunakan untuk tindak pidana terhadap kehormatan adalah
tindak pidana penghinaan. Dipandang dari sisi sasaran atau obyek, yang merupakan
maksud dan tujuan tersebut yakni melindungi kehormatan, maka tindak pidana kehormatan
lebih tepat untuk melindungi :
Tetapi jika dipandang dari sisi perbuatan/fiet maka tindak pidana penghinaan tidak keliru.
Para pakar belum sependapat tentang arti dan definisi kehormatan dan nama baik telah
tercakup dalam Pancasila, baik Ketuhanan yang maha esa maupun pada Kemanusiaan
yang adil dan beradab, hidup salin menghormati. Berkenaan dengan kehormatan dan nama
baik menurut Prof Satochid Kartanegara, S.H. mengutarakan seseorang yang tertabiat hina
apakah masih mempunyai kehormatan dan nama baik, antara lain sebagai berikut walaupun
orang yang demikian itu telah tidak mempunyai perasaan lagi terhadap kehormatan dirinya,
namun setiap orang berhak agar kehormatannya tidak dilanggar 6.
5 Hukum Pidana Militer SR Sianturi, edisi revisi (cetakan kedua), Alumni AHM-PTHM, Jakarta 1985, hal 301
6 http://wwwqolbu27.blogspot.com/2010/06/tindak-pidana-terhadap-kehormatan.html diakses jum’at 31 Januari 2020
pukul 20.31 WIB
3
Berdasarkan terjemahan WvS (Wetboek van Straftrecht) versi dari Tim Penerjemah
BPHN, Tahun 1988, maka terjemahan Pasal 310 ayat (1) WvS berbunyi Barang siapa
sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu
hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah. Pasal 310 ayat (2) menurut terjemahan WvS versi Tim Penerjemah
BPHN, Tahun 1988 adalah jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang
disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena
pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Ada beberapa unsur yang harus
dicermati dalam Pasal 310 ayat (1) yaitu: Unsur kesengajaan menyerang kehormatan atau
nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dan unsur maksud untuk diketahui
umum. Sementara unsur tambahan dalam Pasal 310 ayat (2) adalah unsur dilakukan
dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka
umum.
Dalam doktrin tindak pidana penghinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310
WvS (KUHP) maka badan hukum privat tidak bisa menggunakan ketentuan ini, namun bisa
menggunakan ketentuan dalam Pasal 1372 BW (KUHPerdata). Untuk informasi lebih lanjut,
doktrin hukum tentang penghinaan di Indonesia tidak memisahkan antara opini dengan fakta
dan juga tidak mempertimbangkan sama sekali kebenaran sebuah fakta. Asalkan sebuah
pernyataan dianggap menghina oleh korban, maka unsur kesengajaan menyerang
kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal sudah dapat
terpenuhi. Selain itu, berdasarkan pendapat MA melalui putusan No. 37 K/Kr/1957 tertanggal
21 Desember 1957 yang menyatakan bahwa tidak diperlukan adanya animus injuriandi (niat
kesengajaan untuk menghina)7.
Menurut Satrio, unsur kesengajaan bisa ditafsirkan dari perbuatan atau sikap yang
dianggap sebagai perwujudan dari adanya kehendak untuk menghina in casu
penyebarluasan dari pernyataan yang menyerang nama baik dan kehormatan orang lain. Hal
yang menarik dari unsur kesengajaan ini adalah tindakan mengirimkan surat kepada instansi
resmi yang isinya menyerang nama baik dan kehormatan orang lain sudah diterima sebagai
bukti adanya unsur kesengajaan untuk menghina 8. Penghinaan ditafsirkan sebagai serangan
terhadap kehormatan atau nama baik seseorang. Bab XVI Buku II Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP) memuat banyak ketentuan tentang penghinaan. Mulai dari yang
disebut penghinaan, fitnah, penghinaan terhadap pegawai negeri, perbuatan menuduh yang
sifatnya memfitnah, serta penghinaan terhadap orang yang telah meninggal dunia.
9 https://www.academia.edu/36473934/PENCEMARAN_NAMA_BAIK_MELALUI_TEKNOLOGI_INFORMASI_DITINJAU_
DARI_HUKUM_PIDANA
Hukum Pidana mengatur Pencemaran Nama baik dan atau Penghinaan dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada Bab XVI, Pasal 310 KUHP.
5
Pasal 310 Ayat (1) KUHP :
(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan
menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum,
diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Banyak pakar yang
menggunakan istilah “menista”. Perkataan Menista berasal dari kata “Nista”. Sebagian
pakar menggunakan kata “celaan” poerbedaan istilah tersebut disebabkan penggunaan
kata-kata dalam menerjemahkan kata ”smaad” dari bahasa Belanda.
Unsur-Unsur Pasal 310 Ayat (1) KUHP dibagi dua yaitu :
1. Unsur-Unsur Objektif :
a. Barang Siapa ;
b. Menyerang kehormatan atau nama baik “seseorang” ;
c. Dengan menuduhkan sesuatu hal.
2. Unsur Subjektif :
a. Dengan Maksud yang Nyata (kenlijk doel) ;
b. Tuduhan itu diketahui Umum (ruchtbaarheid te geven) ;
c. Dengan sengaja (Opzettelijk).
Pasal 310 Ayat (2) KUHP Pencemaran Nama Baik dengan Tertulis
(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan
atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.
Istilah menisita secara tertulis oleh beberapa pakar dipergunakan istilah “menista
dengan tulisan”. Perbedaan disebabkan pilihan kata-kata untuk menerjemahkan yakni
kata smaadschrift yang dapat diterjemahkan dengan kata-kata yang bersamaan atau
hampir bersamaan. Unsur-unsur dalam pasal 310 Ayat (2) KUHP adalah sebagai
berikut :
1. Barang Siapa ;
2. Dengan sengaja ;
3. Menyerang Kehormatan atau nama baik seseorang ;
4. Dengan tulisan atau gambar yang disiarkan ;
5. Dipertunjukan pada umum atau ditempelkan.
R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Huykum Pidana (KUHP) serta
komentar-komentarnya lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan rumusan mengenai
Pasal 310 KUHP tentang Penghinaan yaitu 10:
“Menghina” yaitu menyterang kehormatan dan nama baik seseoreang. Yang
diserang itu biasanya merasa “malu”. “kehormatan” yang diserang disini hanya
mengenai kebhormatan tentang nama baik, bukan kehormatan dalam lapangan seksuil.
10 https://www.academia.edu/36473934/PENCEMARAN_NAMA_BAIK_MELALUI_TEKNOLOGI_INFORMASI_DITINJAU_
DARI_HUKUM_PIDANA
Semua penghinaan hanya dapat dituntut, apa bila ada pengaduan dari orang yang
menderita (delik aduan).
6
Supaya dapat dihukum menurut pasal 310 Ayat (1), maka penghinaan itu harus
dilakukan dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan yang tertentu”
dengan maksud tuduhan itu akan tersiar (diketahui orang banyak). Perbuatan yang
dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri,
menggelapkan, berzinah, dsb, cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu
perbuatan yang memalukan. Apabila kejahatan tersebut dilakukan dengan tulisan
(surat) atau gambar, maka kejahatan itu dinamakan menistra dengan surat Pasal 310
Ayat (2).
Berdasarkan mengenai analisis mengenai pasal 310 KUHP tentang Penghinaan
dan atau Pencemaran nama baik bisa dikatakan kejahatan tersebut dapat dilakukan
secara lisan dan secara tertulis (surat) dan pada kejahatan tersebut merupakan delik
aduan (korban yang merasa dirugikan).
Penghinaan Khusus
Bentuk- bentuk penghinaan dalam Bab XVI Buku II yang telah dibicarakan dalam bab
yang lalu daapt disebut dengan penghinaan umum, yang mengandung sifat yang lain dari
penghinaan yang diatur di luarnya yang dapat disebut dengan penghinaan khusus. Disebut
dengan penghinaan umum, oleh sebab dua alasan:
1. Bentuk-bentuk penghinaan tersebut dumuat dalam satu bab yakni Bab XVI Buku
II. Karena dimuat dalam satu bab maka semua bentuk kejahatan yang dirumuskan
sebagai bagiannya tentulah mempunyai sifat dan ciri yang sama.
2. Sifat dan ciri yang sama ini ialah bahwa semua bentuk penghinaan di dalamnya
mengandung sifat penghinaan bagi pribadi-pribadi orang, atau bersifat individu. Rasa
harga diri mengenai kehormatan dan nama baik orang yang menjadi objek penghinaan
umum adalah pribadi-pribadi tertentu. Secara jelas siapa orang yang rasa harga dirinya
mengenai kehormatan dan nama baiknya yang diserang, dan siapa pula yang berhak
mengajukan pengaduan tertera secara jelas. Adanya pihak-pihak yang diberi hak untuk
mengajukan pengaduan dalam penghinaan (orang yang terkena kejahatan atau ahli
warisnya) adalah sebagai indikator bahwa sifat pribadi dari kejahatan penghinaan ini
sanga menonjol.
Sementara, itu, tindak pidana yang diberi kualifikasi penghinaan khusus yang terdapat
di luar Bab XVI yang tersebar pada beberapa pasal yang masuk ke dalam bab yang
berbeda-beda objeknya atau kepentingan hukum yang dilindungi sebagai dasar
pengelompokan masing-masing tindak pidana. Oleh karena berbeda-beda dasar
pengelompokan penghinaan di lur Bab XVI inilah, maka tidak salah disebut sebagai
penghinaan khusus. Sebagai bentuk penghinaan khusus tertentu berlainan sifat dan ciri dari
penghinaan pada umumnya yang diatur dalam Bab XVI. Meskipun demikian, masih ada juga
sifat yang sama diantara bentuk-bentuk penghinaan khusus tersebut. Sifat yang sama ini
dapat dilihat pada objek penghinaan, yakni mengenai “rasa” atau “perasaan harga diri” atau
“martabat mengenai kehormatan atau nama baik orang”.
7
Adapun perbedaan lain, ialah penghinaan umum hanya dapat dilakukan pada objek
orang semata. Tetapi, pada penghinaan khusus, ada bentuk penghinaan yang dilakukan
bukan pada orang tetapi pada badan, misalnya pemerintah RI (Pasal 154 KUHP), atau ada
yang dilakukan pada agama (Pasal 156a KUHP), bahkan ada penghinaan yang dilakukan
terhadap benda bendera dan lambang negara (Pasal 142a dan Pasal 154a KUHP).
Bila subyeknya seorang militer bawahan dan obyeknya seorang atasan. Unsur
kesengajaan meliputi keseluruhan rumusan delik. Ini berarti rusaknya
kehormatan/nama baik orang lain itu memang dikehendaki oleh petindak. Dalam
Pasal 315 KUHP yang dimaksud menghina adalah menyerang atau merusak
kehormatan atau nama baik sesorang. Hal ini tidak dilihat dari perasaan seberapa
seseorang itu terhina, akan tetapi dilihat dari nilai-nilai kesusilaan manusia pada
umumnya secara wajar. Demikian juga dengan rusaknya nama baik harus
berpedoman pada kewajaran pada umumnya. Yang dimaksud dengan
mengancam dengan suatu perbuatan jahat adalah menyerang atau merusak
kehormatan atau nama baik seseorang, hanya cara yang mengandung ancaman-
ancaman, walaupun ancaman-ancaman itu tidak dimaksudkan untuk
dilaksanakan oleh petindak itu sendiri. Ketentuan perbuatan mnghina atau
mengancam dengan perbuatan jahat itu harus terjadinya di tempat umum. Tidak
dipersoalkan atasan yang dihina itu ada atau tidak ada di tempat itu. Dalam KUHP
tempat umum adalah setiap tempat yang dapat/boleh didatangi oleh umum.
Sedangkan bagi militer kata-kata umum dalam rumusan mencakup atau dapat
diganti dengan kata militer. Jadi isi dari ucapan-ucapan (lisan), tulisan atau
lukisan harus merupakan penghinaan terhadap atasan yang bersangkutan. Bila
surat atau lukisan yang berisi penghinaan itu ditujukan terhadap atasan lain yang
bukan menerima surat atau lukisan itu, maka tindakan tersebut masuk dalam
pelanggaran disiplin, sepanjang tidak dapat dimasukkan dalam pasal 310 dan
sebagainya KUHP jo pasal 100 KUHPM.
12 Hukum Pidana Militer SR Sianturi, edisi revisi (cetakan kedua), Alumni AHM-PTHM, Jakarta 1985, hal 303
13 Hukum Pidana Militer SR Sianturi, edisi revisi (cetakan kedua), Alumni AHM-PTHM, Jakarta 1985, hal 304
petindak, atau disuatu tempat lain dariman sang atasan dapat mengetahui
penghinaan itu secara langsung dengan pancaindranya sendiri.”
9
Dalam hal ini yang dimaksud adalah jadi bukan hanya dihadapanya
langsung tetapi ditempat lain dimana sang atsan dapat melihat, mendengar,
merasakan , mencium atau meraba penghinaan tersebut, tentunya dengan
adanya kemajuan teknologi yaitu penghinaan melalu telepon, radio, atau sarana
medsos lainya. Penghinaan dengan “mengirimkan/menerimakan “ suatu surat
/lukisan tidak mempersoalkan apakah tindkaan tersebut dilakukan di tempat
umum atau pada kehadiran atasan tersebut. Tindakan seperti ini dapat dianggap
sebagai perluasan pengertian dari istilah dihadapannya, walaupun dalam hal ini
ada kalanya sang atasanitu tridak secara langsung debgan pancaindranya
mengetahu adanya penghinaan itu. Pada pokoknya penghinaan itu terjadi oleh
seorang bawahan sedangkan yang dihina itu adalah atasan yang menerima
lukisan/surat itu sendiri. Adapun pengertian dari bawahan maupun atasan diatur
dalam pasal 53 KUHPM.
14 Hukum Pidana Militer SR Sianturi, edisi revisi (cetakan kedua), Alumni AHM-PTHM, Jakarta 1985, hal 305
15 Hukum Pidana Militer SR Sianturi, edisi revisi (cetakan kedua), Alumni AHM-PTHM, Jakarta 1985, hal 305
terserangnya nama baik/kehormatan atau tertusuknya perasaan atasan itu yang
dikehendaki oelh sang petindak”.
10
Apabila Milwa dari penjual majalah majalah, Koran Koran, buku buku dan dia
berada di luar dinas, kembali kepekerjaan tersebut dan seandainya Koran/majalah
itu berisikan penghinaan terhadap atasan maka terhadap Milwa tersebut tidak
diterapkan “penghinaan terhadap atasan”. Apabila ia menyebarkan atau
mempunyai persediaan untuk disebarluaskan majalah /Koran Koran, buku buku
seperti itu, seyogyanya pasal 98 KUHPM yang dapat diterapkan. Akan tetapi
pasal 98 tidaktercantum dalam pasal 46 ayat (2) KUHPM, maka pasal 98 itu juga
tidak dapat diterapkan kepada Milwa luar dinas tersebut. Dan dapat diterapkan
pidana umum saja atau KUHP. Suatu hal yang tidak lucu dalam penyelesaian
secara hukum disiplin ialah bahwa kejahatan tersebut pasal 310 KUHP bahkan
kejahatan pasal 315 KUHP tidak boleh diselesaikan secara hukum disiplin militer ,
padahal ancamanaya lebih ringan.Dalam Pasal 97 KUHPM ayat (1) ancaman
pidana penjara maksimum satu tahun, dan dalam ayat ( 2) ancaman pidana
penjara maksimum dua tahun. Sementara dalam Pasal 315 KUHP ancamannya
lebih ringan dan terdiri dari dua pilihan atau alternative yaitu pidana penjara paling
lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak tiga ratus rupiah
( berdasarkan PERMA nomor 2 tahun 2012 pasal 3 disebutkan bahwa tiap tiap
jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal
303 ayat (1) dan ayat (2) , pasal 303 bis ayat (10 dan a yat (2) dilipatgandakan
menjadi 1.000 x)
Pasal 98.
17 Hukum Pidana Militer SR Sianturi, edisi revisi (cetakan kedua), Alumni AHM-PTHM, Jakarta 1985, hal 307
2) Apabila tindakan itu dilakukan dalam dinas maka maksimum ancaman pidana
yang ditentukan pada ayat pertama, berturut-turut dinaikkan menjadi tiga tahun
empat bulan, empat tahun dan enam tahun.
13
3) Ketentuan-ketentuan tersebut pada pasal 316 dan 319 KUHP dalam hal ini tidak
diterapkan.
III. KESIMPULAN
Perbedaan “Menyerang kehormatan atau nama baik” dalam KUHPM dengan KUHP
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Subyek dan obyek dalam KUHPM sudah ditentukan yaitu militer dalam hubungan
antara atasan dengan bawahan (pasal 53 KUHPM) dan tunduk pada peradilan militer,
sedangkan dalam KUHP pasal 310 yaitu orang yang tunduk pada peradilan umum
Indonesia sesuai pasal 2 sampai dengan pasal 8 KUHP.
2. Penghinaan dalam KUHPM memiliki makna yang lebih luas dari pada yang
dirumuskan dalam KUHP.
3. Ancaman pidana dalam KUHPM lebih berat daripada KUHP.
4. Perumusan tempat terjadinya tindak pidana kejahatan penghinaan dalam KUHPM
lebih luas daripada yang dirumuskan dalam KUHP.
14
DAFTAR PUSTAKA