Anda di halaman 1dari 9

PENYAKIT RUHANI TERHADAP TOKOH AGAMA

Konseli 1

Nama : Ust AY

Usia : 40 tahun

Domisili : Banten

Profesi :Guru/tokoh Agama di Kampung KR

Masalah Klien : Sering marah tidak jelas, selalu menyalahkan , merasa diri benar, tidak senang
melihat orang lain maju, ingin dianggap oleh orang lain, serta sombong.

Harapan Klien: mampu mengendalikan diri dan hati agar tidak memiliki emosi berlebihan
sehingga bisa merugikan diri sendiri. Seperti merasa mual, cemas, sakit kepala, terkadang magh
kambuh dan sakit laiinya. Dan Proses pembangunan pesantren lebih mudah dan tidak ada
kendala

A. Latar Belakang
Dalam masyarakat buat dewasa ini, pengaruh ulama masih besar dan dalam beberapa hal
menentukan. Partisipasi masyarakat didesa dalam pembangunan dirasakan sangat tergantung
kepada ikut sertanya ulama masing- masing. Tanpa partisipasi para ulama‟ jalannya
pembangunan tampak tertegun- tegun atau kurang lancar.

Selanjutnya tokoh agama juga merupakan sebutan dari Pengajar agama (Guru agama),
golongan ini berasal dari rakyat biasa. Tetapi karena ketekunannya belajar, mereka memperoleh
berbagai ilmu pengetahuan. Tentu ada perbedaan antara satu dengan lainnya tentang dalam
dangkalnya pengetahuan yang mereka miliki masing-masing, sebagai juga berbeda tentang
banyak sedikitnya bidang pengetahuan yang mereka kuasai. Dahulu sebelum diperintah oleh
Belanda, pegajar agama selain dari menguasai ilmu.

Tokoh agama merupakan figur yang dapat diteladani dan dapat membimbing dengan apa
yang diperbuat pasti akan diikuti oleh umatnya dengan taat. Kemunculan tokoh agama yang
sering disebut Ulama. Masyarakat kemudian meyakini dan mempercayai tokoh agama itu
sendiri. Keyakinan masyarakat bermacam- macam bentuknya. Ada yang sekedar sekedar
memiliki keyakinan bahwa tokoh agama tersebut hanya sebagai orang yang menjadi tempat
bertanya dan berdiskusi tentang agama, hingga seseorang yang meyakini tokoh agama
sebagai seseorang yang penting atau ikut andil dalam pengambilan keputusan dalam
hidupnya.

Penyakit Ruhani dapat menjangkit siapa pun tanpa terkecuali para tokoh agama.
Hanya yang dimaksud dengan penyakit jiwa yang di alami oleh para tokoh agama tidak
seperti yang di alami orang gilapada umumnya. Penyakit ini yang bersarang pada
hati/pikiran/jiwa manusia. Pada dasarnya snagat banyak bentuk-bentuk penyakit hati/jiwa
yang dapat di alami oleh manusia, namun pada kali ini pemakalah akan mencoba menulis
beberap penyakit hati/jiwa yang kemungkinan terdapat pada diri tokoh agama.

B. Penyakit Ruhani
1. Iri Hati dan Dengki
Iri hati  atau juga disebut dengki merupakan gejala-gejala luar yang kadang-kadang
menunukkan perasaan dalam hati. Akan tetapi gejala-gejala tersebut tidak mudah untuk diketahui,
sebab seseorang kan berusaha semaksimal mungkin menyembunyikan gejala-gejala tersebut.1
Secara umum dapat dikatakan, bahwa rasa iri muncul akibat kegagalan seseorang dalam
mencapai sesuatu tujuan. Oleh sebab itu emosi ini sangat kompleks, dan ada dasarnya terdiri atas
rasa ingin memiliki, rasa marah, dan rasa rendah diri 2. Meski demikian, tidak dapat dikatakan,
bahwa rasa iri sebagai kumpulan dan rasa marah, rasa ingin memiliki dan rasa rendah diri, akan
tetapi lebih dari itu adalah memiliki karekteristiknya sendiri. Dan di antara gejala-gejala yang
nampak adalah marah dengan segala bentuknya mulai dari memukul, mencela, menghina,
membuka rahasia orang lain, memberontak, membisu, menyendiri, mogok makan, sangat sensitif,
dan seterusnya.3

Al-Qussy, Pokok-pokok Kesehatan Mental II, Terj. Zakiah Darajat, Jakarta, Bulan Bintang, 1974.
1

Hlm 228
2
Ibid.
3
Ibid. hlm 229-230
As-Syarqawi (1972: 128 dalam Artikel Zaenudin) mejelaskan bahwa emosi ini secara garis
besar diklasifikasikan menjadi dua macam:

a. Iri yang melahirkan kompetisi sehat (al-muanfasah);


b. Iri yang melahirkan kompetisi tidak sehat (al-hiqd wal hasad).
Iri jenis pertama merpuakan kompetisi sehat untk meniru hal-hal positif yang dimiliki orang
lain tanpa didasari oleh interes jahat dala mrangka “fastabiqul khairat”. Iri dalam jenis ini
merupakan sesuatu yang diharuskan bagi stiap muslim berdasarkan firman Allah:

“Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu
diberitahukannya kepadamu apa yang telah kamu peraselisihkan”. (Q.S. al-Maidah: 48).
Sementara iri dalam jenis kedua lebihdidasari oleh rasa benci terhdap apa-apa yang
dimiliki oleh orang lain, baik yang berkaitan dengan materi maupun yang berhubungan dengan
jabatan/kedudukan. Iri dalam kategori ini, menurut As-Syarqawi (dalam artikel Zaenudin)
cenderung memunculkan sikap antipati dan bahkan melahirkan sikap permusuhan terhadap orang
lain. Kemunculannya lebih disebabkan oleh rasa sombong, bangga, riya’, dan rasa takut
kehilangan kedudukan.
Secara umum untuk mengatasi penyakit jiwa akibat tekanan mental, atau penyakit jiwa
yang tergolong unorganik  yang harus segera di sadari oleh diri sendiri dengan cara intropeksi
diri, melakukan penilaian terhadapa diri sendiri.

2. Emosi/Marah
Marah pada hakikatnya adalah memuncaknya kepanikan di kepala, lalu menguasai otak
atau pikiran dan akhirnya kepada perasaan. Kondisi semacam ini seringkali sulit untuk
dikendalikan. Lebih lanjut As-Syarqawi (dalam artikel Zaenudin) mengungkapkan, bahwa emosi
marah akan menimbulkan beberapa pelampiasan, misalnya secara lisan akan memunculkan caci-
makian, kata-kata kotor/keji dan secara fisik akan menimbulkan tindakan-tindakan destruktif. Dan
jika orang marah tidak mampu melampiaskan tindakan-tindakannya di atas, maka dia akan
berkompensasi pada dirinya sendiri dengan cara misalnya: merobek-robek pakaian, menampar
mukanya sendiri, mencakar-cakar tanah, membanting perabot rumah tangga dan seterusnya
seperti tindakan orang gila. Marah juga dapat berpengaruh pada hati seseorang, yaitu sifat dengki
dan iri hati, menyembunyikan kejahatan, rela melihat orang lain menderita, cemburu, suka
membuka aib orang lain dan seterusnya4.
Atas dasar inilah maka nabi melarang orang yang sedang marah untuk melakukan putusan
atau memutuskan sesuatu perkara sebagaimana sabdanya:

“Seseorang jangan membuat keputusan diantara dua orang (yang berselisih) sementara ia
dalam keadaan marah”.

Al-Ghazali berpendapat, bahwa cara untuk menanggulangi kemarahan sampai batas yang
seimbang dengan jalan mujahadah untuk kemudian menanamkan jiwa sabar dan kasih
sayang5.

Berkaitan dengan hal di atas, Usman Najati ((1985:125-126) berpendapat bahwa emosi marah
yang menguasai seseorang dapat membuat kemandegan berpikir. Di samping itu energi tubuh
selama marah berlangsung akan membuat orang siap untuk melakukan tindakan-tindakan
yang akan disesali di kemudian hari, dengan jalan mengendalikan diri, sebab mengendalikan
diri dari marah itu mempunyai beberapa manfaat:

a. Dapat memelihara kemampuan berpikir dan pengambilan keputusan yang benar.


b. Dapat memelihara keseimbangan fisik, karena mampu melindungi dari ketegangan fisik yang
timbul akibat meningkatnya energi.
c. Dapat menghindarkan seseorang dari sikap memusuhi orang lain, baik fisik maupun umpatan,
sikap tersebut juga dapat menyadarkan diri untuk selalu berintrospeksi.
d. Dari segi kesehatan, pengendalian marah dapat menghindarkan seseorang dari
berbagai penyakit fisik pada umumnya6.

Dalam hal ini Nabi juga sangat memuji tindakan pengendalian diri terhadap emosi marah
ini  dan menganggapnya sebagai orang yang kuat, sebagaimana sabdanya:
4
Dalama artikel Prof. Dr. H. M. Zainuddin, MA. Islam dan Masalah Kesehatan Jiwa 21 Mei 2020.
https://uin-malang.ac.id/r/200501/islam-dan-masalah-kesehatan-jiwa.
5
Ibid.
Najati, Usman, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, Terjemahan Ahmad Rifa’i, Bandung, Pustaka, 1985.
6

Hlm 125-126
“Tidaklah orang dikatakan kuat itu adalah orang yang pandai bergulat, tetapi orang kuat
adalah orang yang mampu menahanamarahnya”. (Lihat juga Q.S. 3:134)

3. Rasa Bangga Diri (‘Ujub)


Perasaan  bangga diri (‘Ujub) sedikit berbeda dengan perasaan sombong (kibr).
Menurut al-Ghazali, kibr merupakan perasaan yang muncul pad diri seseorang , di mana ia
menganggap dirinya lebih baik dan lebih utama dari orang lain. Sedangkan ‘ujub adalah
perasaan bangga diri yang dalam penampilannya tidak memerlukan atau melibatkan orang
lain. ‘Ujub lebih terfokus kepada rasa kagum  terhadap diri sendiri, suka membanggakan dan
menonjolkan diri sendiri. Kadang-kadang pada sebagian orang emosi ini merupakan tingkah
laku yang  dominan dalam kepribadian dan dapat menimbulkan sikap sombong, angkuh serta
merendahkan orang lain7.
Penilaian yang tinggi terhdap suatu pemberian, sikap yang selalu mengingat-ingat
pemberian dan sikap pamrih terhdap perbuatan yang  dilakukan merupakan hal-hal yang
termasuk kategori ‘ujub (Hasan Langgulung, 1986:360). Menurut As-Syarqawi 1972: 122
dalam artikel Zaenudin), bahwa ‘ujub merupakan perasaan senang yang berlebihan.
Kemunculannya disebabkan adanya anggapan bahwa si pasien merupakan orang yang paling
baik dan paling sempurna di dalam segalanya. Sikap ‘ujub adalah penyakit mental yang
sangat berbahaya, sebab eksistensinya membuat hati menjadi beku di dalam menerima
kebaikan, memperingan dosa dan selalu menutup-nutupi kesalahan, sebagaimana firman
Allah swt.:

“Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia ia berpaling dan menjauhkan
diri, tetapi apabila ia ditimpa malapetaka maka ia banyak berdo’a”. (Q.S. Fusilat: 51).

Dari ke tiga penyakit hati/jiwa tersebut, yang dimungkinkan terdapat pada para tokoh
agama, dan mungkin semua manusia, maka dapat kita tentukan metode dan teknik yang
dapat di terapkan.

7
Ibid. hlm. 112
C. Metode dan teknik dalam membantu tokoh agama yang mengalami
gangguan/penyakit jiwa dengan mengunakan pendekatan Konselingan dan
Psikotrapi
Seperti yang telah di bahas pada pembahasan sebelumnya, bahwa tokoh agama adalah
orang-orang yang memiliki ilmu dan pengetahuan yang tinggi (munpuni) di atas rata-rata
orang pada umumya, tentu tidak mudah menentukan metode dan teknik psikotrapi
maupun konseling naum beberpaa pendekatan dapat di berikan kepada tokoh agama
apabila ia menyadari tentang gangguan dan gejala penyakit jiwa yang ia alami. Berikut
beberapa pendekatan metode dan teknik yang dapat di terapkan dalam kegitan konseling
bagi tokoh agama yang menyadari adanya gangguan kejiwaan pada dirinya:

1. Teknik Muhasabah.
Muhasabah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Introspeksi, sebuah
koreksi terhadap sikap maupun perbuatan diri. Teknik ini merupakan teknik yang
menitik beratkan pada evaluasi diri pada konseli (tokoh Agama) mengenai prilaku apa
saja yang membuat dirinya tidak tenang serta menghitung kesalahan-kesalahan yang
telah kosenli lakukan serta amal baik yang pernah di perbuat. Sebagai mana Sabda
Nabi Muhammad SAW: “Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi)
dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang-
orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-
angan terhadap Allah SWT (HR. Imam Turmudzi)

Dalam hadist lain Nabi bersabda:

“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut itu?” Mereka menjawab; orang-
orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham
dan tidak memiliki harata benda. Rasulullah bersabda “sesungguhnya orang yang
bangkrtut dari umat hari kiamat dengan membawa pahal shalat, puasa, dan
zakat. Namun ia juga datang membawa dosa kedzaliman. Ia pernah mencerca si
ini, menuduh tanpa bukti terhadap si itu, meminta harta si anu, menumpahkan
darah orang ini dan melawan orang itu. Maka sebagai tebusan atas
kedzalimannya ini, diberikanlah diantara menguntungkannya si ini, si anu dan si
tiu. Sampai selesai sampai habis di bagi-bagikan kepada orang yang
didzaliminya sementara belum semua kedzalimannya tertebut (HR. Muslim No.
6522)
2. Pendekatan Congnitif- Behavior Trapy

Dalam melaksanakan layanan konseling pada toko Agama, penulis mencoba


mengunakan Pendekatan Cognitif-Behavior Therapy (CBT). Pendekatan CBT di gunakan
ketika ada distrosi kongnitif dan prilaku abnormal pada konesli8. Prilaku abnormal yang
di almi oleh konseli seperti mengalami gangguan/penyakit hati seperti: Iri Hati,
Emosi/Marah, Rasa bangga diri (‘Ujub).
Hal ini karena CBT di rancang untuk mennyelesaikan masalah konseli saat ini
dengan cara merestrukturasi kognitif dan prilaku yang mennyimpang pada diri konseli.
Tujuan mengunakan pendekatan konseling Cognitiv-behavior adalah untuk mengajak
konseli menentang pikiran dan emosi yang salah tentang keyakinan yang ia miliki pada
persoalan yang sedang di hadapi9.
Sementara itu bagi tokoh agama yang tidak menyadari bahwa di dalam dirinya
terdapat penyakit hati/jiwa, maka dapat di gunakan dengan cara dialog dengan
mengunakan metode Non-direktif atau Metode tidak langsung dan mengunakan teknik
tidak tersetruktut metode dan teknik ini digunakan dalam bentuk dialog dengan tokoh
agama sehingga unsur-unsur yang mengikuti dialog dapat mengevaluasi dari, dari hasi
dialog tersebut.
Adapun metode-metode yang dipakai dalam Psikoterapi Islam adalah:
a. Metode Ilmiyah (Method of Science), adalah metode yang selalu dan sering
diaplikasikan dalam dunia pengetahuan pada umumnya.
b. Metode Keyakinan (Method of Tenacity), adalah metode berdasarkan suatu
keyakinan yang kuat yang dimiliki oleh seseorang peneliti. Keyakinan itu dapat
diraih melalui: (1) Ilmul Yaqin, yaitu suatu keyakinan yang diperoleh berdasarkan
ilmu secara teoritis. (2) ‘Ainul Yaqin, yaitu suatu keyakinan yang diperoleh
melalui pengamatan mata kepala secara langsung tanpa perantara. (3) Kamalul
Yaqin, yaitu suatu keyakinan yang sempurna dan lengkap, karena dibangun di atas

8
Jurnal Imiah Psikologi Terapan “COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY (CBT) Untuk Mengatasi Gangguan Obsesif
Kompulsif” Cahyaning Suryaningrum ISSN: 2301-8267 Vol. 01, No. 01, Januari 2013
9
Ibid.
keyakinan berdasarkan hasil pengamatan dan penghayatanteoritis (Ilmul Yaqin),
aplikatif (‘Ainul Yaqin) dan Empirik (Haqqul Yaqin)
c. Metode Otoritas (Method of Authority), yaitu metode dengan menggunakan
otoritas yang dimiliki oleh seorang peneliti/psikoterapi, yaitu berdasarkan
keahlian, kewibawaan dan pengaruh positif.
d. Metode Intuisi (Method of Intuition), yaitu metode berdasarkan ilham yang
bersifat wahyu yang datangnya dari Allah SWT. Metode ini sering dilakukan oleh
para sufi dan orang-orang yang dekat dengan Allah SWT. Dan mereka memiliki
batin yang tajam(Bashirah), serta tersingkapnya alam kegaiban (Mukasyafah).

Ada satu metode lagi yang digunakan oleh kaum sufi dalam melakukan proses
pensucian diri dan evaluasi spiritual, yaitu metodologi tasawuf (Method of Sufism),
adalah suatu metode peleburan diri dari sifat-sifat, karakter-karakter dan perubahan-
perubahan yang menyimpang dari kehendak dan tuntunan Ketuhanan. Metode ini
dibagi tiga, yakni:
a. Takhalli. Yaitu metode pengosongan diri dari bekasan-bekasan kedurhakaan dan
pengingkaran (dosa) terhadap Allah SWT. Dengan jalan pertobatan yang
sesungguhnya (nasuha).
b. Tahalli. Yakni pengisian diri dengan ibadah dan ketaatan, aplikasi tauhid dan akhlak
yang terpuji dan mulia.
Tajalli. Dalam makna bahsa dapat berarti tampak, terbuka, menampakkan atau
menyatakan diri. (Hamdan Bakran Adz-Dzaki, 2004:254-259)
Demikian penjelasan mengenai metode dan teknik terapi dengan mengunakan
pendekatan konseling untuk tokoh agama, metode dan teknik ini yang memungkin kan
dapat di terapkan pada tokoh agama sehingga mereka bisa lebih menyadari dirinya.

Daftar Pustaka
3. Jurnal Imiah Psikologi Terapan “COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY (CBT) Untuk
Mengatasi Gangguan Obsesif Kompulsif” Cahyaning Suryaningrum ISSN: 2301-8267 Vol.
01, No. 01, Januari 2013
4. Najati, Usman, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, Terjemahan Ahmad Rifa’i, Bandung, Pustaka, 1985.
5. Artikel Prof. Dr. H. M. Zainuddin, MA. Islam dan Masalah Kesehatan Jiwa 21 Mei 2020.
https://uin-malang.ac.id/r/200501/islam-dan-masalah-kesehatan-jiwa.
6. Al-Qussy, Pokok-pokok Kesehatan Mental II, Terj. Zakiah Darajat, Jakarta, Bulan Bintang,
1974.
7. Zakiah Darajat, Kesehatan Mental, Jakarta, C.V. Mas Agung. 1990.
8. JURNAL PENELITIAN DAN PEMIKIRAN KEISLAMAN. Ahmad Asir Agama dan
Fungsinya Dalam Kehidupan Umat Manusia. Februari 2014. Vol.1. No.1 . ISSN. 2355-0104.
E-ISSN. 2549-3833
9. Hamdan Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam. Jogyakrta: Al-Manar, 2008
10. Hamdani Bakran. Konseling dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.
2004. Dalam Jurnal Konseling dan Psikotrapi professional Syi’ar vol. 14 No. 1 Februari 2014
Asniti Karni.

Anda mungkin juga menyukai