Anda di halaman 1dari 26

KEBIJAKAN AKSES DAN KESINAMBUNGAN PELAYANAN

RUMAH SAKIT UMUM PERMATA HUSADA


SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM PERMATA HUSADA
NOMOR :

TENTANG

KEBIJAKAN AKSES DAN KESINAMBUNGAN PELAYANAN


RUMAH SAKIT UMUM PERMATA HUSADA

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM PERMATA HUSADA

Menimbang : a. bahwa Rumah Sakit mempunyai kewajiban memberi pelayanan


Kesehatan yang efektif dan berkesinambungan, yang mengutamakan
terjaminnya hak dan kewajiban pasien sesuai dengan standar mutu
pelayanan Rumah Sakit Umum Permata Husada;
b. bahwa agar pelayanan di Rumah Sakit Umum Permata Husada dapat
terlaksana dengan efektif dan berkesinambungan, perlu adanya
Keputusan Direktur tentang Pedoman Akses dan Kesinambungan
Pelayanan Rumah Sakit Umum Permata Husada sebagai landasan bagi
penyelenggara seluruh pelayanan di Rumah Sakit Umum Permata
Husada;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam butir a
dan b maka perlu ditetapkan dengan Kebutusan Direktur Rumah Sakit
Umum Permata Husada;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya
Daerah Tingkat II Banjarbaru (Lembar Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3822)
2. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
tambagan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
3. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 183, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tmabahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 tentang
Perbuahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 36 Tahun 2012 tentang rahasia
kedokteran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 915);
7. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman Organisasi
Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
159)
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/MENKES/PER/2008 Tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020
Menetapkan :
Tentang Akreditasi Rumah Sakit;
Kesatu :
MEMUTUSKAN
Kedua :
Keputusan Direktur Tentang Pedoman Akses dan Kesinambungan Rumah
Ketiga :
Sakit Umum Permata Husada.
Pedoman Akses Kesinambungan Pelayanan sebagaimana tercantum
Keempat :
dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisah dari keputusan ini.
Keputusan Direktur Tentang Pedoman Akses dan Kesinambungan Rumah
Sakit Umum Permata Husada.
Pedoman Akses Kesinambungan Pelayanan sebagaimana tercantum
dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisah dari keputusan ini.

Ditetapkan di : Banjarbaru
Pada tanggal :

Direktur
Rumah Sakit Umum Permata Husada

dr. Indah Rusmiatie, Sp.S


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
Lampiran : Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Permata Husada
Nomor :
Tanggal :
Tentang : Kebijakan Akses Dan Kesinambungan Pelayanan Rumah Sakit Umum
Permata Husada

KEBIJAKAN AKSES DAN KESINAMBUNGAN PELAYANAN


RUMAH SAKIT UMUM PERMATA HUSADA

A. KETENTUAN UMUM
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan Kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
Kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat.
2. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperoleh pelayanan Kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun
tidak langsung di Rumah Sakit.
3. Staf Klinis adalah tenaga Kesehatan yang memberikan asuhan langsung pada pasien.
4. Profesional Pemberi Asuhan adalah staf klinik professional yang langsung
memberikan asuhan kepada pasien.
5. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan adalah dokter yang bertanggung jawab terhadap
asuhan pasien sejak pasien masuk sampai pulang dan mempunyai kompetensi dan
kewenangan klinis sesuai surat penugasan klinisnya.
6. Perawat Penanggung Jawab Asuhan adalah perawat yang bertanggung jawab terhadap
asuhan keperawatan pasien sejak pasien masuk sampai pulang dan mempunyai
kompetensi dan kewenangan klinis sesuai surat penugasan klinisnya.
7. Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien.
8. Catatan adalah tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi tentang segala
tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.
9. Dokumen adalah catatan dokter, dokter gigi, dan / atau tenaga kesehatan tertentu,
laporan hasil pemeriksaan penunjang catatan observasi dan pengobatan harian dan
semua rekaman, baik berupa foto radiologi, gambar pencitraan (imaging), dan rekman
elektro diagnostik.
10. Staf medis yang melakukan praktek kedokteran wajib memiliki Surat Izin Prakter
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-umdangan.
11. Staf klinis wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
12. Setiap tenaga kesehatan harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar
Pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasinal yang berlak, etika, profesi,
menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.
13. Staf klinis memberikan pelayanan dan asuhan kepada pasien sesuai dengan
kompetensi dan kewenangan yang ditetapkan.
B. PROSES PENERIMAAN PASIEN KE RUMAH SAKIT
a. SKRINING
1. Rumah Sakit Permata Husada melakukan penerimaan pasien di rawat inap atau
pemeriksaan pasien di rawat jalan sesuai dengan kebutuhan kesehatan.
2. Skrining dilakukan melalui kreteria triase, evaluasi visual atau pengamatan,
hasil pemeriksaan fisik, psikologis, laboraturium klinik atau diagnostik
imajing.
3. Skrining dapat terjadi di tempat pasien, ambulans, atau waktu pasien tiba di
rumah sakit. Keputusan untuk mengobati, mengirim atau merujuk dibuat
setelah ada evaluasi hasil skrining. Bila rumah sakit mempunyai kemampuan
menyediakan pelayanan yang dibutuhkan serta konsisten dengan misi dan
kemampuan pelayanannya maka dipertimbangkan untuk menerima pasien
rawat inap atau pasien rawat jalan.
4. Skrining dilakukan pada kontak pertama didalam (Poliklinik dan IGD) atau
diluar Rumah Sakit (Rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat I atau Rumah
Sakit lain).
5. Berdasarkan hasil skrining ditentukan apakah kebutuhan pasien sesuai dengan
misi dan sumber daya Rumah Sakit.
6. Pasien diterima hanya apabila Rumah Sakit dapat menyediakan kebutuhan
pelayanan rawat inap atau rawat jalan yang tepat.
7. Pasien IGD dilakukan skrining dengan menggunakan system triase (ATS),
untuk mengidentifikasi/ memilah pasien yang Fals dan True emergenci.
8. Pasien poliklinik rawat jalan juga dilakukan skrining dengan memakai fals
Track, pelaksanaan fals track di Rumah Sakit adalah pintu loby dengan dengan:
a. Melakukan identifikasi pasien (ke IGD atau ke Poliklinik Rawat Jalan)
b. Memperhatikan serta mengamati kondisi pasien.
9. Skrining khusus dapat dilakukan Rumah Sakit sesuai kebutuhan seperti
skrining nyeri, skrining infeksi, skrining geriatri dan skrining lainnya.

b. TRIASE
1. Pasien darurat, sangat mendesak, atau pasien yang membutuhkan pertolongan
segera diidentifikasi menggunakan proses triase berbasis bukti untuk
memprioritaskan kebutuhan pasien yang mendesak dengan mendahulukan dari
pasien yang lain.
2. Pada kondisi bencana dapat menggunakan triase bencana.
3. Sesudah dinyatakan pasien darurat, mendesak, dan membutuhkan pertolongan
segera maka dilakukan pengkajian dan memberikan pelayanan sesegera
mungkin.
4. Kriteria fisiologis berbasis bukti dibutuhkan dalam proses triase untuk
kegawatdaruratan.
5. Proses triase dan pelayanan kegawatdaruratan diterapkan oleh staf yang
kompeten dengan bukti dokumen kompetensi dan kewenangan klinis.
6. Rumah sakit melaksanakan proses triase dengan menggunakan pedoman
kegawatdaruratan berbasis bukti untuk memprioritaskan pasien dengan
kebutuhan emergenci.
7. Jika rumah sakit tidak mampu memenuhi kebutuhan pasien dengan kondisi
darurat, pasien dirujuk ke rumah sakit lain.
8. Pasien darurat dinilai dan distabilkan sesuai kapasitas rumah sakit sebelum
ditranfer ke ruang rawat atau dirujuk dan didokumentasikan dalam rekam
medis.
c. PENGKAJIAN PASIEN (ASESMEN PASIEN)
1. Pengkajian pasien merupakan proses yang berkelanjutan dan dinamis yang
berlangsung dilayanan rawat jalan dan rawat inap.
2. Asesmen pasien terdiri atas 3 (tiga) proses utama dengan metode IAR
(Informasi, Analisis, Rencana) yaitu :
a) Mengumpulkan informasi dari data keadaan fisik, psikologis, social, kultur,
spiritual dan riwayat Kesehatan pasien (informasi dikumpulkan).
b) Menganalisis informasi dan data, termasuk hasil laboraturium dan radiologi
untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan kesehatan pasien (analisis
data dan informasi).
c) Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan pasien
yang telah diidentifikasi (rencana asuhan dan pelayanan disusun).
3. Asesmen pasien meliputi asesmen awal, asesmen ulang dan asesmen gawat
darurat. Asesmen dilakukan oleh professional pemberi asuhan (PPA) dan staf
klinis yang kompeten dan berwenang.
4. Asesmen awal pasien dilakukan oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP) dan Perawat Penanggung Jawab Asuhan (PPJA).
5. Asesmen awal pasien rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat meliputi
pemeriksaan fisik, Riwayat Kesehatan, pengkajian pasien dari aspek biologis,
psikologis, social, ekonomi, kultural dan spiritual pasien. Dalam asesmen awal
juga dilakukan :
a) Asesmen risiko nutrisional
b) Kebutuhan fungsional dan risiko jatuh,
c) Skrining nyeri, dan dilakukan asesmen nyeri bila ada nyeri.
6. Bila diperlukan, asesmen awal dilenhkapi dengan asesmen tambahan dengan
memperhatikan kebutuhan dan kondisi pasien.
7. Hanya PPA yang kompeten dan diizinkan oleh rumah sakit yang akan
melakukan pengkajian.
8. Pengkajian awal medis dan keperawatan dilaksanakan dengan
didokumentasikan dalam kurun waktu 24 jam pertama sejak pasien masuk
rawat inap atau lebih awal bila diperlukan sesuai dengan kondisi pasien.
9. Pengkajian awal medis menghasilkan diagnosis medis yang mencakup kondisi
utama dan kondisi lainnya yang membutuhkan tata laksana dan pemantauan.
10. Pengkajian awal keperawatan menghasilkan diagnosis keperawatan untuk
menentukan kebutuhan asuhan keperawatan, intervensi atau pemantauan pasien
yang spesifik.
11. Sebelum pembedahan pada kondisi mendesak, minimal terdapat catatan
singkat dan diagnosis praoperasi yang didokumentasikan didalam rekam
medik.
12. Pengkajian medis yang dilakukan sebelum masuk rawat inap atau sebelum
pasien menjalani prosedur di layanan rawat jalan rumah sakit harus dilakukan
dalam kurun waktu kurang atau sama dengan 30 hari sebelumnya. Jika lebih
dari 30 hari maka harus dilakukan pengkajian ulang.
13. Hasil dari seluruh pengkajian yang dikerjakan diluar rumah sakit ditinjau
dan/atau diverifikasi pada saat masuk rawat inap sebelum tindakan di unit
rawat inap.
14. Pengkajian tambahan untuk pasien tertentu atau untuk populasi khusus
dilakukan dan menyesuaikan proses pengkajian untuk memenuhi kebutuhan
khusus mereka. Pengkajian tambahan meliputi :
a) Neonatus
b) Anak
c) Remaja
d) Obstetri/ Maternitas
e) Geriatri
f) Sakit terminal/menghadapi kematian
g) Pasien dengan nyeri kronik
h) Pasien dengan gangguan emosional atau pasien psikiatris
i) Pasien kecanduan obat terlarang atau alcohol
j) Korban kekerasan atau kesewenangan
k) Pasien dengan penyakit menular/ infeksius
l) Pasien yang menerima kemoterapi
m) Pasien dengan system imunologi terganggu.
Tambahan pengkajian pada pasien ini memperhatikan kebutuhan dan kondisi
merekan berdasarkan budaya dan nilai yang dianut pasien.

d. PELAYANAN PREVENTIF, PALIATIF, KURATIF, DAN


REHABILITATIF, PELAYANAN KHUSUS/ SPESIALISTIK ATAU
PELAYANAN INTENSIF
1. Pada proses admisi pasien rawat inap dilakukan skrining kebutuhan pasien
untuk menetapkan pelayanan preventif, paliatif, kuratif, dan rehabilitatif yang
diprioritaskan berdasar atas kondisi pasien.
2. Pada waktu skrining dan pasien diputuskan diterima untuk rawat inap, proses
asesmen membantu staf mengetahui prioritas kebutuhan pasien. Pelayanan
preventif (dalam proses admisi) adalah untuk mencegah
perburukan/komplikasi.
3. Kebutuhan layanan pasien dituliskan dalam surat pengantar rawat inap.

e. PENERIMAAN ATAU TRANSFER PASIEN KE DAN DARI UNIT


PELAYANAN INTENSIF
1. Rumah sakit menentukan kriteria yang ditetapkan untuk masuk rawat di
pelayanan spesialistik atau pelayanan intensif.
2. Rumah sakit harus menetapkan kriteria untuk menentukan pasien yang
membutuhkan tingkat pelayanan yang tersedia di unit-unit tersebut.
3. Agar dapat konsisten maka kriteria menggunakan prioritas atau parameter
diagnostic dan atau parameter objektif termasuk kriteria berbasis fisiologis.
4. Mereka yang berasal dari unit-unit gawat darurat, intensif, atau layanan
spesialistik berpartisipasi menentukan kriteria. Kriteria dipergunakan untuk
menentukan penerimaan langsung di unit, misalnya masuk dari unit darurat.
5. Kriteria juga digunakan untuk masuk dari unit-unit di dalam atau dari luar
rumah sakit, seperti halnya pasien dipindah dari rumah sakit lain. Pasien yang
diterima masuk di unit khusus memerlukan asesmen dan evaluasi ulang untuk
menentukan apakah kondisi pasien berubah sehingga tidak memerlukan lagi
pelayanan spesialistik. Misalnya, jika status fisiologis sudah stabil dan
monitoring intensif baik, tindakan lain tidak diperlukan lagi. Ataupun jika
kondisi pasien menjadi buruk sampai pada titik pelayanan intesif atau tindakan
khusus tidak diperlukan lagi, pasien kemudian dapat dipindahkan ke unit
pelayanan yang lebih rendah (seperti unit pelayanan medis atau bedah, rumah
penampungan, atau unit pelayanan paliatif).
6. Kriteria untuk memindahkan pasien dari unit khusus ke unit pelayanan lebih
rendah harus sama dengan kriteria yang dipakai untuk memindahkan pasien ke
unit pelayanan berikutnya. Misalnya, jika keadaan pasien menjadi buruk
sehingga pelayanan intensif dianggap tidak dapat menolong lagi maka pasien
masuk ke unit pelayanan paliatif dengan menggunakan kriteria.
7. Apabila rumah sakit melakukan riset atau menyediakan pelayanan spesialistik
atau melaksanakan program, penerimaan pasien di program tersebut harus
melalui kriteria atau protocol. Penerimaan ke dalam program tercatat di rekam
medis pasien termasuk kriteria atau protocol yang diberlakukan terhadap
pasien yang diterima masuk.
8. Penerimaan atau transfer pasien ke dan dari unit pelayanan intensif atau
pelayanan khusus ditentukan dengan kriteria yang telah ditetapkan.
9. Pasien yang memerlukan stabilisasi dilakukan observasi sampai kurun waktu 6
jam sebelum di transfer ke unit pelayanan intensif atau ruang perawatan.
10. Staf dilatih untuk menggunakan kriteria.

f. PENUNDAAN/KETERLAMBATAN PELAKSANAAN TINDAKAN/


PENGOBATAN DAN ATAU PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSTIK
1. Rumah sakit mempertimbangkan kebutuhan klinis pasien dan memberi tahu
pasien jika terjadi penundaan dan keterlambatan dan penundaan pelaksanaan
tindakan/pengobatan dan atau pemeriksaan penunjang diagnostic.
2. Pasien diberitahu jika ada penundaan dan keterlambatan pelayanan antara lain
akibat kondisi pasien atau jika pasien harus masuk dalam daftar tunggu.
3. Pasien diberi informasi alasan dan sebab mengapa terjadi penundaan/
keterlambatan atau harus menunggu serta diberi tahu tentang alternatif yang
tersedia, ketentuan ini berlaku bagi pasien rawat inap atau rawat jalan.
4. Hal ini tidak berlaku untuk keterlambatan staf medis di rawat jalan atau bila
unit gawat darurat terlalu ramai dan ruang tunggunya penuh.
5. Informasi didokumentasikan dalam rekam medis.

C. REGISTRASI DAN ADMISI DI RUMAH SAKIT


1. Rumah sakit melaksanakan proses penerimaan dan pendaftaran pasien rawat inap,
rawat jalan, dan pasien gawat darurat.
2. Staf harus memahami dan mampu melaksanakan proses penerimaan pasien. Proses
tersebut antara lain meliputi :
a) Pendaftaran pasien gawat darurat
b) Penerimaan langsung pasien dari IGD ke rawat inap
c) Admisi pasien rawat inap
d) Pendaftaran pasien rawat jalan
e) Observasi pasien
f) Mengelola pasien bila tidak tersedia tempat tidur

a. PROSES PENERIMAAN PASIEN RAWAT INAP DAN PENDAFTARAN


PASIEN RAWAT JALAN
1. Rumah Sakit Umum Permata Husada Banjarbaru mengatur proses pasien
masuk rawat jalan, IGD dan pendaftaran rawat inap.
2. Rumah Sakit telah menerapkan sistem pendaftaran pasien rawat jalan dan
rawat inap baik secara offline maupun secara online dan dilakukan evaluasi
dan tindak lajutnya.
3. Pendaftaran rawat jalan dapat diakses langsung ke bagian Front Office (FO)
dan pendaftaran rawat jalan secara online melalui whatsapp atau telpon seluler.
4. Pendaftaran pasien Instalasi Gawat Darurat dengan melakukan registrasi ke
bagian Front Office (FO).
5. Pendaftaran Rawat Inap dengan melakukan pendaftaran di bagian Front Office
(FO).
6. Setiap pasien yang dilayani (rawat jalan, gawat darurat, dan rawat inap) harus
terdaftar dan memiliki nomor rekam medis.

b. IDENTIFIKASI
1. Setiap pasien IGD dan pasien rawat inap harus dipasangkan gelang identitas
pasien.
2. Pada pasien rawat jalan dipasangkan gelang identitas pasien dengan tindakan
intervensi. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk
darah, sebelum pengambilan darah dan specimen lainuntuk pemeriksaan
laboraturium klinis, serta sebelum tindakan/prosedur.

c. PENJELASAN RENCANA ASUHAN


1. Pada saat admisi, pasien dan keluarga pasien dijelaskan tentang rencana
asuhan, hasil yang diharapkan dari asuhan, dan perkiraan biayanya.
2. Saat diputuskan rawat inap, dokter yang memutuskan rawat inap memberi
informasi tentang rencana asuhan yang diberikan, hasil asuhan yang
diharapkan, termasuk penjelasan oleh petugas pendaftaran tentang kisaran
biaya yang harus dibayarkan oleh pasien/keluarga.
3. Saat diruang rawat inap, pasien dan keluarga mendapatkan edukasi dan
orientasi lingkungan ruang rawat inap dan peralatan yang terkait dalam
pemberian perawatan dan pelayanan yang merupakan salah satu komponen
penting keselamatan pasien.
4. Pemberian informasi didokumentasikan didalam rekam medis.

d. PENGELOLAAN ALUR PASIEN DISELURUH BAGIAN RUMAH SAKIT


1. Rumah sakit mengelola alur pasien di seluruh bagian rumah sakit.
2. Rumah Sakit menetapkan pengelolaan alur pasien saat terjadi penumpukan
pasien di IGD saat tempat tidur di rawat inap sedang terisi penuh. Pengelolaan
alur tersebut harus dilakukan secara efektif dari penerimaan, pengkajian,
tindakan, transfer pasien sampai pemulangan untuk mengurangi penundaan
asuhan kepada pasien. Komponen pengelolaan alur pasien meliputi :
a) Ketersediaan tempat tidur ditempat sementara/transit/intermediate sebelum
mendapatkan tempat tidur rawat inap.
b) Perencanaan fasilitas, peralatan, utilitas, teknologi medis dan kebutuhan
lain untuk mendukung penempatan sementara pasien.
c) Perencanaan tenaga untuk memberikan asuhan ditempat sementara /transit
termasuk pasien yang diobservasi di unit gawat darurat.
d) Alur pelayanan pasien ditempat sementara/transit meliputi pemberi asuhan,
tindakan, pemeriksaan laboraturium, pemeriksaan radiologi, tindakan
kamar operasi dan unit pasca anastesi harus sama seperti yang diberikan di
rawat inap.
e) Efisiensi pelayanan nonklinis penunjang asuhan dan tindakan kepada
pasien.
f) Memberikan asuhan pasien yang sama kepada pasien yang dirawat
ditempat sementara/transit/intermediate seperti perawatan kepada pasien
yang dirawat diruang rawat inap.
g) Akses pelayanan yang bersifat mendukung (seperti pekerja sosial,
keagamaan atau bantuan spiritual dan sebagainya).
3. Rumah sakit menyediakan ruang intermediate infeksius/ruang transit yang
digunakan sebagai ruang sementara bila semua ruang rawat inap penuh. Ruang
intermediate terdiri dari ruang intermediate infeksius dan non infeksius.
4. Bila semua ruang di rumah sakit penuh, maka pasien akan dirujuk ke rumah
sakit lain yang tersedia ruangannya.
5. Semua staf rumah sakit, mulai dari IGD, unit rawat inap, staf medis dan
perawatan, administrasi, lingkungan dan managemen risiko dapat ikut berperan
serta menyesaikan masalah arus pasien.
6. Koordinasi ini dapat dilakukan oleh seorang Manajer Pelayanan Pasien (MPP).
7. Rumah sakit menetapkan standar waktu yang maksimal 6 jam pasien dapat di
observasi di IGD, kemudian harus ditransfer ke unit rawat inap rumah sakit.
8. Dilakukan evaluasi terhadap pengaturan alur pasien secara berkala dan
melaksanakan upaya berbaikan.
9. Rumah sakit menyediakan system informasi tentang ketersediaan tempat tidur
secara online kepada masyarakat.
10. Rumah sakit melakukan evaluasi terhadap pengelolaan alur pasien untuk
menghindari penumpukan.

D. KESINAMBUNGAN PELAYANAN
Kesinambungan pelayanan di rumah sakit merupakan integrasi antara profesional
pemberi asuhan (PPA) dibantu oleh manajer pelayanan pasien (MPP)
a. PELAYANAN ASUHAN PASIEN
1. Asuhan pasien dapat berupa upaya pencegahan, paliatif, kuratif, atau
rehabilitatif termasuk anestesia, tindakan bedah, pengobatan, terapi suportif,
atau kombinasinya, yang berdasarkan hasil asesmen dan asesmen ulang
pasien.
2. Asuhan pasien dilakukan oleh PPA dengan banyak disiplin dan staf klinis.
3. Semua staf yang terlibat dalam asuhan pasien harus memiliki peran yang jelas,
ditentukan oleh kompetensi dan kewenangan, kredensial, sertifikasi, hukum,
dan regulasi, keterampilan individu, pengetahuan, pengalaman dan kebijakan
rumah sakir atau uraian tugas wewenang (UTW).
4. Pelaksanaan asuhan dan pelayanan harus dikoordinasikan dan diintegrasikan
oleh semua PPA, dan dapat dibantu oleh staf klinis lainnya.
5. Asuhan pasien terintegrasi dilaksanakan dengan beberapa elemen:
6. Pelayanan dan asuhan pasien meliputi:
a) Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagai pimpinan klinis/
ketua tim PPA
b) Profesional pemberi asuhan (PPA) bekerja sebagai tim interdisiplin
dengan kolaborasi interpersonal dibantu anatara lain oleh Panduan Praktik
Klinis (PPK), Panduan Asuhan Profesional Pemberi Asuhan) lainnya,
Alur klinis/ clinical pathway terintegrasi, standing order dan CPPT
(Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi)
c) Manajer pelayanan pasien/ case manajer menjaga kesinambungan
pelayanan d. Keterlibatan serta pemberdayaan pasien dan keluarga dalam
asuhan bersama PPA harus memastikan:
1) Asuhan direncanakan untuk memenuhi kebutuhan pasien yang unik
berdasar atas hasil pengkajian
2) Rencana suhan diberikan pada tiap pasien
3) Respon pasien terhadap asuhan dipantau
4) Rencana asuhan dimodifikasi bila perlu berdasarkan kondisi pasien
7. Pemberian pelayanan untuk semua pasien meliputi:
a) Pasien dengan masalah kesehatan dan kenutuhan pelayanan yang sama
berhak mendapat mutu asuhan yang seragam di rumah sakit
b) Asuhan pasien yang seragam tercermin dalam hal-hal sebagai berikut :
1) Akses untuk mendapatkan asuhan dan pengobatan tidak tergantung
pada kemampuan pasien untuk membayar dan sumber pembayaran
2) Askes untuk mendapatkan asuhan dan pengobatan yang diberikan
oleh PPA yang kompeten tidak bergantung pada hari atau jam yaitu 7
(tujuh) hari, 24 (dua puluh empat) jam
3) Kondisi pasien menentukan sumber daya yang akan dialokasikan
untuk memenuhi kebutuhannya
4) Pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien sama disema unit
pelayanan di rumah sakit
5) Pasien yang membutuhkan asuhan keperawatan yang sama akan
menerima tingkat asuhan keperawatan yang sama disemua unit
pelayanan di rumah sakit
c) Kepala unit pelayanan menggunakan cara untuk melakukan integrasi dan
koordinasi pelayanan serta asuhan lebih baik
d) Instruksi PPA dibutuhkan dalam pemberian asuhan misalnya instruksi
pemeriksaan dilaboratorium, pemberian obat, asuhan keperawatan
khusus, terapi nutrisi dan lain-lain.
e) Instruksi harus tersedia dan mudah diakses sehingga dapat ditindak
lanjuti tepat waktu misalanya menuliskan instruksi di CPPT dalam
rekam medis atau didokumentasikan dalam rekam medis elektronik agar
staf memahami kapan instruksi harus dilakukan dan siapa yang akan
melaksanakan instruksi tersebut.
f) Instruksi yang diijinkan melalui telpon terbatas pada situasi darurat dan
ketika dokter tidak berada ditempat/ dirumah sakit
g) Instruksi verbal diijinkan terbatas pada situasi dimana dokter yang
memberikan instruksi sedang melakukan tindakan/ prosedur steril
h) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostic imajing tertentu harus disertai
indikasi kliniki.
i) Pengecualian dalam kondisi khusus, misalnya diunit darurat dan unit
intensif
j) Siapa yang diberi kewenangan memberikan instruski dan perintah catat
didalam rekam medik sesuai regulasi
k) Prosedur diagnostik dan tindakan klinis yang dailkaukan sesuai intruksi
serta hasilnya didokumentasikan didalam rekam medis
l) Informasi siapa yang meminta dilakukannya rosedur dan tindakan, dan
alasan dilakukannya prosedur atau tindakan tersebut didkumentasikan
dalam rekam medic
m) Di rawat jalan bila dilakukan tindakan diagnostik invasive/ beresiko
termasuk pasien yang dirujuk dari luar juga harus dilakukan pengkajian
dan pencatatan nya
n) Rencana asuhan:
1) Rencana asuhan diintegrasikan dan dikoordinasikan diantara
berbagai tenaga kesehatan seperti medis, keperawatan, farmasi,
nutrisionist dalam Rekam Medik di Form Terintegrasi (CPPT)
dalam bentuk SOAP untuk Medis, keperawatan dan tenaga
kesehatan lainnya), kecuali ADIME (untuk praktisi gizi), jika dalam
bentuk komunikasi atau laporan pasien kritis menggunakan SBAR.
2) Rencana asuhan dibuat setelah melakukan pengkajian awal dalam
waktu 24 jam terhitung sejak pasien diterima sebagai pasien rawat
inap.
3) Rencana asuhan dievaluasi secara berkala direvisi atau >
dimuktahirkan serta didokumentasikan dalam rekam medis oleh
setiap PPA
4) Instruksi berdasarkan rencana asuhan dibuat oleh PPA yang
kompten dan berwenang, dengan cara yang seragam dan
didokumentasikan dalam CPPT
5) Rencana asuhan dibuat dengan membuat sasaran yang terukur dan
didokumentasikan dalam rekam medis
6) DPJP melakukan evaluasi/ review berkala dan verifikasi harian
untuk memantau terlaksanakanya asuhan secara terintegrasi dan
membuat notasi sesuai kebutuhan. Review dilakukan di CPPT
dengan memberikan paraf setiap 24 jam.
8. Pelayanan Pasien Risiko tinggi dan penyediaan pelayanan risiko tinggi
a) Dalam memberikan asuhan pada pasien risiko tinggi dan pelyanan
berisiko tinggi, rumah sakit bertanggung jawaban untuk:
1) Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap berisiko tinggi
di rumah sakit
2) Menetapkan prosedur, panduan praktik klinis (PPK), clinical pathway
dan rencana perawatan secara kolabortaif
3) Melatih staf untuk meneruskan prosedur, panduan praktik klinis
(PPK), clinical pathway dan rencana perawatan tersebut
b) Pelayanan pada pasien berisiko tinggi atau pelayanan berisiko tinggi
dibuat berdasarkan populasi yaitu pasien anak, pasien dewasa dan pasien
geriatri. Hal hal yang perlu diteraokan dalam pelayanan tersebut meliputi
prosedur, dokumentasi, kualifikasi staf dan peralatan medis meliputi:
1) Rencana suhan perawatan pasien
2) Perawatan terintegrasi dan mekanisme komunikasi antar PPA secara
efektif
3) Pemberian informed consent bila diperlukan
4) Pemantauan dan observasi pasien selama memberikan pelayanan
5) Kualifikasi atau kompetensi staf yang membrikan pelayanan
6) Ketersediaan dan penggunaan peralatan medis khusus untuk
pemberian pelayanan
c) Rumah sakit mengidentifikasi dan memberikan asuhan pada pasien risiko
tinggi dan pelayanan risiko tinggi sesuai kemampuan, sumber daya dan
sarana prasarana yang dimiliki meliputi:
1) Pasien emergensi
2) Pasien koma
3) Pasien dengan alat bantuan hidup
4) Pasien risiko tinggi lainnya seperti pasien jantung, hipertensi, stroke
dan diabetes
5) Pasien dengan risiko bunuh diri
6) Pelayanan pasien dengan penyakit menular dan penyakit yang
berpotensi menyebabkan kejadian luar biasa
7) Pelayanan pada pasien dengan immune suppressed
8) Pelayanan pasien yang mendapatkan pelayanan dialysis
9) Pelayanan pada pasien direstrain
10) Pelayanan pasien yang menerima kemoterapi
11) Pelayanan pasien paliatif
12) Pelayanan pada pasien yang menerima radioterapi
13) Pelayanan pada pasien risiko tinggi lainnya (misalnya terapi
hiperbarik dan pelayanan radiologi intervensi
14) Pelayanan pada populasi pasien rentan, pasien lanjut usia (geriatri),
misalnya anak-anak, dan pasien resiko tindakan kekerasan atau
ditelantarkan misalnya pasien dengan gangguan jiwa.
d) Rumah sakit menetapkan jika terdapat risiko tambahan setelah dilakukan
tindakan atau rencana asuhan (contoh mencegah thrombosis vena dalam.
Luka decubitus, infeksi terkait penggunaan ventilator pada pasien, cedera
neurologis dam pembuluh darah pada pasien restrain, infeksi melalui
pembuluh darah pada pasien dialysis, infeksi slang sentral dan pasien
jatuh)
e) Jika terjadi resiko tambahan tersebut, dilakukan penanganan dan
pencegahan dengan memberikan pelatihan dan edukasi kepada staf
f) Rumah sakit menggunakan informasi tersebut untuk mengevaluasi
pelayanan yang diberikan kepada pasien risiko tinggi dan pelayanan
berisiko tinggi serta mengintegrasikan informasi tersebut dalam pemilihan
prioritas perbaikan tingkat rumah sakit pada program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien.
g) Rumah sakit menerapkan proses pengenalan perubahan kondisi pasien
yang memburuk
1) Ada kriteria fisiologis yang dapat membantu staf untuk mengenali
sedini-dininya pasien yang kondisinya memburuk dengan early
waring system (EWS)
2) Rumah sakit menerapkan proses EWS dan mendokumentasikannya di
dalam rekam medik pasien
3) Staf klinis dilatih mengenali (mendeteksi), mengidentifikasi sedini
mungkin perubahan kondisi pasien memburuk dengan penerapan
Early Warning System (EWS) dapat dilakukan menggunakan sistem
skor.
9. Pelayanan resusitasi
a) Pelayanan resusitasi tersedia dan diberikan selama 24 jam setiap hari di
seluruh area rumah sakit
b) Peralatan medis untuk resusitasi dan onat untuk bantuan hidup dasar dan
lanjut terstandar sesuai dengan kebutuhan populasi pasien
c) Diseluruh area rumah sakit, bantuan hidup dasar diberikan segera saat
dikenali henti jantung- paru dan bantuan hidup lanjut diberikan kurang
dari 5 menit
d) Staf diberi pelatihan pelayanan bantuan hidup dasar/ lanjut sesuai dengan
ketentuan rumah sakit
10. Pelayanan darah dan produk darah
a) Rumah sakit menerapkan penyelenggaraan pelayanan darah
b) Pelayanan darah dan produk darah harus diberikan sesuai peraturan
perundang-undangan meliputi:
1) Pemberian persetujuan (informed consent)
2) Tes kecocokan
3) Pengadaan darah
4) Penyimpanan darah
5) Identifikasi pasien
6) Distribusi dan pemberian darah
7) Pemantauan pasien dan respon terhadap reaksi transfuse
c) Staf yang kompeten bertanggung jawab terhadap pelayanan darah dirumah
sakit
11. Pemberian makanan dan terapi nutrisi
a) Rumah sakit memberikan makanan untuk pasien rawat inap dan terapi
nutrisi terintegrasi untuk pasien risiko nutrsiona;
b) Pilihan makanan disesuaikan dengan usia, budaya, pilihan, rencana
asuhan, diagnosis pasien termasuk juga antara lain diet khusus seperti
rendah kolestrol dan diet diabetes mellitus.
c) Berdasarkan pengkajian kebutuhan dan rencana asuhan, maka DPJP atau
PPA lain yang kompeten memesan makanan dan nutrisi lainnya untuk
pasien
d) Pasien berhak menentukan makanan sesuai dengan nilai yang dianut
e) Jika keluarga pasien atau orang lain mau membawa makanan untuk pasien
makan diberikan edukasi tentang makanan yang merupakan
kontraindikasi terhadap rencana, kebersihan makanan dan kebutuhan
asuhan pasien termasuk informasi terkait interaksi antara obat dan
makanan.
f) Makanan yang dibawa kelaurga atau orang laian disimpan dengan benar
untuk mencegah kontaminasi
g) Skrining risiko gizi terintegrasi diberikan, dipantau dan dievaluasi dan 15
dicatat didalam rekam medis pasien
12. Pengelolaan nyeri
a) Rumah sakit harus memilki proses untuk melakukan skrining, pengkajian,
dan tata laksana untuk mengatasi nyeri, yang terdiri dari:
1) Identifikasi pasien dengan rasa nyeri pada pengkajian awal dan
pengkajian ulang
2) Memberi informasi kepada pasien bahwa rasa nyeri dapat merupakan
akibat dari terapi, prosedur, atau pemeriksaan
3) Memberikan tata laksana untuk mengatasi nyeri terlepas dariman
nyeri berasal, sesuai dengan regulasi rumah saki
4) Melakukan komunikasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga
mengenai pengelolaan nyeri sesuai dengan latar belakang agama,
budaya, nilai-nilai yang dianut
5) Memberikan edukasi kepada seluruh PPA mengenai pengkajian dan
pengelolan nyeri
13. Pelayanan menjelang akhir kehidupan
a) Rumah sakit memberikan asuhan pasien menjelang akhir kehidupan
dengan memperhaikan kebutuhan pasien dan keluarga, mengoptimalkan
kenyamanan dan martabat pasien serta mendokumentasikan dalam rekam
medis
b) Pengkajian pada pasien menjelang akhir kehidupan harus menilai kondisi
pasien seperti:
1) Manajemen dan gela respon pasien termasuk mual, kesulitan
bernafas, dan nyeri
2) Faktor yang memperparah gejala fisik
3) Orientasi spiritual pasien dan kelaurganya sperti putus asa,
penderitaan dan rasa bersalah
4) Keprihatinan spiritual pasien dan keluarganya seperti kekerabatan,
kelayakan perumahan, pemeliharaan lingkungan, cara mengatasi,
reaksi pasien dan keluarganya menghadapi penyakit
5) Kebutuhan bantuan atau penundaan layanan untuk pasien dan
keluraganya
6) Kebutuhan alternatif layanan atau tingkat layanan
7) Faktor risiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan
potensi reaksi patologis
8) Pasien dan keluarga dilibatkan dalam pengambilan keputusan asuhan
9) Asuhan menjelang akhir kehidupan ditujukan terhadap kebutuhan
psikososial, emosional, kultural dan spiritual pasien dan keluarganya

b. KESINAMBUNGAN PELAYANAN
1. Rumah sakit memiliki proses untunk melaksanakan kesinambungan pelayanan
di rumah sakit dan integrase antara professional pemberi asuhan (PPA) dibantu
manajer palayanan pasien (MPP)/ case manager
2. Pelayanan berfokus pada pasien diterapkan dalam bentuk asuhan pasien
terintegrasi horizontal dan vertical. Pada integrase horizontal konstribusi
profesi tiap-tiap professional pemberi asuhan (PPA) adalah sama pentingnya
atau sederajat. Pada integrase vertical pelayanan berjenjang oleh/ melalui
berbagai unit pelayanan ke tingkat pelayanan yang berbeda maka peranan
manajer pelayanan pasien (MPP) penting untuk integrasi tersebut dengan
komunikasi yang memadai terhadap professional pemberi asuhan (PPA).
3. Pelaksanaan asuhan pasien secara terintegrasi fokus pada pasien mencakup :
a) Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga
b) Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagai Ketua tim asuhan
pasien oleh profesional pemberíi asuhen (PPA)
c) Profesional pemberi asuhan (PPA) bekerja sebagai tim interdisiplin
dengan kolaborasi interprofesional dibantu antara lain oleh panduan
praktik klinis (PPK}, Panduan Asuhan Profesinenal Pemberi Asuhan
(PPA) lainnya, alur klinis/ clinical pathway terintegrasi, algoritme,
protocol, prosedur, standing order dan CPPT (Catatan Perkembangan
Pasien Terintegrasi)
d) Perencanaan pemulangan pasien (P3)/ discharge planning terintegrasi
e) Asuhan gizi terintegrasi
f) Manajer pelayanan pasien
4. Manajer pelayanan pasien Manajer Pelayanan Pasien (MPP) bukan merupakan
professional pemberi asuhan (PPA) aktif dan dalam menjalankan manajemen
pelayanan pasien mempunyai peran minimal
a) memfasilitasi pemenuhan kebutuhan asuhan pasien
b) mengoptimalkan terlaksananya pelayanan berfokus pada pasien
c) mengoptimalkan proses reimbursment, dan dengan fungsi sebagai
asesmen untuk manajemen pelayanan pasien
d) asesmen untuk manajemen pelayanan pasien
e) perencanaan unik manajemen pelayanan pasien
f) komunikasi dan koordinasi
g) edukasi dan advokasi
h) kendali mutu dan biaya pelayanan pasien.
5. Keluaran yang diharapkan dari kegiatan manajemen pelayanan pasien antara
lain:
a) pasien mendapat asuhan sesuai dengan kebutuhannya
b) terpelihara kesinambungan pelayanan
c) pasien memahami atau mematuhi asuhan dan peningkatan kemandirian
pasien.
d) Kemampuan pasien mengambil keputusan
e) Keterlibatan serta pemberdayaan pasien dan keluarga
f) optimalisasi sistem pendukung pasien
g) pemulangan yang aman
h) kualitas hidup dan kepuasan pasien.
6. Rekam medis pasien merupakan sumber informasi utama tentang proses
pelayanan dan kemajuannya sehingga merupakan alat komunikasi penting.
Rekam medis selama rawat inap dan rawat jalan dengan catatan terkini
tersedia agar dapat mendukung serta bermanfaat untuk kesinambungan
pelayanan pasien. Professional pemberi asuhan (PPA) melakukan asesmen
pasien berbasis IAR sehingga informasi MPP juga dibutuhkan.
7. Dalam pelaksanaan manajemen pelayanan pasien, manajer pelayanan pasien
(MPP) mencatat pada lembar form A yang merupakan evaluasi awal
manajemen pelayanan pasien dan form B yang merupakan catatan
implementasi manajemen pelayanan pasien. Kedua form tersebut merupakan
bagian rekam medis.
8. Pada form A dicatat antara lain identifikasi/ skrining pasien untuk kebutuhan
pengelolaan manajer pelayanan pasien (MPP) dan asesmen untuk manajemen
pelayanan pasien termasuk rencana, identifikasi masalah risiko-kesempatan,
serta perencanaan manajemen pelayanan pasien, termasuk memfasilitasi
proses perencanaan pemulangan pasien (discharge planning).
9. Pada form B dicatat antara lain pelaksanaan rencana manajemen pelayanan
pasien, monitoring, fasilitasi, koordinasi, komunikasi dan kolaborasi,
advokasi, hasil pelayanan, serta terminasi manajemen pelayanan pasien.
10. Agar kesinambungan asuhan pasien tidak terputus, rumah sakit harus
menciptakan proses untuk melaksanakan kesinambungan dan koordinasi
pelayanan di antara profesional pemberi asuhan (PPA), manajer pelayanan
pasien (MPP), pimpinan unit, dan staf lain sesuai dengan regulasi rumah sakit
di beberapa tempat yaitu :
a) pelayanan darurat dan penerimaan rawat inap
b) pelayanan diagnostik dan tindakan
c) pelayanan bedah dan nonbedah
d) pelayanan rawat jalan
e) organisasi lain atau bentuk pelayanan lainnya
11. Proses koordinasi dan kesinambungan pelayanan dibantu oleh penunjang lain
seperti panduan praktik klinis, alur klinis/ clinical pathways, rencana asuhan,
format rujukan, daftar tilik/ check list lain, dan sebagainya
12. Pencatatan perkembangan pasien didokumentasikan para PPA
didokumentasikan para PPA di formulir catatan pasien terintegrasi (CPPT)
13. Pencatatan di unit intensif atau unit khusus menggunakan lembar pemantauan
pasien khusus, pencatatan perkembangan pasien dilakukan pada lembar tersbut
oleh DPJP diunit tersebut, PPA lain dapat melakukan pencatatan
perkembangan pasien di formulir catatan pasien terintegrasi (CPPT).
14. Perencanaan dan pelayanan pasien secara terintegrasi diinformasikan kepada
pasien dan atau keluarga secara berkala.
c. HAK PASIEN DAN KELUARGA
1. Pada pelaksanaan asuhan pasien, staf klinis harus memperhatikan hak pasien.
2. Pemberian asuhan pasien harus dengan menghargai agama, keyakinan dan
nilai-nilai pribadi pasien.
3. Sesuai kebutuhan pasien, dapat dilayani permintaan kompleks terkait
dukungan agama atau bimbingan kerohanian.
4. Dalam proses asuhan, pasien atau keluarga dapat mengajukan second opinion
tanpa rasa khawatir akan memengaruhi proses asuhannya.
5. Dari hasil asesmen, pasien berhak mendapat informasi tentang kondisi,
diagnosis pasti, rencana asuhan dan dapat berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan;
6. Staf klinis menjelaskan setiap tindakan atau prosedur yang diusulkan kepada
pasien dan keluarga, dan informasi yang diberikan memuat elemen:
a) diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding) dan dasardiagnosis;
b) kondisi pasien
c) tindakan yang diusulkan;
d) tata cara dan tujuan tindakan
e) manfaat dan risiko tindakan
f) nama orang mengerjakan tindakan
g) kemungkinan alternatif dari tindakan
h) prognosis dari tindakan
i) kemungkinan hasil yang tidak terduga
j) kemungkinan hasil bila tidak dilakukan tindakan
k) Pasien dijelaskan tentang hasil asuhan dan pengobatan, termasuk hasil
asuhan dan pengobatan yang tidak terduga.
l) Rumah sakit memfasilitasi penggantian individu yang memberikan
persetujuan pada informed consent bila pasien tidak kompeten.

d. PENGKAJIAN ULANG PASIEN


1. Asesmen ulang medis dan keperawatan dilaksanakan oleh PPA yang
kompeten dan berwenang sesuai rincian kewenangan klinis yang ditetapkan
untuk evaluasi respons pasien terhadap asuhan yang diberikan
2. Asesmen ulang medis dilaksanakan minimal satu kali sehari, termasuk akhir
minggu/ libur untuk pasien akut
3. Asesmen ulang perawat minimal satu kali per shift atau sesuai dengan
perubahan kondisi pasien
4. Asesmen ulang oleh PPA lainnya dilaksanakan sesuai kondisi pasien
5. Pengkajian ulang dilakukan dan hasilnya dimasukan ke dalam rekam medis:
a) Secara berkala selama perawatan (misalnya staf perawat secara berkala
mencatat tanda-tanda vital)
b) Setiap hari oleh dokter untuk pasien perawatan akut
c) Dalam menanggapai perubahan signifikan dalam kondisi pasien
d) Jika diagnosis pasien telah berubah dan kebutuhan perawatan memerlukan
perencanaan yang direvisi
e) Untuk menentukan apakah pengobatan dan perawatan ini telah berhasil
dan pasien dapat dipindahkan atau dipulangkan
e. PROSES ASUHAN PASIEN OLEH DOKTER PENANGGUNG JAWAB
PELAYANAN
1. Setiap pasien harus memiliki dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) untuk
memberikan asuhan kepada pasien.
2. Asuhan pasien diberikan oleh profesional pemberi asuhan (PPA) yang bekerja
sebagai tim interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional dan dokter
penanggung jawab pelayanan (DPJP) berperan sebagai ketua tim asuhan pasien
oleh profesional pemberi asuhan (PPA) (clinical leader).
3. ntuk mengatur kesinambungan asuhan selama pasien berada di rumah sakit,
harus ada dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagai individu yang
bertanggung jawab mengelola pasien sesuai dengan kewenangan klinisnya, serta
melakukan koordinasi dan kesinambungan asuhan dari satu dokter penanggung
jawab pelayanan (DPJP) ke DPJP lain.
4. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) yang ditunjuk ini tercatat namanya
di rekam medis pasien. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)/ para DPJP
memberikan keseluruhan asuhan selama pasien berada di RS dapat
meningkatkan antara lain kesinambungan, koordinasi, kepuasan pasien, mutu,
keselamatan, dan termasuk hasil asuhan. Individu ini membutuhkan kolaborasi
dan komunikasi dengan profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya.
5. Bila kondisi/ penyakit pasien membutuhkan lebih dari satu DPJP, ditetapkan
DPJP utama yang berperan sebagai koordinator mutu dan keselamatan pasien
antar DPJP dan PPA, termasuk bila terjadi perpindahan DPJP atau pergantian
DPJP utama
6. DPJP wajib melengkapi berkas rekam medis pasien
7. DPJP wajib memenuhi hak pasien.
8. DPJP menulis resep obat sesuai standar Formularium Nasional (FORNAS)
9. DPJP memberikan asuhan medis sesuai dengan PPK dan Clinical Pathway
dengan mempertimbangkan aspek keselamatan pasien serta kendali mutu dan
kendali biaya
10. DPJP disiplin dalam melaksanakan Visite/ hari berdasarkan kebijakan atau
aturan yang berlaku
11. DPJP memberikan asuhan medis sesuai dengan PPK dan Clinical Pathway
dengan mempertimbangkan aspek keselamatan pasien serta kendali mutu dan
kendali biaya.
12. DPJP melakukan pelayanan di poliklinik sesuai dengan jam pelayanan

E. TRANSFER PASIEN INTERNAL DI DALAM RUMAH SAKIT


a. INFORMASI TENTANG PASIEN PADA PROSES TRANSFER PASIEN
1. Rumah sakit menetapkan informasi tentang pasien yang disertakan pada
proses transfer internal antar unit di dalam rumah sakit
2. Selama dirawat inap di rumah sakit, pasien mungkin dipindah dari satu
pelayanan atau dari satu unit rawat inap ke berbagai unit pelayanan lain atau
unit rawat inap lain. Jika profesional pemberi asuhan (PPA) berubah akibat
perpindahan ini maka informasi penting terkait asuhan harus mengikuti pasien.
Pemberian obat dan tindakan lain dapat berlangsung tanpa halangan dan
kondisi pasien dapat dimonitor. Untuk memastikan setiap tim asuhan
menerima informasi yang diperlukan maka rekam medis pasien ikut pindah
atau ringkasan informasi yang ada di rekam medis disertakan waktu pasien
pindah dan menyerahkan kepada tim asuhan yang menerima pasien.
Ringkasan memuat sebab pasien masuk dirawat, temuan 20 penting, diagnosis,
prosedur atau tindakan, obat yang diberikan, dan keadaan pasien waktu pindah
3. Transfer pasien antar unit pelayanan di dalam rumah sakit dilengkapi dengan
form transfer pasien.
4. Form transfer pasien memuat:
a) Indikasi pasien dirawat
b) Temuan Signifikan
c) Diagnosis
d) Prosedur yang telah dilakukan
e) Obat-obatan
f) Perawatan lain yang diterima pasien
g) Kondisi pasien saat transfer
5. Bila pasien dalam pengelolaan manajer pelayanan pasien (MPP) maka
kesinambungan proses tersebut di atas dipantau, diikuti, dan
transfernyadisupervisi oleh manajer pelayanan pasien (MPP).

F. PEMULANGAN PASIEN DARI RUMAH SAKIT (DISCHARGE), RUJUKAN


DAN TINDAK LANJUT
a. PROSES PEMULANGAN PASIEN (DISCHARGE) DARI RUMAH SAKIT
1. Rumah sakit melaksanakan proses pemulangan pasien (discharge) dari rumah
sakit berdasar atas kondisi kesehatan pasien dan kebutuhan kesinambungan
asuhan atau tindakan.
2. Rumah sakit menetapkan kriteria pemulangan pasien sesuai dengan kondisi
kesehatan dan kebutuhan pelayanan pasien beserta edukasinya
3. Merujuk atau mengirim pasien ke praktisi kesehatan di luar rumah sakit, unit
pelayanan lain, rumah, atau keluarga didasarkan atas kondisi kesehatan pasien
dan kebutuhannya untuk memperoleh kesinambungan asuhan.
4. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) dan profesional pemberi asuhan
(PPA) lainnya yang bertanggung jawab atas asuhan pasien menentukan
kesiapan pasien keluar rumah sakit berdasar atas kebijakan, kriteria, dan
indikasi rujukan yang ditetapkan rumah sakit.
5. Kebutuhan kesinambungan asuhan berarti rujukan ke dokter spesialis,
rehabilitasi fisik, atau bahkan kebutuhan upaya preventif di rumah yang
dikoordinasikan oleh keluarga pasien. Diperlukan proses yang terorganisir
dengan baik untuk memastikan bahwa kesinambungan asuhan dikelola oleh
praktisi kesehatan atau oleh sebuah organisasi diluar rumah sakit.
6. Pasien yang memerlukan perencanaan pemulangan pasien (discharge
planning) maka rumah sakit mulai merencanakan hal tersebut sedini dininya
yang sebaiknya untuk menjaga kesinambungan asuhan dilakukan secara
terintegrasi melibatkan semua profesional pemberi asuhan (PPA) terkait/
relevan sertadifasilitasi oleh manajer pelayanan pasien (MPP). Keluarga
dilibatkan dalam proses ini sesuai dengan kebutuhan.
7. Rumah sakit membuat rencana pemulangan (discharge planning) dimulai sejak
awal pasien masuk rawat inap melibatkan semua PPA 21 terkait serta
difasilitasi oleh MPP, untuk kesinambungan asuhan sesuai dengan kondisi
kesehatan dan kebutuhan pelayanan pasien.
8. Rumah sakit menetapkan regulasi tentang kemungkinan pasien diizinkan
keluar rumah sakit dalam jangka waktu tertentu untuk keperluan penting.
9. Penyusunan rencana dan instruksi pemulangan di dokumentasikan dalam
rekam medis pasien dalan satu salinan/ copy diberikan kepada pasien.

b. RUMAH SAKIT BEKERJA SAMA DENGAN PRAKTISI DI LUAR


RUMAH SAKIT
1. Rumah sakit bekerja sama dengan praktisi kesehatan di luar rumah sakit
tentang tindak lanjut pemulangan
2. Dibutuhkan perencanaan untuk mengatur tindak lanjut pemulangan pasien ke
praktisi kesehatan atau organisasi lain yang dapat memenuhi kebutuhan
kesinambungan asuhan pasien. Rumah sakit yang berada di komunitas tempat
praktisi kesehatan juga berada di dalamnya membuat kerja sama formal dan
informal. Jika pasien berasal dari komunitas/ daerah lain maka rumah sakit
akan merujuk pasien ke praktisi kesehatan yang berasal dari komuitas tempat
pasien tinggal.
3. Pasien membutuhkan pelayanan dukungan dan pelayanan kesehatan pada
waktu pasien keluar dari rumah sakit (discharge). Misalnya, pasien mungkin
membutuhkan bantuan sosial, nutrisi, keuangan, psikologi, atau bantuan lain
pada waktu pasien keluar rumah sakit. Proses perencanaan pemulangan pasien
(discharge planning) dilakukan secara terintegrasi melibatkan semua
profesional pemberi asuhan (PPA) terkait serta difasilitasi oleh manajer
pelayanan pasien (MPP) memuat bentuk bantuan pelayanan yang dibutuhkan
dan ketersediaan bantuan yang dimaksud.
4. Tindak lanjut pemulangan pasien bila diperlukan dapat ditujukan kepada
fasilitas pelayanan kesehatan baik perorangan ataupun dimana pasien untuk
memberikan pelayanan berkelanjutan.

c. RINGKASAN PASIEN PULANG (DISCHARGE SUMMARY)


1. Ringkasan pasien pulang (discharge summary) dibuat untuk semua pasien
rawat inap.
2. Ringkasan pasien pulang memberikan gambaran tentang pasien yang tinggal
di rumah sakit. Ringkasan dapat digunakan oleh praktisi yang bertanggung
jawab memberikan tindak lanjut asuhan. Ringkasan memuat hal:
a. Indikasi pasien masuk dirawat, diagnosis, dan komorbiditas lain
b. Temuan fisik penting dan temuan-temuan lain
c. Tindakan diagnostik dan prosedur terapi yang telah dikerjakan
d. Obat yang diberikan selama dirawat inap dengan potensi akibat efek
residual setelah obat tidak diteruskan dan semua obat yang harus
digunakan di rumah
e. Kondisi pasien (status present)
f. Ringkasan memuat instruksi tindak lanjut agar dihindari istilah anjuran.
3. Ringkasan pasien pulang dijelaskan dan ditandatangani oleh pasien/ keluarga
karena memuat instruksi.
4. Rumah sakit menetapkan pemberian ringkasan pasien pulang kepada pihak
yang berkepentingan.
5. Ringkasan pasien pulang dibuat sebelum pasien keluar dari rumah sakit oleh
dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP).
6. Satu salinan/ copy dari ringkasan diberikan kepada tenaga kesehatan yang
bertanggung jawab memberikan tindak lanjut asuhan kepada pasien. Satu
salinan diberikan kepada pasien sesuai dengan regulasi rumah sakit yang
mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. Satu salinan diberikan
kepada penjamin. Salinan ringkasan berada di rekam medis pasien.

d. PENGELOLAAN DAN TINDAK LANJUT PASIEN YANG KELUAR


RUMAH SAKIT SERTA MENOLAK RENCANA ASUHAN MEDIS
1. Rumah sakit menetapkan proses untuk mengelola pasien rawat jalan dan rawat
inap yang menolak rencana asuhan medis termasuk keluar rumah sakit atas
permintaan sendiri dan pasien yang menghendaki penghentian pengobatan.
2. Pasien rawat inap atau rawat jalan telah selesai menjalani pemeriksaan lengkap
dan sudah ada rekomendasi tindakan yang perlu dilakukan, kemudian pasien
ini memutuskan meninggalkan rumah sakit maka pasien ini dianggap sebagai
pasien keluar menolak rencana asuhan medis.
3. Pasien rawat inap dan rawat jalan (termasuk pasien dari unit darurat) berhak
menolak tindakan medis dan keluar rumah sakit. Pasien ini menghadapi risiko
karena menerima pelayanan atau tindakan tidak lengkap yang berakibat terjadi
kerusakan permanen atau kematian.
4. Jika seorang pasien rawat inap atau rawat jalan minta untuk keluar dari rumah
sakit tanpa persetujuan dokter maka pasien harus diberitahu tentang risiko
medis oleh dokter yang membuat rencana asuhan atau tindakan dan proses
keluarnya pasien sesuai dengan regulasi rumah sakit.
5. Jika pasien mempunyai dokter keluarga maka dokter keluarga tersebut harus
diberitahu tentang keputusan pasien. Bila tidak ada dokter keluarga maka
pasien dimotivasi untuk mendapat/ mencari pelayanan kesehatan lebih lanjut.
6. Rumah sakit harus mengetahui alasan mengapa pasien keluar menolak rencana
asuhan medis. Rumah sakit perlu mengetahuialasan ini agar dapat melakukan
komunikasi lebih baik dengan pasien dan atau keluarga pasien dalam rangka
memperbaiki proses.
7. Jika pasien menolak rencana asuhan medis tanpa memberi tahu siapapun di
dalam rumah sakit atau ada pasien rawat jalan yang menerima pelayanan
kompleks atau pelayanan untuk menyelamatkan jiwa, seperti kemoterapi atau
terapi radiasi, tidak kembali ke rumah sakit maka rumah sakit harus berupaya
menghubungi pasien untuk memberi tahu tentang potensi risiko bahaya yang
ada.
8. Dokumen rekam medis untuk pasien yang pulang atas permintaan sendiri
memuat alasan pasien dan edukasi resiko medis yang belum lengkap
9. Rumah sakit memberikan dokumen rekam medis yang memuat ringkasan
pasien pulang untuk pasien yang pulang atas permintaan sendiri
10. Rumah sakit melakukan pengkajian untuk mengetahui alasan pasien keluar
rumah sakit apakah permintaan sendiri, menolak asuhan medis atau tidak
melanjutkan program pengobatan. Pengkajian tersebut didokumentasikan
dalam rekam medis.
11. Rumah sakit juga mengatur proses pasien rawat inap dan rawat jalan yang
meninggalkan rumah sakit tanpa pemberitahuan (melarikan diri).
12. Rumah sakit mengidentifikasi pasien menderita penyakit yang membahayakan
dirinya sendiri dan lingkungannya. Identifikasi ditulis dalam rekam medis
pada asesmen awal rawat inap
13. Rumah sakit melaporkan kepada pihak yang berwenang bila indikasi kondisi
pasien yang membahayakan dirinya sendiri atau lingkungannya termasuk
rumah sakit membuat laporan ke dinas kesehatan atau kementerian kesehatan
tentang kasus infeksi dan memberi informasi tentang pasien yang mungkin
mencelakakan dirinya atau orang lain.

e. RUJUKAN PASIEN
1. Pasien dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan lain berdasar atas kondisi
pasien untuk memenuhi kebutuhan asuhan berkesinambungan dan sesuai
dengan kemampuan fasilitas kesehatan penerima untuk memenuhi kebutuhan
pasien.
2. Pasien dirujuk ke fasilitas kesehatan lain didasarkan atas kondisi pasien dan
kebutuhan untuk memperoleh asuhan berkesinambungan. Rujukan pasien
antara lain untuk memenuhi kebutuhan pasien atau konsultasi spesialistik dan
tindakan, serta penunjang diagnostik.
3. Jika pasien dirujuk ke rumah sakit lain, yang merujuk harus memastikan
fasilitas kesehatan penerima menyediakan pelayanan yang dapat memenuhi
kebutuhan pasien dan mempunyai kapasitas menerima pasien.
4. Diperoleh kepastian terlebih dahulu dan kesediaan menerima pasien serta
persyaratan rujukan diuraikan dalam kerja sama formal atau dalam bentuk
perjanjian. Ketentuan seperti ini dapat memastikan kesinambungan asuhan
tercapai dan kebutuhan pasien terpenuhi. Rujukan terjadi juga ke
fasilitaskesehatan lain dengan atau tanpa ada perjanjian formal.
5. Rujukan pasien sesuai dengan kondisi pasien, untuk menentukan kualifikasi
staf pendamping yang memonitor dan menentukan jenis peralatan medis
khusus
6. Selain itu harus dipastikan fasilitas pelayanan kesehatan penerima
menyediakan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan pasien dan
mempunyai kapasitasi pasiendan jenis teknologi medis
7. Diperlukan proses yang konsisten melakukan rujukan pasien untuk
memastikan keselamatan pasien. Proses ini menangani:
a. Ada staf yang bertanggung jawab dalam pengelolaan rujukan termasuk
memastikan pasien di terima di rumah sakit rujukan yang dapat memenuhi
kebutuhan pasien
b. Selama dalam proses rujukan ada staf yang kompeten dengan kondisi
pasien dan selalu memonitor dan mencatatnya dalam rekam medis yaitu
dalam form observasi rujukan
c. Dilakukan identifikasi kebutuhan obat, bahan medis habis pakai, alat
kesehatan dan peralatan medis yang dibutuhkan selama proses rujukan
d. Dalam proses pelaksanaan rujukan, ada proses serah terima pasien antara
staf pengantar dan yang menerima. Rumah sakit melakukan evaluasi
terhadap mutu dan keamanan proses rujukan untuk memastikan pasien
telah ditransfer dengan staf yang kompeten dan dengan peralatan medis
yang tepat.
8. Pasien dan keluarga diberikan penjelasan apabila rujukan yang dibutuhkan
tidak dapat dilaksanakan.
9. Formulir rujukan berisi:
a. Identitas pasien
b. Hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang) yang telah dilakukan
c. Diagnosis
d. Terapi/ tindakan yang telah diberikan
e. Tujuan rujukan
f. Nama dan Tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
rujukan
10. Dokumentasi juga memuat nama fasilitas kesehatan dan nama orang di
fasilitas kesehatan yang menyetujui menerima pasien, kondis khusus rujukan
11. Jika proses rujukan menggunakan transportasi dan tenaga pendamping dari
pihak ketiga, rumah sakit memastikan ketersediaan kebutuhan pasien selama
perjalanan dan melakukan serah terima dengan petugas tersebut
f. PROFIL RINGKAS MEDIS RAWAT JALAN (PRMRJ)
1. Pasien rawat jalan yang membutuhkan asuhan yang kompleks atau diagnosis
yang kompleks dibuat catatan tersendiri dalam Profil Ringkas Medis Rawat
Jalan (PRMRJ) dan tersedia untuk PPA.
2. Rumah sakit memberikan asuhan dan tindakan berlanjut kepada pasien dengan
diagnosis kompleks dan atau ' yang membutuhkan asuhan kompleks
(misalnya, pasien yang datang beberapa kali dengan masalah kompleks,
menjalani tindakan beberapa kali, datang di beberapa unit klinis, dan
sebagainya) maka kemungkinan dapat bertambahnya diagnosis dan obat,
perkembangan riwayat penyakit, serta temuan pada pemeriksaan fisik. Oleh
karena itu, untuk kasus seperti ini harus dibuat ringkasannya. Sangat penting
bagi setiap PPA yang berada di berbagai unit yang memberikan asuhan kepada
pasien ini mendapat akses ke 25 informasi Profil Ringkas Medis Rawat Jalan
(PRMRJ) tersebut.
3. Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ) memuat informasi, termasuk:
a) Identifikasi pasien yang menerima asuhan kompleks atau dengan
diagnosis kompleks (seperti pasien di klinis jantung dengan berbagai
komorbiditas antara lain DM tipe 2, total knee replacement, gagal ginjal
tahap akhir, dan sebagainya. Atau pasien di klinis neurologik dengan
berbagai komorbiditas).
b) Identifikasi informasi yang dibutuhkan oleh para dokter penanggung
jawab pelayanan (DPJP) yang menangani pasien tersebut.
c) Menentukan proses yang digunakan untuk memastikan bahwa informasi
medis yang dibutuhkan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)
tersedia dalam format mudah ditelusur (easy-to retrieve) dan mudah di-
review.
d) Evaluasi hasil implementasi proses untuk mengkaji bahwa informasi dan
proses memenuhi kebutuhan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)
dan meningkatkan mutu serta keselamatan pasien

G. TRANSPORTASI
1. Rumah sakit menetapkan proses transportasi dalam merujuk, memindahkan atau
pemulangan pasien rawat inap dan rawat jalan untuk memenuhi kebutuhan pasien
2. Rumah sakit memiliki proses transportasi pasien sesuai dengan kebutuhannya
yang meliputi pengkajian kebutuhan transportasi, SDM, bahan medis habis pakai,
alat kesehatan, peralatan medis dan persyaratan PPI yang sesuai dengan
kebutuhan pasien
3. Rumah sakit membuat bukti pemeliharaan kendaraan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
4. Kriteria alat transportasi yang digunakan untuk merujuk, memidahkan, atau
memulangkan pasien ditentukan oleh rumah sakit (staf yang kompeten, harus
sesuai dengan Program PPI memenuhi aspek mutu, keselamatan pasien dan
keselamatan transportasi.
5. Kendaraan transportasi milik rumah sakit harus tunduk pada peraturan
perundangan yang mengatur tentang kegiatan operasionalnya, kondisi, dan
perawatan kendaraan. Rumah sakit mengidentifikasi kegiatan transportasi yang
berisiko terkena infeksi dan menentukan strategi mengurangi risiko infeksi.
6. Persediaan obat dan perbekalan medis yang harus tersedia dalam kendaraan
bergantung pada pasien yang dibawa. Misalnya, membawa pasien geriatri dari
unit rawat jalan pulang ke rumahnya sangat berbeda dengan jika harus transfer
pasien dengan penyakit menular atau transpor pasien luka bakar ke rumah sakit
lain.
7. Semua kendaraan yang dipergunakan untuk transportasi, dilengkapi dengan
peralatan yang memadai, pebekalan dan medikamentosa sesuai dengan kebutuhan
pasien yang dibawa, termasuk memenuhi persyaratan PPI.
8. Bila alat transportasi yang digunakan terkontaminasi cairan tubuh pasien atau
pasien dengan penyakit menular harus dilakukan proses dekontaminasi.
9. Jika rumah sakit membuat kontrak layanan transportasi maka rumah sakit harus
dapat menjamin bahwa kontraktor harus memenuhi standar untuk mutu dan
keselamatan pasien dan kendaraan. Jika layanan transpor diberikan oleh
Kementerian Kesehatan atau Dinas Kesehatan, perusahaan asuransi, atau
organisasi lain yang tidak berada dalam pengawasan rumah sakit maka masukan
dari rumah sakit tentang keselamatan dan mutu transpor dapat memperbaiki
kinerja penyedia pelayanan transpor.
10. Rumah Sakit membuat mekanisme untuk menangani keluhan proses transportasi
dalam rujukan.
11. Rumah sakit melakukan evaluasi terhadap mutu dan keselamatan pelayanan
transportasi. Hal ini termasuk penerimaan, evaluasi, dan tindak lanjut keluhan
terkait pelayanan transportasi.

H. MANAJEMEN RESIKO JATUH


1. Penerapan assemen awal resiko pasien jatuh dan melakukan assemen ulang
terhadap pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil assemen dianggap beresiko
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, tentang keberhasilan pengurangan cedera
akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak disengaja.

I. KOMUNIKASI EFEKTIF
1. Komunikasi yang efektif diseluruh Rumah Sakit Umum Permata Husada
2. Rumah sakit menggunakan sistem komunikasi SBAR dalam melaporkan kondisi
pasien untuk mengingkatkan efektifitas komunikasi antar pemberi layanan.
3. Rumah sakit konsisten dalam melakukan verifikasi terhadap akurasi dari
komunikasi lisan dengan tulis, membaca kembali dan mengkomfirmasi ulang
(TBAK) terhadap perintah yang diberikan sesuai standar

Ditetapkan di : Banjarbaru
Pada tanggal :

Direktur
Rumah Sakit Umum Permata Husada

dr. Indah Rusmiatie, Sp.S

Anda mungkin juga menyukai