Anda di halaman 1dari 7

B.

Boraks

Boraks merupakan salah satu zat aditif pada makanan. Yakni zat yang ditambahkan dan dicampurkan
pada makanan sewaktu pengolahan makanan dengan maksud untuk menarik (pewarna), menambah
selera (pemanis), menyedapkan (penyedap), mengharumkan dan sebagai pengawet makanan serta
pengenyal. Boraks yang dipergunakan sebagai pengenyal berupa sodium boraks, yang dalam istilah
awamnya disebut bleng. Banyak makanan yang berasal dari Jawa mempergunakan bleng sebagai salah
satu bahan dasar pengolahan makanan, seperti gendar atau puli, lopis, dan kerupuk gendar atau karak.
Memang dari segi rasa, makanan tersebut digemari oleh masyarakat, karena selain enak, gurih, dan
kenyal, juga tahan lama. Bleng juga dipergunakan dalam pembuatan bakso dan mi agar kenyal,
menggurihkan makanan, serta tahan lama (Aryani, 2006).

Pemerintah telah memperbolehkan penggunaan boraks sebagai bahan makanan, namun dibatasi oleh
UU Kesehatan dan Keselamatan Nasional, batasnya hanya 1 gram per 1 kilogram pangan, bila lebih, itu
ilegal, pelaku akan dipajara 12 tahun bila menambahkan lebih dari 1 gram per 1 kilogram pangan
(Wikipedia, 2013).

Penggunaan boraks ternyata telah disalahgunakan sebagai pengawet makanan, antara lain digunakan
sebagai pengawet dalam bakso dan mie. Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia,
tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas boraks yang terkandung di dalam
makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap
oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis
boraks dalam tubuh menjadi tinggi. Pada dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan
timbulnya gejala pusing-pusing, muntah, mencret, dan kram perut. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis
dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa,
kematian akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10 – 20 g atau lebih (Laetitia, 2006).

C. Formalin

Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal, atau formalin), merupakan aldehida dengan rumus
kimia H2CO, yang berbentuknya gas, atau cair yang dikenal sebagai formalin, atau padatan yang dikenal
sebagai paraf ormaldehyde atau trioxane. Formaldehida awalnya disintesis oleh kimiawan Rusia
Aleksander Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867.Pada umumnya,
formaldehida terbentuk akibat reaksi oksidasi katalitik pada metanol. Oleh sebab itu, formaldehida bisa
dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung karbon dan terkandung dalam asap pada
kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau. Dalam atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan
dari aksi cahaya matahari dan oksigen terhadap metana danhidrokarbon lain yang ada di atmosfer.
Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme,
termasuk manusia (Aras, 2013).

Pemakaian formaldehida pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia, dengan
gejala: sukar menelan, mual, sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, mencret darah, timbulnya
depresi susunan syaraf, atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi
dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah) dan haimatomesis (muntah
darah) yang berakhir dengan kematian. Injeksi formalin dengan dosis 100 gr dapat mengakibatkan
kematian dalam waktu 3 jam. Formalin tidak termasuk dalam daftar bahan tambahan makanan
(additive) pada Codex Alimentarius, maupun yang dikeluarkan oleh Depkes. Humas Pengurus Besar
Perhimpunan Dokter spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) menyatakan formalin mengandung
37% formalin dalam pelarut air dan biasanya juga mengandung 10 persen methanol. Formalin sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia, karena dapat menyebabkan kanker, mutagen yang menyebabkan
perubahan sel dan jaringan tubuh, korosif dan iritatif. Berdasarkan penelitian WHO, kandungan formalin
yang membahayakan sebesar 6 gram. Padahal rata-rata kandungan formalinyang terdapat pada mie
basah 20 mg/kg mie (Raztaman, 2010).

Formalin tidak diizinkan ditambahkan ke dalam bahan makanan atau digunakan sebagai pengawet
makanan, tetapi formalin mudah diperoleh dipasar bebas dengan harga murah. Adapun landasan
hukum yang dapat digunakan dalam pengaturan formalin, yaituUU Nomor 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan, UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, UU Nomor8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Kepmenkes Nomor1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan, dan SK
Memperindag Nomor 254/2000 tentang Tataniaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya (Anonim,
2012).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Bahaya Boraks dan Formalin pada Makanan, (online), (http://gasloy.blogspot.com/.
Diakses pada hari Selasa tanggal 30 April 2013).

Aras, F., 2013. Uji Formalin 3, (online),(http://faisal-aras.blogspot.com/.Diakses pada hari Selasa tanggal
30 April 2013).
Aryani, S., 2006. Biokimia SMA Negeri 2 Semarang. Semarang: Indie Publishing.

Laetitia, W., 2006. Formalin dan Boraks Sebagai Zat Pengawet Produk Pangan, (online), (http://ut.ac.id/.
Diakses pada hari Selasa tanggal 30 April 2013).

Nata, 2013. Usaha Kreatif Pembuat Bakso, (online), (http://www.kerjausaha.com. Diakses pada hari
Selasa tanggal 30 April 2013).

Rahmadianti, F., 2013. Ulasan Khusus: Bakso, (online), (http://m.detik.com/food/. Diakses pada hari
Selasa tanggal 30 April 2013).

Ramadlan, A., 2012. Uji Boraks pada Bakso. Surabaya: tidak diterbitkan.

Raztaman, 2010. Makalah Uji Coba Makanan (Formalin dan Boraks), (online), (http://genesha-
raztaman.blogspot.com/. Diakses pada hari Selasa tanggal 30 April 2013).

Wikipedia, 2013. Bakso, (online), (http://id.wikipedia.com/. Diakses pada hari Selasa tanggal 30 April
2013).

Wikipedia, 2013. Bleng, (online), (http://id.wikipedia.com/. Diakses pada hari Selasa tanggal 30 April
2013).
C. Boraks

Bahan kimia berbahaya lain yang sering digunakan pada produk olahan pangan adalah boraks. Boraks
merupakan garam natrium Na2B4O7.10H2O serta asam borat yang tidak merupakan kategori bahan
tambahan pangan food grade, biasanya digunakan dalam industri nonpangan seperti industri kertas,
gelas, keramik, kayu, dan produk antiseptik toilet (Didinkaem, 2007). Di industri farmasi, boraks
digunakan sebagai ramuan bahan baku obat seperti bedak, larutan kompres, obat oles mulut, semprot
hidung, salep dan pencuci mata. Bahan industri tersebut tidak boleh diminum karena beracun (Winarno,
1997).

Asam boraks merupakan asam lemah dengan garam alkalinya bersifat basa, mempunyai bobot molekul
61,83 berbentuk serbuk halus kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta
agak manis. Baik boraks ataupun asam borat memiliki khasiat antiseptika (zat yang menghambat
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme). Pemakaiannya dalam obat biasanya dalam salep,
bedak, larutan kompres, obat oles mulut, bahkan juga untuk pencuci mata. Boraks juga digunakan
sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Khamid, 2006).

Asam borat dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat atau klorida pada boraks. Larutannya
dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata yang dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga
digunakan sebagai obat kumur, semprot hidung dan salep luka kecil. Tetapi bahan ini tidak boleh
diminum atau digunakan pada bekas luka luas, karena beracun bila terserap oleh tubuh (Winarno dan
Rahayu, 1994).

Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet makanan. Boraks
sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen,
siomay, lontong, ketupat dan pangsit. Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks juga dapat
membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan makanan (Vepriati,
2007).

Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam makanan terdapat
boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel yang digunakan dibakar uapnya, kemudian warna
nyala dibandingkan dengan warna nyala boraks asli. Tentu sebelumnya telah diketahui bahwa serbuk
boraks murni dibakar menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel yang dibakan menghsilkan
warna nyala hijau maka sampel dinyatakan positif mengandung boraks(Yellashakti, 2008).

D. Formalin

Formaldehid (HCOH) merupakan suatu bahan kimia dengan berat molekul 30,03 yang pada suhu kamar
dan tekanan atmosfer berbentuk gas tidak berwarna, berbau pedas (menusuk) dan sangat reaktif
(mudah terbakar). Bahan ini larut dalam air dan sangat mudah larut dalam etanol dan eter (Moffat,
1986).
Penyimpanan dilakukan pada wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya dan sebaiknya pada suhu
diatas 20°C (Ditjen POM, 1979). Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai
antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industri, yakni pembersih lantai,
kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi
biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai
bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuat produk parfum, pengawet bahan kosmetika, pengeras
kuku. Formalin boleh juga dipakai sebagai bahan pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang
industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (polywood). Dalam
kosentrasi yang sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen
seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin
dan karpet (Yuliarti, 2007).

Produsen sering kali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan tidaklah
tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi konsumen yang memakannya.
Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing menunjukkan bahwa pemberian formalin dalam dosis
tertentu pada jangka panjang bisa mengakibatkan kanker saluran cerna. Penelitian lainnya menyebutkan
peningkatan risiko kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung) pada pekerja tekstil
akibat paparan formalin melalui hirupan (Yuliarti, 2007).

Uap formalin sangat iritatif, dapat menyebabkan rasa yang menyengat dan rasa menusuk dalam hidung
dan menyebabkan keluarnya air mata. Formalin sangat cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan dan
juga paru-paru. Formalin yang masuk melalui saluran pernafasan menyebabkan bronkitis, pneumonitis,
kerusakan ginjal, dan penekanan susunan saraf pusat (Groliman, 1962).

Efek formalin jika tertelan menyebabkan gangguan pencernaan, asidosis yang kuat, karena formalin
dalam tubuh mengalami metabolisme menjadi asam formiat, karbondioksida, metanol, dan dalam
bentuk metabolit HO-CH2 alkilasi (Theines dan Halley, 1955). Formalin juga dapat menyebabkan sakit
perut, mual, muntah, diare, bahkan kematian jika dikonsumsi pada jumlah yang melewati ambang batas
aman (Gazette, 2003).

Efek jangka pendek dari mengkonsumsi formalin antara lain terjadinya iritas pada saluran
pernafasan, muntah-muntah, pusing, dan rasa terbakar pada tenggorokan. Efek jangka panjangnya
adalah terjadinya kerusakan organ penting seperti hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan
saraf pusat, dan ginjal (Lee, et all 1978).

Batas normal tubuh dapat menetralisir formalin dalam tubuh melalui konsumsi makanan adalah
1,5 sampai 14 mg setiap harinya. Mengkonsumsi secara terus menerus dan dalam skala cukup tinggi
dapat menyebabkan mutasi genetik yang berakibat pada meningkatnya kemungkinan terkena kanker
(Anonim, 2006). The United States Environmental Protection Agency (USEPA) yang merupakan salah
satu badan perlindungan makanan dunia menetapkan nilai ADI (Acceptable Daily Intake) formalin
sebesar 0,2 mg/kg berat badan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2006. Formalin bukan formalitas. Buletin CP. Edisi Januari 2006). Hal 1-3.

Anonimous, 2012. Pengertian bakso dan cara membuat bakso, (online),


(http://www.geoklik.com/pengertian-bakso-dan-cara-membuat-bakso/290/. diakses tanggal 22 April
2013).

Didinkaem, 2007. Bahan beracun lain dalam makanan. Pikiran Rakyat, 26 Januari

Gazette, P. 2003. Thailand crackdown on hazardous food additives, (online),


http://www.thaivisa.com/index.php? 514 &backPID=10&tt_news=291, diakses tanggal 19 Maret 2013.

Groliman, A. 1962. Pharmakology and theyrapetics, Edisi ke- 5, Lea dan Febiger, Philadelphia.

Keju, 2012. Isi kandungan gizi bakso – komposisi bakso. (online). (http://keju.blogspot.com/1970/01/isi-
kandungan-gizi-bakso-komposisi-nutrisi-bahan-makanan.html. Diakses tanggal 24 April 2013).

Keju, 2012. Isi kandungan gizi siomay – komposisi bakso. (online).


(http://keju.blogspot.com/1970/01/isi-kandungan-gizi-bakso-komposisi-nutrisi-bahan-makanan.html.
Diakses tanggal 27 April 2013).

Khamid. 2006. Pengawetan pangan/makanan dengan teknik alami. (online),


(http://www.himasaifi.com/2010/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_12 html, Diakses 24 April
2013).

Lee, L.P., Sherins, R.J. and Dixon, R.L. 1978. Edevence for induction of germinal aplasia in male rats by
environmental exposure to boron. Toxicol. Aplly. Phamacol. 45577590.

Moffat, A. C. (1986). Clarke’s isolation and identification of drugs. Edisi 2. London. The
Pharmaceutical Press. Hal. 420-421, 457-458, 849, 932-933.Ngadiwaluyo dan Suharjito, 2003
Rahayu, W.P. 2000. Aktivitas antimikroba bumbu masakan tradisional hasil olahan industri terhadap
bakteri patogen dan perusak. Buletin Teknologi Industri Pangan 11(2): 42-47.

Vepriati, 2007. Dasar teknologi pembuatan dendeng dan bakso. Universitas Sebelasmaret. Surakarta.

Wikipedia, 2012. Siomay, (online). ( http://id.wikipedia.org/wiki/Siomai, Diakses tanggal 23 April 2013)

Winarno FG, Rahayu TS. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan; 1994.

Winarno dan Rahayu, 2004. Formalin, (online),


(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22567/4/Chapter%20II. Pdf. diakses pada Tanggal 24
April 2013).

Winarno, F. G. 1997. Keamanan pangan, Naskah Akademis Institut Pertanian Bogor. Bogor

Yellashakti, 2008. Uji nyala sampel boraks, (online). (yellashakti.wordpress.com/2008/12/17/uji-nyala-


sampel-boraks/, Diakses tanggal 25 April 2013).

Yuliarti, N. (2007). Awas! Bahaya di balik lezatnya makanan. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai